Tag Archives: pembiayaan syariah

(Ki-ka) Jajaran C-Level Amaan di antaranya Mulia Salim, Johny Ng, Ratih Rachmawaty , dan Taras Siregar

Aplikasi Amaan Dorong Pengusaha Perempuan Mikro Naik Kelas

Layanan berbasis syariah dan peningkatan kapasitas perempuan, khususnya di segmen mikro, punya peran signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak beberapa tahun terakhir, penggiat startup mulai mengeksplorasi model bisnis dan inovasi untuk mengakomodasi kebutuhan di segmen ini.

Eksplorasi juga dilakukan Ratih Rachmawaty, Mulia Salim, dan Taras Siregar dengan pengalaman mereka selama bertahun-tahun di industri perbankan syariah. Terakhir mereka menjadi direksi di BTPN Syariah, salah satu bank syariah terkemuka yang telah melantai di bursa. Ketiganya bersama Johny Ng, profesional di bidang IT, mendirikan Amaan, sebuah platform digital syariah untuk para pengusaha perempuan mikro. Hari ini, 8 Maret 2021, Amaan genap setahun beroperasi.

Amaan diposisikan sebagai platform beyond financial services yang saat ini sudah melayani konsumen di enam provinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Lampung), 100 kabupaten, dan 1700 kecamatan.

Apa saja layanan yang diberikan perusahaan dan bagaimana posisinya di pasar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial mendapat kesempatan berbincang dengan tim Amaan yang diwakili Head of Go-to-Market Strategy Herman Haryanto, Head of People & Culture Fitri Dianasari, dan Digital Product Lead Ahmad Zarkasi.

Pendirian Amaan

Amaan diinkubasi dan dibangun kurang lebih dua tahun lalu, mulai dari ide, model bisnis, platform, hingga rekrutmen talenta yang relevan. Menurut Pendiri Amaan, ide ini lahir dari pengalaman mereka melayani segmen nano mikro. Mereka melihat masih banyak pelaku usaha yang memiliki keterbatasan modal untuk membangun usaha dan tak banyak yang mengakomodasi kebutuhan ini. Padahal, UMKM banyak dijalankan dan dimiliki perempuan.

Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini terdapat 64,19 juta UMKM di Indonesia, di mana 99,92% merupakan usaha di segmen mikro dan kecil. Dari total tersebut, sekitar 34% usaha menengah dijalankan perempuan, sedangkan 56% usaha kecil dan 52% usaha mikro dimiliki perempuan.

Ini menjelaskan mengapa pada tahap awal Amaan masuk lewat layanan solusi keuangan dengan menjadi financing agent. Amaan menjadi kepanjangan tangan institusi finansial dalam membuka akses pembiayaan ke pengusaha perempuan mikro. Amaan menjalankan fungsi agen pembiayaan sebagai entry point yang menjadi cikal-bakal Amaan untuk mendongkrak layanan lain.

Dalam perjalanannya, para pendiri Amaan menemukan bahwa pelaku UMKM perempuan tak cuma membutuhkan akses terhadap pembiayaan atau layanan keuangan. “Para founder kami selalu selalu menekankan bahwa institusi keuangan itu sudah pasti dibutuhkan. Tapi masyarakat kita membutuhkan lebih dari sekadar akses keuangan. Mereka memerlukan aspek lain yang memampukan mereka mencapai level ‘manusia utuh’, insan kamil,” kata Fitri.

Kondisi ini mendorong pengembangan bisnis Amaan yang tidak hanya di sektor keuangan, tetapi juga merambah di kebutuhan-kebutuhan lain bagi para pengusaha perempuan mikro ini.

Financing Agent di kategori Inovasi Keuangan Digital

Amaan tercatat sebagai financing agent di kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK. Perusahaan pertama kali meluncur bertepatan dengan International Women’s Day, yakni 8 Maret 2021, hari yang dianggap menjadi momentum penting mendorong pemberdayaan pelaku usaha perempuan di Indonesia.

Amaan menghadirkan berbagai fitur selain solusi keuangan, yaitu, fitur Belanja, Bincang Sehat, Belajar, dan Forum Promosi. Semua layanan ini dirancang dengan harapan dapat merealisasikan tiga tujuan utama pelaku usaha perempuan mikro, yakni menyekolahkan anak ke jenjang paling tinggi, memiliki/merenovasi rumah impian, dan berangkat haji/umroh.

