Tag Archives: pendanaan startup

Menyoroti Potensi Lanskap Digital Startup Asia Tenggara

Menyoroti Potensi Lanskap Digital Startup Asia Tenggara

Tren investasi startup di Asia Tenggara telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Semakin banyak investor besar dari Tiongkok, Amerika Serikat, dan Eropa yang sudah menanamkan dananya di regional ini.

Mengutip dari laporan terbaru Momentum Works dan Cento Ventures dalam “Southeast Asia Tech Invesment 2022”, startup Asia Tenggara mengumpulkan pendanaan senilai $10,4 miliar pada 2022, tahun terkuat ketiga dalam catatan, dan setara dengan tingkat investasi pra-pandemi.

Laporan tersebut menyebutkan, pada 2021 total dana yang terkumpul sebanyak $14,5 miliar. Kemudian pada 2022, regional ini menyelesaikan 929 kesepakatan, turun tipis dari 991 kesepakatan di 2021. “Asia Tenggara tidak melihat defisit modal investasi yang tidak normal hingga akhir tahun 2022 meskipun suasana pasar modal sedang buruk,” kata laporan itu.

Dikatakan, ekosistem investasi digital di kawasan ini tampak bereaksi lebih lambat terhadap perubahan global daripada Amerika Latin dan India.

Regional yang dijuluki sebagai ‘the next China’ ini menawarkan potensi pertumbuhan digital yang begitu menjanjikan. Karena alasan itulah pameran dan konferensi tahunan BEYOND Expo 2023, melalui kegiatan ORIGIN Conference, mengangkat berbagai topik khusus ASEAN pada hari kedua gelaran tersebut.

ORIGIN menghadirkan pembicara ahli dan diskusi panel yang mencakup topik mendalam dengan tujuan menghubungkan bisnis di seluruh Asia Tenggara dan Tiongkok serta membuka peluang pertumbuhan baru di kawasan ini.

ORIGIN Conference dimulai dengan pembukaan keynote oleh Founder dan CEO TechNode Group, dan Co-Founder BEYOND Dr. Gang Lu menyampaikan gambarannya tentang pasar Asia Tenggara dan membahas mengapa sekarang waktu yang tepat bagi bisnis untuk berinvestasi dan berkembang di kawasan ini.

“Sebagai bagian dari cetak biru ini, ORIGIN Conference dan BEYOND Expo bercita-cita untuk menciptakan level playing field di mana ekosistem lokal dan global berkumpul dan membuka jalan satu sama lain menuju kesuksesan yang lebih besar di Asia,” ujarnya Lu yang menyoroti pertumbuhan peran Asia Tenggara dalam membentuk lanskap ekonomi dan teknologi di Asia dan global.

Ia melanjutkan, “kami membayangkan BEYOND Expo menjadi tujuan utama untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi di Asia membawanya ke tingkat Consumer Electronics Show (CES) di Las Vegas dan Mobile World Congress (MWC) di Barcelona—dua dari yang paling inovatif dan pertemuan berpengaruh di ruang teknologi.”

Sangat terfragmentasi

Sesi diskusi panel “Next Generation: Different Breeds of Unicorns” yang dihadiri oleh Kamarul A. Muhamed (Aerodyne Group), Oranuch Lerdsuwankij (Techsauce), and Lin Xiangliang (ESCO Lifesciences Group), dan dimoderasi oleh James Kwan (Jumpstart Media), membahas topik yang cukup luas dari sisi kacamata pemain industri dengan lanskap ekosistem startup digital.

BEYOND Expo 2023

Oranuch Lerdsuwankij menyampaikan, kawasan ini sangat terfragmentasi, sehingga untuk siapapun yang mau memulai bisnis di sini harus mau mendalami pasar lokal dan berkolaborasi dengan orang-orang di dalamnya agar diterima. Menurutnya, apa yang sukses di Tiongkok belum tentu sukses bila diterapkan di sini. Alhasil perlu ada langkah lokalisasi konsep agar model bisnisnya diterima.

Kelebihan kawasan ini dibandingkan kawasan lainnya, sambung dia, adalah kebanyakan startup yang beroperasi ini datang dari generasi kedua atau ketiga dari sebuah usaha keluarga. Biasanya mereka kuliah di luar negeri lalu ketika kembali ke negaranya masing-masing, mereka jadi lebih sensitif tentang pain point dari bisnis keluarganya yang bisa dipermudah dengan memanfaatkan teknologi digital.

“Banyak bisnis di sini adalah warisan dari keluarga, biasanya di agrikultur, ritel, atau kuliner, jadi mereka mengerti value chain dan paham di mana titik pain point-nya.”

Lin Xiangliang pun menyepakati pernyataan Lerdsuwankij. Dia bilang, walau sangat terfragmentasi, kawasan ini termasuk pemecah masalah terbesar karena segudang masalah yang dimilikinya. Di samping itu, pemerintah di masing-masing negara juga masih berusaha mencari harmoni dengan inovasi digital yang begitu dinamis dengan aturan-aturan yang ramah.

“Ini semua butuh waktu tapi arahnya semakin membaik. Terlebih secara geopolitik, Asia Tenggara ini menarik karena berada di perhubungan antara negara barat dan timur.”

Ia pun menambahkan, perusahaan non-ASEAN yang berencana untuk masuk ke kawasan ini bisa merencanakan ekspansinya tersebut dengan masuk ke Thailand sebagai percobaan pertamanya. Alasannya dikarenakan secara penetrasi lebih mudah, didukung dengan ekosistem yang matang dan pun dibandingkan secara kebiasaan dengan orang Asia Tenggara lainnya tidak jauh berbeda.

Iklim investasi

Selanjutnya, dalam panel diskusi bertemakan “Navigating the Evolving Landscape of Investment and M&A in Southeast Asia” dengan jajaran panelis Amy Zhao (Openspace Ventures), Paramjit Singh (Malaysia Venture Capital Management/MAVCAP), dan Rama Mamuaya (DS/X Ventures) dimoderatori oleh Eudora Wang DealStreetAsia).

BEYOND Expo 2023

Terkait iklim investasi, Rama Mamuaya menyampaikan secara umum saat ini investor punya pilihan dalam berinvestasi ke startup. Berbekal dari pengalaman yang keras saat pandemi, buat pendanaan tahap lanjutan, sekarang investor mulai meminta startup untuk punya laporan keuangan yang baik. Hal tersebut juga berpengaruh pada valuasi. Yang mana, valuasi startup sudah normal, tidak segila dari masa sebelum pandemi.

“Di 2022, banyak perusahaan bagus yang butuh dana, meski secara keuangannya tidak bagus. Dulu mungkin investornya bilang, tidak apa-apa burn money karena kejar pertumbuhan, fundamental nanti saja. Tapi itu bukan berarti perusahaan atau produknya jelek, sekarang mereka mulai ambil langkah pivot untuk menuju capital efficiency.”

Rama menambahkan, karena pihaknya hanya fokus pada pendanaan tahap awal, maka hal-hal yang ia sampaikan setiap bertemu dengan founder startup adalah, bagaimana memastikan mereka tetap punya runway yang cukup setidaknya dalam dua tahun atau sebelum penggalangan dana berikutnya.

“Selain itu, kami juga harus memastikan mereka untuk lebih cepat monetisasi, sedini awal itu lebih baik.”

Pendapat Rama juga didukung oleh Paramjit Singh. Dia bilang, sekarang kondisinya investor punya pilihan untuk lebih selektif berinvestasi. “Jadi, bahkan untuk kami membutuhkan sedikit waktu untuk membuat keputusan sebelum berinvestasi. Justru itu jauh lebih selektif karena kami telah lebih cerdas dalam membuat keputusan,” ucapnya.

