Tag Archives: Patrick Yip

Intudo Ventures Announces Its Third Managed Fund of 1.6 Trillion Rupiah

Intudo Ventures, the Indonesian market-focused venture capitalist, closed its third managed fund “Intudo Ventures Fund III”. The value has reached $115 million or equivalent to IDR 1.6 trillion, in less than three months of fundraising. In total, the company has managed funds of approximately $200 million.

Various fund managers and organizations are involved as limited partners, from the United States, Europe, and Asia. Some of these include Black Kite Capital, Koh Boon Hwee’s family office; Wasson Enterprises, the family office of former Walgreens’ CEO, Gregory Wasson; PIDC, an investment arm of a Taiwanese conglomerate, and others. There were also 10+ tech unicorn founders and 30+ Indonesian conglomerates involved.

The mission remains, the funds will be focused on investing in Indonesian startups. Moreover, today is a good momentum with the increasing middle class and digital services consumption.

“Acting as a domestic ‘herder’, Intudo Ventures supports founders through a mix of hyperlocal and global best practices, which enables us to consistently create more profitable results for founders,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said. “Seeing the founders’ growth, we are more optimistic in Indonesia than ever before; and excited to work with the next generation of Indonesian entrepreneurs.”

Investment hypothesis

Intudo Ventures Fund III will be channeled to startups in agriculture, B2B solution developers, education, finance, insurance, health, logistics, new retail, and entertainment. It is to build a concentrated portfolio of 12 to 14 local startups. The ticket size will be around $1 million to $10 million.

From a business perspective, Intudo invests in three categories of companies. First, early-stage companies in not-very-popular sectors — most of them having difficulty in raising fund. Second, invest in new business verticals that demonstrate breakthrough potential and strong profitability pathways. And third, a leader in a business vertical that has been validated by the market.

“Over the past five years, the market has validated our ‘Indonesian-only’ investment approach, demonstrating the importance of a single-country-focused managed fund […] In Indonesia, Intudo has consistently stepped up to deliver value to founders before and after investment. We proud to play a role in making Indonesia the next emerging market success story,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Eddy Chan added.

In addition, there are many factors to consider in investing, from commercial distribution (including the startup’s product prowess and intellectual property), regulatory compliance, and specialization in deep technology.

Intudo investment

Intudo Ventures debuted in June 2017, in partnership with local and global investors. There are already 22 local startups that have received investment from the two previously managed funds, with the list as follows:

Investasi Intudo Ventures

Intudo has also carried out several initiatives to help the ecosystem growth. They recently launched a fellowship program “Pulkam S.E.A. Turtles” aimed at Indonesian students studying abroad, to ‘go home’ and present solutions to grow the Indonesia economy.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dana Kelolaan Intudo Ventures

Intudo Ventures Umumkan Dana Kelolaan Ketiga Mencapai 1,6 Triliun Rupiah

Intudo Ventures, pemodal ventura yang fokus ke pasar Indonesia, mengumumkan penutupan dana kelolaan ketiga mereka “Intudo Ventures Fund III”. Nilai yang berhasil dibukukan mencapai $115 juta atau setara 1,6 triliun Rupiah, dalam kurang dari tiga bulan penggalangan dana. Sehingga secara keseluruhan perusahaan sejauh ini telah mengelola dana sekitar $200 juta.

Berbagai pengelola dana dan organisasi terlibat sebagai limited partner, berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan Asia. Beberapa di antaranya Black Kite Capital, family office milik Koh Boon Hwee; Wasson Enterprises, family office milik mantan CEO Walgreens Gregory Wasson; PIDC, sebuah lengan investasi konglomerat Taiwan, dan lain-lain. Ada juga 10+ tech unicorn founder dan 30+ konglomerat Indonesia yang turut terlibat.

Misinya masih sama, dana akan difokuskan untuk berinvestasi ke startup Indonesia. Apalagi saat ini sedang berada di momentum yang baik, yakni peningkatan kelas menengah dan konsumsi layanan digital.