“Mengapa kami bangun layanan secara ‘borongan’? Kami lakukan riset, berbicara dengan ibu-ibu. Ketika ditanya apa ekspektasi mereka terhadap layanan digital, mereka sederhananya mengaku ingin mendapat akses yang sama ke berbagai layanan digital seperti orang-orang di kota besar. Kebutuhan ini sebetulnya sudah kami ketahui sejak lama, tapi saat itu pergerakan kami terbatas karena kami masih bekerja di bank,” tutur Herman.

Dari belanja hingga forum promosi

Fitri dan Zarkasi memaparkan lebih lanjut terkait pengembangan produk atau layanan lainnya. Seluruh layanan ini dirancang berdasarkan riset konsumen dan masalah yang mereka hadapi di lapangan. Aplikasi Amaan telah tersedia untuk pengguna Android dan sudah diunduh lebih dari satu juta kali. Rating aplikasi berada di skala 4.3.

Di fitur Pembiayaan, pengguna dapat memonitor jumlah modal yang diterima, kapan pembayaran angsuran, hingga sisa modal. Di fitur Belanja, Zarkasi mengaku layanan ini termasuk yang sudah dikembangkan lebih jauh dan beroperasi di beberapa area. Layanan Belanja menggunakan konsep group buying memanfaatkan basis komunitas pengguna Amaan.

Dengan model ini, Amaan berharap dapat mengatasi masalah ibu-ibu yang sangat peduli terhadap harga produk dan masalah kepercayaan ketika belanja online. “Dengan membeli berbagai kebutuhan pokok di harga lebih murah, pengguna Amaan bisa saving lebih banyak,” kata Zarkasi.

Sesuai dengan prinsip pengembangan Amaan, seluruh produk yang akan/sudah diluncurkan dirancang dengan model kemitraan. Sama seperti pembiayaan, Amaan belum berpikir untuk membangun sistem supply chain tersendiri untuk mengoperasikan layanan Belanja. Mereka memilih kolaborasi dengan mitra.

Selanjutnya, Amaan menyiapkan fitur Bincang Sehat yang memudahkan pengguna berkonsultasi dengan dokter umum dan psikolog. Layanan ini belum sepenuhnya dirilis dan bersifat uji coba. Demikian juga fitur Belajar yang memberikan kemudahan akses ragam konten berbasis artikel, video, dan podcast secara gratis. “Untuk layanan ini, arah kami ingin menghadirkan layanan pendidikan, di mana anak dari pemilik usaha bisa berlangganan modul belajar,” tutur Fitri.

Jajaran C-Level Amaan

Berikutnya pengguna dapat mengoptimalkan fitur Catatan Keuangan untuk memonitor pendapatan dan pengeluaran yang masuk. Para pelaku usaha dapat mempromosikan produknya di platform Amaan. Seperti layaknya platform iklan baris, pemesanan dan pengiriman barang di segmen ini dilakukan tanpa keterlibatan platform.

Layanan-layanan ini menjadi salah satu strategi Amaan untuk mendorong keloyalan pengguna (atau yang biasa disebut retention rate).

“Intinya, layanan keuangan menjadi semacam hook atau entry point ke target pasar kami. Ketika mereka sudah terpincut dengan use case pertama, kami akan buka dengan use case lain, misalnya Belanja, supaya bisa langsung dilakukan di aplikasi kami. Kami ingin coba memahami journey pengguna setelah dapat pembiayaan. Apakah mereka excited dengan layanan lain yang sifatnya teaser ini? Semua itu jadi insight untuk melakukan riset konsumen secara lebih dalam ke pengembangan selanjutnya,” jelas Zarkasi.

Pendekatan hibrida dan inklusi digital

Sebagaimana disebutkan di awal, Amaan berupaya membawa value proposition yang berbeda dengan platform digital lain. Menurut Fitri, pihaknya tak ingin cuma masuk lewat inklusi keuangan, tetapi juga melibatkan inklusi digital demi meningkatkan literasi para pelaku usaha perempuan.

Dari riset lapangan yang mereka jumpai, masih banyak ibu-ibu yang belum melek digital, apalagi memahami istilah-istilah digital, seperti pengertian dan cara kerja OTP, cara mengunduh aplikasi, atau cara membuat email.

