Tag Archives: papan akselerasi

Cashlez Officially IPO, Creating Opportunities for Other Acquisitions

The payment gateway and mPOS startup, Cashlez, officially going IPO at the Indonesia Stock Exchange yesterday (4/5) using “CASH” as the stock code. Cashlez is listed on the acceleration board, as well as being the 27th company to be trading on the stock exchange this year.

The company releases 250 million new shares at Rp 350 per share. This capital amount covers around 17.5 percent of the agreed capital and is placed in Cashlez. Simultaneously, the company issued Series I Warrants at a ratio of 1: 1.

Cashlez’ President Director, Tee Teddy Setiawan said the company successfully obtained funding worth of Rp87.5 billion on this occasion. As planned, 61.31% of the funds were used for the acquisition of PT Softorb Technology Indonesia (STI), with the remaining 38.69% for working capital.

“Through this IPO, we can continue to innovate in developing business and one of them is the acquisition of STI which we consider is very strategic for our business growth,” he said in an official statement.

As quoted from his interview with IDX Channel, Teddy mentioned, besides the acquisition of STI, he also offers opportunities to take other corporate actions. “We are still looking for opportunities for the acquisition of similar companies to support inorganic growth.”

He continued, the due diligence process for the STI acquisition had begun since last year. The two sides started open discussions for future business synergies, given the huge potential of the payment system industry in Indonesia.

Entering the second half of last year, the company starts taking an option to IPO on the stock exchange, moreover, the company also participated in IDX Incubator. “We are encouraged to take the IPO initiative, especially with the current new board [acceleration board], we finally decided to take on the exchange.”

Fundamentally, STI has a strong and stable business base, compared to Cashlez as a startup. STI focuses on the front end, while Cashlez focuses on the back end. They need a front-end that can create innovation, for example by combining sensors with non-cash payment instruments such as cards.

“We are starting to enter the [payment] segment of transportation, prepaid cards, parking, and theme parks,” he continued.

To date, Cashlez is said to cover more than 7,300 merchants consisting of small, medium, to enterprises. However, 88% of them are dominated by SMEs.

Adjustment to the target

Even though the funds will be used in accordance with the original plan, the nominal funds targeted by Cashlez has adjusted. Previously, the company was targeting Rp90 billion to Rp100 billion by releasing 300 million shares of regular stock. The offer price is at Rp298-Rp358 per share. The date of the listing on the IDX was planned for April 20, 2020.

Teddy revealed that the adjustment occurred because of structural changes. Earlier this year, they began with unfavorable issue from Jiwasraya, then the Covid-19 pandemic emerged in March. Finally, it must’ve had an impact on several prospective investors and their commitment to enter, eventually changing their minds.

“However, since everything is back to normal, this is good timing to start fresh.”

In addition, regarding the company’s target this year, Teddy said he has yet made a revision. However, he currently opens for the possibility that a correction would occur in the second quarter of this year. the Cashlez business as a whole is targeted to increase by 2.5 to 3 times from last year.

“In March 2020 we still have our positive performance. The Covid-19 has affected on our business, related to PSBB, it is practically all business down almost 80%. We have to be more creative in catering to online transactions. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Cashlez IPO

Cashlez Resmi IPO, Buka Peluang Akuisisi Perusahaan Lain

Startup payment gateway dan mPOS Cashlez resmi melantai di Bursa Efek Indonesia, kemarin (4/5) dengan kode saham “CASH”. Cashlez tercatat di papan akselerasi, sekaligus menjadi perusahaan ke-27 yang melantai di bursa pada tahun ini.

Perusahaan melepas 250 juta saham baru dengan harga Rp350 per lembar. Jumlah modal ini meliputi sekitar 17,5 persen dari modal disetor dan ditempatkan pada Cashlez. Secara bersamaan, perusahaan menerbitkan Waran Seri I dengan rasio 1:1.

Presiden Direktur Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan, dana yang berhasil diraup perusahaan dari hajatan ini adalah Rp87,5 miliar. Sesuai rencana, sebanyak 61,31% dari dana tersebut digunakan untuk akuisisi PT Softorb Technology Indonesia (STI), sisanya 38,69% untuk modal kerja.