DS/X Ventures yang merupakan bagian dari DailySocial.id ini masih terbilang pemain baru sejak Desember 2022. VC ini fokus pada pendanaan startup tahap awal khusus untuk Indonesia saja. Walau masih seumur jagung, portofolionya sudah berjajar nama-nama startup, seperti YOBO, GoCement, Ilmu.com, D3 Labs, Finfra, Faspass, Cards, dan Baskit.

Amy Zhao menuturkan setidaknya ada tiga hal besar yang akan segera terjadi di kawasan ini. Yakni, industri healthcare, konsolidasi pasar, dan ekonomi hijau. “Ekonomi hijau ini bisa didukung dari perkembangan agrikultur yang pesat di Thailand, Indonesia, dan Vietnam, bagaimana teknologi bisa membantu petani dalam membaca iklim yang lebih akurat.” Tutupnya.

Disclosure: DailySocial.id adalah media partner dari BEYOND Expo 2023

Danamart Jembatani Pendanaan bagi UKM Berbasis ESG

Dalam beberapa tahun terakhir, securities crowdfunding (SCF) telah muncul sebagai opsi untuk meningkatkan modal dan mendemokratisasi peluang investasi. Pendekatan inovatif ini memungkinkan startup dan UKM untuk mengakses pendanaan dari kumpulan investor yang beragam.

Salah satu platform yang menawarkan layanan SCF adalah Danamart. Platform ini fokus pada pembiayaan UKM melalui dua produk utamanya, yakni Invoice Financing dan Purchase Order (PO) Financing. Kini, Danamart telah mendapatkan izin resmi sebagai penyelenggara layanan SCF dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal 2023.

Kepada media, Founder & CEO Danamart sekaligus Sekretaris Jenderal Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) Patrick Gunadi memaparkan tentang fokus pembiayaan pada segmen UKM dan startup hingga rencana penggalangan dana.

Usaha dengan nilai ESG

Securities crowdfunding (SCF) mengacu pada praktik penggalangan dana dari sejumlah individu, biasanya melalui platform online, dengan imbalan sekuritas di perusahaan. Tidak seperti crowdfunding tradisional yang melibatkan donasi atau produk pra-pembelian, SCF memungkinkan investor membeli saham atau bentuk ekuitas lainnya dalam bisnis.

Danamart mengklaim sebagai pionir pembiayaan yang menerapkan ESG atau prinsip keberlanjutan terhadap lingkungan dan masyarakat. Prinsip ESG juga menjadi salah satu tolak ukur penilaian manajemen risiko terhadap UKM sebelum menerbitkan efek di Danamart.

“Untuk mendorong sustanability, kami tidak mendanai perusahaan yang belum memiliki ESG value. Perusahaan yang sudah memiliki ESG value akan diberikan insentif,” kata Patrick.

Kesulitan mendapatkan modal menjadi tantangan utama bagi UKM naik kelas untuk mengembangkan usahanya. Maka itu, Danamart memiliki dua opsi untuk investor dan perusahaan yang mencari pendanaan (issuer), yakni Equity Financing (khusus startup) dan Debt Financing (untuk UMKM).

Proses penggalangan modal dan pembiayaan dilakukan secara online atau daring dengan keringanan syarat terkait jaminan, nilai aset, serta akses permodalan tercatat pada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Danamart hanya mengenakan platform fee 6% kepada issuer dengan plafon pendanaan sampai dengan Rp10 Milliar.

“Ketika ingin menjual saham atau surat utang, perusahaan [mungkin] belum bisa memenuhi sejumlah persyaratan di pasar modal, terutama yang berkaitan dengan nominal IPO. Melalui securities crowdfunding, nominal penawaran bisa lebih terjangkau untuk UKM,” kata Patrick.

Startup atau UKM yang ingin mencari pendanaan, bisa mengakses langsung ke web app Danamart. Perusahaan mengklaim proses pendaftaran bisa dilakukan secara cepat sekitar 8 menit saja.

Rencana penggalangan dana

Dilihat dari data yang mereka miliki, saat ini generasi muda mulai dari usia 18-25 tahun menunjukkan minat lumayan besar untuk berinvestasi ke usaha yang memiliki nilai sosial hingga lingkungan. “Dari sisi investor, ini bisa menjadi aset baru. Sebelumnya, startup yang ingin menggalang dana, harus melalui angel investor dan pihak terkait lainnya. Kini lewat Danamart, semua orang bisa menjadi investor untuk startup hingga UKM di Indonesia,” kata Patrick.

Danamart tercatat telah memperoleh pendanaan awal, turut didukung oleh sejumlah investor, termasuk Alexander Rusli sebagai pemegang saham dan penasihat, serta pemodal ventura Prasetia Dwidharma. Menurut perusahaan, tahun ini Danamart berencana menggalang pendanaan pra-seri A untuk mendukung rencana ekspansi ke dua kota.

Sampai saat ini, Danamart telah membantu UKM dalam permodalan usaha melalui fasilitas penawaran efek berbasis utang. Tidak menutup kemungkinan penerbit efek berbasis ekuitas atau saham mendapatkan penambahan modal di platform Danamart. Danamart mengaku terus konsisten mendukung UKM melalui layanan SCF yang aman dan inklusif.

Danamart juga menyediakan pelatihan berupa Danamart Academy secara gratis kepada pelaku UKM untuk mempelajari ilmu bisnis dari pakarnya secara online. Diberikan juga informasi untuk membuat portofolio perusahaan yang profesional, kepada pelaku usaha yang berencana untuk melakukan penggalangan dana.

Pendanaan Fita INDICO

Startup Wellness “Fita” Memperoleh Pendanaan 30 Miliar Rupiah dari Telkomsel INDICO

Platform preventive healthcare berbasis reward Fita memperoleh pendanaan sebesar $1,9 juta atau sekitar 30 miliar Rupiah dari Telkomsel Ekosistem Digital (INDICO). Dana segar ini akan diprioritaskan untuk pengembangan produk yang user-oriented dan fitur penunjang bagi professional coach.

Fita merupakan platform kesehatan yang berfokus pada pencegahan sakit dan gaya hidup sehat. Visinya memimpin pasar platform kesehatan terintegrasi di Indonesia. Salah satu komitmen Fita adalah menghadirkan dua produk antarmuka, yakni aplikasi Fita untuk end-user dan platform professional coach Coach at the Center of Health (CATCH) yang dirilis baru-baru ini.

Sementara, Telkomsel INDICO merupakan anak usaha Telkomsel yang didirikan sebagai holding company bagi sub-bisnis digital Telkomsel. Selain Fita, portofolio INDICO lainnya adalah Kuncie (edtech) dan Majamojo (game).

CEO Fita Reynazran (Rey) Royono mengatakan, pihaknya fokus membangun awareness dan fondasi produk yang kuat, serta menarik minat masyarakat lewat fitur bernilai tambah di tahun ini. Pihaknya juga terus melakukan kegiatan edukasi terkait kesehatan dan nutrisi dengan menggandeng certified coaches.

“Ternyata keinginan masyarakat untuk hidup sehat sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan pengguna Fita yang kini telah mencapai 350.000 pengguna aktif setiap bulannya,” tutur Rey dalam keterangan resminya.

Dalam kurun waktu setahun, Fita telah diunduh sebanyak 2,5 juta kali, juga didukung lebih dari 200 coach bersertifikat, 800 konten tutorial olahraga, dan 200 resep makanan sehat. Dari sisi penjualan, pertumbuhannya mencapai lima kali dalam tiga bulan terakhir. Dengan pencapaian ini, Fita mengklaim sebagai startup kesehatan dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia.