“Salah satu nilai kami adalah mencerdaskan konsumen dalam menggunakan layanan digital dan mengatur keuangan. Kemudian, nilai lainnya adalah peduli dengan pengusaha perempuan dan keluarga. Ketiga, disiplin dalam melakukan tugas sehari-hari yang coba kami ajarkan lewat aplikasi,” ungkap Fitri.

Untuk itu, Amaan menggunakan pendekatan hibrida dengan mengawinkan sentuhan teknologi dan interaksi manusia di beberapa fitur agar pengguna dapat memakai layanannya. Proses interaksi KYC (Know Your Customer) dilakukan secara langsung (offline)  dan hasilnya dilaporkan ke mitra bank.

Di layanan agen pembiayaan, Amaan mempekerjakan Community Development Partner (CDP) atau disebut “Kakak Idaman” untuk membina “Ibu Idaman” (community leader) yang menaungi komunitas ibu-ibu. 

Di layanan Belanja dan Pembiayaan, pengguna baru bisa memakai layanan ini secara hibrida (self-service dan didampingi CDP). “Tidak semua layanan akan didampingi CDP seterusnya karena CDP hanya bantu sosialisasi. Semua ini sudah kami tata sampai lima tahun ke depan, di mana mereka assisted hingga menjadi self-service. [Untuk fitur] Telekonsultasi atau layanan belajar, semua self-service,” kata Herman. 

Brand positioning

Dengan ragam penjelasan produk, model bisnis, dan cara kerjanya, bagaimana Amaan memposisikan platformnya di pasar? Herman menegaskan Amaan dikembangkan lebih dari sekadar platform yang menyediakan layanan keuangan. Mereka bukanlah produk pinjaman online atau platform P2P lending.

Menurutnya, belum ada platform digital di Indonesia yang menghadirkan berbagai layanan digital untuk pelaku usaha perempuan, terutama untuk segmen ultra mikro. 

Bicara rencananya di tahun 2022, Herman memastikan bahwa saat ini pihaknya masih akan fokus untuk meningkatkan ketersediaan layanan di enam provinsi. Menurutnya, penetrasi pasar di daerah-daerah tersebut masih memiliki peluang besar untuk ditingkatkan.

“Amaan adalah platform yang membantu ibu-ibu mengakses pembiayaan dan layanan lain untuk kehidupan sehari-hari, baik itu layanan kesehatan, belanja, maupun pendidikan. Amaan adalah ‘Digital Mass Market Ecosystem Platform’ untuk memberdayakan pengusaha perempuan dan keluarga,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here
Founder & CEO ALAMI Dima Djani / ALAMI

Rencana ALAMI Menambah Model Bisnis untuk Pembiayaan Syariah

Sebagai platform fintech yang mengedepankan pembiayaan syariah, ALAMI saat ini terus melakukan langkah strategis untuk mengembangkan bisnis. Hingga bulan Februari 2021, mereka telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp428 miliar serta mempertahankan TKB 90 di angka 100%.

Kinerja tersebut berusaha terus ditingkatkan sampai di kuartal pertama tahun ini melalui beberapa program guna menarik minat pendana baru.

“Saat ini Indonesia sedang berada pada kebangkitan industri keuangan syariah. ALAMI melihat tren keuangan syariah yang semakin meningkat. Artinya, sudah banyak masyarakat yang melek melakukan hijrah finansial, salah satunya bergabung ke fintech P2P berbasis syariah,” kata Founder & CEO Alami Dima Djani.

Baru-baru ini ALAMI dikabarkan telah mengakuisisi PT BPRS Cempaka Al Amin. Disinggung apa rencana ALAMI dengan mengakuisisi perusahaan tersebut, Dima enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Ditegaskan olehnya, tidak menutup kemungkinan ke depannya akan membuka model bisnis lain selain p2p lending. Namun, harus menakar kapabilitas perusahaan, pasar, dan infrastruktur lainnya sebelum melakukan ekspansi bisnis.

“ALAMI percaya bahwa keuangan syariah di Indonesia memiliki potensi besar. Melalui pengembangan produk, kami selalu berupaya untuk mendukung pertumbuhan keuangan syariah,” kata Dima.

