Tag Archives: Parrot

Parrot Anafi Ai Unggulkan Konektivitas 4G Agar Dapat Dioperasikan dari Jarak Sejauh Apapun

Produsen drone asal Perancis, Parrot, kembali meluncurkan drone anyar di pertengahan tahun 2021 ini. Dijuluki Parrot Anafi Ai, drone ini punya satu keunikan yang jarang sekali bisa kita temukan pada drone lain, yakni konektivitas 4G.

Dalam kondisi normal, Anafi Ai berkomunikasi dengan remote control-nya via sambungan Wi-Fi seperti biasa. Namun setiap 100 milidetik, sebuah microprocessor yang tertanam di dalam Anafi Ai akan menganalisis kualitas koneksi wireless-nya. Kalau koneksinya jelek, drone otomatis akan berganti ke jaringan 4G yang terenkripsi.

Modul 4G-nya sendiri diklaim mendukung 28 pita frekuensi yang berbeda, atau dengan kata lain, kompatibel dengan 98 persen dari semua frekuensi yang digunakan di seluruh dunia. Berkat konektivitas 4G, Anafi Ai pada dasarnya bisa dioperasikan dari jarak sejauh apapun. Satu-satunya hal yang bisa menghambat hanyalah regulasi tiap-tiap negara — oh, dan tentu saja kekuatan sinyal 4G itu sendiri.

Untuk spesifikasi kameranya, Anafi Ai mengemas sensor 1/2 inci beresolusi 48 megapixel dan lensa f/2.0 dengan sudut pandang seluas 73°. Resolusi video maksimum yang dapat direkam adalah 4K 60 fps, sedangkan yang diteruskan ke pilot adalah video 1080p 30 fps. Kamera ini menggantung pada gimbal 6-axis (3-axis mechanical, 3-axis electronic) yang bisa mendongak atau menunduk hingga 90°.

Kalau mau diklasifikasikan, Anafi Ai merupakan drone enterprise yang dioptimalkan untuk keperluan autonomous photogrammetry, di mana drone akan menjepret sejumlah foto dari suatu lokasi untuk kemudian digabungkan menjadi satu model 3D. Dalam menjalankan tugasnya, Anafi Ai mengandalkan sepasang kamera stereoscopic yang diposisikan di depan dan belakang untuk mendeteksi sekaligus menghindari rintangan secara otomatis.

Dari segi fisik, Anafi Ai tampak cukup berbeda dari Anafi orisinal yang dirilis tiga tahun silam, dengan wujud yang banyak terinspirasi oleh seekor serangga. Dalam posisi terlipat, Anafi Ai tercatat memiliki dimensi 304 x 130 x 118 mm, sedangkan bobotnya berada di kisaran 898 gram. Sertifikasi IPX3 berarti fisik Anafi Ai bisa tahan terhadap cipratan air.

Anafi Ai mampu melesat dalam kecepatan maksimum 57 km/jam, sedangkan baterainya punya daya yang cukup untuk waktu mengudara selama 32 menit dalam sekali pengisian. Parrot sejauh ini belum punya jadwal rilis yang pasti untuk Anafi Ai selain “babak kedua 2021”. Banderol harganya juga belum diinformasikan, tapi semestinya jauh dari kata murah jika melihat posisinya sebagai produk enterprise.

Sumber: DPReview dan Parrot.

Parrot Anafi FPV Hadirkan Pengalaman Menerbangkan Drone yang Immersive

Parrot belum sepenuhnya meninggalkan ranah consumer drone. Mereka baru saja merilis varian anyar dari drone unggulannya, Anafi. Dinamai Anafi FPV, varian ini sejatinya membundel drone pesaing DJI Mavic Air tersebut dengan sistem first-person view.

Sistem FPV belakangan memang sedang naik daun, bahkan DJI pun sempat merilis Digital FPV System yang ditujukan untuk drone di luar bikinan mereka sendiri. Parrot mengambil jalur yang agak berbeda. Cockpitglasses, head-mounted display (HMD) yang dibundel bersama Anafi FPV, tidak memiliki display-nya sendiri.

Yang menjadi display-nya adalah smartphone pengguna yang diselipkan (dengan ukuran layar maksimum 6,5 inci), mirip seperti cara kerja Google Cardboard maupun Samsung Gear VR. Usai tersambung, pengguna dapat langsung melihat apa yang tengah dilihat oleh drone Anafi dalam resolusi 720p, dengan jarak transmisi maksimum hingga 4 kilometer.

