“Prevention is better than cure“, begitu kata banyak orang.
Sayangnya, layanan kesehatan kuratif justru lebih akrab ketika kita jatuh sakit, baik lewat obat-obatan atau perawatan di fasilitas kesehatan. Anggapan ini mulai berbalik selama tiga tahun terakhir. Pandemi Covid-19 memantik kesadaran kita untuk punya well-being lebih baik lewat pencegahan penyakit.
Meningkatnya awareness masyarakat ditangkap sebagai peluang untuk menghadirkan aksesibilitas layanan wellness. Dari wawancara dengan Fita, Mindtera, dan PrimaKu—tiga pengembang platform dengan aspek wellness, DailySocial.id mendapat temuan menarik yang tak sekadar bicara soal ekosistem layanan, tetapi juga pendekatan pasar dan hasil akhirnya.
Seputar wellness di Indonesia
Menurut kamus American Psychological Association (APA), well-being digambarkan sebagai keadaan individu dengan kualitas hidup yang baik, bahagia, tingkat stresnya rendah, serta sehat secara fisik dan mental.
Mengacu laporan Statista, kategori wellness berbasis teknologi mencakup aplikasi tracker kesehatan, aktivitas olahraga, pemantau stres, dan layanan penyembuhan di rumah. Total pendapatannya diproyeksi menyentuh angka $12,23 juta dengan CAGR 11,4% pada periode 2022-2027.
CEO Fita Reynazran (Rey) Royono menilai bahwa sektor layanan wellness di Indonesia belum terbentuk, industrinya masih mengeksplorasi produk dan model bisnis yang tepat. Didorong pula oleh faktor rendahnya biaya pengeluaran masyarakat untuk layanan kesehatan.
Namun, dalam perjalanannya membangun platform kesehatan dan workout, Rey melihat semakin banyak pemain yang berupaya mengonversi pain point lain ke dalam solusi yang beragam. Salah satu tren yang tengah bergeser adalah ‘health and fitness‘ menjadi ‘health and beauty‘.
Cakupan layanan well-being atau wellness di Indonesia pun semakin berkembang. Peruntukkannya tidak cuma membuka akses pada kegiatan olahraga, ada telekonsultasi untuk kesehatan mental. Target pasarnya tidak melulu masyarakat umum, bisa juga segmen B2B (contoh: korporasi, pemilik fasilitas gym) atau kategori spesifik, seperti orang tua (parenting).
Mindtera adalah salah satunya, platform pengembangan kualitas diri yang beririsan dengan aspek well-being. Menurut Co-Founder dan CEO Mindtera Tita Ardiati, Mindtera memiliki fokus untuk mendorong kecerdasan sosial dan emosi. Jika ini tercapai, dampaknya bisa sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya mampu mengelola stres atau meningkatkan produktivitas kerja.
Mengutip sejumlah jurnal, Tita menyebut bahwa orang Indonesia cenderung kesulitan mengelola stres, bahkan kondisi ini sering dikaitkan dengan kesehatan mental. Padahal, setiap orang bisa mengalaminya. Sayangnya, ujar Tita, belum banyak kurikulum komprehensif yang mencakup dua kecerdasan tersebut di Indonesia.
Sementara, Co-Founder dan CEO Primaku Muhammad Aditriya Indraputra mengambil angle yang lebih spesifik dalam membawa aspek wellness, yakni membantu orang tua untuk memonitor tumbuh kembang anak. Mengasuh anak tidak mudah, sering kali melelahkan secara fisik dan emosional.
“Memantau tumbuh kembang anak merupakan upaya kolektif, sehingga kami berupaya menghubungkan pemangku kepentingan di ekosistem pediatrik. PrimaKu menjadi open platform,enabler bagi pemain di sektor ini agar ekosistemnya berkembang. Kita masih mencari cara terbaik untuk memahami model yang tepat karena industrinya masih cukup baru,” tutur pria yang karib disapa Didit ini.
Pendekatan pasar
Kendati awareness sudah meningkat, tak berarti orang akan langsung menggunakan layanannya. “Justru bagaimana caranya untuk membuat mereka semakin interested and invested in wellness. Dan ini bukan untuk layanan olahraga saja, tetapi juga apa yang mereka konsumsi,” tambah Rey.
Fita yang awalnya menyediakan akses layanan workout, mulai memperkenalkan skema berlangganan sejak 2022. Klaimnya, model langganan ini berhasil diterima pasar dan pendapatan Fita naik 10 kali lipat (YoY) pada 2023 (year-to-date/YTD). Pendekatan lainnya, ia juga memanfaatkan jaringan milik induk usaha Telkomsel untuk memperkenalkan layanan Fita dengan bundling produk telekomunikasi. Ia mengklaim transaksinya juga tumbuh signifikan.
“Sejak awal, kami memulai tidak hanya untuk exercise saja, tetapi lebih holistik. Saat ini, kami juga kembangkan platform B2B2C yang menghubungkan ke mitra-mitra kami di ekosistem ini. Maka itu, kami sedang memaksimalkan strategi kami lewat bundling dan platform B2B2C dengan meningkatnya perkembangan wellness saat ini. Masih banyak yang dapat di-leverage,” tutur Rey,
Berbeda cerita dengan Mindtera yang awalnya membidik segmen B2C. Namun, kebutuhannya justru banyak datang dari B2B karena perusahaan mengalami kesulitan mengelola organisasi akibat pandemi. Pemberlakuan Work From Home (WFH) memengaruhi produktivitas karyawan dan memicu stres. Kondisi tersebut bahkan berlanjut hingga pandemi usai.
Sejak kuartal III 2022, Mindtera pun memutuskan untuk pivot model bisnis sepenuhnya ke B2B. Produknya tetap sama dengan kurikulum yang dirancang sendiri. Tita berujar bahwa kebutuhan terhadap employee well-being dan talent development di Indonesia belum dianggap sebagai prioritas.
“Fokus kami adalah employee well-being dan talent development. Makanya, kami sering dikira [platform] HR tech. Selama pivot, kami sudah bereksperimen hingga menemukan strategi yang pas untuk akuisisi dan mendapat pendapatan lebih cepat. Bagi kami, strategi ini adalah network sales karena B2B lebih cenderung ke koneksi, kredibilitas, dan awareness corporate.”
Model bisnisnya berlanggan setahun; perusahaan mendapat (1) laporan kinerja dan penilaian karyawan (2) insight karyawan dan tindakan rekomendasinya, dan (3) membantu HR mempersiapkan training development. Tita menyebut bahwa Mindtera telah mencapai sejumlah milestone signifikan setahun pasca-pivot. Ada hampir 10.000 registran karyawan yang dikelolanya saat ini.
Mengukur wellness
Berbeda dengan digitalisasi di sektor lain, layanan wellness punya metrik variatif yang dapat mengukur kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Pada aspek fisik, kita dapat mengetahui kalori yang terbakar lewat perangkat fitness tracker atau memanfaatkan AI untuk memantau akurasi gerakan.
Namun, lebih dari itu, Tita menilai pemanfaatan teknologi dapat membantu pengguna untuk membuat keputusan. Konteksnya, sebuah perusahaan dapat memahami dengan cepat dinamika yang terjadi di dalam. Perusahaan bisa segera mengambil keputusan strategis untuk mengatasi isu tersebut.
“Solusi kami bukan untuk mengatasi isu administrasi, melainkan mengatasi human problem. Divisi HR sering kali dihadapkan pada tugas administratif. Sementara, assessment hanya setahun sekali tanpa tahu behavior mereka. Padahal mereka harus memiliki strategic thinkingand planning untuk mengembangkan [kualitas] karyawannya,” jelasnya.
Solusi ini tercermin dari laporan perusahaan berbentuk agregat, misalnya produktivitas perusahaan meningkat hingga 69%. Adapun, data yang tampil tidak menunjukkan hasil assessment per karyawan untuk menghindari informasi yang berkaitan dengan isu personal.
Sementara, PrimaKu mengacu pada standar WHO dan CDC untuk mengetahui perkembangan anak. Ada assessment awal yang diukur lewat indikator umur, tinggi, hingga berat badan. Ada pula fitur untuk mengetahui perkembangan sensorik, motorik, dan kognitif anak.
Indikator ini bisa membantu orang tua untuk memahami masalah awal, lalu bisa diarahkan langsung ke telekonsultasi atau konsultasi di faskes. Per 2022, PrimaKu mencatat 97% anak di platformnya memiliki growth condition yang berkembang.
“PrimaKu tetap pada posisinya sebagai open platform untuk ibu, dokter anak, dan fasilitas kesehatan. Ini memungkinkan adanya inovasi dan kolaborasi dengan siapapun di ekosistem pediatrik. Ada banyak use case yang dikembangkan. Namun, PrimaKu harus bisa memilih mana yang dapat ditransformasi, mana yang cukup di-enable. Ini supaya tidak salah prioritas untuk menggunakan investasinya.”
Platform social commerce Supermom memboyong 25 merek Singapura ke Indonesia untuk memperluas jaringan ibu-ibu yang ingin mendapatkan penghasilan tambahan sebagai influencer yang membantu menjualkan produk mereka, atau mereka sebut sebagai Key Opinion Moms (KOM).
