Tag Archives: Payroll Financing

Fintech Startup GajiGesa Provides Early Access to Salary for Employees

The thing is, the monthly payroll system in Indonesia held an issue for most workers. According to BPS data, Indonesia has at least 129 million workers, many of whom face financial pressures and difficulties caused by irregular cash flow, monthly payment schedules, unexpected expenses, and limited financial access.

The World Bank FINDEX estimates that 70% of Indonesians borrow money from informal institutions, often with high-interest rates and super-tense collection systems. GajiGesa intends to solve this issue, which was initiated at the end of 2020 by Martyna Malinowska (previously Standard Chartered Bank’s Product Lead and LenddoEFL’s Product Director ) and Vidit Agrawal (formerly APAC Strap’s Head of Business Development, CARRO’s COO , and Uber’s first employee in Asia).

In an interview with DailySocial, Agrawal explained that the idea was first initiated by Martyna, she had to work extensively with blue-collar employees at LenddoEFL, most of whom were unbanked since 2016. Martyna saw firsthand that the challenges to factory workers in gaining financial access were very limited, especially when getting additional capital.

If possible, they choose to take short tenors because of liquidity problems. However, this is contrary to the principle of loans in financial institutions in general, they are required to take long-term loans with higher nominal loans or short-term loans with high-interest rates.

At the same time, Agrawal was working in Southeast Asia for Uber. The average driver earns $250 per month, excluding Singapore. The main issue also concerns harassment by lenders. “Observing the many challenges faced by blue-collar workers to complete short-term access to capital that is fair and reliable is an inspiration for GajiGesa,” Agrawal explained.

GajiGesa provides services for employers and employees in speed up cash flow with financial products, including flexible salary access or what is known as Flexible Earned Wage Access (FEWA), financial education, bill payments, real-time analysis, and more.

For employees, GajiGesa provides real-time access to early salaries for employees for the current month, which can be used to pay bills, buy credit and data packages, and access financial education.

Meanwhile, for employers, the GajiGesa analysis platform provides the HR team to measure the effectiveness of financial health strategies, get real-time visibility into engagement, maintain retention and productivity, and employee financial health.

Employers have the flexibility and control to offer FEWA to all employees, able to decide whether they want to take this service to employees for an additional fee or as part of a benefits package.

Agrawal emphasized that the GajiGesa concept is different from cash loans like those run by most lending companies in Indonesia. The company actually collaborates with various multi-industry companies, integrating with corporate partners HRIS and payroll systems, ensuring efficient and fast integration.

Regarding license, he said that the company currently has a good relationship with OJK and is eager to continue working with regulators to ensure that the technology can benefit as many Indonesians as possible.

Currently, the company has partnered with 30 companies with tens of thousands of employees served in Indonesia.

Seed funding

GajiGesa announced seed funding of $2.5 million led by defy.vc and Quest Ventures. GK Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, Multifamily Office, Kanmo Group, and several strategic angel investors participated in the round.

In an official statement, devy.vc’s Partner Bob Rosin said, “Lack of safe and reliable access to consumer credit is a critical problem in emerging markets. The majority of Indonesia’s 129 million workers are in the unbanked category. It is an honor to work with GajiGesa to support their mission of helping millions of hard workers achieve prosperity and financial security at work.”

Quest Ventures partner, Yiping Goh added, “GajiGesa helps middle to lower-income workers who live from paycheck to paycheck, deal with often stressful cash flow problems by providing the financial stability that employers and their employees urgently need, during times of the current economic uncertainty.

With this fresh fund, Agrawal will use it to expand its range of services, including investment in sales and customer success, and expand its technology team in Jakarta. “GajiGesa wants to add more wellness features for employees to provide a better experience when using the platform,” he concluded.

Global trend

A study conducted by Gartner predicted there will be 20% of US companies with the majority of hourly-paid workers by 2023, implementing flexible salary access solutions as part of efforts to improve worker experience, engagement, and retention.

Various companies have responded to this initiative through partnerships with fintech. Among other things, Square launched salary on-demand products, Visa and PayPal in collaboration with flexible payroll access providers, and Wagestream which also took advantage of this opportunity in Europe.

