Startup payment gateway Xendit kembali merumahkan sejumlah karyawannya. Perusahaan berdalih langkah ini ditempuh untuk memaksimalkan ketahanan jangka panjang dan peningkatan profitabilitas.
Secara resmi tidak disampaikan berapa banyak karyawan yang terdampak dari keputusan tersebut, namun dari rumor yang beredar sekitar 200 pegawai dirumahkan dalam gelombang PHK kedua ini. Sebelumnya, gelombang PHK pertama telah ditempuh pada Oktober 2022, saat itu sebanyak 5% karyawan Xendit dirumahkan, menyisakan sekitar 800-an lebih pegawai.
Dalam keterangan resmi, Managing Director Xendit Indonesia Mikiko Steven menyampaikan proses ini sulit dilakukan, namun harus tetap ditempuh demi menyelaraskan sumber daya dengan strategi bisnis, dan memastikan Xendit berada di posisi terbaik untuk mengejar pertumbuhan baru.
“Kami berterima kasih kepada semua anggota tim kami atas kontribusi mereka terhadap kesuksesan dan pertumbuhan kami sepanjang perjalanan kami,” ujarnya, Senin (22/1).
Mikiko juga memastikan penyeimbangan organisasi dan tenaga kerja tidak akan berdampak pada komitmen perusahaan untuk memberdayakan klien dan membangun solusi fintech yang inovatif.
“Kami tetap menjadi gerbang pembayaran terkemuka di Indonesia dan Filipina, dan kami berharap dapat membangun infrastruktur pembayaran di seluruh Asia Tenggara,” pungkasnya.
Xendit beroperasi sejak Juli 2016. Tak hanya di Indonesia, startup yang digawangi oleh Moses Lo ini telah melebarkan bisnisnya ke Filipina (2020) dan Malaysia (2023). Di Malaysia, Xendit beroperasi melalui Payex, startup sejenis yang memperoleh suntikan dana dari Xendit.
Solusi Xendit memungkinkan bisnis untuk menerima pembayaran, menjalankan marketplace dan banyak lagi, melalui platform integrasi yang mudah dan didukung oleh layanan pelanggan selama 24 jam. Xendit memungkinkan bisnis untuk menerima pembayaran dari debit langsung, rekening virtual, kartu kredit dan debit, eWallet, QRIS, gerai ritel, dan cicilan online.
Secara grup, Xendit juga memiliki lini bisnis di luar gerbang pembayaran, yakni Bank Sahabat Sampoerna dan BPR Nex.
Perusahaan terakhir kali mengumumkan pendanaan seri D pada Mei 2022. Putaran yang bernilai $300 juta ini dipimpin oleh Coatue dan Insight Partners, dengan partisipasi Accel, Tiger Global, Kleiner Perkins, EV Growth, Amasia, Intudo, dan Goat Capital.
Stripe, pemain fintech raksasa berkantor pusat di San Franciso dan Dublin, terus memperdalam kehadirannya di Asia Tenggara dengan meluncurkan sejumlah pembaruan produk untuk menjangkau bisnis dari berbagai skala. Kawasan ini dinilai punya prospek yang baik karena dinobatkan sebagai pusat pembayaran digital.
“Yang berbeda dari Asia Tenggara [dengan negara Barat] adalah banyak bisnis yang juga baru dibangun dalam 10 hingga 15 tahun terakhir sebagai digital native. Selanjutnya baru ke offline [..] itu adalah tren yang menarik,” ujar Regional Head and Managing Director, Southeast Asia, India & Greater China Stripe Sarita Singh.
Sebagai akibat dari perubahan tren konsumen dan ritel, serta opsi pembayaran yang lebih inklusif, IDC dalam laporannya pada 2021 memperkirakan belanja e-commerce akan meningkat sebesar 162% hingga mencapai $179,8 miliar pada 2025 di Asia Tenggara, dengan pembayaran digital yang menyumbang 91% dari total transaksi.
Laporan tersebut juga menyoroti bahwa pasar e-commerce akan menjadi lebih mudah diakses dengan 188,6 juta pengguna baru pada 2025. Pasar terbesar untuk pembayaran e-commerce diperkirakan adalah Indonesia ($83 miliar), Vietnam ($29 miliar), dan Thailand ($4 miliar).
Stripe pertama kali masuk ke Singapura pada 2016, diikuti Malaysia pada 2019, dilanjutkan dengan program percontohan transfer antar bank di Indonesia pada awal 2020 di bawah badan hukum PT Stripe Payment Indonesia.
Pada Oktober 2022, Stripe menambah portofolio di Thailand. Penggunanya di kawasan ini cukup beragam, termasuk Grab dan Carousell yang berbasis di Singapura dan platform travel unicorn asal Indonesia Tiket.com.
Dalam rangkaian Stripe Tour Singapore, perusahaan raksasa tersebut memperkenalkan rangkaian produk dan layanannya secara lengkap untuk membantu meminimalisir selisih pembayaran, serta mengurangi perbedaan nilai antara pembayaran online dan pembayaran secara langsung bagi bisnis. Berikut detilnya:
Sediakan A/B Testing untuk memudahkan pemilik bisnis mengidentifikasi metode pembayaran terbaik dalam sistem checkout-nya tanpa coding, memungkinkan mereka untuk menawarkan pengalaman pembayaran yang mudah bagi pelanggan tanpa pemilik usaha harus membangun/memelihara sistem pembayaran sendiri. Mencakup pula akses ke lebih dari 100 metode pembayaran.
Meningkatkan layanan produk untuk membantu menyatukan perdagangan online dan offline, menyederhanakan proses, serta memperluas aksesibilitasnya agar konsumen dapat melakukan pembayaran di manapun. Termasuk di antaranya merilis Stripe Reader S700, perangkat POS teranyar yang mempermudah pemilik bisnis dalam menerima pembayaran, mengumpulkan data pelanggan yang relevan, seperti tanda tangan dan alamat email, dan memungkinkan pemilik bisnis melakukan penyesuaian pada perangkat. Produk ini melengkapi POS sebelumnya yang sudah dirilis, yakni Stripe Reader M2 (2021), Stripe Tap to Pay di iPhone (2022), dan Tap to Pay di Android (2023).
