Tren investasi startup di Asia Tenggara telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyak investor besar dari Tiongkok, Amerika Serikat, dan Eropa yang sudah menanamkan dananya di regional ini.
Mengutip dari laporan terbaru Momentum Works dan Cento Ventures dalam “Southeast Asia Tech Invesment 2022”, startup Asia Tenggara mengumpulkan pendanaan senilai $10,4 miliar pada 2022, tahun terkuat ketiga dalam catatan, dan setara dengan tingkat investasi pra-pandemi.
Laporan tersebut menyebutkan, pada 2021 total dana yang terkumpul sebanyak $14,5 miliar. Kemudian pada 2022, regional ini menyelesaikan 929 kesepakatan, turun tipis dari 991 kesepakatan di 2021. “Asia Tenggara tidak melihat defisit modal investasi yang tidak normal hingga akhir tahun 2022 meskipun suasana pasar modal sedang buruk,” kata laporan itu.
Dikatakan, ekosistem investasi digital di kawasan ini tampak bereaksi lebih lambat terhadap perubahan global daripada Amerika Latin dan India.
Regional yang dijuluki sebagai ‘the next China’ ini menawarkan potensi pertumbuhan digital yang begitu menjanjikan. Karena alasan itulah pameran dan konferensi tahunan BEYOND Expo 2023, melalui kegiatan ORIGIN Conference, mengangkat berbagai topik khusus ASEAN pada hari kedua gelaran tersebut.
ORIGIN menghadirkan pembicara ahli dan diskusi panel yang mencakup topik mendalam dengan tujuan menghubungkan bisnis di seluruh Asia Tenggara dan Tiongkok serta membuka peluang pertumbuhan baru di kawasan ini.
ORIGIN Conference dimulai dengan pembukaan keynote oleh Founder dan CEO TechNode Group, dan Co-Founder BEYOND Dr. Gang Lu menyampaikan gambarannya tentang pasar Asia Tenggara dan membahas mengapa sekarang waktu yang tepat bagi bisnis untuk berinvestasi dan berkembang di kawasan ini.
“Sebagai bagian dari cetak biru ini, ORIGIN Conference dan BEYOND Expo bercita-cita untuk menciptakan level playing field di mana ekosistem lokal dan global berkumpul dan membuka jalan satu sama lain menuju kesuksesan yang lebih besar di Asia,” ujarnya Lu yang menyoroti pertumbuhan peran Asia Tenggara dalam membentuk lanskap ekonomi dan teknologi di Asia dan global.
Ia melanjutkan, “kami membayangkan BEYOND Expo menjadi tujuan utama untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi di Asia membawanya ke tingkat Consumer Electronics Show (CES) di Las Vegas dan Mobile World Congress (MWC) di Barcelona—dua dari yang paling inovatif dan pertemuan berpengaruh di ruang teknologi.”
Sangat terfragmentasi
Sesi diskusi panel “Next Generation: Different Breeds of Unicorns” yang dihadiri oleh Kamarul A. Muhamed (Aerodyne Group), Oranuch Lerdsuwankij (Techsauce), and Lin Xiangliang (ESCO Lifesciences Group), dan dimoderasi oleh James Kwan (Jumpstart Media), membahas topik yang cukup luas dari sisi kacamata pemain industri dengan lanskap ekosistem startup digital.
Oranuch Lerdsuwankij menyampaikan, kawasan ini sangat terfragmentasi, sehingga untuk siapapun yang mau memulai bisnis di sini harus mau mendalami pasar lokal dan berkolaborasi dengan orang-orang di dalamnya agar diterima. Menurutnya, apa yang sukses di Tiongkok belum tentu sukses bila diterapkan di sini. Alhasil perlu ada langkah lokalisasi konsep agar model bisnisnya diterima.
Kelebihan kawasan ini dibandingkan kawasan lainnya, sambung dia, adalah kebanyakan startup yang beroperasi ini datang dari generasi kedua atau ketiga dari sebuah usaha keluarga. Biasanya mereka kuliah di luar negeri lalu ketika kembali ke negaranya masing-masing, mereka jadi lebih sensitif tentang pain point dari bisnis keluarganya yang bisa dipermudah dengan memanfaatkan teknologi digital.
