Setelah belasan tahun fokus pada teknologi wireless dan pengenal suara, lepas landasnya AR.Drone secara perdana di CES 2010 menandai dimulainya langkah Parrot SA menyelami bidang unmanned aerial vehicle kelas konsumen. Buat memantapkan bisnisnya di ranah itu, Parrot juga bekerja sama dengan SenseFly dan Pix4D demi memantapkan sistem autopilot serta algoritma.
Kali ini, Parrot ingin memperluas pemanfaatan teknologi drone ke bidang pendidikan. Beberapa tahun ke belakang, kita sudah melihat penggunaan robot untuk mengajarkan pemrograman sejak dini pada anak-anak. Buat melakukannya, perusahaan teknologi asal Perancis itu menggandeng Tynker, tim developer spesialis software-software edukasi. Sasaran Parrot ialah menyediakan sarana belajar coding lewat UAV.
Faktor yang mendorong kolaborasi ini adalah meningkatnya pemanfaatan drone di institusi-institusi pendidikan sebagai sarana untuk mengajarkan ilmu robotik. Tynker sendiri berperan mendukung sisi piranti lunak. Software mereka kabarnya siap mendukung bermacam-macam drone milik Parrot, misalnya Mambo MiniDrone, Swing, Airborne Night, Airborne Cargo, termasuk Jumping Race, Jumping Night, Jumping Sumo serta Rolling Spider.
Software Tynker dirancang agar menyerupai latihan simulasi penerbangan, menantang siswa memprogram drone menggunakan tablet – bukan dengan unit controller standar. Berkat metode itu, pelajar bisa mengimplementasikan kode dan melihatnya memengaruhi drone secara langsung. Kode tersebut bukan sekedar software ‘mainan’ – sebetulnya dipakai dalam drone sungguhan. Fungsi-fungsi yang ada di sana memungkinkan anak-anak memberikan perintah atau sebagai sarana memecahkan masalah.
Pada Digital Trends, co-founder sekaligus CTO Tynker Srinivas Mandyam menjelaskan bahwa para siswa akan lebih mudah memahami ilmu pemrograman dengan mencobanya langsung. Lewat teknik tersebut, proses coding akan jadi jauh lebih menyenangkan. Dan sebagai bonusnya, hasil kolaborasi Parrot dan Tynker ini mendorong anak-anak untuk tetap aktif serta memicu anggota keluarga buat beraktivitas bersama.
Menariknya lagi, Tynker mendesain software agar juga mudah dimengerti orang tua atau pihak pengajar – termasuk user yang tidak mempunyai latar belakang ilmu pemrograman. Developer berjanji, kreasi mereka itu dapat mendongkrak kemampuan anak-anak dalam hitung-menghitung serta menyelesaikan masalah. Tynker yakin metode ini sangat efektif karena hampir semua anak suka menerbangkan drone.
Selanjutnya, setelah siswa memahami bahasa Tynker, mereka bisa mulai mempelajari JavaScript, Phyton dan Swift yang sudah tersedia di platform edukasi tersebut, sehingga proses belajarnya berlangsung mulus.
Sumber: Digital Trends.