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkenalkan 25 merek Singapura ke pasar parenting Indonesia yang tengah berkembang. Disebutkan bahwa Indonesia adalah pasar utama produk perawatan anak di Asia Tenggara, dengan tingkat kelahiran yang tinggi, setara 17 per 1000 penduduk.
Didukung juga oleh tingginya penggunaan e-commerce, yang mana kini semakin banyak transaksi online untuk kebutuhan perawatan anak. Selain itu, kelas menengah yang sedang berkembang di Indonesia, berpotensi mendongkrak permintaan produk ibu dan anak, gaya hidup, hingga kecantikan.
Faktor-faktor di atas menjadikan Indonesia yang potensial bagi pemilik merek yang ingin mendorong bisnisnya di tengah pertumbuhan gaya hidup digital.
“Inisiatif ini merupakan win-win solution bagi merek Singapura dan para orang tua di Indonesia. Kami berupaya membangun ekosistem yang mendukung pertumbuhan bisnis dan inovasi dengan memfasilitasi pertemuan antara merek dan mitra lokal, serta melibatkan jaringan KOM Supermom,” ujar Co-Founder dan Group CEO Supermom Luke Lim.
Tak hanya penetrasi pasar, inisiatif ini disebut berfokus pada pengembangan komunitas dan penciptaan lapangan kerja bagi ibu-ibu di Indonesia melalui merek-merek yang akan berpartisipasi.
Ekspansi ini akan dimulai pada 17-19 November di Sheraton Gandaria City dan Gandaria City Mall di Jakarta. Programnya memiliki agenda B2B, mempertemukan dan mencocokkan merek Singapura dengan mitra Indonesia yang kompatibel untuk menawarkan berbagai peluang, mulai dari pencarian bakat, pengembangan produk, saluran distribusi ritel, dan pemasaran.
Dari 25 merek Singapura ini, sejumlah di antaranya adalah Her Velvet Vase, Kino Biotech Kinohimotsu), Flexiconcepts (Trusty Care), Good pharma Dermatology (Suu Balm), Skin Inc Solutions, Science Ventures Learning, Origin Herbal Hair Treatment, Axe Factor, Premium Baby Hub, dan Growthwell Group.
Supermom adalah platform social commerce yang menyediakan produk untuk kebutuhan keluarga. Platform asal Singapura ini sempat mendapat suntikan pendanaan seri A senilai $8 juta dari AC Ventures pada awal 2023.
Di Indonesia juga tengah berkembang platform yang melayani kebutuhan keluarga. Salah satu layanan yang mirip adalah IbuSibuk, besutan Orami setelah diakuisisi Sirclo.
IbuSibuk merupakan program pemberdayaan ekonomi ibu yang menghubungkan mereka dengan berbagai brand untuk berkolaborasi di berbagai macam program social commerce, baik sebagai nano-influencers, maupun reseller. Anggota tidak hanya diberi akses ke berbagai kampanye dari brand, tetapi juga mendapatkan pelatihan eksklusif yang berkaitan dengan pengembangan diri dan pelatihan untuk menjadi influencer profesional.
Aplikasi Tentang Anak juga menyediakan ekosistem layanan holistik, seperti pelacak pertumbuhan anak, konsultasi, dan pelibatan orang tua dalam perkembangan anak.
Kemudian, Lilla by Sociolla adalah platform e-commerce untuk produk ibu dan anak yang juga dilengkapi fitur tracker untuk memantau perkembangan kehamilan.
Platform digital yang fokus menyediakan solusi parenting untuk tumbuh kembang anak, PrimaKu, hari ini (24/8) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A yang tidak disebutkan jumlahnya. Putaran ini dipimpin oleh Northstar Group dan AppWorks, dengan partisipasi BRI Ventures dan BIG Ventures.
Didirikan pada Juli 2017, PrimaKu merupakan sebuah ekosistem parenting berbasis komunitas yang ingin membantu mengatasi tantangan orang tua dalam mengasuh anak. Platform ini menghubungkan orang tua dengan dokter anak, serta fasilitas kesehatan yang komprehensif.
Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Founder & CEO PrimaKu Muhammad Aditriya Indraputra atau akrab disapa Didit, mengungkapkan dua alasan utamanya mengembangkan layanan ini. Pertama, kekhawatiran terkait isu kesehatan pada anak-anak Indonesia. Kedua, pengalaman pribadi dalam menghadapi tantangan sebagai orang tua pertama kali.
Menurut Didit, Indonesia masih tertinggal jauh dalam metrik terkait pertumbuhan anak. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa fakta yang ditemukan berikut ini. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Lebih dari 46% anak kurang dari 5 tahun menderita kekurangan gizi atau stunting.Â
Mengacu pada Profil Kesehatan Ibu dan Anak, terdapat lebih dari 37% anak kurang mendapat vaksinasi, sehingga rentan terhadap penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Fakta lainnya yang ditemukan dalam buku Early childhood development coming of age: Science through the life course, lebih dari 43% anak tidak bisa mencapai pertumbuhan optimalnya.
Selain itu, hal ini juga dapat terjadi karena kurangnya kesadaran mengenai praktik pengasuhan anak yang tepat untuk mengoptimalkan kesehatan, tumbuh kembang anak selama 1.000 hari pertama mereka dan maraknya misinformasi terkait parenting yang beredar di media sosial.
“Ketika saya mempelajari metrik terkait kesehatan anak-anak Indonesia, saya melihat terdapat kesenjangan besar dalam hal kesehatan, gizi, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Hasilnya, banyak anak mengalami keterbelakangan karena kurangnya akses terhadap informasi dan sumber daya yang tepat,” jelasnya.
Maka dari itu, ia mencoba membangun sebuah platform yang dapat menjembatani kesenjangan dan memberdayakan orang tua dengan pengetahuan dan alat yang dibutuhkan untuk membekali anak-anak mereka sejak dini. Sebuah platform yang tidak hanya memberikan informasi yang akurat dan dapat diandalkan namun juga menciptakan dukungan dan rasa kebersamaan.
PrimaKu menawarkan tiga fitur unggulan untuk membantu orang tua mengatasi stunting dalam tumbuh kembang anak, di antaranya pemantauan tumbuh kembang anak, panduan nutrisi, serta layanan vaksinasi dan imunisasi.
Orang tua akan mendapat buku harian kesehatan visual untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, layanan ini juga mencakup panduan dan tips bagi orang tua untuk membantu anak-anak mereka mencapai tonggak penting—seperti nutrisi, pertumbuhan, bicara, keterampilan motorik, dan bidang perkembangan penting lainnya.
Platform ini juga memungkinkan orang tua memesan vaksinasi, memesan kunjungan klinis di 31 provinsi di seluruh Indonesia bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan ternama. Untuk dokter anak, PrimaKu juga menawarkan alat dan panduan digital untuk membantu klinik mendukung perkembangan anak, memfasilitasi layanan telemedis, membuat rujukan dokter, dan menawarkan komunitas untuk terhubung dengan rekan-rekan industri.
Sebagai pionir layanan kesehatan anak digital di Indonesia, PrimaKu telah dipercaya oleh institusi kesehatan, orang tua, dan organisasi kesehatan masyarakat. Selain itu perusahaan juga menjalin kemitraan resmi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IPS) sebagai ahli otoritatif di bidang kesehatan dan perkembangan anak bersama dengan Kemenkes.
Tantangan bisnis
Untuk menciptakan ekosistem yang holistik, diperlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cermat sejak awal. Salah satunya tantangan besar adalah menghadirkan infrastruktur teknologi yang mengakomodasi kebutuhan berbagai pemangku kepentingan.
Kompleksitasnya terletak pada memastikan bahwa platform tersebut ramah pengguna, aman, dan mampu menangani beragam layanan kesehatan dengan lancar. Selain itu, menciptakan teknologi ini memerlukan investasi, sumber daya, dan keahlian yang besar, sehingga menambah lapisan kompleksitas.
Meyakinkan pemangku kepentingan untuk menggunakan teknologi baru juga merupakan tantangan yang tidak kalah besar. Orang tua, dokter anak, dan klinik sering kali memiliki rutinitas dan praktik yang sudah mapan. Dalam hal ini, selain memberi manfaat, penyedia platform harus bisa menjamin keamanan, pemahaman, dan integrasi ke dalam alur kerja yang ada.
“Membangun kepercayaan sangatlah penting, dan kami melakukan upaya yang signifikan untuk menunjukkan bagaimana platform kami dapat meningkatkan pengalaman dan hasil mereka,” ungkap Didit.
Dalam usaha memperluas jaringan, ada banyak hal yang harus dilalui, seperti perbedaan wilayah, regulasi layanan kesehatan yang berbeda-beda, juga kultur budaya yang menuntut adaptasi dan penyesuaian. Kolaborasi dengan otoritas dan profesional layanan kesehatan setempat untuk menyelaraskan dengan beragam kebutuhan ini menjadi sangat penting.
Target ke depan
Dana segar yang didapat, rencananya akan digunakan untuk memperkuat ekosistem digital PrimaKu agar lebih komprehensif dalam mendukung orang tua, dokter anak, serta fasilitas kesehatan dalam misinya untuk menyukseskan tumbuh kembang anak.
