Tag Archives: People Development

Pameran menjadi salah satu kegiatan dari media yang dapat diikuti startup / DailySocial

Tips Relasi Media untuk Startup (Bagian 2): Menemukan Kesempatan Belajar

Selain membantu startup mempublikasikan informasi pembaruan inovasi, media bisa juga dimanfaatkan sebagai bagian dari pengembangan startup — khususnya media yang secara spesifik membahas bisnis dan teknologi. Jika diamati, saat ini media teknologi tidak hanya berfokus pada produksi tulisan saja, melainkan mencakup komponen pendukung lain, mulai dari menyajikan riset, mengadakan acara, menjadi kanal pekerjaan dan lain-lain.

Tulisan kali ini akan membedah beberapa kegiatan relasi media yang dapat dijadikan ajang peningkatan kapabilitas startup.

Mendapatkan sumber daya pembelajaran

Banyak media startup yang menyajikan ragam tulisan komprehensif mengenai tips pengembangan startup. Mulai yang bersifat teknis seperti pengembangan produk, bersifat pribadi seperti tentang kepemimpinan, hingga seputar bisnis seperti pemasaran. Di DailySocial sendiri, kami menempatkan tips tersebut ke dalam tiga kategori akses, yakni Start, Scale, dan Steer. Di kanal Start, berisi tips sederhana seputar pengembangan startup di tahap awal, berisi berbagai cara untuk mengembangkan tim, melakukan uji coba MVP, dan lain-lain.

Selanjutnya di kanal Scale, berisi kiat-kiat tentang pengembangan startup yang sudah memiliki kematangan produk. Di sini dibahas tentang pendanaan hingga membangun kerja sama dengan unsur eksternal. Terakhir adalah kanal Steer, berisi kiat-kiat untuk pengembangan startup di level lebih lanjut. Misal tentang pengembangan bisnis hingga otomasi pemasaran. Tulisan yang ada biasanya menyadur dari kisah sukses startup yang sudah ada atau mengutip ide dari para pakar di berbagai bidang.

Membuka kesempatan berkembang

Media juga dapat dimanfaatkan startup untuk menemukan berbagai kesempatan baru, mulai dari bertemu komunitas, investor, hingga mentor. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan berbasis meet-up yang sering diadakan. Biasanya kegiatan tersebut terbagi menjadi dua jenis, yakni gathering dan workshop. Kegiatan gathering cocok diikuti manakala tujuannya ialah membangun relasi publik, bertemu orang-orang baru, dan menemukan inspirasi. Sementara kegiatan workshop dapat diikuti untuk menambah pengetahuan secara langsung.

Beberapa media juga rutin mengadakan pameran yang dapat diikuti oleh startup, misalnya e27 setiap tahun mengadakan ajang Echelon yang berisi kompetisi startup, sesi keynote, hingga networking. Sedangkan untuk workshop, secara rutin DailySocial mengadakan kegiatan bertajuk #SelasaStartup, yakni kegiatan singkat yang diisi langsung oleh para pakar dari kalangan startup. Membahas dari urusan teknis hingga urusan bisnis.

Memperlihatkan kondisi industri

Ulasan mendalam tentang vertikal industri juga kerap disajikan oleh media. Misalnya baru-baru ini hangat dibahas regulasi yang tengah disusun pemerintah untuk fintech, dan masih banyak lagi. Hal seperti ini sering terlewat oleh founder saat membangun startup, yakni upaya untuk comply dengan regulasi – terutama untuk startup yang menangani proses bisnis kritis, seperti di bidang finansial atau layanan publik.

Lanskap persaingan juga acap kali disampaikan dalam rangkaian tulisan analisis dan riset oleh media. Sebagai contoh untuk lanskap on-demand pasca Uber diakuisisi, DailySocial mengadakan survei mengenai transisi konsumen untuk mengetahui ke mana mereka berlabuh dan tren kecenderungan pasar dalam menghadapi penghentian layanan. Membaca laporan riset seperti ini juga penting untuk memahami pangsa pasar secara umum, melihat kesempatan dari ujung ke ujung.

Picture1

Belajar dari Cara Facebook Menjaga Karyawannya

Sebagai salah satu bisnis teknologi yang berhasil dan berkembang sangat pesat, pesona Facebook tidak hanya soal layanan yang mereka kembangkan. Hal-hal lain yang perlu dikagumi adalah bagaimana mereka mengelola tim. Pertumbuhan Facebook yang terbilang sangat pesat tentu ditopang dengan manajerial yang baik, tak terkecuali dalam hal menjaga karyawannya untuk tetap bersama tim.

