Tag Archives: perangkat wearable

Anker Luncurkan Soundcore Frames, Kacamata Pintar dengan Desain Semi-Modular

Soundcore merupakan sub-brand milik Anker yang secara khusus menggeluti bidang audio. Namun produk mereka kini tak hanya mencakup speaker, earphone dan headphone saja, melainkan juga kacamata.

Gambar di atas adalah Soundcore Frames, kacamata pintar sekaligus perangkat wearable pertama dari Anker. Kata pintar di sini mengacu pada kemampuannya memutar audio, bukan untuk menyajikan konten augmented reality seperti Snap Spectacles.

Dalam mengerjakan tugasnya, Soundcore Frames mengandalkan sepasang driver pada masing-masing tangkainya; satu berdiameter 25 mm, satu lagi 8 mm. Anker tidak lupa menyematkan sejumlah mikrofon sehingga perangkat juga bisa dipakai untuk menelepon maupun menangkap perintah suara.

Selain via perintah suara, pengoperasiannya juga bisa dengan menyentuh dan mengusap sisi luar tangkainya. Secara keseluruhan, perangkat ini tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4.

Soundcore Frames bukanlah kacamata audio pertama yang eksis di pasaran. Jauh sebelum ini sudah ada perangkat serupa dari Bose. Bahkan Razer pun juga punya kacamata dengan fungsi yang sama bernama Anzu.

Namun yang membedakan Soundcore Frames adalah fleksibilitasnya. Ketimbang menawarkan beberapa varian dengan desain yang berbeda, Anker justru menerapkan desain semi-modular pada Soundcore Frames; kedua tangkainya dapat dilepas-pasang dengan mudah dari bingkai kacamata.

Jadi ketimbang membeli unit baru secara lengkap hanya sekadar untuk berganti gaya, konsumen cuma perlu membeli bagian bingkainya saja. Jauh lebih hemat, tapi di saat yang sama masih tetap praktis. Agar dapat menjangkau semua pengguna, perangkat tentu juga kompatibel dengan lensa berukuran.

Soal baterai, Soundcore Frames diklaim bisa tahan sampai 5,5 jam sebelum ia perlu diisi ulang. Pengisiannya sendiri mengandalkan charger magnetis khusus. Saat buru-buru, perangkat bisa di-charge selama 10 menit saja, dan itu sudah cukup untuk menenagainya selama 1,5 jam pemakaian.

Untuk pasar Amerika Serikat, Soundcore Frames kabarnya akan dijual dengan harga $200 (sama seperti Razer Anzu), sementara bingkai tambahannya (yang tersedia dalam 10 variasi desain) dihargai $50 per unit.

Sumber: 9to5Toys dan Anker.

Fitbit Charge 5 Hadir Membawa Desain Baru yang Lebih Stylish Sekaligus Layar Berwarna

Fitbit Charge adalah salah satu lini produk terpopuler Fitbit yang sudah eksis sejak tahun 2014. Tahun demi tahun, Fitbit terus menambahkan sederet pembaruan di tiap generasi Charge. Untuk tahun ini, pembaruan yang dihadirkan rupanya adalah yang paling banyak dan paling signifikan.

Dari fisiknya saja, Fitbit Charge 5 sudah kelihatan sangat berbeda dari Charge 4 yang dirilis tahun lalu. Hilang sudah gaya yang terkesan kaku, digantikan oleh lengkungan-lengkungan yang seksi nan elegan. Tebal bodinya pun menyusut hingga sekitar 10 persen. Secara keseluruhan, penampilan Charge 5 memang tidak sampai semodis Fitbit Luxe, tapi setidaknya jauh lebih manis di mata ketimbang pendahulu-pendahulunya.

Fitbit Charge 4 (kiri) dan Fitbit Charge 5 (kanan) / Fitbit

Juga ikut berubah drastis adalah layarnya. Charge 5 merupakan perangkat pertama di keluarga Fitbit Charge yang dibekali panel layar AMOLED berwarna. Layar ini juga dilengkapi fitur always-on, dan Fitbit tidak lupa melapisinya dengan kaca Gorilla Glass 3 demi proteksi ekstra. Berhubung AMOLED, tingkat kecerahan layarnya juga jauh lebih baik. Sekitar dua kali lebih terang daripada layar milik Charge 4 kalau kata Fitbit — 450 nit dibanding 200 nit.

