Bank Indonesia (BI) dan Bank Negara Malaysia (BNM) meresmikan kerja sama strategis untuk interkoneksi pembayaran lintas negara (cross border) dengan menggunakan QR Code.
Peluncuran ini merupakan tindak lanjut dari fase uji coba yang sukses dilakukan sejak 27 Januari 2022 untuk mendorong interkoneksi pembayaran. Sebelumnya, pembayaran lintas negara sudah diimplementasi di Thailand pada tahun lalu.
Kerja sama bilateral ini melibatkan sejumlah lembaga keuangan di masing-masing negara. Masyarakat Indonesia yang berkunjung ke Malaysia dapat memindai QR Cross Border atau DuitNow QR Code, baik di merchant ofline maupun online. Saat ini, DANA menjadi platform dompet digital pertama untuk bisa bertransaksi dengan QR Indonesian Standard (QRIS) di Malaysia.
“Kerja sama ini akan memberikan lebih banyak pilihan bagi pengguna layanan transaksi pembayaran lintas batas sekaligus kunci untuk meningkatkan efisiensi, mendorong inklusi ekonomi dan keuangan digital di kawasan, serta mendukung stabilitas makroekonomi dengan mendorong penggunaan mata uang lokal secara lebih luas untuk transaksi bilateral dalam ‘Kerangka Transaksi Mata Uang Lokal’,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
Diketahui, QR Code semakin banyak diterapkan dalam transaksi lintas batas sehingga memungkinkan bisnis dan individu mengirim dan menerima pembayaran. Agenda standardisasi pembayaran lintas negara melalui interkoneksi QR Code antarnegara merupakan salah satu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 dan Pertemuan Gubernur Bank Sentral ASEAN pada April 2022.
Seiring perkembangan teknologi, QR Code kemungkinan akan memainkan peran yang semakin signifikan dalam lanskap pembayaran global. QR Code diyakini menjadi alat yang ampuh dalam merevolusi transaksi lintas batas dengan kemampuannya menyederhanakan pembayaran, mengurangi biaya, meningkatkan keamanan, dan meningkatkan aksesibilitas.
“Guna memberikan pengalaman bertransaksi digital yang optimal di negara-negara penyelenggara QR Cross Border, kami akan senantiasa membekali dompet digital DANA dengan teknologi yang aman dan tepercaya,” kata Co-Founder & CEO DANA Indonesia Vince Iswara dalam keterangan resminya.
Ia mengungkap partisipasi DANA dalam mendorong adopsi QRIS, misalnya proses onboarding mitra. Sejak diluncurkan pada Desember 2018, DANA kini telah menjangkau lebih dari 130 juta pengguna di Indonesia. DANA juga telah dipercaya oleh lebih dari 24,9 juta merchant yang tergabung dalam jaringan QRIS nasional, termasuk 500.000 UMKM mitra DANA Bisnis.
Dorong adopsi QRIS
Berdasarkan laporan terakhir, BI juga tengah memperluas kerja sama implementasi QR Cross Border dengan bank sentral di Singapura dan Jepang yang kini tengah dalan proses pengembangan/inisiasi.
Penyedia jasa keuangan di Indonesia yang telah berpartisipasi, baik sebagai issuer maupun acquirer, untuk pembayaran lintas negara adalah PermataBank, LinkAja, Ottocash, OVO, DOKU, Bank Mandiri, ShopeePay.
BI mencatat jumlah pengguna QRIS di Indonesia mencapai 28,75 juta pengguna hingga Desember 2022, atau bertambah 15,95 juta dibandingkan 2021. Total merchant yang telah memakai QRIS ada sebanyak 22,7 juta. Tahun ini, BI menargetkan sebanyak 45 juta pengguna dengan satu miliar volume transaksi.
Seiring adanya pola perubahan perilaku belanja konsumen dari kebiasaan belanja di offline store menjadi belanja di online store turut membuat cara kerja penerimaan transaksi pedagang berubah.
Kini, semakin banyak konsumen yang lebih menyukai pembayaran non-tunai daripada pembayaran tunai. Karenanya, tidak heran jika banyak pedagang mulai merambah ke sistem pembayaran non-tunai untuk memperluas pilihan metode pembayaran bagi konsumennya.
Banyak pedagang yang berusaha menyediakan lebih banyak opsi metode pembayaran agar konsumen lebih nyaman dan leluasa dalam bertransaksi. Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk itu adalah Toko Netzme.
Artikel ini akan membantu Anda memahami Aplikasi Toko Netzme, terutama penggunaan fitur dan layanan serta cara pendaftaran aplikasi tersebut. Jika penasaran, baca artikel lengkapnya dibawah ini, ya!
Mengenal Aplikasi Toko Netzme
Berbeda dengan Netzme, toko Netzme adalah aplikasi yang dirancang khusus untuk merchant atau pedagang guna mempermudah penyelesaian transaksi non-tunai mereka.
Melalui Toko Netzme, pedagang bisa memberikan opsi pembayaran non-tunai kepada pelanggan untuk bertransaksi baik secara online maupun offline. Dengan begitu, pedagang bisa bertransaksi tanpa batas dan memantau laporan transaksi tiap periode guna pengambilan keputusan bisnis yang tepat di kemudian hari.
Cara Melakukan Registrasi Toko Netzme bagi pedagang/pelaku bisnis
Sebelum menggunakan fitur dan layanan Toko Netzme, Anda terlebih dahulu harus melakukan pendaftaran. Untuk menyelesaikan proses registrasi Toko Netzme, pastikan Anda menyiapkan KTP, NPWP (opsional), Rekening bank, dan produk atau layanan yang ditawarkan. Setelah itu, simak langkahnya sebagai berikut:
Download aplikasi Toko Netzme terlebih dahulu di PlayStore
Buka aplikasi yang sudah terunduh, lalu klik Login/Register untuk melakukan pendaftaran
Masukkan nomor handphone Anda, lalu klik Pastikan nomor handphone yang Anda daftarkan aktif agar Anda bisa menerima kode OTP yang dikirimkan Toko Netzme melalui SMS.
Masukkan kode OTP yang Anda terima untuk melanjutkan proses pendaftaran
Lengkapi business profile Anda
Masukkan nama bisnis, kategori bisnis, nama owner, Email, dan periksa kembali nomor handphone yang Anda daftarkan, lalu klik Next.
Lengkapi business location Anda
Masukkan alamat bisnis dengan lengkap, mulai dari provinsi, kota, kecamatan, hingga kode pos dan klik Next untuk menuju ke tahap pendaftaran selanjutnya
Penuhi documentation yang dibutuhkan
Masukkan ID Card number (KTP), masukkan foto KTP, foto selfie Anda memegang KTP, dan foto selfie Anda dengan memegang sroduk atau berada di store. Kemudian klik Next.
Lengkapi informasi rekening bank, lalu klik Next
Pilih nama bank, masukkan nomor rekening dan nama pemilik rekening
Tinjau kembali semua data yang sudah Anda masukkan, jika sudah lengkap dan benar maka klik Submit
Lakukan verifikasi email dengan cara membuka Email yang dikirimkan Toko Netzme ke Email yang Anda daftarkan. Klik Verifikasi dan pendaftaran selesai. Anda hanya perlu menunggu hingga proses verifikasi disetujui oleh Netzme.