A study conducted by GajiGesa showed that more than 85% of workers admitted the ease of financial stress after getting access to flexible wages whenever they needed it. Then, the most common reasons for workers to access immediate salaries, including for investment purposes, paying debts, home renovations, vehicle repairs, and medical expenses.

Unfortunately, not all companies can provide this because it is thought to threaten the sustainability of the company’s cash flow. With the same spirit, KoinWorks has also explore this solution, through KoinGaji.

In terms of stage, KoinWorks, which is now a Super Financial App, has been registered as an IKD organizer in the Aggregator cluster at OJK. For the p2p lending product alone, we already have a license.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup fintech penyedia akses gaji lebih awal untuk karyawan GajiGesa peroleh investasi tahap awal $2,5 juta dipimpin oleh defy.vc dan Quest Ventures

Startup Fintech GajiGesa Sediakan Akses Gaji Lebih Awal untuk Karyawan

Sistem penggajian bulanan di Indonesia di satu sisi memiliki isu buat sebagian besar pekerja. Menurut data BPS, Indonesia setidaknya memiliki sekitar 129 juta pekerja, banyak di antaranya menghadapi tekanan dan kesulitan finansial yang disebabkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas.

Bank Dunia FINDEX memperkirakan 70% masyarakat Indonesia meminjam uang dari lembaga tidak resmi, kerap kali dengan tingkat bunga tinggi dan sistem penagihan yang mencekam. Isu tersebut dicoba dijawab oleh GajiGesa yang dirintis pada akhir 2020 oleh Martyna Malinowska (sebelumnya Product Lead Bank Standart Chartered dan Product Director LenddoEFL) dan Vidit Agrawal (sebelumnya Head of Business Development APAC Strap, COO CARRO, dan karyawan pertama Uber di Asia).

Dalam wawancara bersama DailySocial, Agrawal menerangkan ide awal pertama kali dikemukakan oleh Martyna, saat di LenddoEFL ia harus bekerja ekstensif dengan karyawan kerah biru yang kebanyakan adalah unbanked sejak 2016. Martyna melihat langsung bahwa tantangan yang dihadapi pekerja pabrik untuk mendapat akses finansial sangat terbatas, terutama saat mendapatkan tambahan modal.

Bila dapat pun, mereka memilih untuk mengambil tenor pendek karena ada masalah likuiditas. Namun hal ini bertentangan dengan prinsip pinjaman di lembaga keuangan pada umumnya, mereka diharuskan untuk mengambil dalam jangka panjang dengan nominal pinjaman lebih tinggi atau jangka pendek dengan suku bunga yang tinggi.

Pada saat yang sama, saat Agrawal bekerja di Asia Tenggara untuk Uber. Rata-rata penghasilan para pengemudi adalah $250 per bulan, tidak termasuk Singapura. Isu utama yang mereka hadapi juga mengenai pelecehan oleh pemberi pinjaman. “Melihat banyak masalah tantangan bagi pekerja kerah biru untuk menyelesaikan akses modal jangka pendek yang adil dan andal menjadi inspirasi bagi GajiGesa,” terang Agrawal.

GajiGesa memberikan layanan untuk pemberi kerja dan karyawan dalam memperlancar arus kas dengan produk finansial, termasuk akses gaji yang fleksibel atau disebut dengan Flexible Earned Wage Access (FEWA), edukasi finansial, pembayaran tagihan, analisa real-time, dan lainnya.

Bagi karyawan, GajiGesa memberikan akses gaji lebih awal untuk karyawan bulan berjalannya secara real-time, yang dapat digunakan untuk membayar tagihan, membeli pulsa dan paket data, dan akses terhadap edukasi finansial.

Sementara bagi pemberi kerja, platform analisa GajiGesa memberikan tim HR untuk mengukur efektivitas strategi kesehatan finansial secara efektif, mendapatkan visibilitas real-time terhadap engagement, menjaga retensi dan produktivitas, dan kesehatan keuangan karyawan.

Pemberi kerja punya fleksibilitas dan kontrol untuk menawarkan FEWA kepada seluruh karyawan, dapat menentukan apakah mereka mau mengambil layanan ini untuk karyawan dengan biaya tambahan atau sebagai bagian dari paket manfaat.