CEO INDICO Andi Kristianto menambahkan, “pendanaan ini adalah bagian dari komitmen awal kami untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya. Kami menilai Fita layak mendapat pendanaan karena mereka mampu memaksimalkan potensi dan resources yang dimiliki, dan telah merealisasikan rencana bisnis sesuai komitmen mereka.”

Pengembangan masif

Pihaknya mengungkap rencana pengembangan produk secara masif ke depan. Pertama, Fita akan masuk ke ranah offline melalui keanggotaan (membership) di fasilitas gym dan kelas olahraga. Program kesehatan juga akan diperluas ke kategori penyakit kritis dan kesehatan jiwa, seperti diabetes, hipertensi, women health, serta mindfulness.

Sumber: Telkomsel Fita
Sumber: Fita

Di samping itu, Fita akan memperluas cakupan pembelian produk dan perangkat kesehatan secara online, misalnya wearable, suplemen, dan vitamin. Ada pula rekomendasi paket asuransi yang tepat untuk pengguna.

Menurut Rey, pengembangan ekosistem produk dan layanan kesehatan yang lengkap akan menandai kesiapan Fita untuk membuka peluang pendanaan eksternal atau di luar lingkungan Telkomsel.

“Tahun 2023 akan menjadi gerbang bagi kami untuk scale up menuju profitability yang matang. Kami membuka potensi kerja sama secara luas bagi siapapun termasuk potential investor untuk penetrasi sektor kesehatan digital bersama Fita. Melihat potensi dan antusiasme market yang luar biasa, kami optimistis dalam lima tahun mendatang, Fita memiliki kesempatan besar untuk mencapai pemerataan di sektor healthtech dan fitness Indonesia.”

Dalam wawancara dengan DailySocial.id sebelumnya, Rey mengungkapkan tantangan mengembangkan produk wellness masih besar. Pasalnya, pasar healthtech Indonesia saat ini 70% masih didominasi layanan telemedicine yang akselerasinya meningkat pesat tahun lalu. Pasar wellness mulai memperlihatkan tren pertumbuhan mengingat banyak masyarakat Indonesia kini mulai memperhatikan kesehatan di era Covid-19.

Sekadar informasi, dalam pengembangan solusi digital, Telkomsel berfokus pada dua hipotesis besar. Pertama, hipotesis “inside-out“, Telkomsel berpotensi melepas (spin off) solusi ini untuk membesarkan valuasinya apabila sukses di pasar. Kedua, hipotesis “outside-out” berfokus dalam mencari ide atau use case yang punya keterkaitan erat dengan business unit Telkomsel.

Application Information Will Show Up Here

BRI Ventures Bidik Penggalangan Putaran Akhir “Sembrani Kiqani” Sebesar 784 Miliar Rupiah

BRI Ventures (BVI) membidik penggalangan putaran akhir dana kelolaan Sembrani Kiqani dengan target sebesar $50 juta atau sekitar 784 miliar Rupiah. Dilansir dari DealStreetAsia, BVI sebelumnya telah menutup putaran pertama Sembrani Kiqani pada Juni 2022.

Melalui unggahan di laman LinkedInFounding CEO BVI Nicko Widjaja bercerita perjalanan dana kelolaan Sembrani Nusantara yang dibentuk pada Juni 2020 di puncak ketidakpastian situasi global, dan dimulai dengan ekspektasi rendah. Sembrani Nusantara merupakan dana kelolaan ventura pertama di Indonesia yang berizin dan diawasi OJK. Dana kelolaan yang diperoleh melampaui target awal yang sebesar Rp300 miliar pada awal 2021. 

Kemudian, Kiqani juga dibentuk pada tahun berikutnya, serupa dengan situasi global saat ini. Namun, pihaknya mampu mengamankan dana putaran pertama dari berbagai LP dengan pencapaian lebih tinggi dari target.

“Mengelola dua dana kelolaan di Indonesia bukanlah hal yang mudah, terutama ketika dana kelolaan ini adalah pionir—dan diluncurkan pada situasi yang penuh ketidakpastian. Meski banyak rintangan, hambatan, (dan hal-hal negatif), Sembrani dan Kiqani dapat bertahan menghadapi segala rintangan,” tulis Nicko.

Fokus BVI

BVI dibentuk pada tahun 2019 dengan debut dana kelolaan senilai $250 juta atau setara dengan Rp3,5 triliun. Nicko Widjaja ditunjuk sebagai CEO BVI pada Juli 2019, meninggalkan posisinya sebagai CEO MDI Ventures yang telah dijalani selama lebih dari 4 tahun.

Dengan dana awal disokong oleh induk perusahaan, BVI telah menyalurkan investasi ke perusahaan-perusahaan yang fokus di industri fintech seperti Investree, Modalku, Payfazz, Tanihub, dan juga Nium.

Sembrani Nusantara diluncurkan sebagai medium perusahaan untuk mengecap pendanaan eksternal. Strukturnya sendiri terbilang baru karena berbentuk Kontrak Investasi Bersama (KIB), yang mengambil konsep mirip Kontrak Investasi Kolektif (KIK) di reksa dana. Dana kelolaan ini menyalurkan investasi pada startup tahap awal di sektor seperti pendidikan, agro-maritim, retail, logistik, dan kesehatan.

Belum lama ini, Sembrani Nusantara juga disinyalir telah menyuntikkan investasi putaran seed pada pemain e-commerce B2B, Belanjaparts, dengan ticket size senilai $2 juta-$3 juta. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Nicko Widjaja seperti yang diberitakan oleh DealStreetAsia.

Masih dengan misi yang sama, Sembrani Kiqani menargetkan startup tahap awal, hanya saja difokuskan untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C) dan inisiatif di bidang web3. Melalui medium ini, perusahaan telah mengucurkan dana untuk perusahaan game berbasis blockchain Yield Guild Games SEA dan startup pengembang kemasan ramah lingkungan, Plepah.

Pada Maret 2022, CVC yang terlibat dalam Merah Putih Fund (MPF) ini juga telah menandatangani kesepakatan untuk membentuk dana kelolaan baru, yakni Fundnel Secondaries Fund yang menargetkan investasi sebesar $50 juta atau lebih dari Rp780 miliar di awal tahun 2023.

Pendanaan semester I 2022

DailySocial.id kembali merekap transaksi pendanaan startup digital sepanjang paruh pertama 2022. Terdapat beberapa tren menarik yang dapat dicermati, di tengah isu miring yang tengah menjadi sorotan di ekosistem—salah satunya tentang koreksi pasar akibat krisis ekonomi global—yang berdampak langsung dengan cara investor menilai sebuah startup.

Memasuki kuartal II 2022 sejumlah gejolak muncul, turut berdampak langsung pada iklim investasi startup. Di permukaan, kabar seperti startup melakukan layoff, pivot bisnis, sampai dengan penutupan usaha santer terdengar. Namun kondisi goncangan tersebut ternyata tidak menyurutkan kucuran pendanaan ke startup Indonesia.

Tren pendanaan sepanjang H1 2022

Dari grafik di atas, ada pertumbuhan nilai pada pendanaan lanjutan di sepanjang kuartal II 2022, khususnya seri B ke atas. Jumlah transaksi pendanaan awal dan pra-awal masih mendominasi. Hal ini menunjukkan kehadiran beberapa model bisnis baru yang mencuri perhatian investor.

Salah satu sektor yang juga cukup dilirik adalah D2C. Sektor ini dilihat sebagai peluang untuk menurunkan biaya dan memaksimalkan keuntungan dengan menghilangkan jalur rantai pasokan.

Menurut McKinsey, D2C mengacu pada praktik penjualan produk langsung ke konsumen melalui situs milik perusahaan sendiri, tanpa melalui pengecer atau grosir pihak ketiga. Konsep ini akan menghilangkan penghalang antara produsen dan konsumen, memberikan produsen lebih besar kendali atas merek, reputasi, pemasaran, dan taktik penjualannya.