Kalau kita lihat sisi kiri dan kanannya, sepintas Charge 5 mungkin kelihatan seperti dilengkapi dua buah tombol yang memanjang. Namun bagian tersebut sebenarnya berguna untuk mewujudkan dua fitur andalan Charge 5, yaitu pengecekan electrocardiogram (ECG) — cuma tersedia di negara-negara tertentu — dan electrodermal activity (EDA). Sebelumnya, dua fitur tersebut hanya bisa dinikmati oleh pengguna smartwatch Fitbit Sense.

Sebagai informasi, sensor EDA berfungsi untuk mengukur respon tubuh terhadap beragam faktor yang menyebabkan stres dengan cara memperhatikan perubahan aliran listrik pada kelenjar keringat di jari. Fitbit percaya fitur ini dapat membantu pengguna mengurangi tingkat stres, dan data yang mereka kumpulkan selama ini menunjukkan bahwa 70% pengguna Fitbit Sense berhasil menurunkan laju jantungnya dengan mengaktifkan fitur EDA Scan.

Khusus untuk para pelanggan Fitbit Premium, mereka nantinya juga bisa memantau metrik baru bernama Daily Readiness Score di Charge 5. Metrik ini akan ditampilkan setiap pagi hari dengan memperhatikan faktor-faktor seperti tingkat kebugaran, variabilitas denyut jantung, maupun kualitas tidur semalam. Tujuannya adalah supaya pengguna bisa memahami apakah tubuhnya sudah siap untuk berolahraga, atau apakah sebaiknya pengguna lebih memprioritaskan pemulihan.

Seperti pendahulunya, Charge 5 dapat digunakan secara mandiri tanpa harus terhubung ke smartphone setiap saat karena ia sudah dilengkapi dengan GPS. NFC pun turut tersedia sehingga pengguna bisa memakainya untuk transaksi contactless.

Fitbit rencananya akan segera menjual Charge 5 dengan banderol $180, lebih mahal $30 daripada Charge 4, tapi dengan pembaruan sebanyak dan sesignifikan tadi. Plus, khusus konsumen baru, harga ini juga sudah termasuk gratis berlangganan Fitbit Premium 6 bulan.

Untuk warnanya, Fitbit menawarkan tiga kombinasi warna strap dan bodi: Black/Graphite, Lunar White/Soft Gold, dan Steel Blue/Platinum. Sejumlah strap opsional dengan pilihan bahan dan gesper yang bervariasi juga dapat dibeli secara terpisah.

Sumber: Fitbit dan The Verge.

‘Kacamata Audio Pintar’ Mutrics GB-30 Dirancang Khusus Buat Gamer

Selain menikmati hobinya, makin banyak gamer kini gemar mengekspresikan minatnya lewat busana, barang-barang koleksi dan aksesori. Produsen merespons minat tersebut dengan menyediakan berbagai produk, misalnya kaos, action figure, hingga gaming gear berlisensi resmi. Meski demikian, produsen memang jarang bereksperimen di ranah merchandising seperti yang dilakukan tim bernama Mutrics.

Perusahaan spesialis perangkat IoT dan AI tersebut saat ini tengah fokus mengembangkan GB-30, yaitu perangkat wearable yang dideskripsikan sebagai ‘kacamata audio pintar berdesain ultra-ramping untuk gamer‘. GB-30 bukanlah produk pertama Mutrics. Mereka sudah mulai menggarap kacamata audio sejak tahun 2017 dan tak lupa berpartisipasi di ajang CES. Jadi Anda tak perlu cemas dan berpikir bahwa Mutrics GB-30 merupakan proyek coba-coba.

Dengan menganalisis namanya, beberapa dari Anda mungkin bisa menebak sumber inspirasi desain dari GB-30: Nintendo Game Boy. Ada banyak elemen desain di GB-30 yang merepresentasikan console portable klasik tersebut: rangkaian tombol yang menyerupai directional pad dan action button di tangkai, plus penampilan serta kombinasi warna bertema retro. Meski berkiblat pada rancangan klasik, GB-30 bukanlah perangkat bertubuh bulky dan tetap nyaman dikenakan.