Memperluas rangkaian produk Stripe Tax, produk automasi pendapatan dan keuangan, akan segera masuk ke Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Thailand, setelah lebih dulu hadir di Singapura. Ini adalah produk yang dirancang untuk memudahkan pemilik bisnis saat mengatasi tantangan pajak, mengumpulkan pajak penjualan, PPN, dan GST secara otomatis pada transaksi Stripe, termasuk saat mereka ekspansi ke negara lain tanpa harus berhadapan dengan rumitnya prosedur pajak tambahan.
Pasar Indonesia
Sarita Singh tidak bercerita banyak mengenai kiprah Stripe di Indonesia. Dia hanya menerangkan ada hal yang menarik yang ia temukan saat bermitra dengan sejumlah startup lokal di negara ini.
Menurutnya, masih banyak pemain lokal yang fokus bermain di domestik saja. Padahal bisnisnya sangat memungkinkan untuk masuk ke ranah global. Tiket.com misalnya, mereka menggunakan Stripe untuk meluncurkan fitur Multi-Currency, untuk permudah konsumen Tiket dari berbagai belahan dunia dapat bertransaksi di Tiket menggunakan 16 mata uang untuk produk akomodasi, penerbangan, hingga atraksi dan hiburan.
Langkah ini membuat konsumen dapat memangkas biaya nilai tukar mata uang serta beban biaya administrasi kartu kredit untuk konversi nilai mata uang yang digunakan untuk bertransaksi.
“Yang kami kerjakan dengan Tiket.com bukan hanya perluasan pasar, tapi meningkatkan pengalaman pelanggan mereka. Sebelumnya kami banyak menghabiskan waktu bersama tim mereka untuk bicara segala hal produk yang ditawarkan, sampai akhirnya kami bisa mendukung inisiatif strategis dan eksekusi taktisnya.”
Tiket.com, sambungnya, adalah contoh yang baik dalam memperlihatkan apa yang Stripe lakukan bersama para mitranya. Bagaimana mereka memikirkan strategi dan kemitraan apa yang mereka inginkan dengan pihaknya. “Kami memiliki tim ahli yang tersebar di seluruh dunia dalam bidang produk, pemasaran, dan lainnya yang siap kami bawa untuk pasar Indonesia.”
Singh tidak merinci siapa target utamanya untuk pasar Indonesia. Ia hanya mengatakan semua skala bisnis akan menjadi incaran perusahaan. Bila dirinci, pengguna Stripe di Indonesia sejauh ini berasal dari kalangan startup, di antaranya Tiket.com, Advotics, Kiddo, Eduqat, dan Hukumonline.
Di level regional, ia juga menemukan para pemilik bisnis rata-rata memiliki rasa haus yang tinggi akan inovasi baru, juga cepat beradaptasi dan iterasi. Mereka selalu berkeinginan untuk melakukan A/B testing, jika tidak berhasil akan coba yang lain.
“Mampu bertahan untuk masuk ke pasar dan secara konsistem melakukan iterasi, buat produk, dan adaptasi dalam menjalani bisnis, merupakan sumber rahasia bagi startup di Asia Tenggara. Masalah yang kami selesaikan di pasar ini sebenarnya juga dapat dibawa dan diterapkan di pasar global.”
Singh melanjutkan, “Pengguna kami di Asia Tenggara sangat baik dalam memberi tahu kami apa yang mereka butuhkan. Kami pun dapat segera membangun dengan cepat untuk kebutuhan pasar lokal.”
Laporan Stripe
Dalam kesempatan tersebut, Stripe juga mengungkapkan temuan menarik di kawasan ini. Pertama ditemukan bahwa tantangan, studi terbaru dari Stripe menemukan bahwa para pelaku bisnis di Asia Tenggara optimistis mengenai prospek ekspansi internasional mereka. Sebanyak 84% bisnis di Singapura berharap untuk dapat melakukan ekspansi ke negara-negara baru dalam jangka waktu 24 bulan ke depan.
Meski demikian, seiring dengan meningkatnya skala operasi internasional mereka, ada beberapa tantangan signifikan yang harus diatasi. Tantangan-tantangan ini menciptakan tekanan bagi para pemimpin keuangan di Asia Tenggara, yang perlu menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk menyelesaikan permasalahan secara manual.
Menurut studi terbaru Stripe tentang CFO (Chief Financial Officer) dan pemimpin keuangan global, sebanyak 89% pemimpin keuangan di Singapura menghabiskan lebih dari separuh waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas di belakang layar secara manual, yang seharusnya dapat digunakan untuk pekerjaan lebih strategis untuk arah kemajuan perusahaan.
Biaya yang dikeluarkan dari tugas-tugas manual tersebut tidak hanya berkaitan dengan waktu, tetapi juga berdampak pada pengambilan keputusan bisnis. Sebanyak 65% pemimpin keuangan di Singapura berpikir bahwa ekspansi ke pasar baru sulit dilakukan karena adanya potensi gangguan pada sistem keuangan yang sudah ada.
Bukan rahasia umum bahwa perusahaan masih dihadapkan pada tantangan pengelolaan keuangan yang menjelimet, seperti akses terbatas pada kartu kredit korporat dan prosedur keuangan yang tidak efisien. Tak heran, dibutuhkan solusi tepat guna agar literasi keuangan di ranah perusahaan juga tidak kalah bertumbuh dari masyarakat pada umumnya.