Startup D2C di Indonesia / Sumber: Startup Report 2021 & Q1 2022 oleh DSInnovate

Konsep D2C juga disebut bisa membantu merek membangun hubungan mereka dengan pelanggan mereka, dengan memberi mereka pengalaman unik dan proposisi nilai sebagai pembeda.

Pendanaan Seri B Esensi Solusi Buana

Esensi Solusi Buana Raih Pendanaan Seri B 420 Miliar Rupiah; Masuk ke Jajaran Centaur [UPDATED]

*Update 29/8 pukul 19.30: kami menambahkan informasi kisaran valuasi ESB

Startup SaaS bisnis kuliner Esensi Solusi Buana (ESB) meraih pendanaan seri B sebesar $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah. Investasi ini dipimpin oleh Northstar Group dan Alpha JWC Ventures serta partisipasi dari BEENEXT, Vulcan Capital, dan AC Ventures.

Sebelumnya, ESB telah mengumpulkan total pendanaan sebesar $10,6 juta dari sejumlah investor antara lain Alpha JWC, Vulcan Capital, BEENEXT, AC Ventures, Skystar Capital, dan Selera Kapital.

Dari pendanaan yang ada, menurut sumber yang kami dapat, saat ini valuasi ESB telah mencapai lebih dari $100 juta dan menjadikannya sebagai salah satu startup Centaur dari kategori SaaS.

ESB merupakan pengembang platform SaaS yang mengelola bisnis kuliner secara all-in-one. Startup ini didirikan oleh Gunawan Woen, Eka Prasetya, Setiadi Prawiryo Moeljadi, dan Dwi Prawira pada 2018. Berbekal pengalaman puluhan tahun di F&B dan rantai pasokan, para pendiri ESB memiliki misi membantu pemilik bisnis meningkatkan profitabilitas, penjualan, dan efisiensi operasional melalui solusi berbasis cloud.

Sejumlah solusi yang ditawarkan mencakup aplikasi pengambilan pesanan front-end, Point of Sales (POS), solusi operasi dapur, dan sistem Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP) F&B back-end. Selain itu, pemilik bisnis akan mendapatkan akses ke ekosistem penyedia pihak ketiga, seperti pasokan bahan, pengiriman makanan, dan pembayaran digital.

Melalui ESB, pengusaha F&B juga mendapatkan akses ke ekosistem penyedia ESB telah melayani lebih dari 2.000 merek F&B dan mengelola lebih dari 100 juta pesanan per tahun.

Managing Director Northstar Group Carlson Lau mengungkap, ESB telah menunjukkan kinerja yang baik dan bahkan mampu melawan pesaing global yang punya kapitalisasi lebih besar dalam memenangkan F&B internasional di Indonesia. “Kami senang melihat produk dan pengembangan strategi go-to-market yang matang,” tuturnya.

Sementara, Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, “Platform ESB menghadirkan solusi berbasis cloud secara end-to-end bagi pemilik restoran agar dapat mengurangi biaya, mengelola operasional, dan meningkatkan pengiriman online. ESB siap merevolusi pasar multi-miliar dine-in dan takeaway di Indonesia,” tutur Li.

Ekspansi dan pengembangan produk

Adapun, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauannya di pasar UMKM  dan meluncurkan produk baru. Proposisi nilai yang ditawarkan mencakup: (1) fitur pembayaran dan pinjaman yang sederhana, (2) fasilitas modal kerja, (3) pengembangan fitur untuk mendorong produktivitas UKM, (4) solusi manajemen pemesanan dan pengiriman, (5) kemampuan fitur akuntansi, dan (6) kemampuan sistem informasi SDM.

Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen mengatakan, pandemi telah mengakselerasi adopsi digital pada ekosistem yang terlibat di value chain F&B, mulai dari pelanggan hingga pemasok bahan. Dengan akselerasi ini, pemilik F&B terdorong untuk menjalankan operasional yang lebih ringkas dan mengeksplorasi kanal penjualan baru. Solusi ini juga diharapkan mendorong pertumbuhan bisnis di tengah pemulihan ekonomi.

Selain itu, kenaikan biaya akibat inflasi harga komoditas di awal 2022 memaksa pelaku usaha F&B untuk lebih mengoptimalkan struktur biayanya. Hal ini mendorong mereka untuk mengadopsi tools yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan produktivitas melalui layanan mandiri konsumen, otomatisasi alur kerja internal, dan pengurangan limbah makanan. ESB siap untuk memanfaatkan tren ini.

“Kami memandang mitra F&B kami setara, baik pelaku UMKM hingga bisnis skala besar. Kami berkomitmen untuk membantu pedagang kami menghasilkan penjualan lebih banyak dan meningkatkan efisiensi mereka. Dengan mencapai itu, kami dapat memastikan keberlanjutan, bankability, dan pertumbuhan mereka. Ketika mitra kami tumbuh, ESB ikut tumbuh,” ujar Gunawan.

Beberapa platform digital di Indonesia yang memiliki komitmen untuk mendukung pelaku F&B terutama skala UKM ada DigiResto yang dikembangkan MCAS. DigiResto sempat mendapat investasi dari SiCepat. Ada pula Runchise yang punya model pengelolaan bisnis waralaba (franchise) dan kuliner.

Pendanaan Avium East Ventures

East Ventures Berpartisipasi pada Pendanaan Pra-Awal Avium

East Ventures berpartisipasi pada pendanaan pra-awal Avium sebesar $2 juta sekitar Rp29,8 miliar. Dipimpin oleh Saison Capital, putaran ini juga disuntik oleh Mirana Ventures dan sejumlah angel investor, seperti Ricky Ow (eks petinggi WarnerMedia), Hepmil Media Group (SGAG/MGAG/PGAG).

Avium berasal Singapura yang didirikan oleh Ivan Yeo, Nathanael Lim, dan Eugene Yap. Sekadar informasi, Ivan sebelumnya mendirikan perusahaan esport EVOS, sedangkan Nathanael adalah pengacara yang menangani perusahaan teknologi global, seperti Huobi, Binance, dan Facebook. Adapun, Eugene Yap merupakan eks konsultan strategis yang berpengalaman menangani proyek besar termasuk Morgan Stanley dan Partners Group.

“Kami sadar bahwa studio-studio di Asia Tenggara layak mendapat kesuksesan yang lebih baik di bidang IP (intellectual property). Kami sudah mengetahui hasil karya mereka di skala global, tetapi mereka belum mampu menampilkan seluruh spektrum karyanya agar dapat diakui industri. Melalui pendanaan ini, mereka siap untuk menunjukkan karyanya, dan kami siap untuk memperkuat hal tersebut,” kata Co-Founder Avium Ivan Yeo dilansir dalam blognya.

Avium akan menjadi tempat berkumpulnya seluruh ekosistem, termasuk kreator dan produser, yang menggarap konten animasi dalam berbagai format. Ekosistem ini mencakup proses end-to-end mulai dari (1) pengembangan konten original dari studio; via iklan, seniman digital, tim rendering, hingga produser; (2) kreasi media dan produk consumer (via komik, animasi, dan merchandise); serta (3) distribusi melalu jaringan media (konten kreator dan kanal esport).

Partner di Saison Capital Chris Sirise menambahkan, “Founding team di Avium telah memiliki rekam jejak untuk menarik talenta kreatif terbaik dan mengumpulkan para fans di regional melalui konten-konten terbaik. Infrastruktur Web3 akan membantu menyatukan ini semua dengan memberi insentif yang adil pada komunitas,” ujarnya.