Awal tahun lalu ALAMI telah mengantongi pendanaan senilai $20 juta (lebih dari 283 miliar Rupiah) berbentuk ekuitas dan debt yang dipimpin AC Ventures dan Golden Gate Ventures. Quona Capital turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Baik AC Ventures dan Golden Gate Ventures, merupakan investor sebelumnya yang memimpin pendanaan tahap awal senilai $1,5 juta pada akhir 2019.

Berdasarkan publikasi terbaru OJK, per Januari 2021 di Indonesia ada 11 platform p2p lending syariah yang terdaftar. Sebanyak 3 di antaranya sudah mendapatkan status berizin, yakni Investree Syariah, ALAMI, dan Ammana.

Kolaborasi dengan Bukalapak

Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya dan CEO ALAMI Dima Djani / ALAMI
Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya dan CEO ALAMI Dima Djani / ALAMI

Berangkat dari komitmen yang serupa, yaitu untuk mendukung produktivitas UKM lokal, ALAMI menjalin kolaborasi strategis dengan Bukalapak melalui BukaPengadaan. Kontribusi ALAMI dalam hal ini adalah dari sisi penyaluran pembiayaan syariah. BukaPengadaan sendiri merupakan lini bisnis e-procurement, menyasar segmentasi pelanggan B2B.

“Bisnis pengadaan digital (e-procurement) menjadi salah satu pendorong bagi UKM (mitra penjual) untuk dapat meningkatkan eksposur usahanya ke skala B2B dan B2G. Untuk mencapai itu, pembiayaan juga perlu diberikan variasi opsi. Salah satunya ke pembiayaan syariah.”

Sebelumnya ALAMI juga telah menjalin kerja sama strategis dengan eFishery melalui program paylater syariah kepada petani yang masuk dalam komunitas eFishery. Melalui kolaborasi tersebut, ALAMI telah menjangkau sebanyak 504 UKM pembudidaya ikan dan udang yang tersebar di 20 kota di Indonesia.

“Hal ini menunjukkan gairah masyarakat dalam mencapai tujuan keuangannya dengan imbal hasil yang kompetitif dan sesuai keuangan syariah, serta sekaligus mendukung UKM di sektor ini agar terus berkembang,” kata Dima.

Ke depannya ALAMI berharap akan semakin banyak UKM yang dapat meningkatkan transaksi di sektor e-procurement melalui pembiayaan syariah. Hal tersebut nantinya bisa menghadirkan semakin banyak opsi pembiayaan, pada akhirnya membuat exposure ALAMI kepada pelaku usaha yang ingin eksplorasi peluang pembiayaan lebih lanjut yang tidak kalah dengan penyedia pembiayaan lainnya.

Application Information Will Show Up Here
CEO Investree Adrian Gunadi, Hendrikus Passagi dan Muliaman D Haddad saat peluncuran Investree Syariah / Investree

Layanan P2P Lending Investree Luncurkan Investree Syariah

Layanan teknologi finansial peer-to-peer lending (P2P Lending) Investree (PT Investree Radhika Jaya) hari ini (30/01) meluncurkan layanan terbaru berupa layanan P2P lending Syariah. Kepada media, Co-Founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengutarakan, diluncurkannya layanan terbaru ini merupakan rencana dari Investree, usai terdaftar dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami juga melihat besarnya antusiasme dari masyarakat terhadap layanan fintech (Financial Technology) mendorong kami bersama dengan OJK dan Dewan Syariah Nasional (DSN) menggarap fatwa fintech financing  berbasis syariah yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat,” kata Adrian.

Nantinya bagi peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender) bisa menerapkan prinsip syariah dalam hal pembiayaan yang dihadirkan oleh Investree syariah. Investree juga telah melakukan koordinasi dengan pihak regulator seperti OJK dan DSN MUI untuk meluncurkan layanan Investree Syariah yang uji coba layanannya sudah dilakukan sejak bulan November 2017 lalu.

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan, hingga bulan Januari 2018 jumlah pembiayaan Investree syariah telah mencapai Rp 2,7 miliar dengan 313 jumlah borrower dan 1340 lender syariah.

“Kami harapkan skema yang kami miliki bisa menjadi acuan bagi pemain layanan P2P lending lainnya yang ingin mengembangkan layanan syariah. Bukan hanya itu, Investree juga ingin menjalin kolaborasi dengan bisnis syariah lainnya,” kata Adrian.