Berbasis di Singapura, startup fintech Aspire berupaya menyelesaikan tantangan tersebut melalui software finansial untuk mempermudah perusahaan mengatur keuangan operasional bisnis. Solusinya all-in-one mencakup virtual business account, spend management, corporate card, receivable dan payable management, transfer uang lokal dan internasional, dan yang teranyar payment gateway.
“Ada tiga isu yang ingin kita selesaikan untuk bantu tim finance. Orang finance itu paling takut kalau tidak punya kontrol, visibilitas terhadap cash flow-nya, dan enggak bisa atur cash flow dengan baik. Kita berikan software untuk selesaikan tiga isu tersebut yang bisa diakses secara real time,” terang General Manager Aspire Indonesia Ferdy Nandes kepada DailySocial.id.
Masing-masing produk di atas menyelesaikan berbagai permasalahan yang sering dihadapi tim keuangan setiap bulannya, terutama saat tutup buku. Dicontohkan, spend management yang menjadi produk flagship perusahaan memungkinkan tim finance dapat melakukan budgeting untuk alat kontrol setiap pengeluaran, entah untuk belanja iklan digital, proyek, dan sebagainya.
Ketika budget iklan sudah capai makan biaya hingga 80%, maka akan muncul notifikasi yang dikirimkan ke budget owner. “Kalau untuk proyek-proyek, nanti setiap pemasukan dan pengeluaran bisa di-tag ke budget owner. Dengan dua klik, bisa tahu pemasukan dan pengeluaran untuk proyek yang mana saja, sehingga proses rekonsiliasinya lebih mudah.”
Kemudian, untuk produk virtual corporate card bisa membantu tim finance untuk membayar operasional perusahaan, entah untuk budgetmarketing, listrik, klaim, dan sebagainya. Berbeda dengan kartu kredit pada umumnya karena bank statement baru terbit setiap akhir bulan, kartu ini dapat dilacak secara real time penggunaannya.
Produk lainnya yang banyak digunakan adalah receivable dan payable management. Ini merupakan invoice yang terhubung dengan sistem Aspire, sehingga ketika klien membayarkan tagihannya dapat terlacak secara otomatis. Bahkan ketika klien tersebut memakai software akuntansi Xero, Netsuite, Quickboo, MYOB, dapat secara otomatis menautkan pengeluaran dan terintegrasi dengan Aspire, sehingga klien akan selalu memiliki data akuntansi yang akurat dan terorganisir dengan baik.
“Kita juga punya produk cross border payment. Ini banyak dipakai startup saat mereka dapat pendanaan dari investornya di luar negeri. Dalam 3-5 hari mereka bisa punya USD account, lalu begitu funding-nya masuk bisa di-convert [kurs Rupiah] sesuai kebutuhannya.”
“Visibility-nya jelas, kontrol jelas, dan bisa tracking real time. Kartu ini juga bisa untuk bayar klaim ke karyawan. Budget owner dapat memantau langsung lewat aplikasi dan bisa diatur otoritasnya sebagai approval akhir atau bisa sekalian untuk bayar klaimnya. Semua tergantung kebijakan masing-masing perusahaan [pengaturan otoritas].”
Ferdy menuturkan, perusahaan menganut prinsip consumer-centric, artinya ada personalisasi untuk setiap negara di mana mereka beroperasi. Maka dari itu, ada kustomisasi dari setiap produk yang dibawa dari Singapura ke negara lain. Singapura contohnya, aturan di sana memperbolehkan suatu perusahaan untuk langsung bekerja sama dengan jaringan pembayaran global Visa dan Mastercard dalam menerbitkan kartu debit/kredit korporat.
“Tapi di Indonesia, untuk menerbitkan kartu kredit korporat aturannya harus melalui bank. Saat ini kami sudah bekerja sama dengan Bank CIMB Niaga untuk corporate virtual card. Produknya sama tapi pendekatannya beda, jadi kami selalu mengikuti aturan yang berlaku di tiap negara.”
Ekspansi produk
Cakupan bisnis Aspire tak hanya di Singapura saja, tapi sudah masuk ke Indonesia setahun setelah pertama kali berdiri pada 2018. Tak hanya itu, negara Asia lainnya juga telah dirambah, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Hong Kong yang baru diresmikan pada dua bulan lalu. Total karyawan Aspire di regional mencapai 500 orang, 118 orang di antaranya adalah karyawan di Indonesia, 200 karyawan di Singapura, 100 karyawan engineer khusus di India, dan sisanya tersebar di negara lain.
“Berdasarkan kontribusi revenue, Indonesia menempati posisi kedua setelah Singapura. Timnya juga terbanyak kedua, ini menandakan bahwa kami sangat serius menggarap pasar ini sejak 18 bulan belakang.”
Penunjukkan Ferdy sebagai General Manager sejak 10 bulan lalu memperlihatkan keseriusan Aspire untuk menggarap pangsa pasar di negara ini. Sebelum bergabung, Ferdy memiliki pengalaman di berbagai perusahaan teknologi global di antaranya LinkedIn, Skyscanner, Google, Apple, Facebook, hingga Xero.
Para pengguna Aspire, sekitar 35% berasal dari startup dan sisanya UMKM. Para startup ini datang dari berbagai vertikal bisnis: e-commerce, fintech, ritel, hingga food and beverages (F&B). Nama-nama perusahaannya, seperti Schoters, eFishery, Brick, Ayoconnect, Pinhome, Base dan Haus!.
Dalam rangka mengembangkan solusi bisnis dan menjangkau lebih banyak perusahaan dari skala bisnis menengah hingga ke atas, Aspire baru-baru ini menghadirkan layanan gerbang pembayaran (payment gateway). “Dengan payment gateway ini, solusi Aspire sudah dari hulu ke hilir, mulai dari atur keuangan sampai terima uang dari end-consumer.”