Pengembangan konten

Melalui pendanaan ini, Avium akan membangun jaringan studio terbesar di Asia Tenggara dengan memanfaatkan infrastruktur Web3. Pihaknya akan mengembangkan brand entertainment hingga konten original.

Adapun, Caravan Studios dan Circle Studio termasuk perusahaan animasi regional terkemuka yang telah bergabung ke dalam ekosistem Avium. Caravan telah mengembangkan IP untuk berbagai brand besar, seperti Marvel Comics, Netflix, Prime Video, Lego, Legends of Runterra, dan Clash Royale. Sementara, Circle telah menggarap IP untuk Valve, Tencent, Dota, dan Mobile Legends.

Avium menawarkan koleksi NFT Founders’ Pass yang dirancang untuk memberi insentif bagi tim kreatif dan studio yang mengembangkan brand di Avium. Para pemegang Founders’ Pass memberikan akses kepada pemilik bisnis, kreator, dan seniman ke komunitas eksklusif yang membangun brand Avium bersama founding team.

Artinya, mereka akan menjadi bagian dari anggota pendiri Avium yang juga berhak untuk membangun bersama studio dan produser dengan memanfaatkan merek tersebut. Sejauh ini, Avium telah mengantongi lebih dari 10 ribu follower dari berbagai media sosial.

Web3 bagi creator economy

Berdasarkan laporan Antler beberapa waktu lalu, pasar industri creator economy global telah menyentuh angka $104,2 miliar yang didorong oleh meningkatnya investasi di sektor tersebut. Di sepanjang 2021, Antler mencatat sebesar $1,3 miliar investasi telah dikucurkan ke platform creator economy.

Antler memproyeksikan pertumbuhan creator economy di masa depan akan dipicu oleh peningkatan adopsi Web3. Menurut laporan, Web3 bakal menjadi game changer bagi kreator dan memungkinkan mereka untuk memonetisasi karyanya secara independen.

Generasi kreator berikutnya akan punya kesempatan untuk meningkatkan sumber monetisasi konten atau karya. Tentu ini menjadi perubahan signifikan mengingat sebelumnya kreator banyak mengandalkan iklan dan sponsor merek untuk mendapatkan pemasukan.

Apa itu Venture Capital, Pengertian Jenis, dan Contohnya

Untuk membuat sebuah bisnis bukan lah hal yang gampang dilakukan, ada banyak hal yang harus kamu siapkan. Salah satunya adalah soal modal yang digunakan untuk membangun usaha. Umumnya modal dihasilkan oleh kantong sendiri atau investor melalui venture capital.

Umumnya venture capital adalah sebuah perusahaan yang menyediakan pembiayaan atau pendanaan bagi startup atau UKM.

Lalu, bagaimana cara kerja venture capital dan perusahaan Indonesia apa saja yang sudah masuk menjadi venture capital OJK? Simak pembahasanya di sini!

Pengertian Venture Capital

Dikutip dari investopedia, venture capital adalah sebuah ekuitas swasta dan jenis pembiayaan yang diberikan investor kepada perusahaan pemula dan usaha kecil yang diyakini memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang.

Sehingga, equity venture capital adalah lembaga keuangan yang memberikan investasi ke berbagai macam usaha kecil atau startup.

Modal dari venture capital umumnya berasal dari investor yang cukup kaya, bank investasi, dan lembaga keuangan lainnya. Selain uang, venture capital juga bisa diberikan dalam bentuk keahlian teknis atau manajerial. Sementara, untuk mendapatkan modal ventura ini perusahaan perlu mengajukan rencana bisnis ke perusahaan venture capital atau angel investor.

Sementara, dikutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu.

Kemudian, kegiatan usaha perusahaan venture capital adalah sebagai berikut:

  • Penyertaan saham (equity participation)
  • Penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation)
  • Pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha (profit/revenue sharing)

Jenis-jenis Venture Capital

Venture capital akan memberikan beberapa pendanaan yang berbeda ke setiap startup, sesuai dengan spesifikasinya dan pendanaan ini bisa diberikan sekali, tetapi tidak menuntut kemungkinan venture capital memberikan dua sampai tiga kali jenis pendanaan.

Berikut jenis-jenis pendanaan yang biasanya diberikan oleh venture capital, dikutip My Capital:

1. Seed Capital

Seed capital adalah salah satu jenis pendanaan tahap awal yang diberikan venture capital kepada perusahaan yang belum memiliki produk atau sistem organisasi yang terorganisir dengan baik dan masih mencari tahap pendanaan di tahap awal.

Namun, biasanya dana dari seed capital akan berbentuk kecil dan pas digunakan untuk research market.

2. Startup Capital

Jenis pendanaan yang kedua adalah startup capital, biasanya diberikan kepada perusahaan yang sudah memiliki produk sendiri. Pendanaan ini bisa kamu gunakan untuk merekrut karyawan baru dan juga menyelesaikan produksi sampai siap dipasarkan.

3. Early Stage Capital

Untuk startup yang berkembang dan memiliki penjualan yang cukup baik dalam waktu tiga tahun ke depan, dan sudah memiliki struktur organisasi yang lengkap maka sudah bisa menerima early stage capital.

4. Expansion Capital

Kamu memiliki usaha yang sudah matang dalam melakukan ekspansi dan sudah bisa memaksimalkan pasar saat ini? Oleh karena itu kamu sudah bisa mendapatkan expansion capital dari lembaga venture capital.

Agar bisnis yang kamu jalani bisa berkembang dengan cepat di Indonesia, kamu perlu mencari perusahaan venture capital Indonesia yang tepat.

5. Late Stage Capital

Perusahaan kamu butuh dana tahapan akhir yang cukup untuk meningkatkan kapasitas produksi atau mencapai tujuan yang lebih besar? Pendanaan ini sangat cocok digunakan untuk membuat perusahaanmu semakin lebih baik lagi ke depannya.

Contoh Venture Capital Indonesia

Setelah mengetahui pengertian dan jenis venture capital, langkah terakhir yang wajib kamu tahu adalah contoh venture capital Indonesia 2021 yang aktif dan dapat membantu perusahaan kamu mendapatkan pendanaan.

1. East Venture

East Venture adalah salah satu venture capital Indonesia yang paling aktif memberikan pendanaan, perusahaan ini berdiri sejak tahun 2009 dan sampai tahun 2022, sudah ada 200 startup yang mendapatkan pendanaan dari East Venture. Beberapa di antara adalah Berrybenka, 99.co, Berrykitchen.

2. Alpha JWC Ventures

Alpha JWC Ventures merupakan perusahaan modal ventura yang sudah berinvestasi di sekitar 56 startup, termasuk Kopi Kenangan, Sayurbox, Mangkokku, Noice, Lemonilo, Bobobox, Ajaib, dan masih banyak lagi.

Perusahaan yang fokus berinvestasi pada startup berbasis teknologi di Indonesia ini didirikan oleh Chandra Tjan bersama Jefrey Joe dan Will Ongkowidjaja pada awal 2015. Akan tetapi, debut awalnya di tahun 2016.

3. Golden Gate Venture

Golden Gate Venture adalah perusahaan modal ventura tahap awal yang berdiri sejak 2011. Salah satu venture capital Indonesia yang cukup aktif ini telah berinvestasi di lebih dari 30 perusahaan di lebih dari 7 negara di Asia. Perusahaan Golden Gate Venture berinvestasi dalam startup internet & seluler di banyak sektor, termasuk e-commerce, pembayaran, pasar, aplikasi mobile, dan platform SaaS.

4. Sinar Mas Digital Venture

Salah satu perusahaan berorientasi teknologi yang menyediakan modal venture capital adalah Sinar Mas Digital Ventures (SMDV) yang dibangun pada 2018 dan perusahaan pemodal ini menjadi pemodal aktif nomor dua berdasarkan startup report 2019.