Parrot Anafi FPV

Pengguna bebas mengatur mode tampilan FPV yang diinginkan, apakah mereka menginginkan tampilan yang minimalis atau yang dipenuhi informasi kontekstual macam kecepatan mengudara maupun tingkat ketinggian dan lokasi drone. Pengaturan kamera Anafi juga dapat diakses melalui tampilan FPV yang sama.

Yang menarik, ada satu tombol di bawah Cockpitglasses yang berfungsi untuk mengaktifkan kamera belakang ponsel yang terpasang, sehingga pengguna dapat memantau sekitarnya tanpa perlu melepas headset. Saat fitur ini aktif, sebuah grafik overlay akan ditampilkan di layar sebagai penanda lokasi persis drone-nya.

Parrot Anafi FPV

Drone-nya sendiri tidak berubah, namun Parrot telah menambahkan dua preset perekaman baru, yakni Cinematic dan Racing. Juga menarik adalah mode Arcade, yang akan menyinkronkan arah terbang drone dengan arah pandangan kameranya, cocok untuk pengguna baru yang masih belajar menerbangkan drone.

Parrot Anafi FPV rencananya akan segera dipasarkan seharga $799. Selain unit drone dan HMD, paket penjualannya juga mencakup sebuah controller, baling-baling ekstra, kartu microSD 16 GB, kabel USB-C, serta tas ransel yang merangkap peran sebagai launching pad. Banderolnya ini jauh lebih murah ketimbang Anafi Thermal yang memang ditujukan untuk kebutuhan komersial.

Sumber: CNET dan Parrot.

Parrot Luncurkan Versi Profesional Drone Anafi dengan Kamera Thermal

Dua tahun lalu, produsen drone asal Perancis, Parrot, memutuskan untuk berfokus pada segmen drone profesional usai menyaksikan dominasi DJI yang semakin menjadi-jadi di ranah consumer drone. Namun itu bukan berarti Parrot sudah benar-benar menyerah dengan consumer drone. Buktinya, tahun lalu mereka memperkenalkan Anafi.

Berbekal desain lipat dan spesifikasi yang mumpuni, Anafi cukup pantas dipandang sebagai salah satu rival DJI Mavic Air. Namun Parrot rupanya tidak lupa dengan keputusan mereka untuk beralih fokus, hingga akhirnya lahir model drone baru bernama Anafi Thermal.

Parrot Anafi Thermal

Seperti yang bisa kita tebak, ini merupakan Anafi versi profesional atau komersial. Parrot telah menjejalkan sensor thermal FLIR Lepton untuk mendampingi sensor 21 megapixel bikinan Sony yang terpasang pada Anafi. Kehadiran sensor thermal itu memungkinkan Anafi untuk mendeteksi suhu dari -10° sampai 400° C, dengan resolusi 160 x 120 pixel.

Kecil sekali resolusinya? Memang, tapi ingat, itu hanya untuk gambar thermal-nya saja. Yang cukup istimewa, aplikasi pendamping FreeFlight 6 yang dirancang Parrot memungkinkan pengguna Anafi untuk menyatukan gambar thermal dengan jepretan kamera bawaan Anafi sehingga informasi yang didapat jadi lebih mendetail lagi.

Parrot Anafi Thermal

Parrot sengaja tidak mengubah kapabilitas kamera Anafi; video 4K masih mampu ia rekam secara stabil berkat bantuan gimbal 3-axis. Wujudnya pun nyaris identik, terkecuali masing-masing lengan Anafi Thermal yang sedikit lebih ramping, sehingga bobotnya pun 10 gram dibanding versi standarnya.

Kesannya sepele memang, tapi Parrot meyakini pemangkasan bobot ini berhasil meningkatkan daya tahan baterai Anafi Thermal menjadi total 26 menit per charge. Selama mengudara, Anafi Thermal juga mampu bertahan meski diterpa angin sekencang 50 km/jam, sedangkan kecepatan maksimumnya sendiri mencapai angka 55 km/jam.

Yang agak mengejutkan adalah banderol harganya: $1.900, nyaris tiga kali lipat harga Anafi standar, tapi kita juga tak boleh lupa bahwa target pasarnya pun berbeda. Rencananya, Parrot bakal memasarkan Anafi Thermal mulai bulan Mei mendatang.