Tak hanya itu perusahaan sedang mempelajari kebutuhan bagi perusahaan dengan skala bisnis yang lebih tinggi, mengingat solusi yang dibutuhkan lebih kompleks karena karyawan berjumlah ribuan. “Kalau karyawannya ada 1000-2000 untuk klaim saja pasti lebih panjang proses approval-nya, jadi butuh kostumisasi. Ini yang sedang kita pelajari agar lebih mengerti sebab kami ini consumer centric.”
Model bisnis yang digunakan Aspire adalah berlangganan. Namun pengguna dapat menyesuaikan berlangganannya fleksibel sesuai produk yang mereka pakai. Menurut Ferdy, dengan cara ini mampu membawa perusahaan mencapai posisi profit sejak Mei 2023. Keuntungan diraih setelah Aspire berhasil menggandakan pendapatan sebanyak tiga kali lipat dalam setahun belakangan. Aspire juga mengeklaim total volume pemrosesan dana dalam setahun terakhir mencapai sebesar $15 miliar.
“Karena meski kami Saas, kita selalu melihat apa yang jadi kebutuhan konsumer, lalu bisa costumize [pembayarannya] sesuai kebutuhan dan purchasing power mereka. kita berusaha fleksibel dan berusaha klien pakai software ini karena setelah pricing, kunci terpenting berikutnya apakah mereka benar-benar butuh atau tidak.”
Pencapaian tersebut membuat perusahaan percaya diri untuk mereplikasi kesuksesannya ke negara Asia lainnya. Meski tidak bisa dirinci lebih lanjut, perusahaan berencana untuk ekspansi sepanjang tahun ini. Negara terakhir yang dirambah adalah Hong Kong pada dua bulan lalu.
Selain fokus mengembangkan bisnis, perusahaan juga fokus mengedukasi para penggunanya di lapangan. Menurut Ferdy, pihaknya banyak menemukan bahwa literasi digital bagi perusahaan itu tidak berjalan sekencang dibandingkan level masyarakat akhir. Padahal perusahaan juga diisi oleh manusia yang sama dan juga terpapar dengan perkembangan teknologi terbaru.
“Ini enggak terjadi di Aspire saja, tapi di startup pada umumnya juga. Supaya kita enggak tertinggal dengan negara lain, adaptasi perusahaan juga harus lebih cepat. Ini unik bagaimana kita bisa berbenah. Banyak SDM kita yang kurang ulet untuk belajar hal baru, padahal potensi kita besar,” pungkas Ferdy.
Penyedia payment gateway DOKU resmi memperkenalkan solusi keuangan Juragan DOKU untuk mengakselerasi bisnis pelaku UMKM. Juragan DOKU juga menjadi penanda fokus baru perusahaan untuk mengejar pertumbuhan lanjutan pada tahun ini.
Dalam acara peluncurannya, CEO DOKU Chris Yeo mengatakan bahwa selama 16 tahun perusahaan fokus melayani segmen korporasi. Ia menyebut, segmen UMKM adalah bagian dari transformasi bisnis DOKU dari payment gateway menjadi perusahaan teknologi pembayaran.
Di sepanjang 2022, DOKU mengklaim telah memproses 145 juta transaksi dengan volume transaksi tumbuh 80% dibandingkan tahun sebelumnya. DOKU telah bermitra dengan 150.000 merchant payment gateway dari 18 kategori bisnis dan lebih dari 5 juta pengguna e-wallet.
“DOKU selalu memposisikan diri [sebagai] beyond payment. Kami senang kalian semua telah mendukung DOKU dan menjadi bagian dari babak baru DOKU selanjutnya,” tutur Chris di Jakarta, Senin (3/7).
Juragan DOKU merupakan solusi berbasis aplikasi yang menawarkan cara terima pembayaran bagi pelaku usaha di media sosial atau social seller. Aplikasinya telah tersedia untuk perangkat Android dan iOS. Pihaknya menyebut sudah ada 10.000 UMKM bergabung dengan Juragan DOKU.
Juragan DOKU memungkinkan pelaku UMKM untuk mengelola transaksi keuangan baik melalui pembayaran online maupun offline secara langsung dengan sejumlah fitur, antara lain payment link, E-Katalog, QRIS, hingga instant checkout. Pihaknya juga memberikan program pendampingan kepada mitra UMKM.
Kehadiran Juragan DOKU ditargetkan dapat memperluas basis pelanggan social seller dengan ragam ketersediaan metode pembayaran, tidak hanya mendorong jumlah transaksi sukses saja.
Dalam wawancara dengan DailySocial.id baru-baru ini, Chris mengungkap bahwa social seller menjadi target pertumbuhan perusahaan selanjutnya. Menurutnya, kebutuhan terhadap layanan keuangan untuk UMKM masih sangat besar, terutama mereka yang berjualan di lebih dari satu platform media sosial.
Selain ruang pertumbuhan besar, perluasan pasar juga menjadi bagian dari upaya DOKU untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin payment gateway di Indonesia maupun kawasan Asia Tenggara.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun lalu, baru 26,5% dari total 65 juta UMKM di Indonesia yang telah terhubung ke ekosistem digital. Pemerintah tengah menggenjot digitalisasi UMKM sejalan dengan meningkatnya penetrasi belanja online.
Tren social commerce juga cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, sebanyak 55% pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata pengeluaran hingga $100 untuk belanja di platform social commerce berdasarkan laporan Cube Asia di 2022.
Perusahaan fintech yang berpusat di Singapura, PayerMax, mengumumkan operasionalnya di Indonesia, setelah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Mereka memberikan layanan pembayaran di bawah badan hukum PT Smart Fintech For You.
Direktur Regional PayerMax William Tung menyampaikan rasa antusiasnya dengan kehadiran perusahaan di Indonesia. Menurutnya, sebagai negara dengan ekonomi digital yang berkembang pesat di Asia Tenggara, Indonesia berhasil menarik investasi dari seluruh dunia.