Di samping itu, PrimaKu juga akan segera memperluas jangkauannya melalui kanal distribusi yang lebih beragam untuk mengakomodir kebutuhan produk dan layanan untuk mendukung kebutuhan parenting. Perusahaan juga akan memperluas jangkauan rumah sakit dan klinik di Indonesia untuk meningkatkan aksesibilitas vaksinasi.
Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menawarkan solusi parenting, di antaranya, Tentang Anak, Parentalk, The Asian Parents, dan lainnya. Yang membedakan PrimaKu, menurut Didit, adalah komitmen dalam memantau kesehatan anak dan memperlancar perjalanan orang tua dalam membina tumbuh kembang anak secara optimal.
Sebagai mitra resmi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (Ikatan Dokter Anak Indonesia), PrimaKu tidak hanya memastikan keselarasan antara inisiatif pendidikan platform dan masalah kesehatan anak yang mendesak di Indonesia, tetapi juga bercita-cita untuk memberikan kontribusi besar terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan global.
“Aspirasi kami adalah menjadi mercusuar tepercaya di bidang ini, yang mendorong masa depan yang lebih sehat bagi anak-anak di seluruh dunia,” ungkap Didit.
Berawal dari visi mengatasi permasalahan stunting pada anak di Indonesia, PrimaKu terbukti memberikan dampak positif bagi orang tua dan anak. Berdasarkan Laporan Kesehatan Anak PrimaKu tahun 2022, 97% anak (di bawah dua tahun) yang mendapat perawatan PrimaKu mampu meningkatkan perkembangannya dan terhindar dari gizi buruk.
“Temuan-temuan ini menggarisbawahi keampuhan PrimaKu dalam meningkatkan layanan kesehatan anak, menyoroti kemampuan kami dalam membawa transformasi positif dalam kehidupan jutaan anak di seluruh Indonesia,” ungkap Didit.
Saat ini, perusahaan berada pada fase di mana tantangannya beralih dari membangun fundamental menjadi menjaga pertumbuhan. “Kami berdedikasi untuk meningkatkan fitur dan fungsi platform kami, menyederhanakan proses, dan membina hubungan yang kuat dengan pemangku kepentingan untuk memastikan platform ini tetap relevan. Misi kami adalah untuk membentuk kembali kesejahteraan anak-anak di Indonesia,” tutup Didit.
Startup healthtech Alodokter mengumumkan perolehan investasi dengan nominal dirahasiakan dari Marubeni Corporation. Bersamaan dengan itu perusahaan juga mengakuisisi anak usaha dari investor tersebut, Diary Bunda, sebuah aplikasi pemantauan kehamilan.
Menurut keterangan resmi perusahaan yang disampaikan pada hari ini (05/7), akuisisi ini merupakan bagian langkah strategis Alodokter untuk mewujudkan misinya dalam memperkuat rangkaian layanan kesehatan, yang bertujuan meningkatkan pengalaman perawatan kesehatan digital bagi ibu dan calon ibu di seluruh Indonesia. Semua informasi penting serta layanan perawatan kesehatan yang mereka butuhkan tersaji dalam satu aplikasi.
“Diary Bunda terbukti telah memberikan pengalaman menyenangkan di masa kehamilan yang lengkap dengan basis pengguna yang besar, menjadikan Diary Bunda tambahan yang sempurna untuk portofolio perawatan kesehatan Alodokter,” ucap Co-founder dan President Director Alodokter Suci Arumsari.
Diterangkan lebih lanjut, Diary Bunda mendapat popularitas yang signifikan di kalangan ibu Indonesia, memberi mereka alat pemantauan kehamilan dan pertumbuhan bayi yang dipersonalisasi, termasuk konten edukasi dan forum-forum komunitas. Suci berharap akuisisi ini makin mengukuhkan posisi Alodokter sebagai pemimpin pasar dalam solusi kesehatan digital, khususnya kesehatan perempuan dan anak.
“Kami senang dapat melanjutkan kemitraan dengan Alodokter dan mendukung sepenuhnya komitmen mereka untuk meningkatkan akses layanan kesehatan di Indonesia. [..] Juga sangat antusias untuk melihat pertumbuhan dan inovasi lebih lanjut yang akan dibawa oleh akuisisi ini,” tambah General Manager of Healthcare & Medical Business Department Marubeni Kanao Shigenobu.
Suci menuturkan, ke depannya perusahaan berencana untuk sepenuhnya mengintegrasikan fitur dan layanan Alodokter ke aplikasi Diary Bunda, demi menciptakan pengalaman yang integral dan terpadu bagi penggunanya.
Sebagai bagian dari integrasi, Alodokter berupaya meningkatkan dan memperluas fitur yang telah tersedia di Diary Bunda, memastikan aplikasi tersebut tetap menjadi sumber yang andal dan komprehensif untuk komunitas para ibu Indonesia.
Aplikasi seputar keluarga
Para rivalnya, Klikdokter juga sebelumnya sudah merilis aplikasi serupa bernama Hallobumil, sebagai sistem informasi terpadu seputar kehamilan. Halodoc juga merilis Bidanku sebagai layanan on-demand pemenuhan kebutuhan perawat.
Platform media kesehatan theAsianParent juga memiliki aplikasi sejenis untuk pasar Indonesia, fokus pada layanan informasi seputar kehamilan dan bayi dengan segmen utama pengguna dari kalangan ibu-ibu muda.
Belakangan memang pemain startup yang berfokus pada parenting dan vertikal turunannya makin dilirik investor. Sebelumnya, ada aplikasi Tentang Anak yang didirikan oleh pasangan suami-istri Mesty Ariotedjo dan Garri Juanda. Aplikasi ini dikabarkan kantongi pendanaan tahap awal dari sejumlah investor, di antaranya SEA Surge Ventures, Insignia Ventures, dan beberapa nama angel investor: Mohammed Alabsi, Herman Widjaja, dan lainnya.
Fokus aplikasi ini menyediakan layanan holistik, berupa aktivitas stimulasi anak yang dipersonalisasi, menu nutrisi, pelacak pertumbuhan, konsultasi gratis, dan pelibatan orang tua dalam perkembangan anak, terutama bagi anak usia 0-5 tahun. Di samping itu, menyediakan kurasi informasi dari jaringan dokter anak, psikolog, pendidik anak, perencana keuangan, dan obygn.
Selain Tentang Anak, di vertikal lainnya, yakni e-commerce juga sudah dirambah oleh Sociolla yang menghadirkan sub-brandLilla by Sociolla. Platform yang sudah hadir sejak 2020 ini menyediakan empat fitur utama, di antaranya Easy Shopping, Motherhood Tracker, Personalized Experienced, dan Learn from the Expert.
Salah satu isu yang masih menghantui pertumbuhan balita di Indonesia adalah stunting, masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tinggi badan tidak sesuai umur. Kondisi ini merupakan salah satu indikator gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan asupan gizi kronis pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, yakni dari anak masih dalam bentuk janin hingga berusia 23 bulan.
Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang ditengarai berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita. Angka ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang diperkirakan mencapai 26,9%. Pemerintah sendiri menargetkan stunting di Indonesia akan turun menjadi hanya 14% pada 2024.
Beberapa inovasi telah dikembangkan untuk menekan angka prevalensi stunting di Indonesia. Salah satunya adalah “Saga Sehat”, layanan aplikasi digital untuk memantau pertumbuhan seputar kesehatan anak bayi dan balita besutan PT Sadamaya Graha Teknologi. Aplikasi ini turut mendorong program pemerintah dalam pencegahan stunting melalui digitalisasi posyandu.
Dikembangkan pada tahun 2020, perusahaan melihat kebutuhan alat antropometri di Posyandu masih sangat terbatas dari sisi kapasitas dan kapabilitasnya. Kemudian, timnya mempelajari lebih dalam data dan prosesnya. Di samping itu, penimbangan di Posyandu dilakukan secara bulanan oleh kader Posyandu dan hasil laporannya dikirimkan ke Puskesmas untuk diinput ke aplikasi ePPGBM sebagai sumber data stunting nasional.
Dalam perjalanannya perusahaan semakin paham proses di Posyandu dan terkait stunting itu sendiri. Ternyata masih banyak masyarakat yang tidak aware tentang kondisi stunting dan indikatornya. Ini termasuk kalangan menengah ke atas di perkotaan. Hal ini semakin menciptakan pertanyaan tentang stunting di kota atau daerah terpencil. Fakta ini membuat perusahaan lebih serius berkontribusi menanggulangi stunting melalui inovasi di teknologi.
Dimas Harya sebagai perwakilan Saga Sehat mengungkapkan bahwa, “Selain awareness, tantangan terbesar yang kami temukan adalah proses yang masih manual. Mulai dari alat timbangan yang belum digital, bahkan di beberapa tempat masih ada yang pakai timbangan manual. Lalu proses pencatatannya tulis tangan. Penitikan KMS (Kartu Menuju Sehat) juga belum terdigitalisasi. Jadi sangat rentan human error. Belum lagi akurasi dan prosesnya memakan waktu lama.”