Penggunaan Fitur dan Layanan Toko Netzme
Toko Netzme memiliki beberapa fitur dan layanan yang bisa dimanfaatkan oleh penggunanya, seperti:
PPOB (payment point online bank)
Toko Netzme menawarkan penjualan paket data, pulsa dan token listrik dengan harga yang lebih murah sehingga bisa digunakan sebagai kegiatan usaha tambahan bagi pengguna yang ingin menjualnya kembali.
Pembuatan invoice
Fitur ini digunakan untuk membuat tagihan bagi pelanggan atau konsumen, baik on-time-payment maupun multiple payment. Invoice akan dikirimkan kepada pelanggan melalui Email, SMS, media sosial, maupun fitur Chat Netzme.
QR product
Pedagang bisa dengan mudah membuat QR product atau QRIS sendiri. Dengan begitu, pedagang bisa menerima pembayaran dari konsumen melalui QR code tersebut.
Laporan transaksi
Seperti halnya aplikasi bisnis lainnya, Toko Netzme juga menyediakan laporan transaksi dari semua pelanggan yang bisa diakses dengan mudah oleh pedagang. Catatan transaksi ini akan membantu pedagang dalam memetakan dan membuat keputusan bisnis selanjutnya.
Tarik tunai
Dengan adanya kemudahan untuk membuat QR product sendiri, maka nominal transaksi yang nantinya diterima oleh pedagang melalui QR code tersebut bisa ditarik ke rekening pedagang yang telah didaftarkan sebelumnya.
Cara Melakukan Tarik Tunai via ATM BNI
Buka Aplikasi Netzme dan pastikan akun Netzme Anda sudah premium
Pilih Withdraw
Klik Tarik Tunai di ATM BNI
Pilih nominal uang yang ingin ditarik, lalu klik Next
Penarikan bisa dilakukan dengan nominal minimal Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 1.250.000
Periksa kembali nominal yang ingin ditarik, jika sudah sesuai maka klik Generate VA Number dan masukkan PIN Netzme Anda
Nomor VA hanya berlaku selama 1 jam. Jika sudah lewat dari 1 jam dan Anda belum melanjutkan proses penarikan di ATM BNI, maka Anda harus membuat nomor VA baru.
Setelah mendapat nomor VA, segeralah menuju ATM BNI terdekat. Pastikan ATM BNI tersebut memiliki tanda tap cash
Pilih menu transaksi, klik VA Account Debit
Masukkan 16 digit nomor VA yang sebelumnya Anda dapat, lalu Anda akan mendapatkan kode OTP ke nomor handphone yang Anda daftarkan
Masukkan 6 digit kode OTP yang Anda terima
Pilih atau masukkan nominal penarikan yang diinginkan. Transaksi selesai dan silakan ambil uang pada ATM
Mana yang sebaiknya Anda pilih antara MokaPOS vs Majoo? MokaPOS dan Majoo adalah dua aplikasi kasir digital ternama di Indonesia yang bisa Anda pertimbangkan untuk digunakan pada bisnis Anda.
Untuk bisa memilih di antara keduanya, Anda tentu perlu membandingkan dari sisi kegunaan, fitur, dan juga harga.
MokaPOS VS Majoo
Dari segi konsep dan fungsi, MokaPOS dan Majoo memang sama-sama merupakan platform POS. Namun, tentu ada beberapa hal yang membedakan dua aplikasi tersebut.
Di sini, Anda akan mengetahui perbandingan keduanya dari berbagai sisi, antara lain dari sisi fitur, pilihan e-wallet, dan biaya layanan.
Fitur-Fitur
Secara umum, baik MokaPOS dan Majoo memiliki fitur-fitur yang umumnya ada pada sebuah aplikasi POS, mulai dari kasir digital, laporan keuangan, manajemen pesanan, manajemen stok barang, manajemen karyawan, pembayaran digital, hingga manajemen meja atau table management.
Salah satu fitur yang berbeda adalah fitur survey pelanggan yang ada pada aplikasi MokaPOS namun tidak ada pada Majoo. Fitur ini cukup penting untuk menilai kepuasan pelanggan terhadap service atau produk bisnis Anda.
Meski tidak ada pada Majoo, Anda tetap bisa mengakalinya dengan menggunakan bantuan platform lain untuk melakukan survey. Kemudian, jangan lupa untuk atur promosi untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.
Pilihan E-Wallet
Salah satu fitur dari MokaPOS dan Majoo adalah fitur pembayaran digital yang memungkinkan bisnis Anda menerima pembayaran dari berbagai e-wallet. Untuk pembayaran digital ini, MokaPOS dan Majoo memiliki pilihan e-wallet dan ketentuan yang berbeda.
Pada MokaPOS, e-wallet yang didukung antara lain GoPay, Dana, OVO, dan LinkAja dengan biaya MDR sebesar 0.7% per transaksi untuk GoPay, Dana, dan LinkAja, serta 1.5% per transaksi untuk OVO.
Sedangkan Majoo menyediakan layanan pembayaran digital yang bisa dilakukan dari lima pilihan e-wallet, yakni GoPay, Dana, OVO, LinkAja, dan ShopeePay dengan MDR mengikuti aturan bank Indonesia.
Untuk informasi selengkapnya mengenai pembayaran digital dari masing-masing POS, Anda bisa melihatnya di sini untuk MokaPOS dan klik di sini jika penasaran dengan ketentuan Majoo.
Biaya Layanan
MokaPOS dan Majoo adalah dua aplikasi Point of Sales dengan layanan berbayar yang memungkinkan Anda untuk mencobanya secara gratis terlebih dahulu di awal. Jika tertarik untuk melanjutkan langganan atau menambah layanan berbayar, Anda bisa mempertimbangkan biaya layanan dari MokaPOS dan Majoo berikut ini.
Harga Aplikasi Kasir MokaPOS
MokaPOS menyediakan satu paket berlangganan dengan harga sebesar Rp.299.000/bulan untuk setiap outlet.
Kemudian, MokaPOS menyediakan fitur tambahan berbayar seperti slot karyawan dengan biaya sebesar Rp.19.000/bulan, manajemen stok dengan harga Rp.149.000/bulan, table management Rp.249.000/bulan, hingga CRM Pro dengan biaya langganan sebesar Rp.249.000/bulan.
Biaya Layanan Berbayar Majoo
Berbeda dengan MokaPOS yang memiliki satu paket berlangganan, Majoo menyediakan berbagai pilihan paket berlanggan, mulai dari paket Starter, Advance, dan Enterprise dengan harga mulai dari Rp.129.000/bulan.
Kemudian, Majoo juga menyediakan layanan berbayar add-ons, mulai dari layanan e-commerce hingga layanan teknisi. Untuk detail harga upgrade layanan Majoo berbayar, Anda bisa melihatnya di sini.
Itu dia beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan Anda dalam memilih aplikasi kasir digital MokaPOS vs Majoo. Anda bisa memilih aplikasi POS yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda. Jadi, mana yang paling cocok untuk bisnis Anda?
Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) kembali merilis Laporan Survei Anggota Tahunan 2021 yang memaparkan lanskap layanan fintech di Indonesia, pencapaian pertumbuhan, hingga tren investasi di masa depan.