“Kami berkomitmen untuk meningkatkan jaringan dan kemitraan dengan perusahaan-perusahaan berbagai sektor, seperti gaming, e-commerce, dan digital entertaiment, serta menyediakan solusi pembayaran lintas batas yang sesuai dengan aturan dan dapat diandalkan,” ucapnya dalam keterangan resmi.
Menurut data e-Conomy SEA 2022, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $77 miliar pada 2022 — bakal meningkat dua kali lipat pada 2025 sebesar $130 miliar. Dibalik potensi tersebut, negara ini masih memiliki segudang tantangan sebagai negara kepulauan dengan tingkat populasi yang tidak memiliki akses perbankan yang memadai.
Kondisi ini mendorong pemerintah dan sektor swasta untuk berinovasi dalam industri pembayaran. Hasilnya kini muncul ekosistem yang beragam, produk pembayaran, dan basis pelanggan dengan lembaga perbankan, penyedia uang elektronik, gerai pembayaran offline atau ritel, dan pembayaran operator telekomunikasi yang semua hadir di pasar.
Perkembangan sistem dan infrastruktur pembayaran digital pun kini maju pesat dengan diluncurkannya sistem QRIS dan SNAP. “PayerMax berkomitmen untuk mengatasi tantangan dalam lanskap pembayaran di Indonesia dan menyediakan solusi bagi ekosistem pembayaran.”
Sebagai bentuk keseriusannya di Indonesia, perusahaan mendirikan kantor lokal dan tim lokal terdedikasi untuk bisnis, kepatuhan, pengelolaan risiko, teknologi, dan fungsi-fungsi kritis lainnya.
Saat ini, perusahaan sudah mendukung berbagai metode pembayaran utama di Indonesia, termasuk dompet elektronik, transfer bank, pembayaran dengan kartu, OTC, dan pembayaran operator telekomunikasi.
Tak hanya Indonesia, PayerMax telah memegang lisensi pembayaran di pasar-pasar utama, seperti Hong Kong, Singapura, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Filipina yang didukung dengan kehadiran tim lokal di 14 negara.
Dikutip dari Yahoo Finance, Regional Director PayerMax Rinkesh Sharma menyampaikan, saat ini 6 dari 10 orang di Asia Tenggara tetap tidak memiliki akses perbankan atau tidak memiliki layanan perbankan. Teknologi membuka pintu bagi solusi baru untuk memungkinkan inklusi keuangan dan pihaknya berharap transformasi digital perbankan mampu bertumbuh seiring berjalannya waktu.
“Revolusi pembayaran yang sedang berlangsung telah membuka peluang pertumbuhan bagi usaha mikro dan UKM. Untuk membangun ekosistem pembayaran digital yang aman dan andal, kolaborasi adalah kuncinya,” ujarnya.
Di tingkat regional, lanskap pembayaran digital di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai $1,5 triliun pada 2030. Di Indonesia sendiri, segmen ini dipimpin oleh Midtrans (GoTo Financial), DOKU, dan Xendit.
Penyedia payment gateway DOKU bersiap untuk menambah cakupan pasar baru di Asia Tenggara di 2023. Setelah debut di Malaysia via akuisisi senangPay tahun lalu, perusahaan tengah menjajaki pasar baru di Filipina dan Vietnam.
Dalam wawancara dengan DailySocial.id, CEO DOKU Chris Yeo mengungkap ambisinya untuk memperluas solusi pembayarannya ke seluruh Asia Tenggara. Ekspansi ini menjadi strategi DOKU untuk memperkuat klaim posisinya sebagai pemimpin payment gateway di kawasan ini.
“Visi kami adalah menjadi pemimpin solusi pembayaran yang tumbuh di Indonesia, lalu memperluas cakupan pasarnya ke seluruh Asia Tenggara. Makanya, kami aktif menjajaki peluang merger and acquisition (M&A). Prioritas kami adalah negara yang memiliki karakteristik pasar serupa dengan Indonesia,” tutur Chris.
Sekadar informasi, tahun lalu DOKU mencaplok senangPay, penyedia payment gateway asal Malaysia. Pihaknya melihat potensi strategis lewat akuisisi ini yang mana perilaku pembayaran di Malaysia tak jauh berbeda dengan Indonesia. Selain itu, ada banyak pekerja migran dan pelajar asal Indonesia di Malaysia yang dapat menjadi target pasar potensial.
Di Filipina dan Vietnam, inklusi keuangannya juga tengah berkembang. Menurut laporan World Bank di 2021, tingkat inklusi keuangan di Filipina mencapai 51,37%. Negara tetangga, Malaysia, Singapura, dan Thailand, mengantongi indeks inklusi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 88,37%, 97,55%, dan 95,58%.
Di sepanjang 2022, DOKU menyebut telah memproses total keseluruhan 145 juta transaksi pembayaran, atau tumbuh 80% (YoY). Pertumbuhan ini didongkrak dari metode pembayaran Virtual Account (VA), yang diklaim meningkat tiga kali lipat (YoY). Mitra merchant DOKU tercatat lebih dari 150 ribu.
Per sekarang (year-to-date), DOKU telah mengantongi volume transaksi sebesar Rp330 triliun dan 360 juta transaksi dengan lebih dari 4 juta pengguna, DOKU membidik pertumbuhan transaksi pembayaran yang sama untuk tahun ini. Tanpa menyebut angkanya, menurut Chris, TPV dan GTV DOKU sudah mencapai target di kuartal I 2023.
Social seller
Selain kesamaan karateristik inklusi keuangan, lanjut Chris, kawasan Asia Tenggara juga lekat dengan segmen UMKM. Segmen ini memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk menjangkau konsumen sehingga memunculkan kebutuhan terhadap solusi pembayaran digital.
Chris juga bilang, UMKM menjadi target pertumbuhan perusahaan dalam jangka pendek. Kategori UMKM yang dibidik adalah social seller, terutama mereka yang kesulitan mengelola transaksi pembayaran dari penjualan di berbagai media sosial. Saat ini, DOKU baru fokus melayani segmen korporasi, perusahaan skala besar, hingga perusahaan teknologi.