Mutrics GB-30 2

Rancangan Mutrics GB-30 berpedoman pada prinsip ergonomis. Bobotnya hanya 33-gram dengan ketebalan bingkai 6-milimeter. Saat dikenakan di waktu lama, kacamata audio pintar ini tidak akan menekan hidung serta menyakiti bagian belakang telinga. Uniknya lagi, GB-30 mempunyai dua bagian lensa. Satu dibekali filter ultraviolet 400 dan satu lagi bisa digonta-ganti. Tersedia lensa penangkal sinar matahari dalam berbagai warna serta lensa anti-sinar biru. Alternatifnya, kita dapat memasangkan lensa resep.

Mutrics GB-30 1

Tentu saja, fitur andalan Mutrics GB-30 ialah kemampuannya menyajikan suara. Perangkat ini memanfaatkan teknologi near-field surround system (NFSS), disuguhkan lewat speaker yang diposisikan di bagian dalam tangkai. Ia mampu mentransfer suara stereo tanpa menutup lubang telinga dengan earbud, itu berarti GB-30 tak akan menyakiti telinga dan tidak mengisolasi kita. Output speaker diarahkan ke telinga pengguna sehingga audio game tidak mengganggu orang-orang di sekitar.

Mutrics GB-30 4

Mutrics sempat pula membahas soal kapabilitas GB-30 menyuguhkan audio ‘virtual 5.1’ demi mempermudah gamer mengidentifikasi sumber bunyi dan membantu mereka mendominasi permainan. GB-30 terkoneksi ke perangkat gaming Anda secara wireless melalui Bluetooth 5.0, yang menjanjikan sambungan rendah latency dan mendukung jarak pemakaian hingga 20-meter. Perangkat juga dapat digunakan buat mengakses Siri maupun Google Assistant.

Mutrics GB-30 bisa dipesan sekarang di Kickstarter. Di masa crowdfunding ini, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 100. Setelah itu, ia akan dibanderol di harga retail US$ 200.

Dua Teknologi Monitoring Berbeda Diusung Smartwatch Withings ScanWatch

Sejak 2008, perusahaan elektronik Perancis Withings memupuk reputasi lewat beragam terobosan di segmen perangkat terkoneksi. Withings diakuisisi Nokia pada bulan April 2016, ditransformasi menjadi divisi Nokia Health. Namun dua tahun setelahnya, Éric Carreel selaku co-founder mengambil alih kembali perusahaan yang ia dirikan, mengembalikan status independennya serta brand Withings.

Di kalangan konsumen, Withing terkenal akan jam pintar dan fitness tracker. Teknologi-teknologi canggih yang mereka racik umumnya dibenamkan dalam perangkat berdesain minimalis dan berkonsep hybrid. Belum lama ini, Withings memperkenalkan ScanWatch, yaitu smartwatch yang menyimpan dua teknologi health monitoring sekaligus. Satu berfungsi untuk mendeteksi ketidakstabilan detak jantung dan satu lagi memantau kadar oksigen di darah ketika Anda tidur.

ScanWatch kembali mengusung penampilan ala arloji klasik. Case-nya bundar, ada dua jarum di dial utamanya yang minimalis plus satu jarum lagi di subdial, lalu crown dapat ditemukan di sisi kanan. Dibuat agar mencerminkan subdial di bawahnya, desainder Withings membubuhkan layar kecil bundar untuk menampilkan informasi seperti detak jantung serta jika ada yang melakukan panggilan. Struktur ScanWatch menyerupai jam tangan biasa sehingga mendukung beragam jenis strap standar.

Withings ScanWatch 3

ScanWatch bekerja dengan cara menyinari pembuluh darah di pergelangan tangan untuk menakar oksigen di darah. Lewat cara ini, kadar zat asam dapat membantu mendeteksi masalah ketika kita tidur, salah satunya sleep apnea (kondisi ketika nafas tiba-tiba berhenti). Metode pembacaan oksigen ini juga terintegrasi ke data-data lain terkait tidur, misalnya durasi serta kualitas waktu istirahat Anda.

Withings ScanWatch 2

Perlu diketahui bahwa mendiagnosis sleep apnea sebetulnya tidak sederhana. Hal ini memerlukan beragam langkah, seperti menghitung kecepatan nafas, detak jantung, aktivitas otak, serta kadar oksigen. ScanWatch hanya menangkap gejala awal dari problem sleep apnea sehingga kita bisa mengambil langkah lebih proaktif.