Sebagai informasi, saat ini AFTECH menaungi pelaku fintech yang terbagi dalam enam model bisnis atau klaster antara lain sistem pembayaran, pinjaman online, neobank, securities crowdfunding, wealth management, dan Inovasi Keuangan Digital atau IKD (terdiri dari 16 sub kluster). Per akhir 2021, jumlah anggota AFTECH tercatat sebesar 352, naik dari periode sama di 2020 dan 2019 masing-masing 302 dan 219 anggota.
Berikut sejumlah pencapaian dan temuan penting dari laporan tahunan AFTECH sebagaimana dirangkum DailySocial.id berikut ini.
Pembayaran digital dan pinjaman online
Survei menunjukkan pembayaran digital dan pinjaman online menjadi dua model bisnis fintech yang sudah memasuki fase matang di Indonesia, turut didorong oleh faktor konsolidasi antar-pelaku pemimpin pasar dan melandainya pertumbuhan.
Ketua Umum AFTECH Pandu Sjahrir mengungkap kategori neobank, IKD, wealth management, dan securities crowdfunding masih dalam fase pertumbuhan, yang dikarenakan oleh sejumlah faktor, seperti regulasi baru bank, terutama terkait bank digital, hingga belum optimalnya penggarapan pasar dari sisi penawaran produk dan layanan. Kendati begitu, ia menilai layanan fintech tersebut mulai menggalang daya tarik di pasar.
Secara keseluruhan, adopsi layanan fintech di Indonesia meningkat signifikan di sepanjang 2021. Peningkatan ini tercermin dari sejumlah pencapaian antara lain:
Nilai transaksi uang elektronik naik sebesar 58,5 persen (YoY) menjadi Rp35 triliun.
Adopsi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) melampau target 12 juta merchant sebelum akhir 2021.
Penyaluran pinjaman melalui platform fintech pendanaan bersama ke lebih dari 13,47 juta rekening peminjam mencapai Rp13,6 triliun per Desember 2021
Adopsi fintech untuk berinvestasi di pasar modal dan aset digital ikut meningkat.
Dari kategori pembayaran digital, 28 persen responden telah mengantongi nilai transaksi tahunan sebesar Rp5 miliar-Rp500 miliar, sedangkan 28 persen lainnya mengumpulkan total transaksi tahunan sebesar Rp500 miliar-5 triliun. Mengacu statistik Bank Indonesia per Desember 2021, total transaksi pembayaran digital mencapai Rp35,1 triliun atau naik 60 persen dibanding periode sama tahun lalu. Transaksi ini didominasi oleh pelaku fintech bukan bank.
Dari kategori pinjaman online, data OJK mencatat pertumbuhan sebesar 70 persen menjadi Rp13,6 triliun pada Desember 2021. Fokus penyaluran pinjaman masih terpusat di pulau Jawa di mana hampir 70 persen dari total transaksi berasal dari wilayah tersebut, diikuti luar negeri (28%) dan luar Jawa (1,9%). Kota di luar pulau Jawa masing-masing menyumbang tak sampai 1 persen dari total transaksi, kecuali Sumatera Utara (1,8%) dan Bengkulu (1%).
Saat ini, jumlah lender dan borrower di platform fintech masing-masing sebesar 809.494 dan 73,2 juta per Desember 2021. Sementara, per Desember 2020, jumlah lender dan jumlah borrower masing-masing sekitar 716.913 dan 43,6 juta.
Tantangan pelaku fintech
Data OJK mencatat indeks literasi keuangan di Indonesia naik 8,3 persen dari 29,7 persen di 2016 menjadi 38 persen di 2019. Dengan pertumbuhan indeks ini, fintech menyadari pentingnya perluasan layanan fintech hingga ke pedesaan. Adapun, 69 persen pelaku fintech sudah melayani area tersebut.
Namun, pelaku fintech di Indonesia masih menemui tantangan besar untuk melakukan ekspansi bisnis ke luar Jakarta, di mana 23 persen dan 19 persen responden mengaku sulit ekspansi ke luar Jawa dan pedesaan karena faktor literasi keuangan (55%), infrastruktur (44%), dan budaya (20%).
Terlepas dari kendala di atas, 45 persen pelaku fintech mengaku optimistis dapat melanjutkan ekspansinya lebih banyak ke area luar Jabodetabek sehingga dapat mencapai target inklusi keuangan nasional.
“Terkait infrastruktur, meski teknologi memengaruhi ekspansi layanan fintech di daerah, sebanyak 53 responden memiliki responden positif terhadap pertumbuhan dan perbaikan infrastruktur di masa depan,” tutur Pandu.
Pangsa pasar dan ekspansi
Berdasarkan hasil survei, area Jabodetabek masih menjadi pasar utama fintech, di mana 99 persen dan 75 persen responden masing-masing menjawab Jakarta dan Bodetabek sebagai target utama penggunanya, diikuti oleh Bandung (45%) dan Surabaya (36%).
Sebanyak 69 persen responden mengaku telah melayani daerah pedesaan di Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar fintech tak hanya fokus pada wilayah perkotaan saja.
Selain itu, pelaku fintech juga masih mendorong penetrasi pengguna di segmen UMKM, terutama bagi pengusaha perempuan. Sebanyak 42 persen responden mencatat nilai transaksi pengguna UMKM sebesar lebih dari Rp80 miliar. Adapun 12 persen di antaranya memperoleh kurang dari Rp500 juta dari UMKM.
Dari 33 persen responden, 25-50 persen pengguna UMKM dijalankan oleh perempuan, memperkuat anggapan bahwa perempuan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap industri fintech.
“Maka itu, literasi keuangan dan digital bagi perempuan menjadi semakin penting agar pelaku UMKM dapat memaksimalkan produk dan layanan yang tersedia di industri jasa keuangan untuk mengembangkan usahanya,” papar laporan ini.
Dari sisi pengembangan usaha, responden mengungkap sejumlah poin penting dalam menentukan strategi bisnis untuk mendongkrak pendapatan di masa depan. Di antaranya adalah pelaku fintech ingin fokus pada produk berpenghasilan tinggi (59%), masuk ke pasar baru termasuk luar negeri dan daerah pedesaan (34%), menjajaki lini bisnis baru (52%), dan tidak ada rencana untuk memperluas atau fokus ke produk tertentu (7%).
Selain itu, sebanyak 75 persen pelaku fintech di Indonesia berencana memperluas jangkauan pasarnya ke pedesaan. Temuan ini menunjukkan sinyal positif industri fintech untuk meningkatkan pemerataan layanan keuangan di seluruh Indonesia.
Investasi fintech
Investasi di sektor fintech Indonesia mencatatkan pertumbuhan 13 kali lipat sejak 2017 yang hanya $64 juta menjadi $904 juta di Q3 2021. Jumlah tersebut dua hingga tiga kali lebih tinggi dari investasi yang diperoleh pelaku fintech di negara tetangga.
Apabila dibandingkan dengan total investasi ke sektor lain, baik dari investor domestik maupun asing, investasi fintech di Indonesia dari kuartal I sampai III 2021 lebih tinggi 58 persen di sektor mesin dan elektronik, dan 157 persen lebih tinggi dari sektor tekstil.
Peningkatan iklim investasi ke sektor fintech tak lepas dari meningkatnya jumlah populasi muda yang akrab dengan layanan digital, penetrasi seluler, dan kelas menengah di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan fintech semakin terakselerasi karena pandemi Covid-19.