Perusahaan sempat mengadakan riset di salah satu posyandu di Jakarta. Dari penimbangan sampai pelaporan ke Puskesmas, ada yang memakan waktu sampai 1 bulan. Di luar Jakarta bahkan ada yang sampai 3 bulan. Proses ini semakin memperlambat identifikasi dan penanganan balita stunting. Masalah ini yang kami coba dipecahkan oleh Saga Sehat dengan bantuan teknologi.
Selain itu, ada banyak kader Posyandu itu ibu rumah tangga yang sudah tergolong berumur dan belum melek teknologi. “Jadi dalam proses training-nya harus secara perlahan,” tambah Dimas.
Model bisnis dan target ke depan
Pada dasarnya, model bisnis Saga Sehat adalah B2B. Perusahaan melakukan monetisasi dengan menjual alat kesehatan antropometri ke pemerintah. Alat-alat ini diproduksi dalam negeri, pabriknya sendiri berlokasi di Cianjur. Semua alat memiliki sertifikasi TKDN di atas 50% serta memiliki izin lengkap dan terdaftar di eKatalog.
Produk lainnya adalah alat timbangan yang terkoneksi dengan aplikasi melalui Bluetooth. Aplikasi tersebut didesain khusus untuk kebutuhan kader agar proses pengukuran, pencatatan dan pelaporan stunting menjadi lebih cepat dan akurat. Selain itu juga terdapat fitur KMS digital yang bisa dibagikan kepada orang tua untuk mengantisipasi KMS hilang atau rusak yang banyak kami temukan.
Perusahaan juga memberikan dukungan alat dan aplikasi dari mulai training penggunaan kepada kader, pendampingan dan customer service untuk mengantisipasi kendala di alat maupun penggunaan aplikasi.
Sejak resmi diluncurkan pada 2021, perusahaan terus mengembangkan solusinya dari tahun ke tahun dan mengklaim pertumbuhan yang exponential. Saat ini produknya sudah digunakan di banyak kabupaten di Indonesia dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai NTT. Saga Sehat juga sempat mendapatkan piagam penghargaan karena telah berpartisipasi di program inovasi teknologi agar tercapai zero stunting di kota Depok.
Dari segi kapital, perusahaan mengaku saat ini sedang fokus mengembangkan inovasi teknologi kesehatan di area-area lain yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. “Kami belum ada rencana jangka pendek untuk melakukan fundraising, walaupun kami terbuka dengan hal itu,” ungkap Dimas
Target utamanya tentu adalah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia. “Kami sudah melengkapi alat kami sesuai dengan spesifikasi alat terbaru dari Kementerian Kesehatan, menyiapkan production line dan stok, dan juga inovasi teknologi yang akan semakin memudahkan pencegahan dan penanganan stunting di Indonesia,” pungkas Dimas.
Dari tahun 2012 hingga 2035, Indonesia diperkirakan memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai 2x lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Bonus demografi sendiri ditengarai sebagai keuntungan ekonomi yang disebabkan menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil penurunan fertilitas jangka panjang.
Meskipun begitu, ada banyak faktor yang mempengaruhi bonus demografi, salah satu yang penting adalah generasi muda yang produktif. Tanpa adanya intervensi yang tepat untuk membantu tumbuh kembang anak-anak Indonesia, dikhawatirkan Indonesia tidak akan dapat meraup manfaat maksimal dari bonus demografinya.
Selain itu, fakta bahwa Indonesia memiliki sekitar 80 juta anak dan kurang dari 5000 dokter anak turut menginspirasi seorang dokter spesialis anak, Mesty Ariotedjo dan suaminya yang sudah berkecimpung lama di dunia teknologi, Garri Juanda, untuk mengembangkan ekosistem parenting yang lengkap di Indonesia.
Lahirkan aplikasi Tentang Anak
Pada Februari 2022, mereka meluncurkan aplikasi Tentang Anak dengan visi menyediakan akses mudah untuk informasi dan edukasi terkait tumbuh kembang anak secara optimal. Aplikasi ini diharapkan bisa mendampingi keluarga Indonesia dalam mencetak generasi baru yang lebih baik berawal dari pengasuhan dan pemberian nutrisi yang baik, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan, karena 80% perkembangan otak terjadi pada periode tersebut.
Pada masa awal berdirinya, Tentang Anak sudah didukung oleh Insignia Ventures Partners dengan partisipasi beberapa angel investor ternama, seperti Mohammed Alabsi, CTO Tokopedia Herman Widjaja, CMO Kopi Kenangan Cynthia C., Agung Nugroho, dan COO Flip Gita Prihanto.
Aplikasi Tentang Anak menawarkan fitur holistik untuk memenuhi kebutuhan terkait perjalanan tumbuh kembang anak dan keluarga. Beberapa layanan yang ditawarkan termasuk fitur menu MPASI lengkap dengan hitungan nutrisi yang tentunya kredibel karena telah ditinjau oleh para ahli. Selain itu juga ada fitur Ide Stimulasi dengan panduan aktivitas harian untuk si kecil dalam bentuk video singkat.
Dalam aplikasi ini, orang tua juga bisa memonitor perjalanan tumbuh kembang anak, jadwal vaksinasi, serta tanya jawab langsung dengan ahli setiap hari yang telah dipersonifikasi khusus sesuai kebutuhan anak, dilengkapi fitur belanja kebutuhan si kecil.
“Kami berharap dengan menghadirkan fitur-fitur tersebut, kami dapat membantu lebih banyak orang tua, anak, dan pakar anak untuk membina dan mengoptimalkan tumbuh kembang generasi Indonesia selanjutnya. Kami percaya bahwa “dibutuhkan sebuah desa untuk membesarkan anak”, dan kami perlu mendemokratisasikan akses gratis pendidikan orang tua secara merata di Indonesia,” ungkap Mesty.
Fitur Skrining Autisme
Sebelumnya, Tentang Anak telah didaulat sebagai mitra resmi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), untuk meningkatkan literasi bagi jutaan orang tua terkait pola asuh, kesehatan fisik juga mental anak usia dini.
Kemarin (8/9) Tentang Anak meluncurkan fitur terbaru yaitu Skrining Autisme untuk orang tua Indonesia guna menjawab keresahan mereka tentang keterbatasan fasilitas klinik di Indonesia untuk diagnosis dan terapi autisme.
Fitur ini merupakan hasil kolaborasi bersama Prof. Dr. dr. Hardiono D.
Pusponegoro, Sp.A(K), Ahli Neurologi Anak, Advisor Tentang Anak & Founder @AnakkuID. Beliau juga menaungi Klinik Anakku yang fokus menyoroti isu terkait tumbuh kembang dan gangguan perkembangan anak berkebutuhan khusus. Disajikan dalam bentuk fitur di aplikasi Tentang Anak oleh tim Tentang Anak dan Spesialis Anak, dr. Jennie Dianita Sutantio, Sp. A.
Saat ini WHO memperkirakan 1 dari 160 anak merupakan penyandang autisme. Data dari Kemenpppa menunjukkan bahwa dengan perhitungan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,14 persen, Indonesia memiliki penyandang ASD sebanyak 2,4 juta orang, yang diperkirakan bertambah 500 orang/tahunnya.
Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K), Ahli Neurologi Anak, Advisor Tentang Anak & Founder @AnakkuID mengimbau kepada orang tua yang telah mendeteksi tanda-tanda keterlambatan pada perkembangan anaknya, sebaiknya tidak diam saja atau menunggu kemajuan perkembangan anak dengan sendirinya. Karena mendeteksi dan menangani keterlambatan perkembangan sejak dini akan menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik.
“Maka dari itu, setelah mendeteksi gangguan anak melalui fitur skrining
autisme di aplikasi Tentang Anak dan mendapatkan hasil bahwa anak mengalami gangguan ASD, orang tua dianjurkan untuk mendiagnosis lebih lanjut jenis gangguan tersebut dengan ahlinya, lalu mengobati apa yang bisa diobati, merujuk terapi yang tepat sesuai dengan diagnosis, konseling dan langkah terakhir untuk rujuk konsultasi selanjutnya,” tambahnya.
Melalui fitur skrining autisme di aplikasi Tentang Anak, orang tua dapat diharapkan lebih mudah memonitor perkembangan persona-sosial anak dengan mengenali gejala atau gangguan awal terkait ASD seperti ketika anak terlambat bicara. Perlu dicatat bahwa fitur ini merupakan skrining awal yang dapat membantu orang tua, tapi tidak untuk menggantikan konsultasi medis dengan ahli. Dengan adanya fitur ini, diharapkan anak dengan autisme dapat terdeteksi lebih dini sehingga lebih cepat diterapi dan perkembangannya lebih optimal.
Pola asuh anak atau parenting merupakan salah satu tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh para orang tua. Selain itu, penting bagi para orangtua untuk mendapat informasi parenting yang kredibel. Saat ini, sudah ada beberapa aplikasi yang dirancang khusus untuk mendampingi orang tua dalam memonitor tumbuh kembang anak.