“Bertindak sebagai ‘penggembala’ dalam negeri, Intudo Ventures mendukung para pendiri melalui perpaduan praktik terbaik hiperlokal dan global, yang memungkinkan kami untuk secara konsisten menciptakan hasil yang lebih menguntungkan bagi para pendiri,” kata Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip. “Menyaksikan ketangguhan dan pertumbuhan para pendiri, kami lebih optimis di Indonesia daripada sebelumnya; dan bersemangat untuk bekerja dengan generasi pengusaha Indonesia berikutnya.”

Hipotesis investasi

Intudo Ventures Fund III akan digunakan untuk berinvestasi ke startup di bidang pertanian, pengembang solusi B2B, pendidikan, finansial, asuransi, kesehatan, logistik, new retail, dan hiburan. Targetnya bisa membangun portofolio terkonsentrasi dari 12 s/d 14 startup lokal. Adapun nilai investasi yang akan diberikan berkisar $1 juta s/d $10 juta.

Dari sisi bisnis, Intudo berinvestasi pada tiga kategori perusahaan. Pertama, perusahaan tahap awal pada sektor yang belum banyak dilirik — mayoritas mereka sulit mendapatkan dana. Kedua, berinvestasi pada vertikal bisnis baru yang menunjukkan potensi terobosan dan jalur profitabilitas yang kuat. Dan ketiga, pemimpin pada vertikal bisnis yang sudah tervalidasi oleh pasar.

“Selama lima tahun terakhir, pasar telah memvalidasi pendekatan investasi ‘khusus Indonesia’ kami, yang menunjukkan pentingnya dana kelolaan yang difokuskan pada satu negara […] Di Indonesia, Intudo secara konsisten melangkah memberikan nilai bagi para pendiri sebelum dan sesudah investasi. Kami bangga berperan menjadikan Indonesia sebagai kisah sukses pasar berkembang berikutnya,” imbuh Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan.

Selain itu dalam investasinya juga ada banyak faktor yang diperhatikan, mulai dari distribusi komersial (termasuk kecakapan produk startup dan kekayaan intelektual yang dimiliki), kepatuhan terhadap regulasi, dan spesialisasinya dalam teknologi mendalam.

Investasi Intudo

Intudo Ventures debut pada Juni 2017, bekerja sama dengan investor lokal dan global. Sudah ada 22 startup lokal yang mendapatkan investasi dari dua dana kelolaan sebelumnya, dengan daftar sebagai berikut:

Investasi Intudo Ventures

Beberapa inisiatif juga digencarkan Intudo untuk membantu ekosistem untuk bertumbuh. Terbaru mereka meluncurkan program fellowship “Pulkam S.E.A. Turtles” ditujukan bagi mahasiswa asal Indonesia yang studi di luar negeri, untuk ‘pulang kampung’ dan menghadirkan solusi untuk menumbuhkan perekonomian di Indonesia.

Gredu Announces 58 Billion Rupiah Series A Funding Led by Intudo Ventures

The SaaS platform developer for education, GREDU, announced a series A funding worth of $4 million or equivalent to IDR 58 billion. The round was led by Intudo Ventures with the participation of previous investor Vertex Ventures. Funds will be focused on market expansion, product development, and talent recruitment.

Based on the statistics, GREDU is currently partnering with 400 schools, providing around 400 thousand users. Previously, they focused more on the K-12 level (SD to SMA), however, with more mature products, GREDU also serves digitization at universities and pre-schools (PAUD, TK).

The fact is that new school digitization services are optimally utilized by schools in big cities. GREDU admits that its user base still centralized on the Greater Jakarta area. The expansion plan will be intensified, in order to acquire new users from schools in various cities in Indonesia.

“In these challenging times, digitization is required for schools across Indonesia. With this financing round, we plan to increase our product and reach, reduce friction and ease the digitization process […] We are confident in the market and growth digitalization in the education sector and want to expand the business nationally and regionally until next year,” GREDU’s Co-Founder & CEO, Rizky Anies said.

The GREDU application ecosystem consists of four main services, the School Management System for administrative officers; GREDU Teacher to accommodate teachers for teaching and learning administration activities; GREDU Parent to help parents see their child’s performance; and GREDU Student to make it easier for students to get access to learning channels and results.