Dari sudut pandang kebutuhan investasi, saat ini satu dari tiga klaster pembayaran digital, pinjaman online, dan IKD masih membutuhkan lebih dari Rp150 miliar dalam 1-2 tahun ke depan. Di sisi lain, 17 persen responden dari pemain pembayaran digital meyakini hanya membutuhkan investasi kurang dari Rp500 juta dalam 1-2 tahun ke depan.
“Ini menunjukkan bahwa klaster pembayaran digital telah memasuki tahap lebih matang dibandingkan dengan kategori fintech di klaster lain,” ungkap Pandu.
Kemudahan mengelola usaha bisa Anda dapatkan dengan cara menggunakan Youtap. Youtap adalah salah satu aplikasi asisten penjualan gratis yang bisa Anda unduh di PlayStore maupun AppStore. Aplikasi ini akan membantu Anda mengelola usaha, seperti mengelola katalog produk dan menerima pembayaran cashless dari pelanggan.
Cara Menggunakan Aplikasi Youtap
Sebelum masuk ke penggunaan fitur-fitur utama dari Youtap, pertama-tama tentu Anda harus melakukan login terlebih dahulu. Berikut ini adalah caranya.
Cara Login ke Aplikasi Youtap
Untuk bisa login ke aplikasi Youtap, tentu saja Anda harus sudah terdaftar sebelumnya. Jika Anda belum memiliki akun Youtap, Anda bisa melakukan registrasi dengan melihat caranya di sini.
Namun, apabila Anda sudah memiliki akun Youtap dan siap mengelola usaha dengan bantuan Youtap, masuk ke akun Anda dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
Buka aplikasi Youtap Indonesia di smartphone Anda.
Masukkan nomor HP terdaftar.
Klik tombol Masuk.
Masukkan PIN yang telah Anda buat saat registrasi.
Anda berhasil login ke aplikasi Youtap.
Cara Navigasi Menu Settings
Setelah berhasil login ke akun Youtap Anda, langkah selanjutnya adalah melakukan navigasi menu settings atau pengaturan agar Anda nyaman selama menggunakan aplikasi Youtap.
Melalui menu pengaturan, Anda bisa mengubah informasi profil, mengganti PIN, mengganti bahasa, mengatur berapa lama sesi berakhir, serta mengakses bantuan. Simak masing-masing caranya di bawah ini.
Cara mengubah profil Youtap:
Buka menu Settings atau Pengaturan dengan klik ikon di pojok kanan atas halaman dashboard.
Klik ikon Profile untuk mengubah profil Youtap Anda.
Anda bisa mengubah informasi kontak, seperti email dan nomor HP, dan informasi toko.
Cara mengganti PIN Youtap:
Masuk ke menu Pengaturan seperti cara sebelumnya.
Lalu, klik opsi Ganti PIN pada bagian Keamanan halaman Pengaturan.
Masukkan PIN lama Anda.
Kemudian, masukkan PIN yang baru.
Setelah itu, konfirmasi PIN baru Anda.
PIN aplikasi Youtap berhasil diubah.
Cara mengganti bahasa di aplikasi:
Buka halaman Pengaturan dengan klik ikon di kanan atas.
Pada bagian Akun, Anda akan melihat pengaturan Bahasa. Secara default, bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Untuk mengubahnya, klik pada opsi bahasa tersebut..
Anda akan melihat berbagai pilihan bahasa. Mulai dari bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan masih banyak lagi.
Pilih bahasa yang ingin Anda terapkan di aplikasi.
Cara mengatur sesi berakhirnya aplikasi:
Masuk ke menu Pengaturan di aplikasi Youtap.
Pada bagian Keamanan, Anda akan menemukan pengaturan Sesi Berakhir.
Geser ke kanan hingga sampai pada waktu yang Anda inginkan.
Cara mengakses fitur bantuan Youtap:
Buka menu Pengaturan di aplikasi Youtap.
Gulir layar hingga Anda menemukan opsi Kontak.
Anda akan melihat kontak layanan bantuan Youtap yang bisa Anda hubungi.
Cara Menambah Produk di Aplikasi Youtap
Pada aplikasi Youtap, terdapat beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk menambah produk. Di antaranya adalah menambah produk dari katalog, menambah produk dengan scan barcode produk, menambah produk secara manual, dan menambah produk dari tab rekomendasi. Di bawah ini adalah langkah-langkah dari masing-masing cara tersebut untuk bisa Anda pelajari.
Cara menambah produk dari katalog:
Buka aplikasi Youtap pada smartphone Anda.
Masuk ke menu Keranjang Belanja aplikasi Youtap.
Klik tombol Tambah Produk.
Lalu, klik pada tabKatalog.
Untuk menambahkan produk ke Katalog, klik ikon tanda tambah di bagian kanan bawah.
Lengkapi informasi produk, mulai dari foto produk, nama, harga, kategori, dan nomor barcode (jika ada).
Setelah itu, klik tombol Tambah Produk.
Cara menambah produk dengan scan barcode:
Masuk ke menu Keranjang Belanja di aplikasi Youtap.
Klik ikon tanda tambah untuk menambah produk.
Aplikasi akan mengaktifkan kamera untuk melakukan scan barcode.
Arahkan kamera ke arah barcode produk.
Setelah barcode terekam, Anda akan masuk ke halaman untuk mengisi detail produk. Tambahkan gambar, nama, serta harga produk.
Lalu, klik Tambah Produk.
Produk berhasil ditambahkan.
Cara menambah produk secara manual:
Klik tombol Tambah Produk di menu Keranjang Belanja.
Kemudian, tekan ikon tanda tambah.
Selanjutnya, Anda akan masuk ke layar scan barcode. Klik opsi Tambahkan Manual untuk menambahkan produk secara manual.
Setelah itu, masukkan gambar, nama, harga, serta kategori produk.
Lalu, klik Tambah Produk.
Cara menambah produk direkomendasikan:
Pada menu Keranjang Belanja, klik tombol Tambah Produk.
Kemudian, masuk ke tab Rekomendasi.
Pilih produk rekomendasi yang ingin Anda tambahkan.
Berikutnya, Anda akan diminta untuk mengisi informasi produk, mulai dari gambar, nama harga, kategori, dan nomor barcode.
Jika sudah, klik Tambah Produk.
Selesai.
Cara Mengubah Informasi Produk
Ketika menambahkan produk ke katalog, Anda mungkin saja salah memasukkan informasi. Lalu, bagaimana solusinya? Tenang saja! Anda bisa mengubah informasi produk yang telah Anda tambahkan sebelumnya. Berikut adalah caranya:
Pertama, buka aplikasi Youtap dan masuk ke menu Produk.
Kedua, klik Tambah Produk.
Ketiga, cari dan klik pada produk yang ingin Anda ubah informasinya.
Keempat, ubah informasi sesuai keinginan Anda.
Terakhir, klik Tambah Produk untuk menyimpan perubahan informasi produk.
Cara Menggunakan Youtap untuk Memproses Pembayaran
Seperti yang Anda ketahui, salah satu fitur unggulan aplikasi Youtap adalah kasir digital, dimana Anda bisa memproses pembayaran dari pembeli dengan mudah. Anda bisa memproses pembayaran secara cashless dengan bantuan QR, tunai, ataupun melalui kalkulator digital. Ini langkah-langkahnya:
Cara memproses pembayaran cashless dengan QR:
Masuk ke aplikasi Youtap.
Buka menu Keranjang Belanja.