Sumber: TheVerge via DPReview.

Kecil, Bisa Dilipat dan Dibekali Kamera 4K, Parrot Anafi Siap Tantang DJI Mavic Air

Dua tahun terakhir pabrikan drone lain seperti dibuat bungkam oleh DJI, apalagi setelah pabrikan asal Tiongkok itu mengungkap Mavic Air yang begitu komplet tetapi amat ringkas. Namun ternyata salah besar jika kita beranggapan pabrikan lain sudah menyerah. Coba lihat Parrot, yang baru saja mengumumkan drone anyar bernama Anafi.

Dari segi fisik dan spesifikasi, kelihatan jelas bahwa Anafi dirancang untuk menjadi penantang langsung Mavic Air. Wujudnya mungil, dengan bobot total sekitar 318 gram, dan ketika sedang tidak digunakan, keempat kakinya bisa dilipat ke dalam layaknya Mavic Air.

Parrot Anafi

Tidak seperti drone buatan Parrot sebelumnya, Bebop 2, Anafi mengemas kamera yang terpasang pada gimbal, memungkinkan kameranya untuk berotasi 180° (90° ke atas atau 90° ke bawah). Image stabilization 3-axis yang merupakan perpaduan sistem mekanis dan digital memastikan hasil rekamannya tetap mulus selagi drone bermanuver.

Kameranya sendiri mengusung sensor Sony IMX230 21 megapixel, dan ditemani oleh prosesor buatan Ambarella, sanggup merekam video 4K HDR 30 fps atau 1080 60 fps. Juga unik adalah kemampuan kameranya untuk zooming: hingga 1,4x dalam resolusi 4K, atau 2,8x dalam resolusi 1080p.

Parrot Anafi

Terkait performa, Anafi dapat melesat sampai secepat 53 km/jam dalam mode Sport, serta mampu menahan hembusan angin yang cukup keras (50 km/jam). Dalam satu kali pengisian baterai, Anafi bisa mengudara selama 25 menit. Selain mengisi ulang baterai via USB-C, pengguna juga bisa melepas baterai Anafi dan menggantinya dengan baterai cadangan jika perlu.

Anafi datang bersama controller berbentuk ala gamepad Xbox yang bisa dipasangi smartphone di atasnya. Sayangnya, ponsel harus disambungkan via kabel USB ke controller demi menjaga berlangsungnya streaming video dalam resolusi tinggi secara konstan.

Parrot Anafi

Yang cukup cerdas adalah penempatan antena dual-band (2,4 GHz dan 5 GHz) di masing-masing kaki Anafi, yang bermaksud untuk mengoptimalkan koneksi antara drone dan controller, tidak peduli drone-nya sedang menghadap ke mana. Dua frekuensi ini otomatis digunakan secara bergantian tergantung kondisi di sekitar, dan jarak terjauh antara drone dan controller mencapai angka 4 km (sama seperti DJI Mavic Air).

Sejauh ini Parrot Anafi terdengar sebagai rival potensial bagi Mavic Air, terutama di telinga konsumen yang tidak terlalu mementingkan kemampuan drone untuk menghindari rintangan dengan sendirinya (Mavic Air punya, Anafi tidak). Harga jualnya pun juga lebih kompetitif: $699 saat mulai dipasarkan pada tanggal 1 Juli mendatang.

Sumber: PR Newswire dan The Verge.

Video Tangkapan Drone Parrot Kini Bisa Diedit Secara Otomatis oleh Aplikasi Pendampingnya

Berbeda dengan kondisi beberapa tahun silam, drone masa kini begitu mudah dioperasikan. Mayoritas bahkan dibekali fitur untuk mengikuti subjek secara otomatis, sehingga konsumen pada dasarnya hanya perlu mementingkan aksi atau momen yang hendak diabadikannya.

Selesai merekam, situasinya ternyata berbalik 180 derajat. Proses mengedit video masih sama susah dan sama makan waktunya seperti dulu. Hal ini memotivasi pabrikan drone asal Perancis, Parrot, untuk merancang solusi yang lebih praktis.