“Working with the community and school administrators, GREDU provides innovative solutions specifically designed to improve the quality, transparency and effectiveness of Indonesia’s education system. We are proud to support GREDU at this critical time as they help more schools digitize their operations and create a positive impact for students throughout Indonesia,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said.

Meanwhile, Vertex Ventures’ Managing Partner, Joo Hock Chua said, “The pandemic has accelerated the need for digitalization and transformation in the education industry. We believe that GREDU, with its holistic approach to serving all stakeholders and the school value chain, is in a great position to capitalize on this change. This also helps improve the quality of education in Indonesia.”

SaaS services are indeed a variant of the educational technology ecosystem. In Indonesia, apart from GREDU, there are several other startups that also sell SaaS services for schools with its respective value propositions. These startups include AIMSIS, EdConnect, SmartSchool InfraDigital, Sikad, and Quintal.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Seri A GREDU

GREDU Umumkan Pendanaan Seri A 58 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures

Pengembang platform SaaS untuk pendidikan GREDU mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $4 juta atau setara 58 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures dengan partisipasi investor sebelumnya Vertex Ventures. Dana akan difokuskan untuk ekspansi pasar, pengembangan produk, dan perekrutan talenta.

Berdasarkan statistik yang disampaikan, GREDU saat ini sudah bermitra dengan 400 sekolah, merangkul sekitar 400 ribu pengguna. Sebelumnya mereka lebih banyak fokus untuk tingkat K-12 (SD s/d SMA), namun saat ini dengan produk yang makin matang GREDU juga melayani digitalisasi di universitas dan pre-school (PAUD, TK).

Tidak dimungkiri, bahwa layanan digitalisasi sekolah baru optimal dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah di kota besar. GREDU pun mengakui bahwa basis penggunanya masih banyak terfokus di kawasan Jabodetabek. Rencana ekspansi akan digencarkan, demi mengakuisisi pengguna baru dari sekolah-sekolah di berbagai kota di Indonesia.

“Di masa yang penuh tantangan ini, digitalisasi sudah menjadi kebutuhan bagi sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Dengan putaran pembiayaan ini, kami berencana untuk meningkatkan produk dan jangkauan, mengurangi friksi dan memudahkan proses digitalisasi […] Kami yakin dengan pasar dan pertumbuhan digitalisasi di sektor pendidikan dan ingin memperluas bisnis secara nasional dan regional hingga tahun depan,” ujar Co-Founder & CEO GREDU Rizky Anies.

Ekosistem aplikasi GREDU terdiri dari empat layanan utama, yakni School Management System untuk petugas administrasi; GREDU Teacher untuk memudahkan guru untuk melakukan aktivitas pengajaran dan administrasi pembelajaran; GREDU Parent untuk membantu orang tua melihat kinerja anaknya; dan GREDU Student untuk memudahkan siswa mendapatkan akses ke kanal pembelajaran dan hasil belajar.

“Bekerja dengan civitas dan administrator sekolah, GREDU memberikan solusi inovatif yang dirancang khusus untuk meningkatkan kualitas, transparansi, dan efektivitas sistem pendidikan Indonesia. Kami bangga mendukung GREDU di saat kritis ini karena mereka membantu lebih banyak sekolah mendigitalkan operasi mereka dan menciptakan dampak positif bagi siswa di seluruh Indonesia,” sambut Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sementara itu Joo Hock Chua selaku Managing Partner Vertex Ventures berujar, “Pandemi telah mempercepat kebutuhan digitalisasi dan transformasi di industri pendidikan. Kami percaya bahwa GREDU, dengan pendekatan holistiknya untuk melayani semua pemangku kepentingan dan rantai nilai sekolah, berada dalam posisi yang bagus untuk memanfaatkan perubahan ini serta membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.”

Layanan SaaS memang menjadi salah satu varian dari ekosistem teknologi edukasi. Di Indonesia, selain GREDU ada beberapa startup lain yang juga menjajakan layanan SaaS untuk sekolah, tentu dengan proposisi nilai masing-masing. Startup tersebut termasuk AIMSIS, EdConnect, InfraDigital SekolahPintar, Sikad, dan Quintal.