Agrawal menegaskan, konsep GajiGesa berbeda dengan pinjaman cash loan seperti yang dijalankan perusahaan lending kebanyakan di Indonesia. Perusahaan justru bekerja sama dengan berbagai perusahaan multi industri, integrasi dengan mitra perusahaan sistem HRIS dan payroll, memastikan integrasi yang efisien dan cepat.

Terkait izin di OJK, dia hanya menuturkan saat ini perusahaan memiliki hubungan yang baik dengan OJK dan bersemangat untuk terus bekerja dengan regulator untuk memastikan teknologinya dapat bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang Indonesia.

Saat ini perusahaan telah bermitra dengan 30 perusahaan dengan total puluhan ribu karyawan terlayani di Indonesia.

Kantongi pendanaan tahap awal

GajiGesa mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta dipimpin oleh defy.vc dan Quest Ventures. GK Plug and Play, Next Billion Ventures, Alto Partners, Multifamily Office, Kanmo Group, dan beberapa angel investor strategis turut berpartisipasi dalam putaran tersebut.

Dalam keterangan resmi, Partner devy.vc Bob Rosin mengatakan, “Kurangnya akses kredit konsumen yang aman dan terpercaya merupakan permasalahan kritis di pasar negara berkembang. Mayoritas dari 129 juta pekerja di Indonesia termasuk kategori unbanked. Merupakan sebuah kehormatan untuk bekerja sama dengan GajiGesa untuk mendukung misi mereka membantu jutaan pekerja keras mencapai kesejahteraan dan keamanan finansial dalam pekerjaannya.”

Partner Quest Ventures Yiping Goh turut menambahkan, GajiGesa membantu para pekerja berpenghasilan menengah ke bawah yang hidup dari gaji ke gaji, menangani masalah arus kas yang sering kali membuat stres dengan menyediakan stabilitas keuangan yang sangat dibutuhkan oleh pemberi kerja dan karyawan mereka, selama masa ketidakpastian ekonomi seperti sekarang ini.

Dengan dana segar ini, Agrawal akan menggunakannya untuk perluas jangkauan layanan, termasuk investasi pada penjualan dan kesuksesan pelanggan, dan perbesar tim teknologinya di Jakarta. “GajiGesa ingin menambahkan lebih banyak fitur wellness untuk karyawan demi memberikan pengalaman yang lebih baik saat menggunakan platform,” tutupnya.

Tren global

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Gartner, diprediksi pada 2023 mendatang ada 20% perusahaan Amerika Serikat dengan mayoritas pekerja yang dibayar per jam akan menerapkan solusi akses gaji yang fleksibel sebagai bagian dari upaya meningkatkan pengalaman, keterlibatan, dan retensi pekerja.

Inisiatif tersebut dijawab oleh berbagai perusahaan di sana lewat kemitraan bersama fintech. Di antaranya, Square meluncurkan produk gaji on demand, Visa dan PayPal bekerja sama dengan penyedia akses gaji fleksibel, dan Wagestream yang juga memanfaatkan peluang ini di Eropa.

Dalam penelitian yang dilakukan GajiGesa ditemukan, bahwa lebih dari 85% pekerja mengaku stres finansialnya berkurang setelah mendapatkan akses gaji fleksibel kapan pun mereka butuhkan. Lalu alasan paling umum dari para pekerja untuk mengakses gaji lebih awal, di antaranya adalah untuk keperluan investasi, bayar utang, renovasi rumah, perbaikan kendaraan, dan biaya medis.

Namun, sayangnya tidak semua perusahaan bisa menyediakan hal ini karena diperkirakan dapat mengancam keberlangsungan arus kas perusahaan. Dengan semangat yang sama, solusi ini sebenarnya juga sudah dilirik oleh KoinWorks, melalui produk KoinGaji.

Secara status di OJK, KoinWorks yang kini menobatkan diri sebagai Super Financial App telah tercatat sebagai penyelenggara IKD dalam klaster Agregator di OJK. Untuk produk p2p lending itu sendiri, sudah mengantongi izin.

Fokus bisnis utama KoinWorks tahun ini melakukan "cashflow improvement" untuk membangun landasan seri C yang sehat dengan profitability plan yang jelas.