“Melalui IPO ini, kami dapat terus berinovasi dalam mengembangkan bisnis dan salah satunya adalah akuisisi STI yang menurut kami sangat strategis untuk pertumbuhan bisnis kami,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Mengutip dari wawancaranya bersama IDX Channel, Teddy mengungkapkan selain akuisisi STI, ia juga membuka kemungkinan untuk melakukan aksi korporasi lainnya. “Kita masih cari opportunity untuk akuisisi perusahaan sejenis untuk menunjang growth anorganik.”

Dia melanjutkan, proses due diligence untuk akuisisi STI sudah dimulai sejak tahun lalu. Kedua belah pihak mulai membuka perbincangan untuk sinergi bisnis ke depannya, mengingat potensi industri sistem pembayaran yang masih sangat besar di Indonesia.

Memasuki paruh kedua tahun lalu, perusahaan mulai buka opsi untuk melantai di bursa, terlebih perusahaan sendiri masuk sebagai peserta di IDX Incubator. “Kami di-encourage untuk berani melantai di bursa, apalagi sekarang ada papan baru [papan akselerasi], akhirnya kita putuskan untuk masuk ke bursa.”

Secara fundamental, STI punya basis bisnis yang sudah kuat dan stabil, ketimbang Cashlez yang masuk dalam kategori startup. STI fokus pada front-end, sementara Cashlez fokus di back-end. Mereka butuh front-end yang bisa menciptakan inovasi, misalnya menggabungkan sensor-sensor alat pembayaran non-tunai seperti kartu.

“Sekarang kami mulai masuk [pembayaran] segmen transportasi, prepaid card, parking, dan theme park,” sambungnya.

Diklaim saat ini Cashlez telah menjaring lebih dari 7.300 merchant yang terdiri atas usaha kecil, menengah, hingga enterprise. Namun, 88% di antaranya didominasi oleh UKM.

Target meleset dari rencana

Meski penggunaan dana sesuai dengan rencana awal, sebenarnya target nominal dana yang diincar Cashlez meleset. Awalnya perusahaan mengincar dana antara Rp90 miliar sampai Rp100 miliar dengan melepas 300 juta lembar saham biasa. Harga penawaran ada di rentang Rp298-Rp358 per lembar. Pun tanggal pencatatan saham di BEI tadinya direncanakan tanggal 20 April 2020.

Teddy mengungkapkan bergesernya tanggal pencatatan ini terjadi karena dipengaruhi perubahan struktur. Awal tahun ini diawali isu yang kurang baik dari Jiwasraya, kemudian pada Maret muncul pandemi Covid-19. Akhirnya berdampak pada beberapa calon investor yang awalnya sudah menyatakan komitmennya untuk masuk, akhirnya berubah pikiran.

“Tapi sekarang semua sudah back to normal, ini timing yang baik untuk mulai lagi.”

Di samping itu, mengenai target perusahaan sepanjang tahun ini, Teddy mengaku belum melakukan revisi. Akan tetapi, ia membuka kemungkinan bahwa pada kuartal kedua tahun ini akan terjadi koreksi. Ditargetkan bisnis Cashlez secara keseluruhan dapat naik antara 2,5 hingga 3 kali lipat dari tahun lalu.

“Di Maret 2020 kinerja kita masih positif. Efek Covid-19 terhadap bisnis kita, berkaitan dengan PSBB, praktis bisnis hampir semua turun 80%. Kita harus lebih kreatif meng-cater transaksi ke online.”

Application Information Will Show Up Here
Papan Akselerasi memungkinkan startup tahap awal untuk melakukan penggalangan dana melalui IPO di Bursa Efek Indonesia.

IPO di Papan Akselerasi sebagai Alternatif Penggalangan Dana Startup Tahap Awal

Pada 22 Juli 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan peraturan pencatatan baru untuk perusahaan dengan aset skala kecil dan menengah melalui Papan Akselerasi. Ketentuannya tercatat dalam Peraturan Nomor I-V. Sebelumnya BEI memiliki dua model pencatatan bursa, yakni Papan Utama (identik dengan perusahaan besar dengan aktiva berwujud sekurangnya Rp100 miliar) dan Papan Pengembangan (identik dengan emiten di tahap berkembang dengan aktiva sekurangnya Rp5 miliar).

Beleid yang dipublikasikan BEI didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Perusahaan dengan aset skala kecil adalah yang memiliki aset tidak lebih dari Rp50 miliar, sedangkan perusahaan skala menengah memiliki aset lebih dari Rp50 miliar sampai Rp250 miliar.