5. Emtek Group

Mungkin kamu mengenal Emtek Group sebagai induk dari beberapa TV nasional SCTV, Indosiar, dan O Channel. Selain itu, Emtek Group juga memberikan pendanaan ke beberapa startup seperti Bukalapak, Bobobox, dan Kudo.

Nah, itu adalah pengertian, jenis, dan contoh venture capital Indonesia yang masih aktif untuk memberikan pendanaan. Untuk mendapatkan pendanaan kamu harus mengelola perusahaan dengan cukup baik dan meyakinkan investor.

(Ki-ka) Co-CEO Famous Allstars Alex Wijaya dan Arief Rakhmadani

Famous Allstars: Bentuk “Creator Venture” hingga Rencana Penggalangan Dana (Bagian II)

Ini adalah bagian II dari dua tulisan. Tulisan Bagian I menyajikan pandangan Co-CEO Famous Allstars Alex Wijaya dan Arief Rakhmadani tentang lanskap creator economy, monetisasi, hingga regulasi di Indonesia.  

Bagaimana perjalanan transisi ketika Famous dan Allstars merger?

Arief (Ar): Pasca-merger, Famous Allstars (FAS) punya tiga pilar bisnis, yaitu (1) agency yang menghubungkan brand dan kreator, (2) talent yang kini menjadi bagian dari ekosistem creator economy, dan (3) teknologi melalui platform Allstars.id. Bagi kami, tiga pilar ini menjadi landasan kuat untuk bergerak ke area yang berpotensi berkembang, baik ketika masuk ke Web2 maupun Web3.

Alex (Al): Biasanya saat merger, [bisnis] terpotong kanan-kiri karena ada duplikasi. Interestingly, ketika GoViral, Avenu, Indovidgram, dan KokikuTV bergabung menjadi Allstars, dan Allstars bergabung dengan Famous, seluruh model bisnisnya tidak saling menduplikasi.

Indovidgram bergerak di media yang berfokus pada pengembangan kreator di komunitas. Modelnya similar dengan KokikuTV dan Avenu, tapi masing-masing bergerak di bidang F&B dan beauty-fashion. Sementara, GoViral bergerak di community and buzzer. Ketika bergabung menjadi Allstars, seluruh pilar bisnis kami saling melengkapi satu sama lain. Meski bergerak di industri berbeda, tetapi tujuannya tetap sama.

Pada saat itu, Famous adalah conventional agency yang bekerja sama dengan brand untuk menciptakan influencer campaign marketing, project, atau strategy. Seluruh model bisnisnya saling bersinergi di mana Allstars jadi memiliki agency, menghubungkan dengan brand. Famous justru mendapatkan inventory yang bisa dibawa ke brand.

Bagaimana platform Allstars.id memenuhi ekspektasi para kreator dan brand?

Ar: Feedback dari kreator dan brand menjadi faktor mengapa bisnis FAS terus berkembang. Salah satu yang diinginkan brand pada influencer tech platform adalah kapabilitas untuk melihat kinerja secara demografi. Di Allstars.id, brand bisa melakukan pencarian berdasarkan delapan kategori demografi. Misalnya, sebuah brand ingin mencari kreator dari Surabaya dengan jumlah follower berkisar 1.000-10.000 dengan budget sekian. Justru banyak brand yang bekerja sama dengan influencer atau kreator skala kecil.

Tampilan cara kerja platform Allstars.id / Sumber: Famous Allstars

Dari sisi kreator, mereka ingin tahu berapa rate card untuk karyanya. Kami lalu bikin fitur kalkulator, semacam simulasi, untuk menghitung itu. Misalnya, biaya engagement rate 3% itu sekian harga yang pantas. Jadi, kami mengembangkan tools berdasarkan feedback dari mereka. Tim produk kami juga berikan masukan, seperti aspek keamanan dan pembayaran. Contoh lain, kami minta pertimbangan dari kreator, kapan idealnya withdraw saat proyek selesai.

Dalam waktu dekat, kami akan meluncurkan fitur measurement di platform Allstars.id untuk mengetahui performance dari kreator dan brand. Kapabilitas ini kemungkinan juga akan jadi platform independen (terpisah) karena banyak kreator dan brand yang ingin tahu kinerja mereka. Selain itu, kami juga sedang sesuatu yang menarik juga, yakni live streaming.

Dalam mengukur metrik sebuah campaign, bagaimana mengembangkan tools untuk akomodasi kebutuhan dari berbagai kategori brand?

Ar: Secara garis besar, kami mengembangkan tools dari pre-planning, campaign, hingga post-campaign. Misalnya, brand ingin menggunakan sebanyak 50 influencer untuk sebuah campaign. Brand ingin tahu berapa engagement rate atau konten yang dikerjakan kreator, sesuai kesepakatan atau tidak.

Sebetulnya, untuk metrik ini, kreator bisa saja lihat dari social media asset mereka. Tapi fitur kami kan langsung dalam satu platform. 

Untuk mengukur metrik berdasarkan kategori brand berbeda, sebetulnya ada banyak. Misal, Return of Investment (ROI), atau engagement rate dan cost per view sebagai standar metrik. Untuk saat ini, kami belum sedalam itu [mengembangkan tools] untuk metrik yang lebih kompleks, seperti jumlah penjualan yang dihasilkan dari sebuah campaign atau dari mana datangnya penjualan,

Al: Alasan kami bentuk Allstars.id sejak awal karena ingin mengakomodasi kebutuhan UMKM. Selama ini kebanyakan yang pakai agency adalah brand-brand besar. Tapi creator economy kan tidak cuma dibutuhkan oleh big brand, tetapi UMKM. Biaya agency itu mahal dan UMKM tidak mungkin pakai itu. Mereka butuh job, dengan jumlah follower yang kecil, bagaimana cara mereka monetisasi jasa atau karya. Apabila UMKM mendapat job, mereka dapat meningkatkan popularitas, skillset, dan audiens.

Bicara soal pengembangan inovasi, platform kami memampukan brand untuk filter kreator atau influencer yang mereka cari. Begitu juga sebaliknya, influencer juga bisa mencari brand. Selain itu, we take it further [kapabilitasnya] di mana brand dapat mencari kreator berdasarkan demografi follower-nya. Ini bisa menjadi starting point yang baik karena kami kembangkan kapabilitas dari sisi discoverability dan analitik yang lebih dalam.

Sumber: Famous Allstars

Dulu brand bikin campaign menggunakan jasa agency, mereka bertemu untuk diskusi, lalu buat laporan dalam bentuk power point. Di platform ini, aktivitas campaign dapat dimonitor di dashboard. Brand bisa pakai kapabilitas yang kami sediakan, misalnya tracking campaign secara real time, tidak perlu lagi agency kirim laporan dalam bentuk Power Point. Brand bisa memonitor kinerja influencer yang mereka pakai, seperti jumlah post, like, comment, atau berapa ROI yang diperoleh dengan budget sekian.

Seluruh kapabilitas ini akan membawa Famous Allstars ke next levelThat’s what we aim, kami push dari sisi teknologi, bukan cuma [mendigitalisasi] cara konvensional dari cara sebuah agency bekerja.

Apa saja rencana yang tengah disiapkan FAS tahun ini?

Al: Di luar pengembangan fitur, kami percaya ada future plan yang menarik dan akan menjadi fokus kami selanjutnya, yakni creator venture.

Creator venture adalah sebuah kolaborasi antara FAS dan kreator untuk mendirikan sebuah bisnis. Ini bukan sesuatu yang baru, hanya istilahnya saja. Model bisnisnya pun lama. Contohnya, Geprek Bensu merupakan sebuah usaha yang didirikan oleh kreator/influencer. Contoh lain, Kylie Jenner mendirikan usaha skincare dan kosmetik.