Investree merupakan layanan fintech syariah pertama yang mendapatkan Surat Rekomendasi Penunjukkan Tim Ahli Syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk turut merancang, memberi masukan, dan mengawasi berjalannya produk yang berbasis syariah, sebagai bagian dari proses hadirnya Fatwa Fintech Syariah dalam waktu dekat. Surat rekomendasi tersebut juga menempatkan Profesor AH Azharuddin Lathif M.Ag M.H, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai penasihat teknis syariah khusus untuk Investree.

Keuntungan bagi peminjam dan pemberi pinjaman mengusung prinsip syariah

Investree syariah merupakan layanan usaha syariah yang dijamin menggunakan tagihan atau invoice (invoice financing). Secara umum terdapat beberapa keuntungan yang diklaim akan didapat oleh peminjam dan pemberi pinjaman jika memanfaatkan pembiayaan bisnis dengan prinsip syariah. Bagi peminjam keuntungan di antaranya adalah fasilitas dan layanan sesuai dengan prinsip syariah, sehingga peminjam dapat mengajukan pembiayaan secara aman, menganut konsep tanpa riba dan dijamin pembiayaan bebas bunga dan biaya tambahan.

Sementara untuk pemberi pinjaman keuntungan yang bisa didapatkan adalah, pendanaan yang sesuai dengan prinsip syariah, peminjam akan langsung menerima pengembalian dana sekaligus pendapatan berupa imbah hasil atas jasa penagihan yang dibayarkan pemberi pinjaman tanpa bebas biaya apapun, pendanaan dengan resiko yang terukur dan dana pembiayaan yang ditawarkan mulai dari 5 juta Rupiah.

“Kami menjamin borrower akan dapat mengembangkan bisnisnya dengan pembiayaan usaha yang prosedurnya mudah, berdasarkan prinsip syariah dan credit scoring modern,” kata Adrian.

Layanan fintech membuka akses keuangan untuk masyarakat

Turut hadir dalam acara tersebut adalah Muliaman D Haddad, praktisi dan pengamat ekonomi syariah serta Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah. Dalam sambutannya Muliaman mengungkapkan, layanan terbaru yang dihadirkan oleh Investree bukan hanya memberikan akses terbuka kepada masyarakat, namun juga sebagai acuan bagi pemain lainnya.

“Investree sudah memanfaatkan peluang yang tidak bisa dilakukan oleh bank, yaitu memberikan layanan pembiayaan secara online yang mudah dengan prinsip syariah, yang sebentar lagi akan dikeluarkan fatwanya oleh DSN MUI. Dengan demikian selanjutnya layanan ini bisa menjadi nasional,” kata Muliaman.

Sementara itu Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengungkapkan, sebagai salah satu layanan fintech lokal, Investree memiliki track record yang baik dalam hal inovasi keuangan digital. Diharapkan ke depannya, Investree syariah bisa memberikan porsi yang besar dan tidak kalah dengan layanan pembiayaan konvensional lainnya.

“Saya melihat Investree dengan rencana dan inovasinya mampu menggerakan kami dari OJK hingga Kementrian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengeluarkan peraturan terbaru, mulai dari pengembangan sistem penjualan Surat Berharga Negara (SBN) untuk investor ritel secara online hingga fintech syariah,” kata Hendrikus.

Application Information Will Show Up Here

Investree Segera Ekspansi ke Vietnam dan Luncurkan Pembiayaan Syariah

Pasca mendapatkan surat tanda resmi terdaftar dari OJK, perusahaan peer-to-peer lending Investree mengumumkan akan segera ekspansi ke Vietnam pada tahun depan dengan mendirikan anak usaha patungan bersama mitra lokal yang berasal dari negara tersebut.

Co-founder dan CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan dari segi regulasi, dia mengaku tidak terganjal oleh aturan resiprokal sebagaimana umumnya terjadi ketika suatu perbankan ingin membuka cabang di luar negeri. Dalam kondisi tersebut, regulator dari kedua negara harus melakukan suatu kesepakatan bersama untuk membuka pintu sebelum perbankan dari masing-masing negara ekspansi regional secara resmi.

“Dari sisi kami, tidak terkena regulasi karena yang muncul bukan nama Investree melainkan nama lokal. Lagipula resiprokal itu lebih ke arah untuk perbankan, sementara fintech itu borderless,” terangnya, Kamis (15/6).