“Papan Akselerasi bisa dibilang khusus untuk UKM dan Startup. Pendanaan dari pasar modal diharapkan dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan. Jadi syarat keuangan bukan faktor utama. Justru faktor utamanya prospek bisnis,” jelas Program Director IDX Incubator Irmawati Amran kepada DailySocial.

Lebih lanjut ia menjelaskan, “Target investornya adalah sophisticated investor yang paham melihat potensi suatu perusahaan ke depan, atau paling tidak investor yang sudah berpengalaman berinvestasi di saham. Bisa juga dikatakan targetnya adalah angel investor yang bisa mendapat keuntungan dari capital gain tax apabila mereka mengambil profit di pasar modal.”

Persyaratan dan kriteria

Melalui Papan Akselerasi, perusahaan berbentuk PT (Perseoran Terbatas) bisa mencatatkan sahamnya ke BEI sejak masa awal didirikan–tidak seperti di Papan Pengembangan minimal setelah 12 bulan beroperasi dan Papan Utama setelah 36 bulan beroperasi. Mekanisme ini dimungkinkan untuk jadi opsi penggalangan dana modal bagi operasional bisnis di tahap awal.

Sama dengan Papan Pengembangan, emiten di Papan Akselerasi tidak harus sudah menuai profit ketika melakukan pencatatan. Hanya saja diwajibkan memiliki proyeksi maksimal tahun ke-6 harus sudah punya laba usaha. Pun demikian terkait total aktiva berwujud, tidak ada batas khusus yang diwajibkan.

Startup juga bisa menggunakan laporan keuangan yang tidak genap per satu tahun dengan memperoleh opini tanpa modifikasi. Nantinya harga saham perdana saat pencatatan paling sedikit Rp50, dengan jumlah pemegang saham paling sedikit 300 nasabah pemilik rekening. Kemudian ada beberapa syarat administratif lain juga yang harus dipenuhi, selengkapnya bisa disimak dalam aturan yang telah dirilis BEI.

Papan Akselerasi IPO Startup

IPO untuk Pendanaan Awal

Bisa dibilang praktik ini memang masih sangat baru di Indonesia. Namun di awal tahun 2020 ini, Papan Akselerasi dibuka dengan pencatatan saham perdana startup marketplace perjalanan Pigijo (PGJO).

Pigijo debut pada tahun 2018. Mereka menawarkan berbagai kebutuhan penunjang rekreasi. Termasuk paket wisata, pemandu, tempat singgah dan transportasi. Mereka juga merupakan startup IDX Incubator, program binaan untuk startup yang memiliki keinginan untuk melantai ke bursa saham.

Aksi korporasi Pigijo berhasil membukukan dana segar senilai Rp12 miliar dan melepas 150 juta lembar saham atau setara 48,98% dari total kepemilikan. Dalam prospektus IPO yang diterbitkan, pada paruh pertama 2019 perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp1,75 miliar, dengan pendapatan bersih Rp36,18 juta. Tercatat aset lancar perusahaan per semester pertama 2019 senilai Rp3,1 miliar dan aset tidak lancar Rp6,6 miliar. Artinya masuk ke dalam kategori aset skala kecil.

Dana keuangan Pigijo hingga paruh pertama 2019
Dana keuangan Pigijo hingga paruh pertama 2019 / Pigijo

Tahun 2019 tim DSResearch mencatat ada 40 transaksi pendanaan awal (seed funding) yang diumumkan ke publik. Nilai terkecilnya adalah $145 ribu (atau setara Rp2 miliar) dan nilai tertingginya $7,6 juta (atau setara Rp105 miliar). Dari data tersebut, hanya 3 startup yang mendapatkan perolehan di bawah $1 juta (Rp13,8 miliar Rupiah).

Jika melihat capaian Pigijo, tampaknya nilainya masih setara dengan rentang pendanaan awal yang banyak didapat startup dari investor privat, meliputi pemodal ventura, angel investor atau koporasi.

Dalam aturannya jelas, ketika memilih IPO lewat Papan Akselerasi, minimal 20% dari total saham harus diserahkan. Dalam pendanaan privat, dengan venture capital misalnya, penentuan ekuitas yang diberikan kerap jadi “perdebatan” panjang antara founder dan investor, karena pandangan yang berbeda dalam perhitungan valuasi. Dengan aset digital, traksi dan sumber daya pendukung bisnis yang dimiliki, startup kadang mematok nilai yang cukup tinggi.