Selain Tentang Anak, beberapa platform parenting yang sudah lebih dulu menawarkan layanannya di Indonesia termasuk Parentalk, yang baru saja mengakuisisi platform edukasi Good Enough Parents, Fammi dan Orami yang telah memperluas layanannya ke ranah parenting.
Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang teknologi kecantikan terintegrasi, Social Bella menguatkan kehadirannya dengan meluncurkan aplikasi Lilla by Sociolla. Setelah resmi diperkenalkan pertengahan tahun 2020, platform ini bertransformasi untuk menghadirkan ekosistem, serangkaian solusi, yang menjawab segala kebutuhan ibu dan anak di era digital.
Selama pandemi, pergeseran pola perilaku konsumen dari offline ke online yang cukup signifikan terlihat dari adanya peningkatan tren berbelanja kebutuhan secara online. Dewasa ini, para ibu juga semakin digital savvy dan banyak yang memanfaatkan platform digital dalam mencari berbagai informasi penting serta pemenuhan kebutuhan mulai dari masa kehamilan, menuju proses persalinan, dan terus berlanjut hingga tahapan tumbuh kembang anak.
Dalam salah satu forum diskusi yang Lilla selenggarakan bersama para ibu, ternyata kemudahan informasi di era digital juga terkadang membuat ibu mengalami kesulitan dalam mencari platform digital yang lengkap dan menyediakan informasi terpercaya serta kredibel mengenai ibu dan anak.
General Manager Lilla, Nurul Sulisto mengungkapkan, “Dampak dari keadaan tersebut tidak jarang membuat ibu menjadi overwhelmed ketika harus memilah informasi serta produk yang tepat dan juga terpercaya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya solusi cerdas yang mampu memenuhi kebutuhan serta membantu memudahkan perjalanan ibu, terlebih di tengah banyaknya arus informasi serta produk-produk yang belum tentu sesuai dengan fase yang sedang dijalani oleh ibu”.
Secara strategis Lilla menghadirkan ekosistem dengan pendekatan yang inovatif serta berfokus pada progressive mom karena Lilla melihat ibulah yang membuat keputusan dalam pemenuhan kebutuhan dirinya dan buah hati. Dengan demikian, ekosistem baru Lilla hadir dengan tiga unsur utama, yaitu teknologi, brand, dan ritel.
“Kami paham betapa pentingnya untuk memiliki support system yang saling terintegrasi untuk kemudahan ibu dalam memenuhi segala kebutuhannya, sehingga Lilla turut mengembangkan ekosistem lengkap ini dengan memposisikan ibu sebagai fokus utama untuk segala langkah inovasi kami“, ujar Nurul.
Hal ini juga diakui oleh salah satu praktisi kesehatan yang juga berperan dalam proses validasi informasi di aplikasi Lilla, dr. Dinda Derdameisya, Sp.OG. Ia merasa para ibu semakin kritis dan menginginkan informasi cepat atas pertanyaan seputar kehamilan, terutama di era digital ini. “Karakteristik ini mendorong mereka untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk kemudian disaring dengan validasi dari dokter,” tambahnya.
Fitur utama aplikasi
Terdapat empat fitur utama dalam aplikasi Lilla yang telah tersedia dalam platform, di antaranya; Easy Shopping yang menghadirkan rekomendasi produk dan kategori yang menyesuaikan dengan tahap tumbuh kembang anak. Produk yang tersedia sudah terkurasi yang tentunya berkualitas, bersertifikasi BPOM, Kemenkes dan SNI, sehingga terjamin aman bagi ibu dan buah hati.
Selain itu, juga terdapat fitur Motherhood Tracker, para ibu bisa memantau perjalanan kehamilan, hingga mengamati setiap fase tumbuh kembang anak. Lalu Personalized Experience untuk menerapkan konsep personalisasi dalam seluruh fitur di aplikasi. Terakhir, Learn from the Expert yang berisi informasi terpercaya mengenai berbagai topik ibu dan anak, seperti perkembangan anak, kandungan, hingga menyusui yang sudah divalidasi oleh para ahli dalam bidangnya.
Kembangkan ritel O2O dan private label
Ke depannya, Lilla optimis dapat mencapai 1 juta pengguna hingga akhir tahun 2022 melalui terciptanya pengalaman berbelanja yang lebih lengkap. Lilla berencana mengembangkan gerai ritel berkonsep omnichannel yang menggabungkan integrasi online dan offline. Di sisi lain Lilla akan meluncurkan private label guna memenuhi kebutuhan ibu dan buah hatinya yang akan segera diluncurkan pada April mendatang. Hal ini sejalan dengan prinsip berkelanjutan yang diterapkan perusahaan untuk membantu mengurangi limbah.
Melalui pendekatan terbaru serta ekosistem digital terlengkap bagi ibu dan buah hati, Lilla diharapkan dapat menemani ibu di segala situasi. “Lilla memiliki tujuan untuk membuat perjalanan ibu menjadi lebih mudah sehingga ibu bisa menikmati berbagai momen istimewa bersama anak tercinta. Ke depannya, Lilla ingin tumbuh bersama ibu, menjadi support system terpercaya serta sahabat terbaik yang selalu ada di setiap tahap kehidupannya dan membantu mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu dengan cara terbaik,” ujar Nurul.
Layanan sejenis yang juga telah beroperasi di Indonesia termasuk platform digital komunitas parenting, Parentalk, yang belum lama ini mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini.
Ekosistem commerce Social Bella
Awalnya, memang Lilla merupakan bagian dari Sociolla dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan kecantikan dan perawatan diri ibu serta buah hatinya. Namun seiring perjalanan Lilla, melalui pengamatan serta studi yang dilakukan kepada ibu kami pun memahami begitu luasnya kebutuhan ibu di luar perawatan diri dan kecantikan.
Saat ini Lilla sudah terpisah dari Sociolla. Lilla berdiri sebagai bisnis unit tersendiri dalam ekosistem Social Bella (induk usaha Sociolla dan Lilla), perusahaan teknologi terdepan di Indonesia yang berorientasi pada SHEconomy, yang termasuk di dalamnya kebutuhan market ibu dan anak.
Diluncurkan pada 2015, bisnis Social Bella berevolusi dari e-commerce kecantikan dan perawatan diri terdepan di Indonesia menjadi ekosistem kecantikan dan perawatan diri online dan offline yang berskala besar dan berkelanjutan.
Selain Lilla, Social Bella memiliki beberapa pilar bisnis yang terus berkembang dan diperkirakan telah melayani kebutuhan sekitar 42 juta pengguna selama tahun 2020. Ada SOCO, super app kecantikan yang dapat membantu pengguna menikmati pengalaman kecantikan secara holistik. Lalu Beauty Journal, media online kecantikan dan gaya hidup dengan layanan pemasaran O2O dari hulu ke hilir.
Selanjutnya, ada Sociolla, e-commerce terdepan di Indonesia di bidang kecantikan dan perawatan diri yang sekarang juga memiliki offline store
berkonsep omnichannel. Terakhir, Brand Development sebagai unit bisnis yang menawarkan layanan distributor ujung ke ujung untuk merek kecantikan dan perawatan diri, yang dipercaya oleh berbagai pemilik merek internasional terkemuka.
Social Bella juga telah didukung oleh para modal ventura terkemuka lokal dan global, termasuk perolehan pendanaan terakhir senilai 818 miliar Rupiah atau sekitar $57 juta dipimpin L Catterton, sebuah perusahaan investasi berbasis di Amerika Serikat. Indies Capital bersama dua investor sebelumnya, yakni East Ventures dan Jungle Ventures, turut terlibat dalam pendanaan ini.
Sebelumnya pada pertengahan tahun 2020, Social Bella juga baru mendapatkan pendanaan senilai $58 juta dari Temasek, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Akhir-akhir ini perusahaan sedang agresif memperluas kanal omnichannel dengan membuka toko-toko offline di berbagai kota. Saat ini bisnis B2C mereka “Sociolla” sudah memiliki 21 toko di 9 kota di Indonesia dan 1 toko di Ho Chi Minh, Vietnam.
Platform digital komunitas parenting, Parentalk, mengumumkan ekspansi bisnisnya dengan mengakuisisi Good Enough Parents, platform edukasi berbasis web bagi orang tua masa kini. Perusahaan mengungkapkan ambisinya untuk membangun ekosistem lengkap untuk mendampingi para orang-tua dan keluarga di Indonesia.
Founder & CEO Parentalk Nucha Bachri mengaku bahwa tidak hanya menghadirkan konten yang relevan dengan kondisi yang sering kali dihadapi oleh para orang tua, Parentalk juga senantiasa menghadirkan ekosistem komunitas yang dapat membantu memperluas wawasan dan pengalaman serta memberikan solusi.
“Untuk terus berkembang dalam menyukseskan misi yang kami bawa, Parentalk ingin dapat bersama-sama bertumbuh dengan platform komunitas dengan misi yang sejalan untuk hadirkan dukungan yang lebih lengkap bagi keluarga Indonesia. Dalam hal ini, kami melihat Good Enough Parents membawa misi dan semangat yang sama untuk mendukung para orang tua agar terus bertumbuh dan belajar,” ungkapnya.