Withings ScanWatch 1

Sempat disebutkan sebelumnya, kapabilitas andalan lain dari ScanWatch ialah menangkap ketidakteraturan detak jantung (arrhythmia) yang bisa menandakan gejala penggumpalan darah, struk dan gagal jantung. Ketika ScanWatch mendeteksi ketidakwajaran, perangkat akan meminta kita melakukan tes electrocardiogram (buat mengukur aktivitas listrik di jantung) dengan menyentuh sensor di sisi muka smartwatch. Hasilnya dapat dilihat di app.

Rencananya, Withings akan mulai memasarkan ScanWatch di triwulan kedua 2020. Di wilayah Amerika sendiri, produk baru bisa dijual setelah memperoleh izin FDA. Ada dua varian ScanWatch yang dapat dipilih: versi 38mm seharga US$ 250 dan model berdiameter 42mm yang dibanderol US$ 300.

Via The Verge.

Smartwatch Pertama Xiaomi Punya Desain yang ‘Terinspirasi’ dari Apple Watch

Melihat bagaimana Xiaomi mendesain dan memperkenalkan produk, banyak orang menyebutnya sebagai ‘Apple dari Tiongkok‘ atau ‘adik kecil Apple’. Menariknya, konsumen (terutama fans) sama sekali tidak terganggu dengan panggilan tersebut, mungkin karena sang perusahaan asal Beijing itu selalu menawarkan ponsel pintar berspesifikasi tinggi plus fitur ala perangkat high-end di harga yang terjangkau.

Saat ini, Xiaomi telah melebarkan sayap bisnisnya ke berbagai ranah: perabotan elektronik rumah tangga, rumah pintar, mainan, laptop gaming, hingga monitor. Namun apapun yang mereka ciptakan, hingga waktu ke depan, perangkat Apple sepertinya akan terus menjadi kiblat bagi tim desain Xiaomi. Buktinya, baru-baru ini Xiaomi memperkenalkan smartwatch pertamanya yang mempunyai wujud sangat mirip Apple Watch. Mereka menamainya Mi Watch.

Mi Watch 1

Keberadaan Mi Watch terungkap ke publik lewat gambar dan video yang dirilis di Weibo minggu ini. Di sana, tersingkaplah sebuah perangkat berstruktur persegi panjang berpenampilan tak begitu berbeda dari Apple Watch. Namun jika dilihat lebih teliti, kedua produk memang punya perbedaan. Ketika Apple Watch punya tubuh ergonomis membundar, sisi samping Mi Watch tampak rata begitu saja.

Mirip Apple Watch, Mi Watch juga dilengkapi ‘digital crown‘ di sisi kanan atas (di arloji klasik, crown ialah kenop kecil yang berfungsi buat mengubah posisi jarum atau tanggal). Bagian ini berguna untuk menavigasi daftar aplikasi, membuka app video player serta memutar video. Dan seperti biasa, modul utama smartwatch tersambung ke strap. Berdasarkan beberapa gambar, Xiaomi tampaknya menyediakan opsi strap berbeda dan memperkenankan kita menggonta-gantinya.

Mi Watch 3

Uniknya, Mi Watch dapat bekerja layaknya smartphone mini. Perangkat ini kabarnya mendukung eSIM serta mempunyai speaker sehingga memungkinkan pengguna menerima atau melakukan panggilan telepon. Smartwatch mengusung sistem operasi ‘MIUI for Watch’ dan dengannya Anda diperkenankan menginstal aplikasi serta mengendalikan sistem rumah pintar.

Mi Watch 2

Mi Watch ditopang pula oleh konektivitas Wi-Fi, GPS dan NFC secara mandiri, lalu ia menyimpan motor linier buat menghasilkan vibrasi. Sebagai otak dari Mi Watch, Xiaomi mengandalkan system-on-chip buatan Qualcomm, yaitu platform Snapdragon Wear 3100.

Mi Watch 4

Smartwatch perdana Xiaomi rencananya akan mulai dipasarkan di tanggal 5 November 2019 besok. Buat sekarang, harganya masih belum diketahui. Perlu Anda ketahui bahwa Mi Watch bukanlah perangkat pertama yang meniru Apple Watch. Tahun lalu, Huami yang merupakan mitra eksklusif Xiaomi sempat merilis jam pintar mirip Apple Watch bernama Amazfit Bip. Belum diketahui seperti apa peran Huami dalam penggarapan Mi Watch.

Sumber: XDA Developers. Via The Verge.