Lewat Juragan DOKU, social seller bisa menerima pembayaran online dan offline dengan registrasi lebih cepat dalam lima menit. “Kami ingin enable para social seller untuk menjual produk dan menerima pembayaran secara mudah dan cepat. Solusi yang ditawarkan bisa lewat Instant Checkout di Instagram Story, Payment Link, atau e-Katalog. Kalau pembelian offline, bisa memakai fitur QRIS.”
Mengacu laporan Cube Asia tentang “Social Commerce in Southeast Asia 2022“, sebanyak 55% pengguna internet di Indonesia menghabiskan rata-rata pengeluaran sebesar $100 untuk belanja di platform social commerce.
Indonesia juga tercatat sebagai pasar live shopping dan community group buy terbesar di Asia Tenggara dengan estimasi nilai GMV masing-masing hampir $5 miliar dan $2 miliar di 2022. Tingginya penggunaan media sosial di Tanah Air ikut memicu perilaku belanja online.
Ia menekankan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggunakan pembayaran tunai dalam bertransaksi sehingga ruang pertumbuhannya masih sangat besar.
“Bagi kami, edukasi pasar masih menjadi tantangan utama. Sudah banyak orang tahu dengan metode pembayaran QRIS. Namun, memperkenalkan konsep pembayaran baru engan link dan memperluas peluang penjualan dengan menambah channel pembayaran juga membutuhkan waktu. Itulah mengapa kami berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memperluas jangkauan kami.” Tutupnya.
DOKU merupakan pengembang payment gateway pertama di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2007. Hingga saat ini, DOKU memiliki enam lisensi layanan pembayaran. Beberapa produk yang ditawarkan berupa payment, fund transfer/payout, hingga e-money/ wallet untuk white label.
Seiring berkembangnya penetrasi internet dan penggunaan layanan digital, kebutuhan terhadap pembayaran online ikut meningkat di Indonesia. Solusi di bidang payment gateway mulai banyak dilirik. Selain DOKU, ada Xendit, Midtrans, hingga Espay yang meramaikan pasar ini.
Platform payment gateway untuk transaksi kripto asal Singapura Alchemy Pay resmi memperoleh lisensi dari Bank Indonesia untuk mengoperasikan layanan pengiriman uang dan remitansi. Lisensi ini didapat melalui kerja sama Alchemy Pay dengan perusahaan fintech lokal, yakni PT. Berkah Digital Pembayaran.
Berdasarkan data Bank Indonesia, PT Berkah Digital Pembayaran atau lebih dikenal dengan BDPay telah terdaftar sebagai Penyedia Layanan Pembayaran dengan lisensi kategori 3. Platform ini menawarkan layanan pengiriman uang lokal dan lintas batas untuk klien ritel dan korporat. Selain itu, BDPay juga menyediakan layanan gaji klien dan transfer ke-136 bank di Indonesia.
“Kerja sama ini memungkinkan kedua perusahaan untuk menawarkan metode pembayaran yang lebih baik kepada pengguna maupun klien di Asia dan mengurangi biaya operasional layanan terkait,” demikian tertulis dalam laman medium Alchemy Pay pada 27 Februari 2023.
Didirikan pada 2018, Alchemy Pay dikenal sebagai penyedia layanan penukaran fiat on & off-ramp, pembayaran kripto, dan checkout NFT ke platform Web3. Perusahaan memungkinkan pedagang online dan offline untuk melakukan penukaran dari fiat ke kripto, begitupun sebaliknya. Hal ini menyederhanakan onboarding ke ekosistem blockchain dan mempermudah akses ke layanan Web3.
Alchemy Pay dikenal melalui kemitraannya dengan beberapa perusahaan pemimpin global seperti Binance, Shopify, NIUM, dan QFPay. Saat ini, perusahaan juga memiliki token kripto utilitasnya sendiri yang disebut ACH Coin. ACH merupakan token kripto ERC20 asli dari blockchain Ethereum.
Perusahaan meningkatkan aksesibilitas terhadap kripto dengan layanan langsung ke pelanggan. Solusi pembayaran ini telah diintegrasikan oleh banyak platform Web3 dan penerbit token cryptocurrency dari bermacam kalangan. Dilansir dari situs resmi Alchemy Pay, pengalaman tim pendiri di sektor keuangan dan teknologi tradisional menempatkan Alchemy Pay dalam posisi unik untuk mengatasi hambatan lama dan mendorong adopsi arus utama.
Layanan yang yang disediakan Alchemy Pay juga telah mendukung pembayaran melalui Mastercard, Visa, Google Pay, Apple Pay, dan sejumlah dompet seluler regional lainnya, termasuk BDPay. Selama hampir lima tahun beroperasi, perusahaan telah berhasir melebarkan sayapnya ke 173 negara.
Perkembangan industri kripto di Indonesia
Salah satu implementasi dari blockchain, yaitu aset kripto, terus mengalami perkembangan di Indonesia. Pemerintah juga memberikan dukungan dengan melakukan penyesuaian regulasi. Tujuannya, pelaku industri dapat menyelenggarakan ekosistem kripto yang wajar dan adil, serta mengutamakan perlindungan bagi masyarakat sebagai pelanggan.
Laporan “Indonesia Web3 Landscape dan Crypto Outlook 2022” yang dirilis Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) dan Indonesia Crypto Network (ICN) menunjukkan bahwa terdapat 569 perusahaan atau startup terdaftar di sistem Online Single Submission (OSS) yang masuk dalam kategori “Aktivitas Pengembangan Teknologi Blockchain” dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Industri (KBLI) 62014.
Pengawasan dan pengaturan perdagangan aset kripto saat ini masih menjadi bagian dari kewenangan Bappebti. Hal itu mengacu pada Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.