Damar Wahyu Wijayanti sebagai salah satu founder Good Enough Parents mengatakan “Kami sangat antusias untuk bisa menjadi bagian dari Parentalk dan terhubung dengan lebih banyak orang tua yang sudah menjadi pengikut setia Parentalk. Kami harap kehadiran Good Enough Parents bisa memfasilitasi para keluarga Indonesia dalam memberikan pengasuhan terbaik untuk tumbuh kembang anak-anaknya.”
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, sehingga peran dan fungsi keluarga menjadi sangat penting dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak. Good Enough Parents (GEP) merupakan platform pembelajaran bagi orang tua untuk menjadi orang dewasa yang siap mendampingi tumbuh kembang dan pembelajaran anak-anaknya.
GEP memiliki metode pembelajaran berkelanjutan, membantu orang tua menumbuhkan kesadaran tentang perannya dalam tumbuh kembang anak, menangkap informasi secara utuh dan mengubahnya menjadi sebuah parenting skill. Kelas-kelas GEP didesain untuk menyampaikan informasi/pengetahuan dengan lebih efisien dan fleksibel bagi orang tua.
Harga yang dipatok untuk mengikuti kelas-kelas yang ditawarkan oleh GEP mulai dari Rp85 ribu hingga Rp450 ribu untuk akses selama 8 minggu. Selain itu, para orang tua juga akan mendapatkan fasilitas seperti video pembelajaran, workbook, materi PDF, serta forum diskusi untuk memperdalam pemahaman atau melempar pertanyaan terkait isu-isu dalam rumah tangga.
Setiap materi yang tersedia dalam platform ini berasal dari para expert yang sudah memiliki sertifikasi di bidangnya. Damar sendiri merupakan salah satu praktisi dan edukator yang memiliki diploma pendidikan Montessori, sebuah metode pendidikan yang dipopulerkan oleh Dr. Maria Montessori, seorang dokter dan pendidik, pada awal tahun 1900. Metode ini menekankan pada kemandirian dan keaktifan anak dengan konsep pembelajaran langsung melalui praktik dan permainan kolaboratif untuk bisa mencapai potensinya dalam kehidupan.
Nucha juga mengungkapkan alasan Parentalk memilih GEP sebagai partner adalah karena memiliki kesamaan value, bahwa menjadi orang tua itu adalah sebuah proses belajar. Selain itu, Investasi Parentalk di Good Enough Parents diharapkan bisa membangun sebuah ekosistem multiplatform yang mampu menghadirkan informasi, solusi dan pengalaman yang menyeluruh baik melalui digital platform maupun communal space yang tercipta dari beragam komunitas dengan expertise masing-masing.
Lima tahun bisnis Parentalk
Didirikan sejak tahun 2017, Parentalk bermula dari kegelisahan para orang tua muda, termasuk founder, dalam menentukan pola asuh yang baik untuk anak. Berbekal konten di media sosial (pada saat itu Instagram), Nucha dan timnya sukses meraih pertumbuhan organik mencapai 40% di tahun pertama. Hingga saat ini, Parentalk telah hadir di ragam platform seperti Youtube, Spotify (podcast) dan Tiktok.
Parentalk memosisikan diri sebagai digital content creator. Dalam menghadirkan konten, timnya mengedepankan konten yang mengangkat keseharian keluarga, tidak hanya informasi dan pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak namun juga relasi suami istri dan dinamika rumah tangga. Hal ini menjadikan Parentalk sangat relevan dengan berbagai segmentasi keluarga di Indonesia.
Sebagai data driven company, pihaknya juga mengakui untuk setiap konten yang dibuat, adalah berdasarkan riset yang sudah disesuaikan dengan demografi pengguna. Dalam konferensi pers yang digelar secara online (9/3), turut hadir Michael Tampi yang juga menjabat sebagai Co-Founder Parentalk. Ia menjabarkan masih besarnya potensi pasar untuk platform seperti Parentalk yang ada di Indonesia.
Secara teknologi, investasi ini juga merupakan bentuk ekspansi Parentalk. Nucha juga mengungkap roadmap perusahaan yang mengarah pada superapps, mereka akan membangun ekosistem parenting. Bukan hanya Parentalk sebagai digital konten kreator, namun juga dilengkapi dengan GEP di dalamnya yang membantu proses belajar yang lebih fleksibel untuk orang tua.
Sebelumnya, Parentalk sudah pernah mendapat pendanaan tahap awal dari Emera Capital dan saat ini diklaim sudah profitable. “Kita bertumbuh dari profit yang sudah didapat. Hari ini bukan Parentalk mendapat investasi, justru ParenTalk berinvestasi di Good Enough Parents. Hal ini sebagai awal dari roadmap kita menuju super-app,” tutup Michael.
Berkat keberadaan smartphone, bermain game kini menjadi semakin mudah. Anda tidak perlu lagi harus memiliki konsol seharga jutaan atau PC gaming senilai belasan atau bahkan puluhan juta untuk bisa bermain game. Dengan smartphone berharga Rp1-2 juta pun, Anda sudah bisa menggunakannya untuk bermain game. Tak hanya itu, banyak mobile game yang bisa dimainkan secara gratis. Rendahnya entry barrier ini membuat semakin banyak anak dan remaja yang hobi bermain game. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Toh, riset membuktikan bahwa game juga punya dampak positif.
Sekarang, orang tua juga sebaiknya tidak sepenuhnya melarang anak bermain game. Pasalnya, bermain game kini mulai menjadi kegiatan sosial. Menurut laporan Accenture, 84% gamers menjadikan game sebagai alat untuk bersosialisasi. Sementara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa main bareng alias mabar bisa membuat hubungan pertemanan menjadi semakin erat. Jadi, melarang anak untuk bermain game saat ini sama seperti melarang anak keluar rumah untuk bermain bersama teman-temannya dulu.
Lalu, apa yang harus orang tua lakukan agar hobi bermain game sang buah hati bisa tersalurkan dengan baik?
Membantu Anak Mengatur Waktu Bermain
Ketika mendapati anaknya senang bermain game, orang tua biasanya khawatir sang anak akan menghabiskan banyak waktunya untuk bermain game dan menjadi malas belajar. Padahal, menurut Yohannes Siagian, CEO Morph Team yang juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMA 1 PSKD, game bukan alasan mengapa anak menjadi malas belajar.
“Yang bikin anak malas belajar bukan game, tapi sistem belajar yang membosankan dan materi yang disajikan dengan cara yang kaku dan tidak menarik minat belajar murid,” kata pria yang akrab dengan panggilan Joey ini saat dihubungi melalui pesan singkat. “Sebenarnya, game itu banyak positifnya kok, seperti mengajar cara berpikir strategis, menggunakan logika, mengidentifikasi masalah, problem solving, dan lain sebagainya.”
Lebih lanjut dia mengatakan, “Namun, sama seperti semua hal, kalau dilakukan secara berlebihan, bermain game bisa menjadi negatif. Kuncinya sebenarnya ada di orang tua: apakah orang tua bisa mendampingi anak, apakah bisa mengajarkan disiplin ke anak, dan seterusnya…”
Sementara itu, studi berjudul Role of Parental Relationship in Pathological Gaming menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kondisi keluarga dengan kebiasaan anak bermain game. Para pathological gamers biasanya merasa, kondisi keluarga mereka kurang menyenangkan. Yang dimaksud dengan pathological gamers dalam jurnal itu adalah para pemain game muda yang menunjukkan gejala patologis berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th Edition (DSM-IV), seperti menghabiskan banyak waktu untuk bermain game, mengalami gejala withdrawal ketika tak bermain game, mengacuhkan tanggung jawab lain demi bermain game, berbohong tentang lama waktu yang dihabiskan untuk bermain game, serta kesulitan untuk berhenti main game.
Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan bahwa kebanyakan anak dan remaja ingin hidup di lingkungan keluarga yang menyenangkan. Dan ketika mereka merasa bahwa kondisi keluarga mereka tidak ideal — misalnya, sering terjadi pertengkaran di rumah — mereka cenderung ingin “melarikan diri” ke dunia game. Dan bagi gamers, hubungan yang mereka jalin di dunia game sama pentingnya dengan relasi mereka di dunia nyata. Pasalnya, game online memang mendorong para pemainnya untuk berinteraksi dengan satu sama lain.
Sementara itu, menurut studi Factors Associated with Internet Addiction among Adolescents, remaja yang merasa tidak puas dengan kehidupan mereka di rumah memang punya potensi lebih besar untuk menjadi kecanduan internet. Hal yang sama juga berlaku untuk para gamers. Apalagi ketika teman-teman yang mereka kenal di dunia game bisa membuat mereka merasa nyaman. Rasa nyaman itu akan membuat mereka ingin terus bermain game. Hal ini justru bisa memperburuk persepsi mereka akan keadaan keluarga mereka, yang mendorong mereka untuk menghabiskan lebih banyak waktu di dunia game; layaknya lingkaran setan yang tak pernah berakhir.