Facebook Kabarnya Berkolaborasi Dengan Ray-Ban Demi Menggarap Kacamata AR

Facebook resmi jadi salah satu pemain terbesar di ranah virtual reality setelah mengakuisisi Oculus VR di tahun 2014. Saat itu, mereka melihat potensi besar menanti baik dari sisi hiburan serta bagaimana VR dapat diarahkan menjadi platform sosial. Augmented reality sendiri baru dibahas oleh CEO Mark Zuckerberg beberapa saat setelahnya, sebagai bagian dari rencana Facebook dalam jangka waktu satu dekade.

Di bulan September 2019 ini, agenda pengembangan perangkat AR mulai terdengar lantang. Dan menariknya lagi, raksasa sosial media itu tidak hanya mencoba menciptakan satu, melainkan dua perangkat wearable pintar melalui kolaborasi bersama Luxottica. Salah satu perangkat itu dispesialisasikan pada teknologi augmented reality ala Google Glass. Informasi ini datang dari beberapa sumber berbeda, yaitu CNBC dan The Information.

CNBC melaporkan bahwa Facebook Reality Labs melakukan kemitraan dengan Luxottica buat merampungkan proyek headset AR yang telah mereka gagas bertahun-tahun silam. Luxottica adalah perusahaan induk Ray-Ban, mengontrol lebih dari 80 persen merek kacamata terkenal, dari mulai Giorgio Armani, Burberry, Stella McCartney, Versace sampai Vogue. Rencananya, perangkat tersebut akan dipasarkan ke konsumen antara tahun 2023 hingga 2025.

Secara internal, kacamata AR tersebut dinamai Orion dan berdasarkan keterangan narasumber, perangkat dirancang untuk ‘menggantikan’ smartphone. Orion disiapkan agar memungkinkan kita melakukan panggilan telepon, menampilkan bermacam-macam info pada pengguna lewat layar kecilnya, serta mempersilakan kita live-stream segala hal yang dilihat ke jejaring sosial.

Ada peluang cukup besar Orion memanfaatkan sistem perintah suara sebagai metode input utama. Dan untuk melengkapinya, Facebook tengah merancang aksesori berupa cincin yang memperkenankan pengguna berinteraksi dengan konten di headset via gerakan jari. Perangkat pelengkap ini diberi codename Agios.

Secara terpisah, The Information mengabarkan penggarapan kacamata pintar yang dilakukan Facebook bersama Ray-Ban. Diberi sebutan sementara Stella, wearable device ini punya fungsi serupa Snap Spectacles. Kerja sama dua perusahaan juga merupakan sebuah bentuk eksperimen yang dilakukan Facebook buat mencari tahu apakah orang nyaman mengenakan produk bermerek sosial media di wajahnya.

Ada dua metode untuk mengakses fitur dan fungsi di Stella. Yang pertama adalah via sentuhan pada bagian frame. Lalu yang kedua adalah lewat perintah suara – tak begitu berbeda dari Orion.

Fakta paling menarik dari proyek pengembangan perangkat AR ini adalah, Facebook bukan perusahaan teknologi pertama yang menggandeng Luxottica dan Ray-Ban. Di tahun 2014, Anda mungkin pernah mendengar pengumuman kemitraan antara Google dan Luxottica dengan maksud buat membawa teknologi AR Glass ke kacamata-kacamata fashion.

Via The Verge.

Fitbit Versa 2 Resmi Diluncurkan, Lebih Cantik dan Lebih Fungsional Meski Berharga Sama

Fitbit Versa 2 akhirnya resmi diperkenalkan, dua bulan sejak bocorannya sempat beredar. Sesuai ekspektasi, Versa 2 mengusung desain baru yang jauh lebih menarik ketimbang versi pertamanya, dan sepintas ia bahkan kelihatan begitu mirip dengan Apple Watch.

Perbaikan estetika itu turut hadir bersama penyempurnaan fungsionalitas. Layar AMOLED-nya bukan cuma membawa peningkatan kualitas visual, tapi di saat yang sama juga mendongkrak ketahanan baterai Versa 2 secara cukup signifikan; dari yang sebelumnya hingga 4 hari menjadi hingga 5 hari.

Fitbit Versa 2

Berhubung layarnya menggunakan panel AMOLED, Fitbit pun bisa menerapkan fitur always-on display pada Versa 2, sehingga pengguna dapat memantau waktu ataupun data beraktivitasnya tanpa perlu menekan tombol maupun mengangkat pergelangan tangannya. Tentunya fitur ini akan mengonsumsi lebih banyak baterai, akan tetapi Versa 2 diklaim masih bisa tahan hingga 2 hari saat fitur ini diaktifkan.