Tambahkan produk yang akan diproses dengan cara klik pada produk tersebut atau dengan scan barcode.
Untuk menambahkan produk dengan scan produk, klik ikon scan di kanan atas. Produk akan langsung masuk ke keranjang.
Untuk memproses pembayaran secara cashless, klik Bayar.
Lalu, tunjukkan kode QR kepada pelanggan.
Pembayaran akan masuk secara otomatis apabila pembayaran oleh pelanggan telah berhasil.
Cara memproses transaksi dengan pembayaran tunai:
Masuk ke menu Keranjang Belanja pada aplikasi Youtap.
Pilih produk untuk dimasukkan ke keranjang dengan klik langsung pada produk atau scan barcode produk.
Kemudian, proses transaksi dengan klik Bayar di bagian bawah.
Jika pelanggan membayar tidak dengan uang pas, klik opsi Hitung Kembalian.
Masukkan jumlah uang yang Anda terima, kemudian sistem akan menampilkan jumlah kembalian yang harus Anda berikan.
Setelah itu klik tombol Tunai untuk memproses transaksi pembayaran secara tunai.
Cara memproses transaksi dengan kalkulator digital:
Buka kalkulator digital di aplikasi Youtap melalui menu Keranjang Belanja.
Masukkan jumlah pembayaran atau Anda bisa melakukan perhitungan total belanja langsung di kalkulator.
Kemudian, klik Bayar untuk memproses transaksi.
Pelanggan bisa melakukan pembayaran secara tunai atau dengan QR.
Jika pelanggan membayar secara cashless, maka pembayaran akan masuk setelah pembayaran oleh pelanggan telah berhasil.
Nah, itu dia kumpulan cara menggunakan aplikasi Youtap, mulai dari login ke aplikasi Youtap hingga memproses transaksi pembeli. Jangan lupa untuk upgrade gratis ke Youtap premium untuk bisa memproses pembayaran via QRIS dari Youtap dengan lihat caranya di sini.
Dalam menjalankan bisnis, pemanfaatan teknologi digital dapat mempermudah operasional bisnis. Apalagi, saat ini telah banyak aplikasi atau platform digital penunjang bisnis. Sehingga, semakin mendukung bisnis menuju ‘go digital’.
Berbagai jenis aplikasi bisnis online telah tersedia dengan beragam layanan. Mulai dari layanan jual beli, pembayaran, akuntansi dan pembukuan, pengiriman barang, hingga branding dan pemasaran.
Berikut ini beberapa aplikasi yang dapat digunakan untuk menunjang operasional bisnis online, yang dikelompokkan berdasarkan layanan yang ditawarkannya.
1. Aplikasi Jual Beli melalui Marketplace
Marketplace adalah platform digital yang mempertemukan penjual dan pembeli secara online. Penjual dapat menawarkan barangnya di platform ini tanpa harus membuka toko fisik, begitu pun pembeli bisa mendapatkan produk yang diinginkan tanpa harus keluar rumah.
Ada pun aplikasi marketplace yang dapat digunakan pebisnis online, antara lain:
Tokopedia
Tokopedia menjadi marketplace nomor satu di Indonesia saat ini. Platform digital ini menyediakan pilihan produk yang beragam, dengan kategori produk yang paling banyak dicari yakni produk elektronik, fashion dan bahan makanan.
Shopee
Tak kalah dengan Tokopedia, Shopee juga merupakan salah satu marketplace dengan pengunjung terbanyak di Indonesia. Shopee menawarkan beragam produk dengan harga terjangkau. Produk paling populer di platform ini adalah produk kecantikan, fashion dan rumah tangga.
Selain Tokopedia dan Shopee, masih banyak marketplace yang dapat digunakan oleh pebisnis online dalam memasarkan produknya, antara lain seperti Bukalapak, Lazada, Blibli, JD.ID, Zalora, Sociolla, Jakmall, dan lain-lain.
2. Aplikasi E-commerce Enabler
E-commerce Enabler adalah platform jasa yang memberi fasilitas bagi pebisnis online dalam mengeksekusi segala strategi bisnis digitalnya. Platform ini berperan menjembatani suatu bisnis online dengan partners lain dalam marketplace. Ada pun aplikasi E-commerce Enabler yang dapat dimanfaatkan oleh pebisnis online, antara lain:
Sirclo
Sirclo merupakan aplikasi solusi e-commerce, yang membantu pebisnis membuat situs toko online berbasis template dan membantu meningkatkan penjualannya secara online. Sirclo juga membantu pebisnis online mengelola transaksi penjualan online, mulai dari pengepakan hingga distribusi pesanan.
3. Aplikasi Pembayaran Digital
Padaa bisnis online, layanan pembayaran digital sangat dibutuhkan bagi pembeli, untuk mempermudah proses transaksi. Sehingga, sebagai penjual perlu memfasilitasi opsi pembayaran digital itu agar mempermudah pelanggan melakukan pembelian. Beberapa aplikasi pembayaran digital yang banyak digunakan saat ini, antara lain:
DANA
Dana merupakan platform dompet digital yang dapat memfasilitasi pelaku bisnis dalam melakukan transaksi nontunai dan nonkartu secara digital. Aplikasi satu ini dapat digunakan secara online juga offline. Selain itu, saldo dana juga dapat dicairkan ke rekening dengan mudah.
OVO
OVO merupakan aplikasi penyedia jasa pembayaran secara nontunai. OVO membuka akses terhadap produk dan layanan keuangan digital lainnya melalui kerja sama dengan mitra terpilih. Pelaku bisnis dapat menjadi mitra OVO, sehingga dapat meningkatkan transaksi juga pencatatan keuangan secara digital.
Selain DANA dan OVO, pelaku bisnis dapat menggunakan layanan pembayaran digital lainnya seperti Gopay yang disediakan Gojek, ShopeePay yang disediakan Shopee, Flip, Sakuku, Linkaja, dan lainnya.
4. Aplikasi Akuntansi dan Pembukuan Digital
Aplikasi akuntansi dan pembukuan digital berguna membantu pebisnis online dalam membuat laporan keuangan perusahaannya. Umumnya, pencatatan keuangan dilakukan secara manual di buku besar, kini hadirnya aplikasi digital dapat mempermudah kegiatan pencatatan tersebut.
Ada pun aplikasi akuntansi dan pembukuan digital yang dapat digunakan pebisnis online, antara lain:
BukuWarung
BukuWarung adalah aplikasi pembukuan untuk UMKM atau usaha mikro, kecil dan menengah, yang bertujuan memudahkan pebisnis dalam mencatat pembukuan dan laporan keuangan usahanya secara praktis melalui smartphone.
Quickbooks
Quickbooks merupakan aplikasi akuntansi bisnis dengan berbagai fitur yang memudahkan pebisnis online dalam membuat pengelolaan akun dan pengiriman invoice. Aplikasi ini menjunjung tinggi tiga layanannya, yakni accounting, billing dan invoicing.
Selain BukuWarung dan Quickbooks, ada beberapa aplikasi akuntasi dan pembukuan digital lainnya yang dapat menjadi opsi pebisnis online, di antaranya Credibook, Freshbooks, Jurnal, POST App, Wave, dan Jubelio.