Wahyoo Announced 73 Billion Rupiah Worth of Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (05/8), Wahyoo announced series A funding worth of $5 million or equivalent to 73.2 billion Rupiah. This round was led by Intudo Ventures with the participation of Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, and Isenta Hioe.

It is said in an official statement, investment funds will be focused on accelerating market expansion and hiring new employees. Was founded in 2017, Wahyoo has reached 13,500 warung partners in the Jadetabek area. The platform highlights on digitizing services and improving business operations.

Specifically, Wahyoo helps conventional food stall owners (warung) through digital platforms to attract customers, improve marketing, implement loyalty programs, order and receive food ingredients, manage financial flows, and provide training (Wahyoo Academy). Warung partners can also earn additional income through advertising and brand partnerships with Wahyoo.

“With the fresh money, we plan to expand operations to other cities outside the Jabodetabek area; and add new employees, especially to our technology and product units. We will continue to add new features and services to meet the needs of warung owners, especially improve supply chain systems and financial products,” Wahyoo’s Founder & CEO Peter Shearer said.

“SME is one of the main engines of Indonesia’s economic growth and being transformed through new innovative businesses such as Wahyoo. With digitalization efforts and targeting segment warung owners, Wahyoo believes to create positive economic and social impacts for the Indonesian working class,” Intudo Ventures Founding Partner, Patrick Yip said.

Meanwhile, Coca-Cola Amatil Indonesia’s President Director Kadir Gunduz added, “Our partnership with Wahyoo will help SMEs overcome digital barriers and spur growth in Indonesia’s e-commerce industry. We are proud to partner with Wahyoo to help digitize the warung market.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Wahyoo’s Founder & CEO, Peter Shearer with Coca Cola Amatil Indonesia’s President, Kadir Gunduz / Wahyoo

Previously, in mid-2019, Wahyoo had received seed funding with an undisclosed amount. Some of the investors involved included Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, and Rentracks.

The aggressive service adoption results in Wahyoo’s business growing fast. In early 2020, they are reportedly acquired Alamat.com, an online platform that provides solutions to help consumers find service stores and lifestyles. Two founders of Alamat.com are helping Peter in the company’s management, Daniel Cahyadi as COO and Michael Diharja as CTO.

Not long ago, Wahyoo also launched Langganan.co.id, an online platform to accommodate people in residential areas to shop groceries. Operating since June 2020, the platform has reached users in residential or apartment areas, such as Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, and PIK.

Warung transformation is getting a lot of support

Recently, startups with the intention to democratize business stalls (with a variety of characteristics) continue to get huge support. As Wahyoo’s focused on warteg or food stalls, others also focused on grocery stalls (selling daily necessities). It also take similar transformation form, making it easier for traders to get stock, capital, to enable them to present financial products for their users.

Ula, for example. The startup debuted this year with $10 million funds from some investors. Its mission is to simplify the FMCG supply chain for small shops. There is also Payfazz focusing on providing financial services to the stall owners, allowing stalls to provide funds transfer transactions, withdrawal, loans, and even purchase digital products. There are also some other players.

Warung is a culture that is inseparable to Indonesian people, retail transactions spin fast every day and stalls become the economic component closest to the community with the widest distribution. This condition put stalls an ideal channel to perform various businesses – reaching all groups; in addition to providing added value to drive their businesses.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Seri A Wahyoo

Wahyoo Umumkan Pendanaan Seri A 73 Miliar Rupiah, Dipimpin Intudo Ventures

Wahyoo hari ini (05/8) mengumumkan penutupan pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 73,2 miliar Rupiah. Putaran pendanaan dipimpin Intudo Ventures dengan keterlibatan Kinesys Group, Amatil X (Coca-Cola Amatil), Arkblu Capital, Indogen Capital, Selera Kapital, Gratyo Universal Indonesia, dan Isenta Hioe.

Dalam keterangan resminya dikatakan, dana investasi akan difokuskan untuk percepatan ekspansi pasar dan perekrutan karyawan baru. Sejak didirikan tahun 2017, Wahyoo sudah menjangkau 13.500 mitra warung makan di area Jadetabek. Platform Whayoo fokus pada digitalisasi layanan dan peningkatan operasional bisnis.