Dalam sebuah artikel oleh Head of People Facebook Lori Goler dan HR Business Facebook Janelle Gale diungkapkan bahwa Facebook mempelajari alasan-alasan karyawan keluar, kemudian mendesain sebuah budaya untuk tetap mempertahankan mereka.

Facebook percaya bahwa alasan keluarnya karyawan didasari karena pekerjaan mereka, bukan karena atasan atau manajer mereka. Untuk itulah Facebook berusaha mendesain pekerjaan untuk terlalu baik untuk ditinggalkan, atau dengan kata lain Facebook menumbuhkan rasa nyaman dalam lingkungan kerjanya. Selain itu mereka juga memberikan kesempatan karyawan mereka untuk mengeksplorasi minat dari karyawan mereka.

Merancang pekerjaan jadi menyenangkan

Banyak anggapan bahwa pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang sesuai passion, atau mereka yang menemukan passion di dalam kerjanya. Facebook tampak sadar betul mengenai hal ini. Facebook berusaha menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat. Menempatkan orang-orang sesuai dengan passion mereka.

Salah satu yang dilakukan biasanya dengan mencari tahu ketertarikan karyawan. Mencari tahu di saat, di posisi atau di pekerjaan seperti apa seorang calon karyawan merasa berdaya dan bergairah. Kemudian membantu mereka menempati posisi atau melakukan pekerjaan yang mereka inginkan. Membantu mereka menemukan gairah dan menyimpulkan perasaan bersinergi di tempat kerja yang berujung pada terciptanya sebuah pekerjaan yang terlalu bagus untuk ditinggalkan.

Membuka kesempatan memaksimalkan kemampuan

Facebook mengalami perkembangan cukup pesat sebelum mencapai posisinya sekarang. Kemudian “keluarga” Facebook tumbuh besar, termasuk Instagram dan WhatsApp di dalamnya. Salah satu untuk bisa terus mengupayakan pertumbuhan adalah terus mencoba mencari dan memanfaatkan keterampilan untuk bisa memberikan manfaat bagi bisnis.

Salah satu yang coba dilakukan Facebook adalah mempermudah karyawan mengaplikasikan kemampuan mereka. Jika sementara ini banyak yang terjebak pada aturan yang mengekang pada sebuah posisi, tidak dengan Facebook. Facebook disebutkan bisa dengan luas menciptakan posisi-posisi baru yang mengakomodasi keahlian dari karyawannya, tapi tentu dengan tujuan yang jelas dan bisa membantu perusahaan tumbuh.

Keseimbangan dalam pekerjaan

Tidak bisa dipungkiri dalam mengembangkan karier profesional biasanya mengorbankan kehidupan pribadi. Hal ini yang sebenarnya paling ditekankan. Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk bisa tetap memperhatikan kehidupan pribadinya. Hal ini juga yang biasanya dicari dari para profesional, work-life balance.

Di Facebook para manajer memberikan kesempatan itu. Mereka terbiasa mengatur jadwal sedemikian rupa untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk membagikan waktu dan pikiran untuk kehidupan pribadi mereka.

Membangun Sumber Daya Manusia dari Kultur Internal Bisnis

Terdapat beberapa komponen primer dalam sebuah bisnis yang berjalan, salah satunya adalah sumber daya manusia. Nyatanya dengan dinamika bisnis yang ada saat ini, terlebih bagi bisnis yang sangat bergantung pada teknologi seperti startup digital, dalam pemenuhan komponen sumber daya bukanlah hal yang mudah. Kualifikasi dan kompetensi menjadi pendorong utama.

Kendati ada ketimpangan antara demand dan supply pada pemenuhan sumber daya manusia profesional, nyatanya kasus yang bersumber dari internal kantor pun turut mempengaruhi perputarannya. Sebelumnya mari kita simak bersama hasil survei yang dilakukan oleh JakPat bertajuk “Indonesian’s Resign Habit”. yang melibatkan lebih dari 1.800 responden di kalangan profesional berumur 25-45 tahun.

Hasil survei menunjukkan bahwa adanya tren pindah pekerjaan yang cukup intend. Sebanyak 50,06 persen responden menyatakan bahwa sejak ia bekerja sudah pindah 1-3 kali ke tempat yang berbeda. Alasannya paling menarik, kendati yang teratas (65,13%) adalah gaji, namun yang tak kalah signifikan adalah terkait dengan kesempatan meningkatnya karier (57,06%) dan lingkungan kerja (47,46%).