“Banyak bisnis di sini adalah warisan dari keluarga, biasanya di agrikultur, ritel, atau kuliner, jadi mereka mengerti value chain dan paham di mana titik pain point-nya.”
Lin Xiangliang pun menyepakati pernyataan Lerdsuwankij. Dia bilang, walau sangat terfragmentasi, kawasan ini termasuk pemecah masalah terbesar karena segudang masalah yang dimilikinya. Di samping itu, pemerintah di masing-masing negara juga masih berusaha mencari harmoni dengan inovasi digital yang begitu dinamis dengan aturan-aturan yang ramah.
“Ini semua butuh waktu tapi arahnya semakin membaik. Terlebih secara geopolitik, Asia Tenggara ini menarik karena berada di perhubungan antara negara barat dan timur.”
Ia pun menambahkan, perusahaan non-ASEAN yang berencana untuk masuk ke kawasan ini bisa merencanakan ekspansinya tersebut dengan masuk ke Thailand sebagai percobaan pertamanya. Alasannya dikarenakan secara penetrasi lebih mudah, didukung dengan ekosistem yang matang dan pun dibandingkan secara kebiasaan dengan orang Asia Tenggara lainnya tidak jauh berbeda.
Iklim investasi
Selanjutnya, dalam panel diskusi bertemakan “Navigating the Evolving Landscape of Investment and M&A in Southeast Asia” dengan jajaran panelis Amy Zhao (Openspace Ventures), Paramjit Singh (Malaysia Venture Capital Management/MAVCAP), dan Rama Mamuaya (DS/X Ventures) dimoderatori oleh Eudora Wang DealStreetAsia).
Terkait iklim investasi, Rama Mamuaya menyampaikan secara umum saat ini investor punya pilihan dalam berinvestasi ke startup. Berbekal dari pengalaman yang keras saat pandemi, buat pendanaan tahap lanjutan, sekarang investor mulai meminta startup untuk punya laporan keuangan yang baik. Hal tersebut juga berpengaruh pada valuasi. Yang mana, valuasi startup sudah normal, tidak segila dari masa sebelum pandemi.
“Di 2022, banyak perusahaan bagus yang butuh dana, meski secara keuangannya tidak bagus. Dulu mungkin investornya bilang, tidak apa-apa burn money karena kejar pertumbuhan, fundamental nanti saja. Tapi itu bukan berarti perusahaan atau produknya jelek, sekarang mereka mulai ambil langkah pivot untuk menuju capital efficiency.”
Rama menambahkan, karena pihaknya hanya fokus pada pendanaan tahap awal, maka hal-hal yang ia sampaikan setiap bertemu dengan founder startup adalah, bagaimana memastikan mereka tetap punya runway yang cukup setidaknya dalam dua tahun atau sebelum penggalangan dana berikutnya.
“Selain itu, kami juga harus memastikan mereka untuk lebih cepat monetisasi, sedini awal itu lebih baik.”
Pendapat Rama juga didukung oleh Paramjit Singh. Dia bilang, sekarang kondisinya investor punya pilihan untuk lebih selektif berinvestasi. “Jadi, bahkan untuk kami membutuhkan sedikit waktu untuk membuat keputusan sebelum berinvestasi. Justru itu jauh lebih selektif karena kami telah lebih cerdas dalam membuat keputusan,” ucapnya.
DS/X Ventures yang merupakan bagian dari DailySocial.id ini masih terbilang pemain baru sejak Desember 2022. VC ini fokus pada pendanaan startup tahap awal khusus untuk Indonesia saja. Walau masih seumur jagung, portofolionya sudah berjajar nama-nama startup, seperti YOBO, GoCement, Ilmu.com, D3 Labs, Finfra, Faspass, Cards, dan Baskit.
Amy Zhao menuturkan setidaknya ada tiga hal besar yang akan segera terjadi di kawasan ini. Yakni, industri healthcare, konsolidasi pasar, dan ekonomi hijau. “Ekonomi hijau ini bisa didukung dari perkembangan agrikultur yang pesat di Thailand, Indonesia, dan Vietnam, bagaimana teknologi bisa membantu petani dalam membaca iklim yang lebih akurat.” Tutupnya.
–
Disclosure: DailySocial.id adalah media partner dari BEYOND Expo 2023