5. Aplikasi Pengiriman Barang
Dalam menunjang kemudahan transaksi digital pada bisnis online, pengiriman barang juga dapat dilakukan secara mudah melalui aplikasi pengiriman barang. Ada pun beberapa aplikasi yang dapat digunakan pelaku bisnis, antara lain:
Paxel
Paxel adalah aplikasi jasa pengiriman berbasis teknologi yang melayani pengiriman jarak jauh di Indonesia. Aplikasi ini dapat mengirimkan paket secara instan, bekerja sama dengan layanan pengiriman barang oleh Gojek yakni Gosend.
Deliveree
Deliveree adalah aplikasi yang memudahkan pelaku bisnis melakukan pengiriman barang pesanan. Aplikasi ini menyediakan layanan pengiriman seperti cargo dan ekspedisi. Selain bagi pelaku bisnis, Deliveree juga dapat digunakan untuk keperluan di luar bisnis seperti pindah rumah atau pindah kantor.
Selain Paxel dan Deliveree, aplikasi jasa pengiriman barang lainnya dapat ditemukan pada aplikasi Gojek melalui Gosend, Grab melalui GrabExpress, AnterAja, Lalamove, Shipper, Popaket, MrSpeedy dan lain-lain.
Netzme adalah aplikasi fintech yang bisa memudahkan Anda dalam pembayaran digital. Selain melayani pengguna, Netzme juga membuka kesempatan kerja sama dengan cara daftar Mitra Netzme dan Toko Netzme.
Untuk Toko Netzme, Anda bisa mengetahui panduan lengkapnya di sini. Sedangkan artikel ini akan fokus pada pendaftaran kemitraan Netzme.
Kemitraan Netzme
Kemitraan Netzme adalah bentuk kerja sama antara Netzme dengan pihak lain. Pihak lain ini dapat berupa bisnis, perusahaan, ataupun event.
Jika Anda adalah pemilik bisnis yang ingin bekerja sama dengan Netzme sebagai solusi pembayaran digital, maka bentuk kerja sama kemitraan ini sangat cocok untuk Anda.
Saat ini, Netzme telah memiliki dua kemitraan, yaitu dengan Wastra Id dan Puteri Indonesia. Wastra Id adalah marketplace pengrajin batik yang menggunakan Netzme sebagai solusi pembayaran. Sedangkan, Puteri Indonesia adalah kontes kecantikan nasional yang juga bekerja sama dengan Netzme.
Cara Daftar Mitra Netzme
Jika Anda tertarik untuk menjadi Mitra Netzme, maka langkah selanjutnya yang harus Anda lakukan adalah mendaftar. Bagaimana cara daftar Mitra Netzme? Sayangnya, Netzme tidak mencantumkan panduan pendaftaran menjadi Mitra Netzme pada websitenya maupun YouTube channel-nya.
Sehingga, Anda harus menghubungi pihak Netzme langsung terkait hal ini. Anda dapat mengunjungi website Netzme di netzme.id untuk melihat kontak pihak Netzme di bagian bawah halaman.
Demikian informasi mengenai cara menjadi Mitra Netzme. Semoga artikel ini membantu Anda menjawab pertanyaan mengenai cara daftar kemitraan Netzme. Selamat mencoba!
On the previous edition, DailySocial published a series of articles based on a mini survey highlighting QRIS based on the general consumer’s point of view and the transaction experience through digital financial apps. We have published both topics through two different articles, the first and second part.
Related to the previous series, DailySocial, throuh this writing, intend to validate a number of respondents’ assumptions regarding merchants as one of the barriers to QRIS adoption in Indonesia. In addition, the mini survey only represented a small part of the facts and challenges. This writing is part of our efforts to bridge issues in the field to stakeholders.
The mini survey was validated through several interviews with F&B startups in Indonesia, including Kopi Kenangan, Hangry, and Livera, on their perspectives of QRIS adoption in its outlets.
Customer and Merchant Presented Mode
A little reminder, two years after launching, the transaction value of Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) has reached Rp 9 trillion in the first semester of 2021 or grew 214% yearly (YoY). Bank Indonesia (BI) also recorded 8.2 million Indonesian merchants have adopted QRIS. The number has increased by about 3 million since the end of 2020.
Through this achievement, BI seeks to continue increasing the adoption of QRIS to all levels of Indonesian communities. In particular, considering the unprecedented situation due to Covid-19 pandemic, cashless transactions will always be on demand.
One of BI’s efforts is to release the Customer Presented Mode feature to facilitate the use of QRIS in the near future. The Customer Presented Mode allows merchant’s cashiers to scan a mobile user’s QRIS. Merchants will be provided with a scanner from the payment provider.
On the other hand, the Merchant Presented Mode we use enables transactions by scanning QRIS at the merchant and completing transactions through certain payment apps. Before QRIS, users have to submit the phone number on each EDC belonging to the payment service provider.
“In the near future, we will launch the Customer Presented Mode feature following the existing Merchant Presented Mode. We are also piloting QRIS transactions for cross borders, both inbound and outbound,” Bank Indonesia’s Assistant Governor and Head of the Payment System Policy Department, Filianingsih Hendarta said.
Validating QRIS adoption issues on merchant
Based on the QRIS mini survey results, we summarize some of the main reasons respondents are yet to use the QRIS method. First, they think that merchants only use QRIS as a ‘display’ or not properly utilized. Next, QRIS is already available, but not yet activated by merchants.
In addition, the clerk or cashier does not understand how to proceed transactions using QRIS. Also, there are too many QR Code displayed as each payment service provider has its own QRIS. Then, the availability of QRIS at merchants is still limited.
We have tried to validate the above issues by gathering a wider perspective from various F&B startups. However, only Kopi Kenangan, Hangry, and Livera are willing to reveal their perspectives of QRIS implementation. The challenges they experienced were quite different considering that Kopi Kenangan relies on physical outlets, while Hangry and Livera rely on cloud kitchens.
In a statement to DailySocial, Kopi Kenangan Management said as many as 500 of its physical outlets have accepted the QRIS-based payment method. According to the records, the Kopi Kenangan transaction volume using QRIS payment method has increased 98% from May 2020 to August 2021. This growth is in line with the increase in public awareness of the QRIS payment method.
His team denied the assumption about cashiers who did not understand the QRIS terms. It is because Kopi Kenangan always provides education to staff regarding the procedures. Usually, the staff at the booth will ask the customer’s preferred payment method and its promotion.
“To date, the internet connection stability becomes the main challenge. It hinders the QRIS transaction process. Sometimes the barcode does not appear, or unavailable to be scanned,” Kopi Kenangan Management said.
Meanwhile, Hangry’s COO, Andreas Resha admitted that there is no crucial obstacle when his merchant staff processed QRIS transactions. The reason is, most of Hangry’s transaction orders use the delivery rather than take away method.
“We don’t have exact numbers, but we have seen a decline number since the pandemic, especially with many people doing activities at home. Therefore, the non QRIS based delivery methods are more widely used than the takeaway methods,” he said.
Currently, Hangry has implemented the QRIS payment method in 49 outlets across the Greater Jakarta and Bandung areas. Andreas admitted that his team is currently preparing a dine-in restaurant concept which will be opened in the near future and will include the QRIS payment method as well.
From a different perspective, Livera’s Founder and CEO, Marcello Judhandoyo considered that the QRIS adoption seems to be underutilized for F&B business people with cloud kitchen concept. It is because the money for food/beverage purchases via the ride-hailing platform will go directly to the merchant.