Sebelumnya, kami sudah membentuk joint venture bersama RANS Entertainment untuk mendirikan media baru Bund Lifetainment, lalu investasi dari EMTEK untuk mendirikan 1ID Entertainment. Kedua, kami berkolaborasi secara individu dengan Bayu Skak, salah satu talent kami, untuk memproduksi film “Youwis Ben”.

Kami melihat creator venture akan menjadi the next wave to go. Ini menjadi salah satu cara kami melangkah ke level selanjutnya. Kami tak cuma menjadi stakeholder, mengelola talent, atau menghubungkan brand, tetapi juga memperat hubungan dengan memperdalam bisnis bersama kreator. Saya yakin setiap kreator punya passion, tetapi mungkin belum tentu bisa dijalankan atau dimodali sendiri. Di sini, mereka akan punya kepemilikan dari bisnis yang mereka bangun.

Apakah [cara ini] make sense untuk menjadi sustainable business? Selama ini kami kerja sama hanya sebatas commercial atau transactional deal. Tapi, kami ingin selanjutnya ingin menjadi partner, bukan agency atau managementCreator venture akan menjadi bagian penting untuk mengidentifikasi kreator mana yang bisa jalan bersama FAS.

Bagaimana model bisnis creator venture?

Al: Kami mengidentifikasi dua pilar menarik, yakni F&B dan beauty. Kami melihat kedua bisnis ini sustainable dan cukup everlasting, punya high growth margin, profit proven, dan industrinya tidak akan mati–bukannya tidak berdampak ya. Selain itu, ada banyak kreator atau influencer di dua sektor ini.

Kami eksplorasi sektor beauty di Indonesia, karena pemain lokal dan potensi pasarnya sangat besar di Indonesia. Kami lihat acceptance terhadap brand lokal sangat tinggi. Begitu juga dengan appetite pasar, mereka punya daya eksplorasi besar.

Esensi dari creator venture adalah kreator punya kepemilikan dari bisnisnya. Modelnya ada dua, (1) membentuk joint venture (JV) dan (2) memberikan investasi ke bisnis yang sudah dimiliki kreator. Variasi kepemilikan [saham] sesuatu kesepakatan, tetapi intinya bisa saling co-own.

Apakah FAS berencana untuk fundraising di 2022?

Al: Semua yang kami sampaikan di atas, mulai dari mencari talent, mengembangkan inovasi, dan membuat venture baru, that takes funding. Sejak bulan lalu, kami berbicara ke lebih dari sepuluh venture capital (VC). Goal kami, bukan soal funding semata dan neglect VC yang sudah pernah berinvestasi di FAS, tetapi mencari sinergi. Creator economy luas sekali, makanya VC yang dapat memenuhi goal kami menjadi penting karena mereka akan membawa dan menghubungkan FAS ke network yang lebih luas.

Dalam konteks creator venture, apabila salah satu VC yang kami jajaki punya expertise atau portofolio di F&B dan beauty, ini bisa memudahkan kami untuk mengembangkan bisnis tersebut. Jika ada talent hebat di F&B, kami bisa hubungkan ke jaringan yang dimiliki VC. Jadi, kami mencari expertise, network, dan portofolio agar kami dapat mengakselerasi bisnis yang akan kami bangun.

Terkait investasi dari EMTEK, tentu ada sinergi besar karena EMTEK adalah media mogul. Fokus kami tetap di media entertainment dan sinergi EMTEK akan memudahkan kami mengembangkan talent. EMTEK punya ekosistem, kami bisa berperan sebagai sourcing talent buat mereka juga. Itulah pilar kerja sama kami dengan EMTEK. It’s beyond than funding.

Lagipula, kami jadi lebih mudah membangun creator venture ini karena memanfaatkan ekosistem besar milik EMTEK untuk akselerasi pertumbuhan bisnisnya.

pengertian dan jenis pendanaan startup

Pengertian dan Jenis Pendanaan Startup serta Trend-nya di 2021

Pendanaan sangat dibutuhkan sekali ketika akan merintis sebuah perusahaan, termasuk dalam membangun sebuah bisnis startup. Pendanaan menjadi bahan bakar agar bisnis bisa dimulai, berjalan, dan memperluas bisnis hingga tercapainya tujuan dari startup itu sendiri. Karena semakin besar dana yang dimiliki, semakin banyak juga peluang yang bisa dilakukan untuk menumbuhkembangkan sebuah startup.

Maka dari itu, penting bagi seorang founder startup pemula atau khalayak aktivis dinamika ekosistem startup di Indonesia memahami mulai dari apa itu pendanaan startup? Apa saja jenis pendanaan startup? Sampai bagaimana pendanaan startup di tahun 2021?

Pengertian Pendanaan Startup

Pendanaan startup adalah cara sebuah startup memperoleh dana yang diperlukan untuk kebutuhan berjalannya bisnis startup, baik pendanaan utama maupun dana tambahan yang akan dialokasikan untuk pengerjaan proyek, program, dan lain sebagainya.

Ada dua sumber pendanaan, yakni ekuitas (saham) dan utang. Jika pendanaan ekuitas, perusahaan menerima investasi dari pemilik yang membuat saham. Sedangkan pendanaan utang, perusahaan menjadi pihak peminjam dana yang bisa didapati mulai dari pinjaman bank, obligasi korporasi, medium term notes atau commercial papers. Dengan itu, pihak peminjam dana utang bisa memiliki beragam nama seperti kreditur, investor surat utang, pemegang obligasi, dan lain-lain.

Sementara itu, pendanaan bagi startup memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai pemenuhan berbagai kebutuhan operasional seperti menggaji para karyawan, menyewa tempat, mengatur cash flow perusahaan, sebagai dana darurat, perawatan peralatan atau perlengkapan hingga bermanfaat sebagai dana untuk membeli berbagai macam inventaris.

Jenis Pendanaan Startup

Secara umum, jenis pendanaan startup di antaranya sebagai berikut:

Pre-Seed

Pre-seed merupakan tahapan pendanaan awal. Biasanya, sumber dana berasal dari tabungan pribadi. Angka pendanaan masih kecil yakni di bawah US$ 0,25 juta. Sumber utama pendanaan pre-seed biasanya dari keluarga atau teman, tetapi business angel dan accelerator juga termasuk di dalamnya.

Seed

Seed adalah tahapan lanjutan pendanaan startup jika sebuah startup ingin tumbuh lebih besar lagi. Angka pendanaan seed rata-rata mencapai US$ 1,7 juta. Sumber pendanaan seed dapat berasal dari micro venture capital atau modal dalam bentuk uang dari berbagai investor dan crowdfunding atau praktik penggalangan dana. Biasanya, dana ini dimanfaatkan untuk proses rekrutmen, peluncuran produk, pengembangan pasar, dan kebutuhan marketing lainnya.

Seri A

Pendanaan seri A dimulai ketika startup mengalami pertumbuhan revenue yang signifikan. Pendanaan seri A rata-rata di angka US$ 10,5 juta. Pendanaan ini dimanfaatkan untuk menjaga agar pertumbuhan revenue terus berlanjut. Biasanya, pendanaan Seri A ini berasal dari beberapa investor sekaligus.

Seri B

Pendanaan seri B diberikan kepada startup yang sudah mengalami peningkatan market share dan scaling, yang mampu bertahan di antara pesaingnya dan memiliki tim yang berkualitas. Rata-rata pendanaan ini berada di angka US$ 24, 9 juta. Pendanaan seri B ini dimanfaatkan untuk mengembangkan produk dan layanan untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas dari sebelumnya.