Salah satu hal yang bisa orang tua lakukan untuk membatasi waktu bermain game anak adalah dengan memasang program/aplikasi parental control di komputer/smartphone anak. Misalnya, Google menyediakan aplikasi parental control bernama Family Link yang bisa diunduh di Play Store dan App Store. Aplikasi itu menawarkan berbagai fitur. Salah satunya adalah membatasi waktu yang bisa anak habiskan untuk menggunakan smartphone. Melalui aplikasi ini, orang tua bahkan bisa menentukan durasi waktu yang bisa anak habiskan saat menggunakan aplikasi atau bermain game tertentu. Selain itu, Family Link juga menawarkan berbagai fitur lain, termasuk membatasi pembelian aplikasi atau in-app item.
Namun, menurut Joey, sekadar memasang program/aplikasi parental control di smartphone atau komputer anak saja tidak cukup. Karena, parental control hanya berfungsi untuk membatasi gerak-gerik anak di dunia online, tapi tidak memberikan edukasi pada sang anak.
“Jadi, begitu anaknya masuk ke device yang tidak ada parental control, atau sudah keluar dari rumah, dia malah nggak tahu gimana caranya untuk jaga diri dan memilih apa yang bisa dia mainkan atau dia lihat,” ujar Joey. “Yang paling benar adalah orang tua mendampingi dan melibatkan diri dalam dunia anaknya. Bukan sekadar berada di luar dan menegur tanpa paham sebenarnya apa yang anak lakukan. Banyak orang tua yang cuma tahu anaknya pegang device atau main game, tapi tidak tahu game apa yang dimainkan anak atau konten apa yang dia tonton.”
Mengatur Uang yang Dihabiskan Anak Dalam Game
Pernahkah Anda melihat video viral tentang seorang bapak-bapak tengah memarahi kasir Indomaret karena membiarkan anaknya menghabiskan Rp800 ribu untuk topup game? Menariknya, fenomena ini tidak hanya terjadi di Tanah Air tercinta, tapi juga di negara-negara maju seperti Singapura dan Amerika Serikat. Kepada Channel News Asia, seorang gamer muda asal Singapura — yang tidak mau disebutkan namanya — mengaku bahwa dia pernah menghabiskan uang orang tuanya sebesar SGD20 ribu (sekitar Rp10,8 juta) membeli lootbox dalam game. Dia bahkan sempat mencuri demi menutup utang akibat kecanduannya dalam membeli lootbox.
Seiring dengan semakin populernya game free-to-play, semakin banyak developer yang menjual item dalam game sebagai sumber pemasukan. Namun, terkadang, developer tidak menjual item secara langsung, tapi menggunakan sistem lootbox. Jadi, gamers bisa membeli lootbox dalam game, tapi item yang didapatkan dari lootbox itu ditentukan secara random. Selain itu, developer juga terkadang menggunakan sistem gacha. Baik sistem gacha maupun lootbox sering dibandingkan dengan judi dalam dunia nyata karena nyatanya memang judi. Dalam game gacha atau lootbox, pemain memang tidak tahu item/karakter apa yang akan mereka dapatkan. Jika tidak hati-hati, gamers — khususnya yang masih muda — bisa menghabiskan banyak uang tanpa sadar demi mendapatkan item/karakter yang mereka inginkan.
Hal itulah yang menjadi alasan mengapa beberapa negara membuat regulasi khusus untuk game gacha atau lootbox. Misalnya, Belgia melarang keberadaan game lootbox sama sekali, sementara Belanda hanya melarang game lootbox dengan tipe-tipe tertentu. Di Asia, baik Tiongkok maupun Jepang tidak melarang keberadaan game gacha atau lootbox. Hanya saja, pemerintah mengharuskan developer untuk memberitahu pemain tentang persentase untuk mendapatkan item-item dalam game. Semakin rare sebuah item, semakin kecil pula persentase untuk mendapatkan item tersebut. Tak jarang, persentase untuk mendapatkan item/karakter rare kurang dari satu persen.
Sayangnya, Indonesia tidak punya regulasi khusus terkait game gacha atau lootbox. Karena itulah, peran orang tua dalam memastikan anak tidak menghambur-hamburkan uang di game justru menjadi semakin penting. Untuk itu, orang tua harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Langkah pertama yang bisa orang tua lakukan adalah mencari tahun mengapa sang anak senang untuk bermain game yang sedang dia mainkan. Dari sana, orang tua bisa membuka diskusi tentang berapa banyak uang yang boleh anak habiskan untuk bermain game. Orang tua juga bisa menjadikan game sebagai insentif agar anak mau lebih serius di sekolah. Ketika saya masih duduk di bangku SD dan SMP, orang tua saya sering berjanji untuk membelikan game/konsol baru jika saya berhasil masuk dalam peringkat tiga besar di kelas.
Orang tua juga bisa mulai mencari tahu mengapa anak rela menghabiskan uang dalam game. Secara psikologis, memang ada beberapa alasan mengapa gamers mau membeli item dalam game. Bagi gamers muda, salah satu alasan utama mereka adalah demi bisa berbaur dengan teman-teman mereka. Contohnya, di Amerika Serikat, murid SMP bisa dirisak hanya karena menggunakan default skin di Fortnite. Padahal, game dari Epic Games itu bisa dimainkan secara gratis. Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri, mekanisme dalam game memang dibuat sedemikian rupa untuk mendorong pemain membeli lootbox atau mendapatkan item/karakter yang mereka mau melalui gacha.
“Yang kami khawatirkan adalah banyak gamers muda yang sudah memainkan game gacha atau lootbox. Hal ini bisa membuat mereka terbiasa dengan konsep judi,” kata Nicholas Khoo, pendiri dari Singapore Cybersports and Online Gaming Association dan anggota dari National Council on Problem Gambling (NCPG), seperti dikutip dari Channel News Asia. Tak hanya itu, di game gacha atau lootbox, persentase gamers untuk “menang” — mendapatkan item yang mereka inginkan — lebih besar dari kemungkinan mereka untuk menang judi di kasino. Dan hal ini bisa membuat mereka punya persepsi yang salah, menganggap bahwa kemungkinan untuk menang di game kasino juga sama besar seperti persentase menang di game gacha/lootbox.
Menjadi Orang Tua dari Gamers Profesional
Pesatnya perkembangan industri game memunculkan industri yang sama sekali baru, yaitu esports. Sekarang, esports tidak hanya menjadi semakin populer di kalangan generasi muda, tapi juga diakui oleh pemerintah dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena itu, tidak heran jika semakin banyak generasi muda yang bercita-cita untuk menjadi pemain esports. Bagaimana rasanya menjadi orang tua dari gamers profesional, yang kerjaannya memang untuk bermain game? Demi menjawab pertanyaan itu, kami lalu menghubungi Ari Susanto, ayah dari dua pemain profesional, yaitu Kevin “xccurate” Susanto dan Jason “f0rsakeN” Susanto.
“Secara teori, tentu banyak orang tua yang akan lebih mementingkan pendidikan anaknya daripada game,” aku Ari ketika dihubungi melalui pesan singkat, “Karena, buat para orang tua, image dari game itu sendiri memang sudah jelek. Tapi, di zaman milenial, sudah saatnya paradigma orang tua tersebut diubah. Orang tua justru harus bisa memanfaatkan situasi ini.” Dia lalu bercerita tentang pengalamannya dalam mendidik anak-anaknya. “Dulu, saya selalu katakan pada anak saya bahwa dia boleh bermain game sesukanya. Dengan catatan, dia harus berprestasi atau bisa menyeimbangkan bermain dengan sekolahnya. Kalau sampai nilai ulangannya jelek, ada konsekuensinya.”
Ari menjelaskan, membiarkan anak bermain game bukan berarti orang tua melepaskan anak begitu saja. Orang tua tetap harus mengawasi kegiatan gaming sang anak. Dia mengungkap betapa pentingnya bagi orang tua untuk menanamkan rasa tanggung jawab pada anak. “Apabila anak kita sudah punya tanggung jawab, mereka akan belajar dengan sungguh-sungguh supaya hobi game mereka juga terpenuhi,” katanya. “Untungnya, anak-anak om semuanya tahu akan tanggung jawab dan mereka juga bisa berprestasi.”
Menurut Ari, orang tua harus aktif mengawasi dan mengingatkan anak agar anak tidak menjadi kecanduan game atau terjerumus dalam hal-hal negatif lainnya. “Penting sekali bagi anak untuk mengerti antara hobi dan kecanduan,” ungkapnya. Dia menyebutkan, diskusi antara anak dan orang tua terkait hobi bermain game sudah bisa dilakukan sejak anak masih duduk di bangku SD.
Hal yang sama diungkapkan oleh Joey, yang menyebutkan bahwa selama anak sudah bisa memegang device dan bisa bermain game, walau hanya game anak, maka anak sudah bisa diajak berdiskusi tentang hobinya bermain game. Yang penting, ungkap Joey, orang tua bisa menyesuaikan cara penyampaian mereka sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman anak.
Menjadi pemain profesional bukanlah hal mudah. Kemungkinan seseorang bisa berhasil sebagai gamer profesional di Indonesia kurang dari 1 satu persen. Karena itu, orang tua harus paham kapan mereka harus mendukung cita-cita anak untuk menjadi pemain esports.