In a general note, cloud kitchen is a term used for restaurants that do not provide dine-in services, providing delivery and takeaway only.
“When it comes to the QRIS adoption in the F&B business with cloud kitchen concept, it’s actually not optimal. However, in the case of manual ordering via WhatsApp, it is actually possible. Livera offers payment via QRIS by sending a barcode to consumers. Unfortunately, in this case, most Livera consumers prefer transfer method. In fact, QRIS offer easier method as consumers don’t have to worry about the various bank accounts, let alone having to register one by one in the mobile banking application,” he explained.
Livera just started the business in 2020 and its operations are currently cloud kitchen only. Meanwhile, new product orders are available via delivery on the Gojek, Grab, and Tokopedia platforms as well as manual order via WhatsApp.
Expanding access of QRIS technology
No one thought the world would experience the Covid-19 pandemic where mobility would be very limited. In fact, the Government had just launched QRIS a few months before the first PSBB. This momentum can actually encourage the QRIS adoption, even more significantly than its current achievement.
At the same time, the cloud kitchen trend is developing among F&B businesses to deal with stifling costs and business uncertainty in the midst of a pandemic. People prefer to transact faster and easier without having to meet face to face and do physical interaction.
The government’s act to introduce the Customer Presented Mode can also help accelerate the QRIS adoption. However, it is far more important to expand its implementation, therefore, it does not rely only on modern retail merchants. As many as 87.3% of our respondents expect QRIS to be used at street vendors, markets (81%), government services (76.2%), and public transportation (68.3%). This is actually the most anticipated thing to accelerate a more massive QRIS adoption.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Beberapa waktu lalu, DailySocial menerbitkan artikel berseri berdasarkan mini survey dengan topik besar QRIS yang mengambil sudut pandang konsumen secara umum dan pengalaman bertransaksi melalui aplikasi keuangan digital. Keduanya telah kami publikasi dalam dua tulisan berbeda, yakni bagian pertama dan bagian kedua.
Melanjutkan seri tulisan sebelumnya, kali ini DailySocial mencoba memvalidasi sejumlah anggapan responden yang mengkaitkan merchant sebagai salah satu hambatan adopsi QRIS di Indonesia. Sekali lagi, mini survey yang kami lakukan beberapa waktu lalu hanya mewakili sebagian kecil fakta dan tantangan yang ada. Tulisan ini menjadi salah satu upaya kami menjembatani isu di lapangan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder).
Kami memvalidasi hasil mini survey ini dengan mewawancarai beberapa startup F&B di Indonesia, antara lain Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera, terkait pandangan mereka dalam mengadopsi QRIS pada gerai yang mereka miliki.
Customer dan Merchant Presented Mode
Sedikit penyegaran, dua tahun pasca-meluncur, nilai transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) telah mencapai sebesar Rp9 triliun di semester I 2021 atau tumbuh 214% secara tahunan (YoY). Bank Indonesia (BI) juga mencatat sebanyak 8,2 juta merchant di Indonesia yang sudah mengadopsi QRIS. Jumlah tersebut telah bertambah sekitar 3 juta sejak akhir 2020.
Dengan pencapaian ini, BI berupaya untuk terus meningkatkan adopsi QRIS ke seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Terlebih melihat situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir, ekspektasi untuk bertransaksi secara nontunai (cashless) masih akan tetap ada.
Salah satu upaya BI adalah merilis fitur Customer Presented Mode untuk mempermudah penggunaan QRIS dalam waktu dekat. Customer Presented Mode memungkinkan kasir merchant untuk memindai (scan) QRIS milik pengguna ponsel. Merchant akan disediakan alat scanner dari penyedia pembayaran.
Sebaliknya, Merchant Presented Mode yang biasa kita gunakan untuk bertransaksi memampukan transaksi dengan memindai QRIS di merchant dan menyelesaikan transaksi lewat aplikasi pembayaran yang diinginkan. Sebelum QRIS meluncur, pengguna harus memasukkan nomor telepon pada masing-masing EDC milik penyedia jasa pembayaran.
“Dalam waktu dekat, kami juga akan segera meluncurkan fitur Customer Presented Mode karena sekarang kita baru ada Merchant Presented Mode. Kami juga sedang piloting transaksi QRIS untuk cross border, baik inbound maupun dan outbound,” ungkap Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Filianingsih Hendarta beberapa waktu lalu.
Memvalidasi isu adopsi QRIS pada merchant
Berdasarkan hasil mini survey QRIS, kami merangkum beberapa alasan utama responden yang belum bertransaksi dengan metode QRIS. Pertama, responden menilai merchant hanya menjadikan QRIS sebagai ‘pajangan’ saja alias kurang diutilisasi sebagaimana mestinya. Kedua, QRIS sudah tersedia, tetapi belum diaktifkan merchant.
Ketiga, petugas atau kasir kurang memahami cara memproses transaksi dengan QRIS. Keempat, QRIS terlalu banyak di-display di gerai karena setiap penyedia jasa pembayaran punya QRIS sendiri-sendiri. Terakhir, ketersediaan QRIS di merchant masih terbatas.
Kami telah mencoba memvalidasi hal-hal di atas dengan mengumpulkan perspektif lebih luas dari berbagai startup F&B. Namun, baru Kopi Kenangan, Hangry, dan Livera yang bersedia mengungkap perspektif dalam mengimplementasi QRIS. Tantangan yang mereka alami pun cukup berbeda mengingat Kopi Kenangan bertumpu pada gerai fisik, sedangkan Hangry dan Livera mengandalkan cloud kitchen.
Dalam pernyataannya kepada DailySocial, Manajemen Kopi Kenangan mengatakan sebanyak 500 gerai fisik miliknya sudah menerima metode pembayaran berbasis QRIS. Menurut catatannya, volume transaksi Kopi Kenangan dengan metode pembayaran QRIS meningkat 98% terhitung sejak Mei 2020 hingga Agustus 2021. Pertumbuhan ini sejalan dengan peningkatan awareness publik terhadap metode pembayaran QRIS.
Pihaknya menampik anggapan kasir kurang memahami penggunaan QRIS. Pasalnya, Kopi Kenangan menyebut selalu memberikan edukasi kepada staf terkait tata cara penggunaan QRIS. Biasanya, staf di gerai menanyakan pilihan metode pembayaran yang diinginkan oleh pelanggan dan promosinya.
“Sejauh ini tantangan utama yang kami rasakan adalah ketidakstabilan koneksi internet. Hal ini menyulitkan proses transaksi QRIS. Terkadang barcode tidak muncul, atau muncul tetapi tidak dapat di-scan,” ungkap Manajemen Kopi Kenangan.
Sementara itu, COO Hangry Andreas Resha mengaku belum menghadapi kendala krusial ketika staf merchant-nya memproses transaksi QRIS. Pasalnya, transaksi pemesanan di Hangry kebanyakan menggunakan metode delivery ketimbang take away.
“Kami tidak punya angka persis, tetapi kami memang melihat ada penurunan sejak pandemi, terlebih dengan semakin banyaknya masyarakat yang berkegiatan di rumah. Maka itu, metode delivery yang tidak menggunakan QRIS lebih banyak digunakan dibandingkan metode takeaway,” ujarnya.