Seri C

Pendanaan seri C diperoleh startup yang telah menunjukan pertumbuhan ekspansi yang luar biasa, bahkan memiliki potensi merambah segmentasi pasar internasional. Rerata pendanaan seri C mencapai US$ 50 juta. Investor pada pendanaan ini terdiri dari venture capital tingkat lanjut, perusahaan swasta, hingga bank. Untuk itu, startup biasanya mulai melibatkan institusi finansial untuk berinvestasi.

IPO (Initial Public Offering)

Initial Public Offering atau IPO adalah jenis tahapan pendanaan puncak dari sebuah startup. Di pendanaan ini, startup siang go public bahkan go international yang siap memperjual belikan sahamnya di pasar. Butuh waktu yang cukup lama sekitar 5-10 tahun bagi sebuah startup untuk mencapai titik ini.

Pendanaan Startup 2021

Pada tahun 2021, pendanaan atau penyuntikan modal oleh investor kepada startup menjadi lebih selektif akibat pandemi Covid-19. Pandemi Corona mengubah cara mayoritas investor dalam memilih startup yang akan disuntikkan modal, termasuk di Indonesia. Meskipun modal tersedia, beberapa modal ventura menilai penanaman modal semakin selektif dalam pendanaan, salah satunya dalam berinvestasi.

Sebenarnya minat investor untuk berinvestasi di startup tetap tinggi meski ada pandemi Covid-19. Namun kebanyakan investor mencari sektor startup yang relatif tangguh, baik dalam situasi seperti saat ini maupun tidak. Selain itu, investor juga mulai berfokus menanamkan modal pada startup yang memiliki track record jelas untuk meraih keuntungan.

Ada dua kategori startup yang menjadi pilihan penanam modal di situasi pandemi, yakni startup dengan label later stage dan less risky. Later stage merupakan putaran pendanaan tingkat lanjutan seperti seri B ke atas. Maka dari itu, investor beralih ke startup later stage karena lebih stabil dan biasanya sudah diterima oleh pasar. Sedangkan less risky, karena startup sudah teruji atau minim resiko dari hal-hal negatif, seperti kerugian bahkan kegagalan.

Semakin besar pendanaan startup, maka semakin tinggi juga peluang mencapai keberhasilan dan kemampuan dalam menghasilkan keuntungan juga akan meningkat. Namun untuk mencapai di titik itu, butuh usaha yang besar dan waktu yang tidak sedikit. Maka dari itu, dibutuhkan seorang founder startup yang memiliki tekad yang besar, visi & misi yang jelas, skill set yang mumpuni, dan anggota tim yang berkualitas dan dapat diandalkan.

***

Disclosure : Artikel ini ditulis olen Muhamad Dika Wahyudi

Arise Fund hadir untuk menutup kesenjangan pendanaan pra seri A / MDI Ventures

Telkom dan VC Asal Belanda Finch Capital Luncurkan Dana Kelolaan Baru “Arise Fund”

Telkom Group melalui unit CVC MDI Ventures meluncurkan dana kelolaan barunya “Arise Fund” dengan menggandeng mitra VC asal Belanda Finch Capital. Dihubungi oleh DailySocial, VP of Investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menerangkan, targetnya sebesar $40 juta atau sekitar Rp568 miliar untuk dana kelolaan baru ini.

Ada sejumlah alasan di balik pembentukan Arise Fund. Menurut Aldi, sebagian besar investor generasi awal yang bermain di tahapan seed, kini sudah mulai menggalang dana yang lebih besar dan mulai fokus ke pendanaan seri A dan di atasnya.

Alhasil, startup di tahapan pra seri A menjadi kesulitan untuk memperoleh pendanaan apapun. Dari sejumlah laporan, ungkapnya, total pendanaan pra seri A telah mengalami penurunan hingga 20 persen di sepanjang 2020 setelah sempat stagnan selama beberapa tahun terakhir.

Situasi ini juga menyulitkan startup unicorn di kawasan Asia Tenggara karena mereka hanya mampu menggalang sepertiga atau seperempat dari pendanaan di putaran sebelumnya.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 tak dimungkiri telah membuat ketidakpastian di berbagai macam aspek menjadi semakin besar, termasuk dalam membangun perusahaan/bisnis baru. “Ini menjadi alasan lainnya mengapa kami menghindari investasi di startup tahap awal. Maka itu, kami berupaya mengisi gap di tahapan post-seed hingga seri A,” tutur Aldi.

Ia meyakini akan ada kemunculan peluang bisnis lain seiring dengan masalah baru yang bakal timbul pasca-pandemi nanti. Fenomena ini juga sekaligus akan memunculkan founder generasi baru yang lebih berkualitas. “Vertikal yang kami incar relatif agnostik. Kami lebih fokus pada karakteristik founder dan startupnya,” tambahnya.

Sebelumnya pada akhir 2019, Telkom telah meluncurkan Centauri Fund yang merupakan unit kelolaan baru, hasil kemitraan dengan KB Financial Group asal Korea Selatan. Tahapan pendanaan yang dibidik adalah pra seri A dan seri B.

Kemudian pada awal Maret 2020, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sempat mengungkap bahwa Telkom tengah menyiapkan dana kelolaan baru dengan kapasitas pendanaan berkisar US$300-500 juta atau Rp4,2 triliun-7 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).

Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li juga menambahkan akan ada dua dana kelolaan baru tahun ini yang fokus pada pendanaan untuk segmen growth stage dan later stage.

Dana kelolaan baru pertama telah terealisasi pada Agustus 2020 senilai $500 juta atau sekitar Rp7 triliun, yakni Fund MDI 500. Adapun, Fund MDI 500 adalah kelanjutan dari Fund MDI 100 yang dimulai di 2015. Pengumuman dana kelolaan baru tersebut sekaligus berbarengan dengan penunjukan Fajrin Rasyid sebagai komisaris utama.

Memperluas value creation

Lebih lanjut, Aldi mengungkap bahwa kolaborasinya dengan Finch Capital diharapkan dapat menjembatani solusi gap pendanaan di post-seed hingga seri A di Indonesia. Ada beberapa hal yang dicari melalui kolaborasi ini. Pertama, VC yang memiliki pengalaman kuat dalam berinvestasi di ekosistem startup tahapan mature, baik di Eropa dan/atau Tiongkok.

Kemudian, MDI Ventures mencari kemitraan dengan pihak yang memiliki pemahaman dan posisi yang kuat terhadap ekosistem startup di Asia Tenggara, terutama startup tahapan awal di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga mencari VC yang memiliki jaringan kuat pada limited partner (LP) dan korporasi di Indonesia untuk memperluas value creation-nya di luar Telkom dan lingkup perusahaan BUMN.

“Kami juga mencari orang/team yang dapat menguasai operasional dan atau latar belakang wirausaha. Setelah menjajaki sejumlah mitra, Finch Capital adalah satu-satunya yang dapat mengisi semua itu sehingga mendorong kami untuk bermitra dengan mereka,” kata Aldi.

Sekadar informasi, Finch Capital telah memiliki pengalaman berinvestasi selama 25 tahun di dua pasar utama, yakni kawasan Eropa dan Asia Tenggara. Dalam keterangan informasi di situs resminya, Finch Capital membidik vertikal bisnis AI, fintech, dan IoT di Eropa, sedangkan di Asia Tenggara membidik vertikal agrikultur, fintech, edukasi, dan transportasi.

Managing Partner Finch Capital Hans De Back mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memicu kebutuhan untuk mengadopsi lebih banyak solusi digital. “Saat ini, Indonesia sudah menjadi pusat perekonomian terbesar di kawasan ini. Dengan sejumlah faktor pendukung ini, Indonesia siap menjadi pusat teknologi terbesar di Asia Tenggara pada 2025.” Ujar De Back dalam keterangan resminya.