Sementara dari sudut investor, baik melalui pembelian saham privat ataupun publik, untuk startup tahap awal tetap tergolong dalam high risk investment. Sehingga titik yang paling menentukan adalah proyeksi bisnis yang terukur dan dapat dijustifikasi di tahun-tahun mendatang yang direncanakan founder.

Ketika memilih IPO, startup juga harus siap dengan informasi keterbukaan. Berbagai aksi strategis dan neraca keuangan secara periodik dipublikasikan kepada publik. Investor dari kalangan yang lebih umum juga memungkinkan kendali perusahaan tetap sepenuhnya di tangan pendiri. Berbeda dengan pendanaan dari private equity yang kerap menyertakan bagian dari investor di jajaran manajemen perusahaan.

Masih dalam dokumen aturan yang sama, di sana turut mamaparkan mekanisme perpindahan papan. Sangat dimungkinkan pencatatan yang telah dilakukan melalui Papan Akselerasi dipindahkan ke Papan Pengembangan atau Papan Utama.

Hal tersebut bisa terjadi saat emiten sudah tidak lagi memenuhi kriteria aset skala kecil atau menengah sebagaimana diatur dalam POJK. Juga ketika perusahaan berhasil menjalankan bisnis utama yang sama sesingkatnya 36 minggu dan mampu membukukan pendapatan usaha dan laba. Prosesnya dapat dilakukan oleh BEI setiap bulan Mei.

Dalam model privat, biasanya startup akan melakukan penggalangan dana di putaran baru, misalnya dari pendanaan awal ke seri A, B, C dan seterusnya. Hal itu didasarkan pada kebutuhan modal tambahan demi mendukung pertumbuhan bisnis. Dalam skema digital, profit bukan satu-satunya ukuran yang digunakan, melainkan juga memperhitungkan traksi pengguna hingga sebaran ekspansi.

Jika di ranah publik sentimen akan menentukan naik turunnya kapitalisasi pasar, di ranah privat penentuan fluktuasi nilai saham lebih kritis pada faktor pertumbuhan bisnis. Valuasi akan meningkat kala startup mampu mencapai tonggak capaian tertentu, sehingga nilai tawarnya lebih tinggi dalam putaran pendenaan selanjutnya.

Apakah IPO lebih baik?

Papan Akselerasi baru dibuka sejak pertengahan tahun lalu, sehingga memang belum banyak startup yang terlibat di dalamnya. IDX Incubator sendiri cukup optimis tiap tahun akan selalu ada pemain baru yang IPO. Efektivitasnya, yang diukur dari laju perkembangan bisnis, masih membutuhkan waktu pembuktian.

Yang perlu dicatat, secara mekanisme saat ini sudah dipermudah. Untuk capaian dana pun bisa dibandingkan setara dengan penggalangan melalui ekuitas privat.

Faktor seperti kesiapan untuk melakukan keterbukaan publik yang perlu jadi perhatian founder. Apa yang dilakukan startup, misalnya meluncurkan inovasi baru, akan selalu tercatat pada pembukuan mendatang. Perhitungan intuitif yang lebih jeli dibutuhkan dan mungkin harus berpikir dua kali saat harus “membakar uang”.

The Latest Regulation Allows Startup and SMEs to Merely Enter the Stock Exhange

The new record for small-medium asset companies on the Acceleration board officially issued on July 22nd, 2019. Using the new board, startup and SMEs are now having access to funding through the stock exchange.

The Acceleration board officially run as the issuance of Financial Service Authority Regulation (POJK) Number 53/POJK.04/2017 on Registration Statement in terms of General Offering and Capital Investment using Pre-Emptive Rights from Small-Medium Asset Emittances.

On the issuance of POJK 53, Shanghai Stock Exchange also create STAR Market for China’s tech companies. It’s a challenge to Nasdaq, where the US’ giant tech was born.

The STAR Market has given positive results. Seen from the first exchange that reaches profit on average from 84% to 400%.