Buah pemikiran mereka adalah fitur Flight Director pada aplikasi FreeFlight Pro (yang bisa digunakan untuk mengoperasikan sejumlah model drone buatan Parrot). Flight Director bertugas mengedit hasil tangkapan drone secara otomatis, berbekal algoritma yang mempelajari pergerakan dan rute drone selama mengudara.

Parrot Flight Director

Yang konsumen perlu lakukan hanya sebatas menentukan durasi hasil akhirnya (sampai 3 menit), arahan videonya (kronologis, sinematik, atau yang seperti trailer film), serta memilih tema dan musik latarnya. Cara kerjanya kurang lebih sama seperti fitur QuikStories milik GoPro.

Yang mungkin agak disayangkan, fitur ini ternyata tidak gratis. Anda bisa membuat klip video berdurasi 15 detik, tapi Anda harus membayar in-app purchase terlebih dulu sebelum bisa membuat yang durasinya lebih panjang. Perihal kompatibilitas, fitur ini bisa digunakan bersama drone Parrot Bebop orisinil, Bebop 2 dan Bebop 2 Power.

Sumber: DPReview dan Parrot.

Application Information Will Show Up Here

Parrot Luncurkan Drone untuk Regu Penyelamat dan Petani

Dominasi DJI di segmen drone untuk konsumen umum sungguh tidak terbendung. Bahkan produsen sekelas Parrot pun sudah merasakan dampaknya, yakni menurunnya angka penjualan sampai-sampai mereka dengan terpaksa harus memecat hampir 300 karyawan di bulan Januari lalu.

Dari situ Parrot memutuskan untuk mengubah strategi dan mengalihkan fokusnya ke segmen drone komersial. DJI memang juga ‘bermain’ di segmen ini, tapi setidaknya dominasinya tidak sebesar di segmen drone untuk konsumen umum.

Parrot Bebop-Pro Thermal

Peralihan fokus ini melahirkan dua drone baru sekaligus: Parrot Bebop-Pro Thermal dan Parrot Bluegrass. Keduanya ditargetkan untuk pasar yang berbeda; Bebop-Pro Thermal untuk pemadam kebakaran dan regu penyelamat berkat kamera pendeteksi panasnya, sedangkan Bluegrass untuk bidang agrikultur berkat sensor multispectral-nya.

Bebop-Pro Thermal pada dasarnya memiliki desain yang sama persis seperti Bebop standar, hanya saja di belakangnya telah dipasangi kamera thermal Flir One Pro yang sanggup mendeteksi panas sampai suhu 400 derajat Celsius. Di tangan regu penyelamat misalnya, drone ini bisa membantu menemukan korban yang tertimbun reruntuhan.

Parrot Bluegrass

Lain halnya dengan Parrot Bluegrass. Berbekal modul sensor multispectral Parrot Sequoia, quadcopter yang satu ini dimaksudkan untuk membantu para petani memonitor lahannya secara efisien. Dalam satu kali charge, Bluegrass diklaim sanggup memantau lahan hingga seluas 30 hektar.

Mengingat yang menjadi target Parrot kali ini adalah kalangan profesional, wajar apabila harga kedua drone ini cukup premium. Bebop-Pro Thermal dibanderol $1.500, sedangkan Bluegrass lebih mahal lagi di angka $5.000.

Sumber: Parrot dan Engadget.

Kecil tapi Gesit, Drone Parrot Mambo FPV Diciptakan untuk Balapan

Parrot baru saja memperkenalkan sebuah drone mini yang cukup menarik. Bernama Mambo FPV, ia sebenarnya merupakan kurir rayuan gombal yang sama seperti yang diluncurkan tahun lalu, namun yang telah beralih fungsi menjadi drone balap dengan bantuan sebuah kamera 720p dan headset ala Samsung Gear VR.

Mambo FPV dapat terbang hingga setinggi 100 meter dan dalam kecepatan maksimum 29 km/jam. Untuk memudahkan pengguna, Parrot telah melengkapinya dengan tiga mode penerbangan: Easy, Racing dan Drift, yang dapat dipilih sesuai dengan tingkat penguasaan pengguna.

Selain untuk memotret dan merekam video, kamera HD-nya juga mendukung fungsi live streaming. Namun yang lebih penting justru adalah perannya sebagai mata sang pilot dalam ajang balap drone. Sudut pandang orang pertama ini dimungkinkan berkat aksesori pendamping berupa headset yang dapat diselipi smartphone hingga yang berlayar 6-inci.