Secara lebih spesifik Wahyoo membantu pemilik warung makan konvensional melalui platform digital untuk menarik pelanggan, meningkatkan pemasaran, menerapkan program loyalitas, memesan dan menerima bahan baku makanan, mengelola arus keuangan, dan memberikan pelatihan (Akademi Wahyoo). Mitra warung makan ini juga dapat memperoleh penghasilan tambahan melalui iklan dan kemitraan merek dengan Wahyoo.

“Dengan pendanaan baru ini, kami berencana untuk memperluas operasi ke kota-kota lain di luar wilayah Jabodetabek; dan menambah karyawan baru, terutama untuk unit teknologi dan produk kami. Kami akan terus menambahkan fitur dan layanan baru untuk memenuhi kebutuhan pemilik warung makan, terutama meningkatkan sistem rantai pasokan dan produk keuangan,” sambut Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer.

“UKM merupakan salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan sedang ditransformasi melalui bisnis inovatif baru seperti Wahyoo. Dengan upaya digitalisasi, Wahyoo yang mempunyai segmen untuk para pemilik warung makan, kami percaya dapat menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang positif bagi kelas pekerja Indonesia,” kata Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Sementara itu Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz menambahkan, “Kemitraan kami dengan Wahyoo akan membantu UKM mengatasi hambatan digital dan memacu pertumbuhan di industri e-commerce Indonesia. Kami bangga dapat bermitra dengan Wahyoo untuk membantu mendigitalkan pasar warung.”

Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz
Founder & CEO Wahyoo Peter Shearer bersama Presiden Direktur Coca-Cola Amatil Indonesia Kadir Gunduz / Wahyoo

Sebelumnya di pertengahan tahun 2019 lalu, Wahyoo telah mendapatkan pendanaan awal dengan nilai yang tidak disebutkan. Beberapa investor yang terlibat termasuk Agaeti Ventures, Chapter 1 Ventures, Kinesys Group, SMDV, East Ventures, dan Rentracks.

Adopsi layanan yang agresif juga membuat bisnis Wahyoo bertumbuh kencang. Awal tahun 2020, mereka dikabarkan mengakuisisi Alamat.com, yakni platform online yang menyediakan solusi untuk membantu para konsumen menemukan toko-toko jasa dan gaya hidup. Dua pendiri Alamat.com, saat ini membantu Peter di jajaran manajemen perusahaan, yakni Daniel Cahyadi sebagai COO dan Michael Diharja sebagai CTO.

Belum lama ini, Wahyoo juga luncurkan Langganan.co.id, sebagai platform online yang memudahkan masyarakat di area residential untuk berbelanja sembako secara mudah. Sudah beroperasi sejak Juni 2020, platform tersebut mulai melayani pengguna di kawasan perumahan atau apartemen, seperti Green Lake City, Alam Sutera, Cipondih, Taman Royal, Banjar Wijaya, Modernland, Gading Serpong, Karawaci, Metro Permata, Ciledug, Puri, hingga PIK.

Transformasi warung terus dapat dukungan

Belakangan ini, startup yang mencoba mendemokratisasi bisnis warung (dengan berbagai karakteristik) terus mendapatkan dukungan besar. Jika Wahyoo memilih fokus di warteg alias warung makan, kebanyakan fokus ke warung kelontong (berjualan kebutuhan harian). Rata-rata bentuk transformasinya juga sama, mempermudah pedagang mendapatkan stok, permodalan, hingga memungkinkan mereka menghadirkan produk finansial bagi para penggunanya.

Sebut saja Ula, startup baru debut mereka di tahun ini mengantongi dana $10 juta dari sejumlah investor. Misinya untuk efisienkan rantai pasokan FMCG di warung-warung. Ada juga Payfazz yang memilih fokus hadirkan layanan finansial kepada pemilik warung, mungkinkan warung melayani transaksi transfer dana, tarik dana, pinjaman, hingga pembelian produk-produk digital. Dan masih banyak pemain lainnya.

Warung adalah sebuah kultur yang melekat dengan masyarakat Indonesia, transaksi ritel berputar dengan kencang setiap harinya dan warung menjadi komponen ekonomi yang paling dekat dengan masyarakat dengan persebaran terluas. Kondisi ini menjadikan warung sebagai kanal yang ideal untuk melancarkan berbagai bisnis – menjangkau semua kalangan; di samping memberikan nilai lebih bagi pelaku usaha yang menggerakkan bisnisnya.