Benedicto Haryono: “Super Financial Apps” adalah Upaya KoinWorks Perluas Segmen Pasar

Didirikan sejak tahun 2015 sebagai platform p2p lending, KoinWorks kini telah menjelma menjadi apa yang mereka sebut sebagai “super financial apps”. Di dalamnya juga mengakomodasi berbagai kebutuhan, mulai dari investasi emas, reksa dana, obligasi, pembiayaan gaji, sampai payroll financing. Untuk mendalami tentang visi jangka panjang mereka, DailySocial berkesempatan mewawancara Founder & CEO KoinWorks Benedicto Haryono.

Mengawali perbincangan Benedicto menceritakan, pengembangan super financial apps merupakan upaya KoinWorks untuk menjalankan visi. Ia ingin agar layanan finansial yang dibawa bisa menjangkau ke kalangan masyarakat yang lebih luas, di berbagai segmen industri. Seperti diketahui, saat ini salah satu pangsa pasar terbesar yang dijaring melalui fitur lending-nya adalah UMKM.

“Kita ingin melebarkan reach kita, dulu waktu kita mulai niche kita ke e-commerce saja. Tapi kan industri e-commerce ya hanya satu industri saja, secara persentase GDP juga masih belum sampai 10%. Yang menjadi pegangan adalah visi kami, ingin bisa merangkul semua orang,” ujarnya.

Benedicto menambahkan, di sisi lain mereka ingin memberikan opsi yang lebih luas kepada pendana agar mencapai tujuan finansial mereka — dalam hal ini terkait diversifikasi instrumen investasi. Tingkat persetujuan pendanaan di KoinWorks masih berkisar 10% dari total trafik yang masuk, artinya memang ada minat yang sangat tinggi dari masyarakat dan belum sepenuhnya terakomodasi.

Sejauh ini porsi untuk pendana ritel (dari masyarakat) persentasenya masih mendominasi, yakni berkisar 80%. Sementara sisanya datang dari lender institusi, baik dari lembaga keuangan lokal seperti BTN, CIMB Niaga, dan BRI Agro; atau lembaga keuangan luar seperti Lendable dan Triodos Bank.

Kompetisi pasar

KoinWorks - UKM- New

Sampai 22 Januari 2021, OJK telah menaungi 148 pemain fintech lending, baik yang statusnya masih terdaftar dan/atau sudah berizin. Menanggapi kondisi pasar yang ada, Benedicto meyakini bahwa para pemain masih memiliki ruang gerak yang cukup lebar. “Kalau kita komparasi dengan perbankan buku 1 sampai 4, jumlah pemain lebih besar lebih dari p2p lending, belum termasuk  BPR. Tapi ratusan bank yang ada juga belum sepenuhnya meng-address semua kebutuhan UMKM ataupun masyarakat umum. Secara opportunity, saya rasa belum overcrowded,” ujarnya.

Ia juga menyinggung soal model bisnis p2p lending. Kebanyakan pemain adalah VC-backed business, kendati beberapa ada yang didukung penuh kalangan korporasi, sepeti platform besutan Mayapada atau Sinarmas. Banyaknya bisnis yang didukung oleh pemodal ventura akan bermuara pada kemungkinan adanya konsolidasi, terlebih jika sudah masuk ke tahap akhir (secara pendanaan). Hal tersebut disebabkan karena masih terbatasnya jumlah investor yang bisa berpartisipasi di putaran tersebut.

“Dulu perbankan berjalan tanpa ada backing-an venture capital, cara mereka menumbuhkan bisnis dan asetnya berbeda. Tapi kalau melihat bisnis yang dibantu venture capital, lama-lama ada konsolidasi. Kemungkinan di industri p2p lending juga akan ada konsolidasi, karena likuiditas venture community di Indonesia belum sebanyak atau sevariatif di US atau China, jadi number of investor-nya itu-itu saja apalagi kalau sudah masuk ke later stage (seri C ke atas),” imbuhnya.

Ia melanjutkan, “Pemain yang didukung konglomerasi juga tidak akan berkompetisi dengan kita, mereka tidak akan compete for funding, karena punya stable source of funding. Dan mereka punya niche market yang pemain lain belum lakukan, baik secara geografis ataupun industri yang berbeda.”