“Memang jadi pro player itu tidak mudah dan butuh kerja keras,” kata Ari. “Kita sebagai orang tua juga dituntut untuk mengerti kondisi anak kita: apakah dia memang berbakat untuk menjadi pro player atau sekedar hobi saja. Nah, untuk tahu tentang hal itu, kita bisa membiarkan mereka bermain di komunitas. Setiap game yang anak geluti pasti punya komunitas masing-masing. Biarkan anak bermain di komunitas sambil diawasi. Kalau menurut orang tua anaknya memang jago dan ada tawaran untuk masuk klub esports, sudah waktunya orang tua mendukung.”
Ketika ditanya tentang dukungan apa yang orang tua bisa berikan pada anak yang berkarir sebagai pemain profesional, Ari menjawab, “Ikut menonton semua pertandingan anak, selalu kasih support dan selalu memberikan masukan akan apa saja kekurangan dan kesalahan yang harus diperbaiki. Jadi, anak menjadi semakin disiplin.” Sambil tertawa dia bercerita, ketika anak-anaknya hendak berlaga, sebagai orang tua, dia juga ikut merasa tertekan. “Mereka tidak tahu kalau saat mereka ikut pertandingan, yang stres dan asam lambung itu bapaknya, karena ikut tegang.”
Sementara itu, Carol Bird, ibu dari Fred “Freddybabes” Bird, pemain Gwent profesional, mengakui, memang ada banyak orang tua yang punya pandangan negatif akan game. Menurutnya, hal ini terjadi karena game adalah fenomena yang relatif baru. Namun, dia merasa, orang tua harus mulai sadar bahwa game itu tidak melulu memberikan dampak buruk. Ada berbagai hal positif yang bisa didapat dari bermain game.
“Menjadi pemain esports adalah karir yang serius, begitu juga dengan menjadi streamer, caster, atau komentator esports,” ujar Carol pada British Esports Association. “Orang tua tidak punya masalah ketika anak-anak mereka ingin menjadi pemain sepak bola atau TV presenter. Namun, masih ada stigma yang melekat pada esports. Seolah-olah, bermain game hanyalah hobi yang menghabiskan waktu.” Lebih lanjut, dia berkata, “Jika anak Anda adalah seorang gamer berbakat, dukung dan dorong mereka, tapi jangan memaksa mereka. Percayalah pada anak Anda.”
Mike Atkins, ayah dari pemain Brawlhalla, Bill “Lanz” Atkins menambahkan, “Saya rasa, saat anak menunjukkan keteguhannya, orang tua harus mendukung sang anak, sama seperti ketika orang tua mendukung anak yang punya hobi berolahraga.” Dia menjelaskan, dari bermain game, seorang pemain profesional juga bisa mendapatkan berbagai kemampuan yang bisa digunakan ketika dia bekerja di bidang pekerjaan lain. “Menjadi pemain esports membantu Bill untuk mengatur waktunya,” katanya, memberikan contoh. “Dan ketika kalah, dia harus belajar tentang bagaimana cara menerima kekalahan dan mengubahnya menjadi pengalaman yang positif.”
Kesimpulan
Manusia cenderung takut sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak mereka mengerti. Karena itu, ketika muncul inovasi baru, tidak semua orang akan langsung bersedia menggunakan inovasi tersebut. Terkadang, setelah inovasi baru diadaptasi sekalipun, masih ada kelompok yang takut akan dampak buruk dari inovasi tersebut. Waspada akan dampak buruk yang bisa ditimbulkan oleh inovasi baru — baik internet, smartphone, atau game — sebenarnya bukan hal yang buruk. Segala sesuatu di dunia memang biasanya punya dampak positif dan negatif. Namun, hal itu bukan berarti kita bisa berlarut-larut dalam rasa takut dan terus kukuh berpegang pada pola pikir lama tanpa berusaha untuk mengubahnya.
Begitu juga dengan game. Walau game masih punya stigma buruk, khususnya di kalangan orang tua, tak bisa dipungkiri bahwa game kini tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tapi juga sebagai alat komunikasi. Tentu saja, orang tua punya hak untuk melarang anaknya bermain game jika mereka memang tidak suka. Namun, ketika bermain game juga menjadi wadah untuk mendekatkan diri dengan teman, apakah bijak jika orang tua melarang anak bermain game sama sekali?
Bertujuan untuk menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh keluarga menemukan solusi dan cara terbaik bagi keluarga mereka melalui kelas dan edukasi dari pakar, platform digital parenting “Fammi” diluncurkan. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Fammi Muhamad Nur Awaludin mengungkapkan, platformnya menghadirkan cara baru mencari solusi seputar masalah keluarga yang mudah, solutif, ringkas, waktunya fleksibel, dan dipandu para narasumber yang kompeten.
“Fammi hadir dengan believe bahwa tidak ada keluarga yang sempurna, namun pasti ada keluarga yang efektif. Keluarga efektif yang dimaksud adalah ketika keluarga tersebut menghadapi masalah: mereka paham tujuan mereka, mereka paham mengapa ini bisa terjadi, tahu bagaimana cara menyelesaikannya, dan apa saja langkah yang perlu dilakukan dengan modal yang mereka miliki.”
Memanfaatkan teknologi, Fammi ingin menyediakan berbagai topik solutif seputar keluarga yang dikemas dengan terstruktur, ringkas, dan membawa pengalaman baru kepada pengguna agar seolah-olah serasa diajak berdialog dengan narasumber. Strategi monetisasi yang dilancarkan adalah subscription based mulai per bulan hingga per tahun. Saat ini Fammi telah memiliki ratusan mitra yang terdiri dari narasumber maupun brand yang pernah bekerja sama. Terkait statistik penggunaan, layanan tersebut diklaim telah digunakan belasan ribu pengguna dan memiliki ratusan jumlah kelas.
“Kami membuka kerja sama dengan berbagai narasumber yang concern terhadap edukasi keluarga seperti psikolog, dokter, tokoh parenting, konselor, financial educator, dan lainnya sebagai mitra ahli. Selain itu kami juga menjalin kemitraan dengan komunitas, brand, dan sekolah,” kata Muhamad.
Pasar parenting ini menjadi ceruk tersendiri bagi beberapa startup. Selain platform edukasi, beberapa pemain lainnya mencoba menggarap segmen ini dengan pendekatan lain, misalnya IDN Media melalui Popmama menyajikan kanal media khusus parenting. Kemudian ada juga Orami yang mencoba menghadirkan layanan menyeluruh dengan tiga pendekatan utama: Commerce, Content, dan Community.
Program Indigo dan target Fammi
Pandemi telah mengubah kebiasaan masyarakat luas yang sebelumnya banyak mengakses layanan edukasi secara offline menjadi online. Serupa dengan yang dirasakan pengembang platform edutech lainnya, Fammi mencatat pandemi membuat behaviour mayoritas keluarga dalam mencari solusi seputar permasalahan keluarganya dilakukan secara online. Jika sebelumnya kebanyakan di antara mereka mengikuti kegiatan offline seperti seminar parenting, sekarang kegiatan tersebut beralih menjadi melalui webinar atau sejenisnya.
“Fammi yang merupakan open platform mempermudah narasumber dalam beradaptasi melakukan edukasi secara online dengan waktu yang lebih fleksibel, menjadi platform yang tepat untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Di sisi lain pengguna juga dapat mendapatkan ilmu seputar keluarga lainnya dengan cara yang mudah, fleksibel dan mudah dipahami,” imbuh Muhamad.
Fammi merupakan salah satu startup yang tergabung dalam program inkubator Indigo yang diinisiasi oleh Telkom Indonesia. Bersama 6 startup lainnya, Fammi mendapatkan penganugerahan “Indigo Startup Award 2020” untuk startup binaan Indigo. Sebagai startup baru yang masih terus melakukan edukasi dan awareness kepada masyarakat luas, program ini diklaim turut membantu pertumbuhan bisnis Fammi.
“Program Indigo sangat membantu kami dalam merumuskan produk, dukungan mentoring dari para expert dan tim internal Telkom cukup berpengaruh besar terkait berjalannya Fammi ini. Salah satunya keputusan Fammi menjadi sebuah on demand platform, insight yang sangat berharga yang kami dapatkan dari mentor dan internal Indigo membuka wawasan kami bagaimana caranya untuk terus ‘crack’ sebuah produk/perusahaan yang scalable dan profitable,” terang Muhamad.
Ditambahkan olehnya dukungan dana dari Indigo, juga tidak dapat dimungkiri membuat Fammi lebih leluasa melakukan eksperimen terkait produk yang dikembangkan. Tahun ini ada beberapa rencana yang ingin dilancarkan oleh Fammi. Di antaranya adalah melengkapi terus konten di dalam platform agar menjadi sebuah platform yang lengkap menyediakan berbagai solusi bagi permasalahan keluarga dimanapun berada.
“Fammi ke depannya juga ingin menjadi top of mind platform edukasi keluarga di Indonesia. Untuk mengakselerasi produksi konten dan juga penetrasi pasar (akuisisi pengguna), dalam waktu dekat Fammi juga akan melakukan kegiatan penggalangan dana,” tutup Muhamad.