Adapun identitas mitra yang akan digandeng perusahaan, masih dirahasiakan identitasnya. Adrian hanya menyebut, mitra tersebut berasal dari perusahaan keuangan yang paham dengan kondisi pasar di sana. Saat ini, pembentukan anak usaha tersebut masih dalam proses, ditargetkan akan diresmikan pada tahun depan.

“Jadi nantinya kami sebagai penyedia platform, sementara mitra lokal akan jadi pemainnya karena mereka yang mengerti pasar. Ini seru, kami akan dapat gambaran banyak tentang Vietnam, dapat datanya juga.”

Luncurkan pembiayaan syariah

Selain mengumumkan rencana ekspansi regional perdananya, Investree juga akan meluncurkan pembiayaan berbasis syariah. Rencananya unit ini akan mulai beroperasi pada akhir Juli 2017 mendatang.

Investree Syariah akan dapat diakses dalam situs utama Investree. Saat ini perusahaan sedang memproses izin sertifikasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

Adrian mengatakan rencana peluncuran unit bisnis ini dilakukan karena adanya permintaan dari sisi pendana (lender) maupun peminjam (borrower). Menurutnya, sudah ada komitmen dari tiga UKM untuk menjadi peminjam yang bersedia menjadi pilot project saat peluncuran nantinya. Adapun lokasinya, satu UKM berasal dari Surabaya dan dua lainnya dari Jakarta.

Sementara dari sisi pendana, perusahaan telah mendapat komitmen dari berbagai pihak. Salah satunya dari luar negeri, satu mewakili individu dari Singapura dan satu dari institusi perusahaan asuransi yang berlokasi di Jepang.

Dua pendana yang berasal dari luar negeri ini, terang Adrian, diperbolehkan dalam POJK No.77. Di sana disebut, perusahaan penyedia dapat menarik pendana dari luar negeri untuk dukung pengembangan industri fintech p2p syariah.

“Sekarang masih proses izin sertifikasinya ke DSN. Ini sesuai arahan dari OJK saat kami temui, mereka bilang karena ini belum diatur regulator sebaiknya langsung proses ke DSN saja.”

Nantinya akad (perjanjian) yang akan digunakan dalam Investree Syariah memakai akad wakalah bil ujrah, dengan skema pembagian komisi atau lebih dikenal ujrah. Dalam akad tersebut ada perjanjian transfer wewenang atau pemberi kuasa kepada pihak lain melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk kepentingan pihak pertama.

Dengan peluncuran unit bisnis ini, Adrian berharap dapat meningkatkan potensi layanan keuangan syariah di Indonesia yang selama ini masih terbelakang dibandingkan bisnis konvensional.

Pemain keuangan syariah masih terkendala dalam empat empat yakni pricing mahal, layanan yang konvensional jauh dari unsur inovasi, kantor cabang terbatas, dan sumber daya manusia yang terbatas.

“Empat tantangan ini yang masih menyebabkan bisnis keuangan syariah di Indonesia masih terbelakang. Dengan fintech, kami akan tes respons pasar dengan memberikan berbagai kesamaan dari segi produk, pricing, akses, strukturnya juga sama dengan konvensional. Kami buat tidak berbeda karena sumber dananya sama,” pungkas Adrian.

Sejak setahun berdiri, Investree telah menyalurkan pinjaman sebanyak Rp214 miliar untuk 626 UKM. Jumlah pinjaman yang telah cair sebanyak Rp160 miliar, kemudian pinjaman yang sudah lunas sebanyak Rp121 miliar.

Untuk rata-rata imbal hasil yang diterima pendana sebesar 17,4%. Sedangkan rata-rata waktu terdanai sejak aplikasi diajukan adalah tiga hari. Adapun untuk kredit macet diklaim tidak ada atau 0%.

Perusahaan menargetkan sampai akhir tahun ini dapat menyalurkan pinjaman sebesar Rp400 miliar. Tak hanya itu, perusahaan juga berambisi ekspansi ke beberapa kota di Pulau Jawa. Kota pertama yang segera disambangi adalah Semarang.

Untuk dukung target, Investree siap menambah dua produk baru yakni seller financing yang menyasar UKM e-commerce dan merchant cash advance, sebuah produk pre-invoice loan yang diperuntukkan untuk korporasi.