Indonesian’s Resign Habit / JakPat
Indonesian’s Resign Habit / JakPat

Persentase tersebut turut didukung dengan hasil temuan, bahwa tiga alasan teratas mengapa para pekerja akhirnya memilih pindah adalah (1) merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerja, (2) mendapatkan tawaran kerja dengan gaji yang lebih besar, (3) memilih untuk berupaya menemukan posisi jabatan yang lebih baik dan (4) kecewa dengan reward yang diberikan perusahaan atas kontribusi dan juga tidak nyaman dengan kepemimpinan.

Pertimbangan dan investasi untuk sumber daya manusia

Salah satu yang bersinggungan langsung pada kualitas produk atau layanan dalam bisnis tak lain adalah penggeraknya. Untuk itu bisnis perlu untuk mencermati tentang strategi pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu kualitas pekerja di dalam tubuh bisnis ternyata juga dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan internal bersanding dengannya. Jika menurut salah satu petinggi Google di bidang sumber daya manusia, ada dua hal yang akan menjadikan seseorang betah dan bertumbuh dalam lingkungan perkerjaan.

Pertama adalah bagaimana kualitas orang-orang di dalam kantor yang bersinggungan langsung dengan pekerjaannya. Semakin seseorang berpartner dengan rekan yang memiliki kualitas kerja baik, maka kecenderungan ia akan bertahan lama. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi para pendiri, karena bagi para pekerja di dalam bisnisnya, salah satu tolok ukur utama untuk poin ini tak lain adalah pendiri dan tokoh-tokoh senior.

Lalu yang kedua adalah bagaimana menciptakan sebuah rasa yang menjadikan para pekerja tersebut merasa bermakna atau dapat berkontribusi aktif dalam bisnis. Kecenderungan orang akan berusaha untuk menjadi “penting”, apa yang ia kerjakan berdampak baik dan signifikan bagi bisnis. Hal ini berkaitan dengan bagaimana perusahaan memberikan kesempatan sekaligus tantangan bagi para pekerja. Kepercayaan adalah benang merah dalam poin ini.

Jadi jika berpikir bahwa “uang” adalah segalanya, tidak sepenuhnya benar. Bisa saja melakukan people-push dengan uang, hanya saja akan memberikan dampak pada kultur bisnis yang tidak baik. Terlebih jika diadopsi oleh startup.

Antara people development dan talent aquisition

Memiliki sumber daya manusia yang berkualitas adalah cita-cita semua bisnis. Alasannya sederhana, bahwa bisnis membutuhkan bahan bakar yang tepat untuk mengimbangi persaingan yang makin ketat. Terlebih teknologi, berbagai pembaruan harus selalu diusung untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Untuk itu banyak hal yang bisa dilakukan, salah satu pilihannya ialah people development, yakni melatih pekerja untuk senantiasa menjadi lebih tangkas. Namun dewasa ini strategi talent aquisition juga menjadi tren di kalangan startup digital.

Membicarakan untung rugi antara people development dan talent aquisition maka harus mengembalikan kepada keadaan bisnis tersebut. Keduanya membutuhkan investasi dan memiliki risiko. Soal people development, perusahaan butuh mengalokasikan waktu dan biaya lebih banyak untuk mengadakan training terpadu, risikonya jika pekerja “kabur”. Sedangkan talent aquisition mengharuskan perusahaan menawarkan benefit yang lebih besar dari yang didapat dari perusahaan sebelumnya, risikonya pekerja sulit bersatu dengan visi bisnis.

Pertimbangan lainnya adalah kecepatan. Jika mengandalkan strategi people development memang tidak bisa seinstan talent aquisition, hanya saja prosesnya akan menjadi lebih mudah dipantau. Kembali kepada beberapa alasan seseorang mau mempertahankan jabatannya di sebuah perusahaan, yakni lingkungan yang membangun dan nyaman bagi mereka. Untuk itu perlu menjadi pertimbangan bahwa perusahaan menyajikan career path yang menjanjikan bagi para pekerjanya.

Proses people development turut memudahkan ketika perusahaan membutuhkan regenerasi di jajaran senior. Umumnya tidak bisa dilakukan dengan asal memilih orang yang berkompetensi, tapi dipilih yang berkompetensi plus mengenal betul bagaimana ritme bisnis berjalan. Investasi pada people development tampaknya mampu mengarahkan perusahaan ke arah sana, menjadikan pekerja mampu menyatu dengan visi bisnis secara keseluruhan.

Namun kembali lagi, itu hanyalah opsi. Apapun yang dipilih pastinya selalu akan dihubungkan dengan kebutuhan dan strategi bisnis yang telah dituliskan. Yang perlu digarisbawahi bahwa tak akan terlahir sebuah produk yang menjanjikan ketika diproduksi oleh tangan yang tidak berkompetensi. Sumber daya manusia sudah selayaknya dijadikan poin krusial dalam pembahasan utama bisnis, pun di level startup.