Regulasi juga dilihat sudah mengarahkan ekosistem untuk bisa membangun bisnis secara solid. Misalnya pengetatan yang dilakukan OJK dengan meningkatkan capital requirement-nya agar menghasilkan bisnis yang lebih bagus dan sehat. “Aturan baru tersebut (yang sedang disiapkan dan disosialisasikan) saya melihatnya sebagai upaya OJK untuk membuat bisnis yang lebih aman, lebih terproteksi. Namun tentunya sebagai startup founder, kita tidak terlalu suka kalau regulasi terlalu cepat. Menurut saya langkah ini diambil lebih untuk mengamankan industri.”

Dampak pandemi

Seperti kebanyakan bisnis lain di Indonesia, Covid-19 juga menggoncangkan bisnis KoinWorks. Satu yang paling signifikan, perusahaan harus menyusun ulang rencana-rencana mereka. Hal ini disebabkan karena kebiasaan konsumen yang berubah, yang mau tak mau memaksa bisnis untuk menyesuaikan model bisnis. Karena UMKM yang mereka layani juga secara langsung banyak yang terdampak – beberapa dari mereka harus gulung tikar, tapi tidak sedikit juga yang bisa memanfaatkan momentum dan bangkit.

“KoinWorks cukup tertekan di awal pandemi untuk mengelola risiko dan melakukan restrukturisasi terhadap customer yang membutuhkan. Pada Q2 2020 kami disibukkan dengan itu. Tapi sekitar Q3-Q4 bisnis mulai tumbuh lagi, sampai akhirnya Desember sudah balik lagi ke level yang sama sebelum Covid. Secara profitability malah lebih sehat, operational cashflow lebih positif,” kata Benedicto.

Rencana tahun 2021

Menjadi super financial apps tentu membutuhkan upaya yang besar untuk bisa menghadirkan berbagai lini produk dan layanan. Melihat tren yang ada, perusahaan digital yang arahnya sama  strateginya dengan melakukan konsolidasi – alih-alih mengembangkan tiap untuk layanan dari nol. Tapi KoinWorks punya pandangan berbeda, sampai saat ini belum ada rencana untuk melakukan akuisisi pemain lain. Menurut Benedicto karena saat ini pasar masih sangat terbuka lebar dan game plan perusahaan pun masih cukup jelas.

KoinWorks juga masih akan terus fokus ke pasar Indonesia. Tahun ini bakal banyak layanan baru yang akan diluncurkan untuk merangkul segmen pasar yang lebih luas. KoinGaji juga akan menjadi salah satu fitur yang bakal digenjot tahun ini, pasalnya setelah 4 bulan melakukan pilot project di akhir tahun lalu, perusahaan mendapati traksi yang cukup mengesankan.

“Kami cukup percaya diri dengan layanan KoinGaji, tahun ini pemasarannya akan cukup agresif agar dapat melayani pangsa pasar yang lebih luas. Kita percaya layanan ini cukup unik, karena bukan hanya payroll financing tapi juga memberikan servis tambahan ke human resources perusahaan,” jelas Benedicto.

Optimasi KoinGaji akan difokuskan pada paruh pertama tahun ini, sembari perusahaan akan menguatkan strategi profit mereka. Targetnya di kuartal kedua 2021, perusahaan sudah membukukan profit dengan pertumbuhan organik. Selanjutnya di paruh kedua, mereka akan fokus pada produk-produk baru yang akan diluncurkan. “Tahun ini akan banyak melakukan cashflow improvement untuk membangun landasan seri C yang sehat dengan profitability plan yang jelas, growth yang lebih baik, risiko yang terkontrol, dan game plan post-series C yang lebih terukur,” imbuhnya.

Platform baru yang akan diluncurkan tahun ini ditujukan untuk UMKM. Alat tersebut dinilai bisa membuat bisnis lebih mudah dilakukan, tidak hanya produk pinjaman tapi fitur untuk mengelola keuangan dan manajemen risiko.

“Dengan semua unicorn mulai masuk ke fintech, maka kita harus bisa membangun niche dan spesialisasi kita, apakah bisa melengkapi yang mereka bangun […] Karena mereka kalau bangun fintech pasti ke captive market dulu. Dari landasan tersebut KoinWorks akan membangun fitur-fitur yang unik yang tidak mudah direplikasi,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here