Versa 2 tak lagi mengemas tiga tombol seperti pendahulunya, melainkan hanya satu. Sebagai gantinya, Versa 2 juga dapat dioperasikan via perintah suara berkat integrasi asisten virtual Alexa. Untuk memanggilnya, pengguna cukup menekan dan menahan satu-satunya tombol di sisi Versa 2.

Fitbit Versa 2

Fitur-fitur seperti heart-rate monitor dan ketahanan air hingga kedalaman 50 meter belum berubah, dan sayangnya Versa 2 juga belum dilengkapi dengan GPS terintegrasi, yang berarti pengguna masih harus membawa ponselnya saat jogging atau bersepeda. Yang sedikit berbeda, NFC kini tersedia sebagai fitur standar, bukan lagi eksklusif untuk edisi khususnya.

Menariknya, semua keunggulan Versa 2 ini ditawarkan dalam banderol harga yang sama persis seperti sebelumnya: $200, atau $230 untuk Versa 2 Special Edition yang mengemas dua macam strap sekaligus beserta akses gratis ke layanan baru Fitbit Premium selama 90 hari. Juga sangat menarik adalah fakta bahwa semua strap Versa generasi pertama dapat tetap digunakan bersama sekuelnya ini.

Sumber: Fitbit.

Bocoran Fitbit Versa Generasi Kedua Beredar, Unggulkan Layar AMOLED dan Integrasi Alexa

Fitbit Versa bukanlah smartwatch pertama sang raja fitness tracking, akan tetapi Versa bisa dikatakan yang terbaik jika dilihat dari aspek estetika dan harganya. Satu tahun pasca peluncurannya, sudah waktunya Versa mendapatkan suksesor, dan bocoran mengenai Versa generasi kedua ini rupanya sudah beredar berkat sosok leaker tenar Evan Blass, atau yang lebih dikenal di Twitter sebagai @evleaks.

Dari segi fisik, kita dapat melihat sejumlah perubahan yang diusung Versa 2 (kalau memang itu namanya). Yang paling utama adalah wajah yang lebih elegan berkat penggunaan kaca melengkung, serta hilangnya logo Fitbit di bezel bawah layar. Juga berbeda adalah panel layar yang digunakan, yang kini bukan lagi LCD, melainkan AMOLED.

Fitbit Versa 2

Penggunaan panel AMOLED bukan berarti hanya kualitas visualnya saja yang meningkat, tapi semestinya juga dapat semakin memaksimalkan efisiensi baterainya. Melengkapi kesan elegannya secara menyeluruh adalah berkurangnya jumlah tombol di sisi samping Versa 2; sekarang cuma ada satu di sebelah kiri, bukan lagi tiga tombol seperti pada Versa edisi tahun lalu.

Dari segi fitur, kabarnya Versa 2 bakal hadir membawa integrasi Amazon Alexa. Ini penting mengingat mayoritas smartwatch lain yang ditenagai Wear OS memiliki akses ke Google Assistant, dan Apple Watch juga sudah sejak lama ditemani Siri. Fitur selengkapnya tidak banyak berubah, yang mencakup sensor laju jantung PurePulse, integrasi Fitbit Pay, dan ketahanan air hingga 50 meter.

Fitbit Versa 2

Belum diketahui kapan Fitbit bakal menyingkap Versa 2 secara resmi. Tidak menutup kemungkinan jadwal yang mereka tetapkan harus maju akibat bocoran lengkap seperti ini yang tengah ramai dibicarakan.

Sumber: The Verge.

Fitbit Luncurkan Smartwatch Paling Murahnya, Versa Lite Edition

Fitbit baru saja meluncurkan smartwatch baru. Bukan suksesor Ionic, bukan juga suksesor Versa, smartwatch ini adalah versi lebih terjangkau lagi dari Versa. Mengusung nama resmi Fitbit Versa Lite Edition, wujudnya tampak identik dengan Versa standar. Lalu apa saja yang berbeda?