Application Information Will Show Up Here

Visinema Receives Rp45.5 Billion Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (2/26) Visinema announced series A funding worth of US$3.25 million or equivalent to Rp45.5 billion. This round led by Intudo Ventures, followed by the previous investors, GDP Venture and Ancora Capital. In terms of seed, the company had a GDP investment worth of US$2 million.

Additional capital raised is to be focused on building capacity in terms of animation content production, talent acquisition, and international expansion.

“The Indonesian film industry has experienced rapid growth in recent years, both in feature films and other unique content formats, and there continues to gain significant demand for high-quality local content. With our self-produced Hollywood-caliber content, we believe that Visinema is well-positioned to convey more Indonesian stories to the audience, both local and worldwide,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said.

Bekraf, on one occasion, said, the number of Indonesian cinema audiences has grown 230% in the last five years. Followed by the number of cinema that grown rapidly in the last three years, from 800 to 1800 screens. While quoting MPAA data, Indonesia is now ranked 16th for the world’s Box Office market share. The resulting market value reaches $345 million.

In fact, with the work of local filmmakers, several films managed to seize the attention of millions of viewers. In 2016 for example, there are 30 million people acquired from the top 15 films. The data collected by Ideosource explained the well-filled value chain in the Indonesian film industry. Both in terms of production to distribution.

List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource
List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource

In the report published in 2017, also explained the amount of funding received by the industry. It is said that 50% of investment is targeting various companies in the film industry, not only the IP (intellectual property) owners but also the marketing and distribution channels, with the other 20% poured on filmmakers or independent producers

Visinema is to build the whole production ecosystem

The current market motion is enough for players in the industry to be optimistic. Wearing an ambitious vision, armed with available resources, Visinema wants to develop a comprehensive studio ecosystem. The aim is to help end-to-end film processes, from concept advancement, talent development, production, distribution to monetization.

The company currently has sub-organizations such as Visinema Music which produces music for films; Visinema Campus for creative recruitment and labs; and Skriptura as spaces for writers. Not only appearances in theaters or television, the produced film and serial content also began to be distributed through digital channels such as Netflix, iflix, and Goplay.

Besides being favored by consumers due to convenience, the on-demand video platform clearly provides better benefits for film creators as a fairly efficient distribution channel. Especially in the midst of cross-platform competition which now has reached over ten fingers, one of the strategies is that each player wants to present their original series. Through their work, such as Filosofi Kopi The Series, Visinema also gained profits.

The economic value produced from films is quite large – along with the increasing quality. Below listed the biggest films achievements of local studio productions based on revenue:

the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista
the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista

Visinema’s Founder & CEO, Angga Dwimas Sasongko founded the company in 2008. Through the successful story of Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini and Keluarga Cemara, this studio is getting well-known by the public.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendanaan Visinema

Visinema Terima Pendanaan Seri A Rp45,5 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

Hari ini (26/2) Visinema mengumumkan pendanaan seri A senilai US$3,25 juta atau setara Rp45,5 miliar. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung investor sebelumnya yakni GDP Venture dan Ancora Capital. Di tahap awal, perusahaan telah mendapatkan investasi dari GDP senilai US$2 juta.

Modal tambahan yang didapat akan difokuskan untuk membangun kapasitas dalam produksi konten animasi, akuisisi talenta dan ekspansi internasional.

“Industri film Indonesia telah mengalami pertumbuhan pesat selama beberapa tahun terakhir, baik dalam film panjang maupun format konten unik lainnya, dan terus ada permintaan yang signifikan untuk konten lokal bermutu tinggi. Dengan konten ‘Hollywood-caliber’ yang diproduksi sendiri, kami percaya bahwa Visinema memiliki posisi yang baik untuk menyampaikan lebih banyak cerita Indonesia kepada audiens, baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia,” ujar Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Di sebuah kesempatan Bekraf menyampaikan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan jumlah penonton bisokop Indonesia capai 230%. Bahkan jumlah layar lebar bertumbuh cepat dalam tiga tahun terakhir, dari 800 menjadi 1800 layar. Sementara mengutip data MPAA, Indonesia kini berada di peringkat ke 16 untuk pangsa pasar Box Office dunia. Nilai pasar yang dihasilkan mencapai $345 juta.