Kementerian Perdagangan juga menargetkan Indonesia akan memiliki kelembagaan bursa aset kripto yang secara khusus menjadi tempat perdagangan aset kripto setidaknya pada pertengahan tahun 2023. Kelembagaan bursa aset kripto diperlukan karena diperkirakan pada 2023 aset kripto akan mengalami perkembangan yang pesat.
Adapun volume transaksi kripto Indonesia di tahun 2022 berada di angka Rp290 triliun. Menurut data dari Bappebti, per Januari 2023, terdapat sekitar 16,86 juta investor aset kripto di Indonesia. Angka ini jauh lebih besar dibanding total investor di pasar modal yang hanya mencapai 9,98 juta investor.
Yukk hadir sebagai platform payment gateway terintegrasi yang dirancang untuk membantu para pelaku bisnis mengelola kebutuhan finansialnya. Dengan Yukk, UMKM memiliki kesempatan untuk mengembangkan usahanya melalui penyediaan berbagai metode pembayaran yang akan memudahkan pelanggan bertransaksi.
Para pelaku bisnis bisa menerima pembayaran dan mengirimkan dana ke berbagai tujuan dengan lebih mudah dan secara real-time. Berbagai metode pembayaran yang bisa digunakan oleh pelaku bisnis yang bergabung di Yukk seperti transfer bank, kartu kredit, virtual account, e-Wallet, hingga pembayaran secara langsung di toko menggunakan QRIS. Sistem Yukk dirancang sederhana agar memudahkan pelaku bisnis dari berbagai skala yang ingin menggunakannya. Hanya dengan satu sistem, Anda dapat melakukan segala aktivitas keuangan dengan mudah.
Kenapa pelaku bisnis harus menggunakan Yukk?
Proses transaksi dan pengiriman uang lebih cepat, mudah, aman dan real-time
Online payment gateway yang bisa digunakan kapanpun dan dimanapun
Merupakan plaform yang terintegrasi dengan QRIS, ShopeePay, DANA, OVO, LinkAja
Sudah terdaftar dan diawasi oleh Bank Indonesia
Cara Mendaftar Yukk
Buka aplikasi atau website Yukk, lalu Klik Daftar Sekarang
Lengkapi data pendaftaran yang dibutuhkan, kemudian klik Kirim
Muncul notifikasi pendaftaran berhasil, kemudian klik Kembali ke Home
Yukk akan mengirimkan Email verifikasi ke Email Anda. Buka Email tersebut, kemudian klik Verifikasi Email
Muncul notifikasi verifikasi email sukses
Untuk selanjutnya, tim Yukk akan melakukan peninjauan terkait data pendaftaran Anda. Tim Yukk akan menghubungi Anda lebih lanjut untuk mengisi data tambahan dan lampiran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rangkaian proses pendaftaran.
Data tambahan yang perlu Anda persiapkan adalah:
informasi bisnis (Nama bisnis, alamat bisnis, Email, URL/Link usaha)
Informasi bank account (Nama bank, cabang, nomor rekening, pemilik rekening, dan payment channel yang dibutuhkan)
dan lampiran (KTP, NPWP, Buku rekening, Logo usaha, dan SK Pendirian usaha).
Akun baru bisa digunakan setelah Anda menyelesaikan seluruh rangkaian pendaftaran dan menyertakan dokumen yang dibutuhkan.
Satu akun Yukk dapat digunakan untuk lebih dari satu website asalkan website tersebut masih berada dalam satu domain yang sama atau memiliki lingkup bisnis yang sama. Pun jika kedua website memiliki domain yang berbeda, maka Anda harus memastikan bahwa kedua website tersebut memiliki lingkup bisnis yang sama.
Terletak di kawasan SCBD Jakarta, kantor baru Doku didukung dengan fasilitas kerja lengkap dan ruangan lapang. Bersama SVP, People Operation & General Service, Trisna Kumala, simak liputan jalan-jalan DailySocial di kantor Doku berikut ini.
Untuk video menarik lainnya seputar program jalan-jalan ke kantor startup Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DStour.
Diversifikasi bisnis merupakan ‘bensin’ bagi perusahaan untuk terus mendongkrak pendapatan agar dapat berkelanjutan. Xendit pun mulai mengembangkan bisnis di luar gerbang pembayaran, dengan berinvestasi di Bank Sahabat Sampoerna dan merilis aplikasi bank digital Nex, sebagai salah satu upayanya sejak tahun lalu.
Dalam wawancara eksklusif bersama DailySocial.id, Co-Founder dan COO Xendit Tessa Wijaya memaparkan latar belakang perusahaan mengambil dua aksi strategis tersebut. Ia merasa optimistis perkembangan produk finansial di Indonesia, apalagi terkait BPR yang selama ini seolah terasingkan dari hiruk-pikuk digitalisasi. Padahal, peranan mereka tak kalah penting bagi ekonomi negara.
“Mereka [BPR] punya opportunity yang sangat besar, nasabahnya banyak, tapi belum banyak disebut dan difokuskan oleh startup-startup lain untuk dapat dikerjasamakan dan dikembangkan produk digitalnya agar mereka lebih mapan lagi,” katanya.
Tessa menambahkan, di tengah hiruk-pikuk bank digital, mayoritas dari pemain yang ada bicara soal konsumen akhir (B2C). Namun, banyak yang melupakan bahwa bisnis (perusahaan) juga membutuhkan bank tak hanya untuk pembayaran saja. “Makanya kami berinvestasi ke Bank Sahabat Sampoerna, aplikasi Nex, karena alasan itu.”
Sebagai catatan, aplikasi Nex sudah dirilis sejak 7 November 2022 setelah melewati fase uji coba internal. Aplikasi ini dikembangkan oleh PT Nex Teknologi Digital (NTD) yang bekerja sama dengan PT BPR Xen. Keduanya merupakan bagian dari Xendit Group. Produk perdananya adalah Rekening Tabungan Milenial dengan penawaran bunga tabungan 6% per tahun, yang dibayarkan setiap hari.