Untungnya tidak banyak. Dari segi fitur, Fitbit hanya memangkas tiga fitur Versa standar pada Versa Lite: kemampuan menyimpan file lagu di perangkat, menampilkan panduan berlatih dari layanan Fitbit Coach, dan menghitung lap (putaran) dalam berenang maupun jumlah anak tangga yang dilewati oleh penggunanya.

Apakah ini berarti Versa Lite tidak bisa dipakai selagi berenang? Bukan begitu, ia masih tahan air sampai kedalaman 50 meter seperti Versa standar, akan tetapi ia tak dilengkapi gyroscope yang diperlukan untuk tugas spesifik seperti menghitung lap berenang itu tadi. Demikian pula untuk menghitung jumlah anak tangga; Versa Lite tak mampu melakukannya karena tidak dibekali sensor tekanan barometris.

Fitbit Versa Lite

Jadi, ketiga fitur tadi tidak tersedia pada Versa Lite, akan tetapi sisanya sama persis seperti Versa standar, mulai dari dukungan aplikasi via App Gallery yang terdapat pada Fitbit OS 2.0, sampai ke spesifikasinya, termasuk baterai yang bisa tahan sampai 4 hari dalam satu kali pengisian.

Meski sepintas kelihatan sama bentuknya, Versa Lite sebenarnya mengusung satu perubahan dari segi fisik: tombol pada sisinya cuma ada satu, bukan tiga seperti pada Versa standar. Namun ini sebenarnya bukanlah masalah besar mengingat layar 1,34 inci milik Versa Lite masih merupakan sebuah touchscreen.

Fitbit Versa Lite

Semua itu bisa ditebus dengan harga $160 saja, alias lebih murah $40 ketimbang Versa standar. Fitbit berencana memasarkannya mulai pertengahan Maret, dan saya cukup yakin Fitbit juga bakal memboyongnya ke tanah air mengingat mereka baru saja menjalani debutnya di Indonesia lewat Versa standar tahun lalu.

$40 adalah selisih yang cukup jauh, apalagi jika dirupiahkan. Lalu kalau dilihat dari sudut pandang lain, Versa Lite juga berpotensi semakin memikat konsumen perempuan. Itu dikarenakan ia memiliki sejumlah pilihan warna yang tidak ada pada Versa standar, yaitu putih, lilac, mulberry, dan marina (biru).

Sumber: Wareable dan Engadget.

Litho Adalah Sejenis Cincin untuk Mengontrol Aplikasi AR pada Ponsel Maupun Perangkat Smart Home

Perangkat wearable dengan kemampuan mengontrol berbagai perangkat berbasis gesture bukanlah gagasan baru. Jauh sebelum ini, sudah ada Myo Armband, meski eksistensi Myo sendiri pada akhirnya terhenti selagi pengembangnya beralih ke segmen kacamata AR.

Namun kisah Myo untungnya tidak mencegah startup lain untuk memikirkan perangkat serupa yang potensi pengaplikasiannya begitu luas. Salah satu startup yang saya maksud adalah Litho yang bermarkas di dataran Inggris. Produk mereka baru saja diluncurkan, sejenis cincin yang sanggup menjadi pusat kendali atas beragam perangkat lain.

Secara teknis, Litho sebenarnya kurang pantas dikategorikan sebagai cincin, sebab ia terpasang pada dua jari sekaligus, dengan bagian atas dan bawah yang memanjang. Permukaan di bagian bawahnya ini merupakan trackpad, yang berarti pengguna bisa mengombinasikan gesture menunjuk, mengusap sekaligus menyentuh.

Litho

Pada awalnya, desainer Litho melihat potensi perangkat ini sebagai controller untuk AR headset macam Microsoft HoloLens. Namun berhubung AR sekarang juga sudah menjangkiti platform mobile, Litho pun pantas-pantas saja digunakan sebagai controller ketimbang harus menutupi sebagian layar dengan jari ketika memanipulasi objek AR pada ponsel.

Mengendalikan objek AR baru sebagian dari cerita utuh Litho, sebab ia juga mudah sekali dimanfaatkan untuk mengontrol perangkat smart home. Semua itu tergantung keputusan para developer nantinya, dan kabar baiknya, development kit Litho sudah bisa dibeli seharga $199 saja.

Versi ritelnya nanti diharapkan bisa dijual dengan banderol di bawah $100. Produk ini memang bukan untuk semua orang, akan tetapi harga yang terjangkau setidaknya bisa menarik perhatian banyak kalangan konsumen untuk mencobanya.

Sumber: The Verge.