Pun demikian dengan karya sineas lokal, beberapa film berhasil menyita perhatian jutaan penonton. Pada tahun 2016 contohnya, dari 15 film teratas penonton yang dirangkul capai 30 juta orang. Data yang dihimpun Ideosource memaparkan bahwa sebenarnya value chain dalam industri perfilman Indonesia sudah terisi dengan baik. Baik dari sisi produksi hingga distribusi.

Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource
Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource

Dalam laporan yang diterbitkan tahun 2017 tersebut juga dirinci besaran alokasi pendanaan yang diterima industri. Disebutkan 50% investasi menyasar beragam perusahaan yang bermain dalam ekosistem perfilman, tidak hanya pemegang IP (intellectual property), tapi juga kanal distribusi dan pemasaran. Sementara 30% fokus pada investasi perusahaan produksi film, lalu sisanya 20% dikucurkan pada filmaker atau produser independen.

Visinema ingin bangun ekosistem produksi secara menyeluruh

Geliat pasar yang ada cukup membuat para pemain di industri optimis. Taruh visi ambisius, berbekal sumber daya yang ada, Visinema ingin kembangkan ekosistem studio yang komprehensif. Tujuannya untuk membantu proses film secara end-to-end, mulai dari pematangan konsep, pengembangan bakat, produksi, distribusi hingga monetisasi.

Saat ini perusahaan telah memiliki sub-organisasi seperti Visinema Music yang memproduksi musik untuk film; Visinema Campus untuk perekrutan dan lab kreatif; dan Skriptura yang menjadi ruang bagi penulis. Tidak hanya tampil di bioskop atau televisi, konten film dan serial yang diproduksi juga mulai didistribusikan melalui kanal digital seperti Netflix, iflix dan Goplay.

Selain digemari konsumen karena kemudahan yang diberikan, platform video on-demand nyata-nyata memberikan manfaat lebih baik kreator film sebagai kanal distribusi yang cukup efisien. Terlebih di tengah persaingan antar-platform yang kini jumlahnya sudah mencapai belasan, salah satu strateginya masing-masing pemain ingin sajikan serial orisinal mereka. Melalui karyanya, seperti Filosofi Kopi The Series, Visinema pun ikut dapat untung darinya.

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari film juga sangat besar – sejalan dengan kualitas yang makin meningkat. Berikut ini catatan capaian terbesar film yang diproduksi studio lokal berdasarkan revenue:

Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista
Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista

Founder & CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko mendirikan perusahaannya pada tahun 2008. Melalui kesuksesan film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, Keluarga Cemara membuat studio ini main dikenal kalangan masyarakat.

Intudo Ventures Provides 706 Billion Rupiah to Invest in Early-Stage Startups in Indonesia

Intudo Ventures (2/14), officially closed $50 million (706 billion rupiah) funding to invest on early-stage startups. A venture capital led by Eddy Chan and Patrick Yip as Managing Partner, made its debut in Indonesia in mid-2017. It was then, they raised $10 million, up to $20 million in early 2018.

Intudo Ventures representative said the funding was raised from Limited Partners (LP) of three countries, including US, Indonesia, and Taiwan. Participated also Founders Fund, Wasson Enterprise, Walgreens, WiL, CTBC Group, with more than twenty undisclosed Indonesian conglomerates.

They’re quite confident with the market growth of startup products. There are two main reasons, it’s the rapid increase of consumption, and significant improve of Indonesian middle class.

The funding requirements are: Indonesian-based startup, operate independently, in early-stage, and have concentrated portfolio. Some startup which already received Intudo Ventures’ investment include: BeliMobilGue, CoHive, Xendit, Ride Jakarta, Nalagenetics, Dana Cita, Oriente, EMQ, and ARTOTEL.

Strategy in Indonesia

Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan and Patrick Yip
Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan and Patrick Yip / Intudo Ventures

In its operational, Intudo Ventures connects startups with funding access from International VC. They also have local VC and distribution partners to create opportunity for startup in its portfolio list. It’s called a “beach-head strategy”.