Parrot Mambo FPV

Untuk mengendalikan drone, pengguna bebas memilih untuk menggunakan controller bawaannya atau smartphone dengan bantuan aplikasi pendamping. Mambo diestimasikan dapat mengudara selama 10 menit nonstop sebelum baterainya perlu dicas kembali selama sekitar 25 menit menggunakan adapter fast-charging 2,6 ampere.

Parrot Mambo FPV dijadwalkan masuk ke pasaran mulai bulan ini juga seharga $180, lebih mahal $60 dari versi standarnya yang dijuluki “mesin guyonan” oleh CEO Parrot sendiri.

Sumber: Engadget.

Parrot dan Tynker Berkolaborasi Untuk Mengembangkan ‘Drone Edukasi’

Setelah belasan tahun fokus pada teknologi wireless dan pengenal suara, lepas landasnya AR.Drone secara perdana di CES 2010 menandai dimulainya langkah Parrot SA menyelami bidang unmanned aerial vehicle kelas konsumen. Buat memantapkan bisnisnya di ranah itu, Parrot juga bekerja sama dengan SenseFly dan Pix4D demi memantapkan sistem autopilot serta algoritma.

Kali ini, Parrot ingin memperluas pemanfaatan teknologi drone ke bidang pendidikan. Beberapa tahun ke belakang, kita sudah melihat penggunaan robot untuk mengajarkan pemrograman sejak dini pada anak-anak. Buat melakukannya, perusahaan teknologi asal Perancis itu menggandeng Tynker, tim developer spesialis software-software edukasi. Sasaran Parrot ialah menyediakan sarana belajar coding lewat UAV.

Faktor yang mendorong kolaborasi ini adalah meningkatnya pemanfaatan drone di institusi-institusi pendidikan sebagai sarana untuk mengajarkan ilmu robotik. Tynker sendiri berperan mendukung sisi piranti lunak. Software mereka kabarnya siap mendukung bermacam-macam drone milik Parrot, misalnya Mambo MiniDrone, Swing, Airborne Night, Airborne Cargo, termasuk Jumping Race, Jumping Night, Jumping Sumo serta Rolling Spider.

Software Tynker dirancang agar menyerupai latihan simulasi penerbangan, menantang siswa memprogram drone menggunakan tablet – bukan dengan unit controller standar. Berkat metode itu, pelajar bisa mengimplementasikan kode dan melihatnya memengaruhi drone secara langsung. Kode tersebut bukan sekedar software ‘mainan’ – sebetulnya dipakai dalam drone sungguhan. Fungsi-fungsi yang ada di sana memungkinkan anak-anak memberikan perintah atau sebagai sarana memecahkan masalah.

Pada Digital Trends, co-founder sekaligus CTO Tynker Srinivas Mandyam menjelaskan bahwa para siswa akan lebih mudah memahami ilmu pemrograman dengan mencobanya langsung. Lewat teknik tersebut, proses coding akan jadi jauh lebih menyenangkan. Dan sebagai bonusnya, hasil kolaborasi Parrot dan Tynker ini mendorong anak-anak untuk tetap aktif serta memicu anggota keluarga buat beraktivitas bersama.

Menariknya lagi, Tynker mendesain software agar juga mudah dimengerti orang tua atau pihak pengajar – termasuk user yang tidak mempunyai latar belakang ilmu pemrograman. Developer berjanji, kreasi mereka itu dapat mendongkrak kemampuan anak-anak dalam hitung-menghitung serta menyelesaikan masalah. Tynker yakin metode ini sangat efektif karena hampir semua anak suka menerbangkan drone.

Selanjutnya, setelah siswa memahami bahasa Tynker, mereka bisa mulai mempelajari JavaScript, Phyton dan Swift yang sudah tersedia di platform edukasi tersebut, sehingga proses belajarnya berlangsung mulus.

Sumber: Digital Trends.

Swift Playgrounds Kini Bisa Digunakan untuk Memprogram Robot, Drone dan Alat Musik

Sejak diluncurkan tahun lalu, aplikasi pembelajaran coding Swift Playgrounds sudah digunakan oleh lebih dari satu juta orang, baik tua maupun muda, berdasarkan klaim Apple. Menyambut konferensi developer tahunan WWDC, Apple telah merilis update yang menarik untuk aplikasi iPad tersebut.