Dijelaskan lebih jauh oleh Director Xendit Group Rifai Taberi yang turut menjabat sebagai Direktur Utama PT Nex Teknologi Digital (NTD), semangat Xendit Group untuk membuat aplikasi bank digital untuk memenuhi ekosistem B2B yang sejatinya tidak hanya butuh kemudahan sistem pembayaran semata. Sebab, ada kalanya bisnis, terutama yang masih dalam skala UKM butuh aspek pembiayaan dan tabungan dalam mendukung perkembangan bisnis mereka.
Oleh karenanya, eksperimen Xendit melalui aplikasi Nex ini adalah dalam rangka mendigitalkan BPR agar produknya lebih mudah diakses. Proposisi ini bisa dianggap sebagai angin segar di dunia BPR. Menurut Rifai, secara tampilan luar produk, Nex memang diarahkan untuk konsumen akhir, tapi ternyata segmentasi target penggunanya justru buat pebisnis existing (merchant) Xendit.
“Kami mau memfasilitas merchant-merchant kami dengan solusi perbankan yang end-to-end bersama Xendit. Harapannya ketika bisnis BPR meningkat, baik dari tabungan dan pinjaman tersalurkan, semuanya bisa tumbuh bersama Xendit. Jadi positioning Nex tetap B2B,” terangnya.
Perlu diketahui, agar dapat bertahan pada era digital seperti sekarang, inovasi layanan dan teknologi menjadi hal wajib jika BPR tidak ingin tersingkir dari peta bisnis perbankan. Sayangnya, tak semua BPR memiliki infrastruktur digital yang memadai. Apalagi, banyak BPR bermodal cekak sehingga sulit untuk membangun infrastruktur digital yang relatif membutuhkan biaya tinggi.
Sudah harus bersaing di dunia digital, jalan yang ditapaki BPR pun kian hari kian sulit. Segmen mikro yang selama ini jadi lahan bisnis utama mereka terus tergerus dengan hadirnya berbagai pesaing dari dunia finansial. Kendati persaingan sangat ketat, bank-bank rural ini memiliki keunggulan lantaran karakteristik bisnisnya yang berbeda.
Kelokalan dan keeratan hubungan emosionalnya dengan para nasabah menjadi nilai lebih bagi BPR. Namun untuk mengatasi kelemahannya—sekaligus mengandalkan kelebihannya-—akan membuat daya tarik BPR akan makin kinclong. Dengan begitu, fungsi BPR untuk memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan makin besar.
Bank Sahabat Sampoerna
Tessa melanjutkan, cerita awal kerja sama bisnis antara Xendit dengan Bank Sahabat Sampoerna (BSS) sudah dimulai bahkan saat perusahaan masih kecil. Saat itu, pihaknya sangat mengapresiasi keterbukaan dari pihak bank untuk menjalin kerja sama dengan startup untuk masuk ke ranah digital dan meracik produk bersama.
“BSS itu sangat progresif sejak dulu selalu terbuka karena itu sangat masuk akal bagi kami untuk berinvestasi ke mereka. Dengan adanya investasi ini akan ada lebih banyak lagi sinergi yang bisa dilakukan,” terang Tessa.
Salah satu contoh yang sudah dilakukan kedua perusahaan adalah dari sisi penyelarasan produk remitansi. Melalui solusi yang dikembangkan bersama BSS, kini memungkinkan perusahaan remitansi dengan tingkat kepatuhan tinggi, mampu mendeteksi secara otomatis identitas pengirim sumber dana dan pemilik akun di aplikasi haruslah sama.
“Itu salah satu contoh bagaimana kami bisa serve partner yang highly compliance seperti itu. Jadi dari sisi kapabilitas, banyak banyak yang belum bisa seperti itu. Tapi di BSS sudah bisa,” tambah Director Xendit Group Mikiko Steven.
Mengenai rencana untuk menjadi pemegang mayoritas, menurut Tessa, tentunya ada wacana seperti itu, tetapi belum dalam waktu dekat. Semua perusahaan yang bergerak di bisnis pembayaran pasti punya keinginan untuk menyediakan produk-produk yang bank-alike. Bahkan, saat Xendit masih menjadi minoritas, pihak BSS malah semakin membuka diri untuk menggodok produk bersama. Dari sisi Xendit, turut membantu bank dari sisi backend untuk keperluan e-KYC agar semakin efisien, tidak ada proses manual lagi.
Mengutip dari situs BSS, Xendit Pte. Ltd. kini menguasai 24,2% saham di BSS. Pemegang mayoritas masih dikempit oleh PT Sampoerna Investama. Sebelumnya, pada April 2022, kepemilikan Xendit berada di angka 14,96%.
Baik BSS maupun BPR Xen akan menjadi kendaraan Xendit untuk meningkatkan bisnis non-pembayaran dalam menyasar para merchant-nya. Xendit akan membantu usaha para merchant yang membutuhkan pinjaman usaha melalui referral dan dukungan riwayat data agar prosesnya jauh lebih ringkas. Tak hanya itu, sebelumnya perusahaan juga mengakuisisi perusahaan pembiayaan PT Globalindo Multi Finance pada tahun lalu, melalui PT Indo Digital Raya (15,13%) per 2021.
“Kami lihat B2B dan B2C itu beda sekali cara dekati konsumennya, cara buat produk, dan sebagainya. DNA kami itu B2B banget. Jadi kalau kami buat produk B2C belum tentu ngerti konsumen maunya apa. Dari sisi teknis, kami paham mau buat produk apa dan bagaimana support bisnis meningkatkan pendapatan dan bertransaksi secara digital. Jadi sangat beda angle-nya,” pungkas Tessa.