Intudo Ventures is an independent venture capital company. Each LP is limited to contribute maximum 10% of the total raise in a round. Using “return-driven manner” approach, they’re confident to acquire partners.

The plan is to have 12-16 startups to invest in this round. Each startup is to get $500 thousand – $5 million. However, it’s possible for Intudo to invest in Series A and Series B. Each portfolio startup is expected to be passionate for market growth in the region.

In the previous interview with DailySocial, Eddy Chan mentioned that they’re focusing on early-stage in consumer, financial, health, education, and media sector. They’re chosen by reasons. He said those sectors are to have rapid growth along with the consumption increase of mid to high class society in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Intudo Ventures

Intudo Ventures Siapkan 706 Miliar Rupiah untuk Diinvestasikan ke Startup Tahap Awal di Indonesia

Intudo Ventures kemarin (14/2) secara resmi mengumumkan penutupan pengumpulan dana senilai $50 juta (706 miliar Rupiah) yang akan difokuskan untuk investasi pada startup tahap awal di Indonesia. Pemodal ventura yang dipimpin oleh Managing Partner Eddy Chan dan Patrick Yip memulai debutnya di Indonesia sejak pertengahan tahun 2017. Kala itu mereka mengumpulkan $10 juta, lalu ditingkatkan menjadi $20 juta pada awal 2018.

Dalam pernyataannya, pihak Intudo Ventures menyampaikan bahwa dana tersebut dikumpulkan dari Limited Partners (LP) di tiga negara, meliputi Amerika Serikat, Indonesia dan Taiwan. Beberapa nama yang berpartisipasi seperti Founders Fund, Wasson Enterprise, Walgreens, WiL, CTBC Group dan lebih dari dua puluh keluarga konglomerat Indonesia yang tidak disebutkan detailnya.

Mereka juga cukup yakin dengan pertumbuhan pangsa pasar terhadap produk yang dihadirkan startup. Ada dua alasan utama, pertama terjadi peningkatan konsumsi yang cukup cepat; dan yang kedua adanya peningkatan kelas menengah yang signifikan di Indonesia.

Mereka mensyaratkan, startup yang akan mendapatkan pendanaan harus: berbasis di Indonesia, beroperasi secara independen, berada di tahap awal, dan memiliki portofolio yang terkonsentrasi. Beberapa nama startup yang sudah mendapatkan investasi dari Intudo Ventures meliputi: BeliMobilGue, CoHive, Xendit, Ride Jakarta, Nalagenetics, Dana Cita, Oriente, EMQ dan ARTOTEL.

Strategi di Indonesia

Intudo Ventures
Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan dan Patrick Yip / Intudo Ventures

Dalam operasionalnya, Intudo Ventures menghubungkan startup dengan akses pendanaan dari pemodal internasional. Mereka juga bekerja sama dengan pemodal lokal dan mitra distribusi untuk menciptakan peluang pertumbuhan bagi startup yang masuk dalam portofolionya. Mereka menyebutnya sebagai “beach-head strategy”.

Intudo Ventures merupakan perusahaan modal ventura independen. Setiap LP dibatasi memberikan dana maksimal 10% dari total di setiap putaran. Dengan pendekatan “return-driven manner”, mereka optimis dapat merangkul banyak mitra untuk turut serta.

Targetnya akan ada 12-16 perusahaan yang diinvestasi dengan putaran dana kali ini. Kisaran dana yang akan diberikan untuk masing-masing startup antara $500 ribu – $5 juta. Namun tidak menutup kemungkinan Intudo juga akan berinvestasi pada seri A dan seri B. Diharapkan startup portofolionya juga memiliki gairah untuk menumbuhkan pasar di area regional.

Dari wawancara sebelumnya dengan DailySocial, Eddy Chan menyebutkan bahwa mereka fokus startup tahap awal di bidang konsumer, finansial, kesehatan, pendidikan, dan media. Dipilihnya beberapa sektor tersebut bukan tanpa alasan. Pihaknya mengemukakan bahwa bidang tersebut diyakini akan berkembang pesat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas di Indonesia.