Loss happens, yet income is more important

The new regulation allows companies with Rp50 to Rp250 billion asset, which usually startups or SMEs to submit to the Indonesian Stock Exchange. Indonesian Stock Exchange’s Head of Registered Company Developer Division, Saptono Adi Junarso also said, the company in loss can still submit for the Acceleration board.

“Loss can happen, the more important is to gain income. There’s no room for empty pocket,” he said at the Accelerator board socialization in IDX.

Although, IDX still preparing for the exchange regulation in this board. For the interested partners, they can only register and wait for the regulation to be issued for stock exchange.

“The exchange regulation is to be issued by late September or early October, the can make it to IPO by October 2019,” Junarso said.

The tight regulation of FSA and IDX has become the reason behind SMEs and startups difficulty in fundraising at the stock exchange. The acceleration board which should have been issued by this year is their answer to accommodate funds for startups and SMEs.

There are only four startups registered before the Accelerator board issued. Those are Kioson, MCash, NFC, and Passpod.

He also mentioned that emittance could possibly be promoted to the Main or Development Board as long as they keep up the good work. Although, the IDX team never set a target on this Acceleration board.

“Our management has considered that liquidity is not the highest priority. This is merely about providing funding access for companies,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Hanya perusahaan dengan aset Rp50 miliar hingga Rp250 miliar yang dapat mendaftar ke Papan Akselerasi Bursa Efek Indonesia

Aturan Baru Terbit, Startup dan UKM Semakin Mudah Melantai di Bursa Saham

Pencatatan baru untuk perusahaan beraset kecil dan menengah dalam Papan Akselerasi resmi terbit pada 22 Juli 2019. Dengan papan baru ini, startup dan UKM memiliki akses pendanaan baru melalui bursa saham.

Papan Akselerasi resmi berjalan seiring terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Bersamaan dengan terbitnya POJK 53, Bursa Efek Shanghai juga menciptakan STAR Market, bursa khusus perusahaan teknologi Tiongkok. Bursa ini menjadi tantangan bagi Nasdaq, bursa saham tempat besarnya para raksasa teknologi Amerika Serikat.

Kehadiran STAR Market pun mendapat sambutan positif. Hal ini bisa dilihat dari hasil perdagangan perdana yang rata-rata membukukan hasil positif mulai dari 84 persen hingga 400 persen.

Boleh rugi, yang penting punya pendapatan

Ketentuan baru ini memungkinkan perusahaan beraset Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, yang umumnya berbentuk startup dan UKM, untuk melantai di bursa saham. Kepala Divisi Pengembangan Perusahaan Tercatat Bursa Efek Indonesia (BEI) Saptono Adi Junarso juga menegaskan, perusahaan yang sedang merugi masih bisa mendaftar ke dalam Papan Akselerasi.

“Rugi boleh, yang penting punya pendapatan usaha. Yang enggak boleh itu enggak punya pendapatan,” ujar Saptono dalam sosialisasi Papan Akselerasi di BEI.

Kendati demikian, BEI masih menyiapkan peraturan perdagangan dalam Papan Akselerasi ini. Alhasil bagi perusahaan peminat, mereka hanya bisa sebatas mendaftar dan menunggu peraturan perdagangan terbit agar bisa melantai di bursa.

“Target akhir September atau awal Oktober peraturan perdagangan bisa kita luncurkan agar IPO sudah bisa pada Oktober 2019,” imbuh Saptono.

Ketatnya peraturan dari OJK dan BEI selama ini disebut-sebut menjadi penyebab sulitnya startup dan UKM menggalang dana di bursa saham. Papan Akselerasi yang sudah direncanakan terbit sejak tahun lalu ini menjadi jawaban BEI dan OJK dalam mengakomodasi kebutuhan dana bagi startup dan UKM.

Tercatat baru empat startup yang sudah melantai di bursa sebelum Papan Akselerasi ini diterbitkan. Mereka adalah Kioson, MCash, NFC, dan Passpod.

Saptono mengingatkan emiten di Papan Akselerasi sewaktu-waktu bisa dipromosikan ke Papan Utama atau Pengembangan seiring kinerja perusahaan yang baik. Kendati demikian, pihaknya mengaku tak menargetkan jumlah kapitalisasi pasar dalam Papan Akselerasi ini.

“Dari manajemen kami sudah mencanangkan likuiditas bukan prioritas tertinggi. Ini lebih kepada memberi akses pendanaan buat perusahaan,” pungkasnya.