Dalam Swift Playgrounds versi 1.5, pengguna dapat menggunakan baris demi baris kode ciptaannya untuk memprogram berbagai perangkat, mulai dari robot, drone sampai alat musik. Pembaruan ini sejatinya memungkinkan pengguna untuk melihat bagaimana kemampuan coding-nya bisa diterapkan dalam skenario dunia nyata.

Apple tampaknya tidak mau setengah-setengah dalam menjalankan inisiatifnya. Mereka telah menggandeng sejumlah mitra yang pastinya tidak asing lagi di telinga komunitas penggemar robot, yaitu Lego, Sphero dan Parrot.

Lego Mindstorms Education EV3 / Apple
Lego Mindstorms Education EV3 / Apple

Untuk Lego, Swift Playgrounds nantinya bisa digunakan untuk memprogram beragam robot DIY yang tergabung dalam lini Lego Mindstorms, spesifiknya seri Education EV3. Jadi selain menciptakan robotnya, anak-anak (orang dewasa juga tak ada yang melarang) bisa memanfaatkan Swift Playgrounds untuk memprogram pergerakan kreasinya.

Untuk Sphero, model robot yang didukung adalah SPRK+ serta BB-8, sayangnya bukan Ultimate Lightning McQueen yang baru dirilis. Dengan aplikasi ini, anak-anak dapat mengontrol ke mana robot berwujud bola tersebut akan bergulir maupun menyesuaikan kinerja sensornya.

Parrot Mambo MiniDrone / Apple
Parrot Mambo MiniDrone / Apple

Parrot di sisi lain sudah menyiapkan tiga drone untuk diprogram menggunakan Swift Playgrounds: Mambo, Airborne dan Rolling Spider. Selain gerakan sederhana seperti lepas-landas dan mendarat, anak-anak juga bisa memprogram manuver udara yang lebih kompleks.

Perangkat lain yang kompatibel mencakup Jimu Robot MeeBot Kit keluaran UBTECH, Wonder Workshop Dash Robot dan Skoogmusic Skoog 2.0. Update versi 1.5 ini sudah bisa diunduh sekarang juga melalui App Store.

Sumber: Apple dan TechCrunch.

Parrot Alihkan Segmentasi Drone-nya ke Pasar Profesional

DJI adalah penguasa pasar consumer drone, itu adalah fakta yang tidak bisa dilawan. Kualitas lini Phantom, ditambah inovasi kelas wahid yang ditunjukkan oleh Mavic Pro bisa dianggap sebagai pukulan pamungkas pada pabrikan drone pesaing.

Akan tetapi Parrot sebagai pemain lama tidak mau tinggal diam. Ketimbang mengejar ketertinggalan yang sudah terlalu jauh, pabrikan asal Perancis tersebut lebih memilih untuk mengalihkan segmentasi drone-nya ke pasar yang lebih sesuai, yakni pasar profesional.

Parrot juga sebenarnya sudah lama bermain di segmen ini, namun sekarang mereka memutuskan bahwa drone Bebop dan Disco juga bisa diikutkan pada segmen profesional, asalkan didampingi oleh software dan aksesori yang sesuai. Secara spesifik, Parrot menarget ranah 3D modeling, 3D mapping dan agrikultur.

Alhasil, Parrot pun bakal memasarkan bundel baru untuk Bebop dan Drone. Bebop sekarang tersedia bersama sebuah software untuk pemetaan tiga dimensi seharga $1.099, dan Parrot yakin drone ini sangat ideal untuk pemilik bisnis real estate maupun konstruksi.

Disco di sisi lain bakal tersedia dalam bundel yang lebih bervariasi lagi. Bersama aksesori Parrot Sequioa misalnya, drone bergaya pesawat ini siap ‘menyisir’ lahan pertanian seluas 80 hektar selama 30 menit selagi memetakan dan mengambil gambar multi-spektrum untuk keperluan inspeksi. Paket semacam ini rencananya bakal tersedia mulai bulan Juni seharga $5.000.

Apa yang Parrot lakukan ini sejatinya merupakan langkah bijak. DJI memang sedang di atas angin, dan inovasi teknologinya memang sudah jauh melewati pesaing-pesaingnya. Tapi itu hanya berlaku di segmen consumer, sedangkan di segmen profesional ceritanya sudah berbeda.

Sumber: TechCrunch.