Saat ini, Hangry telah mengimplementasi metode pembayaran QRIS di 49 outlet yang tersebar di daerah Jabodetabek dan Bandung. Andreas mengaku bahwa pihaknya kini tengah menyiapkan konsep restoran dine-in yang akan dibuka dalam waktu dekat dan akan menyertakan metode pembayaran QRIS juga.
Dari perspektif berbeda, Founder dan CEO Livera Marcello Judhandoyo menilai bahwa adopsi QRIS tampaknya kurang terutilisasi bagi pelaku bisnis F&B yang menggunakan cloud kitchen. Pasalnya, uang transaksi pembelian makanan/minuman lewat platform ride-hailing langsung otomatis masuk ke merchant.
Sedikit informasi, cloud kitchen merupakan sebuah istilah yang dipakai pada restoran yang tidak menyediakan layanan makan di tempat (dine in), tetapi hanya memiliki opsi jasa pengiriman makanan (delivery) dan ambil di tempat (takeaway).
“Kalau bicara soal adopsi QRIS di bisnis F&B yang pakai cloud kitchen sebetulnya kurang optimal. Tapi kalau kasusnya pemesanan manual melalui WhatsApp, sebetulnya bisa. Livera menawarkan pembayaran via QRIS dengan mengirimkan barcode kepada konsumen. Sayangnya, dalam kasus ini, kebanyakan konsumen Livera lebih prefer metode transfer. Padahal, QRIS jauh lebih mudah lho, konsumen tidak perlu repot menanyakan bank rekening yang digunakan, apalagi harus mendaftarkannya satu-satu di aplikasi mobile banking,” paparnya.
Livera baru memulai bisnis di 2020 di mana operasionalnya baru menggunakan cloud kitchen. Adapun, pemesanan produknya baru dapat dilakukan via delivery di platform Gojek, Grab, dan Tokopedia maupun pemesanan secara manual melalui WhatsApp
Perluasan akses QRIS
Tidak ada yang menyangka dunia akan menghadapi pandemi Covid-19 di mana mobilitas menjadi sangat terbatas. Padahal, beberapa bulan sebelum kebijakan PSBB pertama kali, Pemerintah baru saja meluncurkan QRIS. Momentum ini sebetulnya dapat mendorong adopsi QRIS, bahkan jauh lebih signifikan dari pencapaiannya saat ini.
Di saat yang sama, tren cloud kitchen tengah berkembang di kalangan pelaku usaha F&B untuk menyiasati biaya mencekik dan ketidakpastian bisnis di tengah pandemi. Masyarakat pun memilih untuk bertransaksi lebih cepat dan mudah tanpa perlu bertatap muka dan melakukan sentuhan fisik.
Langkah Pemerintah memperkenalkan Customer Presented Mode juga bisa membantu akselerasi adopsi QRIS. Meskipun demikian, jauh lebih penting untuk memperluas implementasinya agar tidak bertumpu pada merchant ritel modern saja. Sebanyak 87,3% responden kami mengharapkan QRIS dapat digunakan pada pedagang kaki lima, pasar (81%), layanan pemerintah (76,2%), dan transportasi publik (68,3%). Ini yang sebetulnya paling dinantikan untuk mengakselerasi adopsi QRIS yang lebih masif.
In the first two year, QRIS feature started to show an extraordinary growth in adoption as DailySocial described in the first part of the article. This is validated by Bank Indonesia (BI) data regarding the increase in transactions over the past year.
Aside from transactions, we also saw an increasing enthusiasm from users which highlighted various issues related to QRIS adoption in the field. This issue was revealed through a mini survey we conducted with 65 respondents. Although it does not represent the majority of digital payment service users in Indonesia, this survey is in line with the main spirit, which is to highlight issues to create room for improvement for stakeholders.
In the second part, DailySocial highlights more detailed issues from the user’s perspective, such as product categories that are often purchased to which payment platforms are preferred to make transactions using the QRIS method.
QRIS on the run
In a previous article, one of the challenges of adopting QRIS is the limitations of merchants that accept payments using this method. Unsurprisingly, most of the respondents admitted to make transactions more for food and beverage (95.2%). In other categories, QRIS transactions are also used to purchase basic needs (35.5%), donations (17.7%), and transportation services (11.3%).
Of the 93.8% of respondents who made transaction using the QR Code method, 33.3% of them spent IDR 50,000-IDR 300,001 for transactions. Moreover, by 22.7% of respondents spent more than Rp1 million, Rp. 500,001-Rp. 1,000,000 (21.2%), Rp300,001-Rp500,000 (18.2%), and under Rp50,000 (4.5%).
When QRIS transactions available for broader categories, such as diverse public transportation, street vendors, and markets, the adoption will certainly increase in a rapid way. In fact, many consumers in this segment still making transaction using cash rather than unfamiliar payment methods.
Mobile banking vs digital money
One of the interesting facts we collected from this survey is how users feel more comfortable in making transaction using QRIS method through mobile banking applications (58.1%) rather than digital money (e-money).
Categorized by platform, mobile banking applications (28.8%) still outperform e-money, such as OVO (27.1%), GoPay (25.4%), and ShopeePay (15.25%). And the reason is?
Based on the elaboration result of a number of respondents, the mobile banking application is automatically connected to savings, therefore, they do not need to top up and incur administrative costs. There is no need to download each e-money applications, let alone top up to multiple platforms (if you use more than one).
What’s interesting is, digital bank is considered to provide a strong reason why QRIS transactions are more popular in mobile banking applications. Respondents stated, the pocket feature in the application makes it easier to allocate a budget that can be devoted to transactions, such as snacks or transportation, without disturbing other budgets.
Meanwhile, other respondents considered that QRIS transactions through e-money offered a value proposition that mobile banking might not have, including payments with points or rewards. For example, the OVO application. In terms of experience, digital wallets are considered superior due to faster login process than mobile banking.
“Another reason is that users are used to e-money. There are also lots of merchants receive QRIS from e-money. In addition, QRIS is more suitable for transactions with a nominal value of under IDR 500 thousand and e-money is considered appropriate for that need,” some respondents said.
Market education
The elaboration seems to be sufficient to answer why as many as 68.8% claimed to obtain information about QRIS from the payment platform they use daily. Meanwhile, 60.9% answered from the merchant where they made transactions. Payment platforms and merchants can be the main vehicle to educate QRIS adoption.
BCA Digital’s CEO, Lanny Budiati said one of the efforts to increase awareness to users is through attractive promos that can only be obtained when making transaction at merchants using the QRIS method. Company data records that around 10% of BCA Digital’s total customers have done transactions using QRIS with a total volume of Rp1 billion since the blu application was released on July 2, 2021.
“We continue to encourage customers to experience the QRIS adoption convenience. We also prepare educational content on various social media channels regarding how to use it and its benefits. Going forward, BCA Digital will continue to encourage the QRIS development based on the roadmap of Bank Indonesia and the Indonesian Payment System Association ( ASPI),” Lanny said to DailySocial.
Meanwhile, Bank Neo Commerce’s President Director, Tjandra Gunawan considered that all kinds of new technologies would take a long time in terms of adoption. He admitted the optimism that QRIS adoption will be absorbed quickly considering the trend of cashless payments has mushroomed in the past year. In addition, more merchants and financial applications are providing the QRIS feature.
“Neo Commerce Bank will be active in providing financial education to the public, not only familiarizing with the QRIS feature, but also a safe and comfortable digital lifestyle,” he told DailySocial.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian