Tag Archives: periferal gaming

Beyerdynamic Luncurkan Dua Headset Gaming Baru, MMX 100 dan MMX 150

Veteran audio asal Jerman, Beyerdynamic, kembali meluncurkan headset gaming baru. Bukan cuma satu, melainkan dua sekaligus, yakni MMX 100 dan MMX 150.

MMX 100 merupakan headset gaming analog yang ideal untuk pengguna console (karena bisa langsung dicolokkan ke controller), sementara MMX 150 didedikasikan untuk gamer PC berkat koneksi USB dan sound card terintegrasinya.

Kedua headset sama-sama mengemas driver berdiameter 40 mm yang telah dioptimalkan untuk menghasilkan “suara yang jernih dan presisi di semua genre“. Maksud kata presisi di sini tentu merujuk pada aspek positioning yang krusial dalam game FPS kompetitif, serta mampu menambah kesan immersive dalam game RPG.

Pengalaman panjang Beyerdynamic di industri audio yang hampir satu abad tak hanya ditumpahkan ke output-nya, melainkan juga input. Baik MMX 100 maupun MMX 150 sama-sama dibekali mikrofon cardioid yang dijuluki Meta Voice (tidak ada hubungannya sama sekali dengan Facebook).

Detachable mic dengan kapsul sebesar 9,9 mm ini diyakini mampu meredam suara-suara latar yang mengganggu selagi di saat yang sama masih mempertahankan kesan natural pada suara pengguna yang ditangkap. Supaya memudahkan, Beyerdynamic tak lupa menyematkan tombol fisik untuk mute/unmute di earcup sebelah kiri, persis di depan kenop volumenya.

Khusus pada MMX 150, ada fitur ekstra bernama Augmented Mode. Fitur ini pada dasarnya memiliki cara kerja serupa seperti fitur transparency mode atau ambient mode di berbagai TWS noise cancelling, yakni membiarkan suara-suara yang ada di sekitar pengguna masuk. Dengan begitu, pengguna tetap bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya tanpa perlu melepas headset sama sekali.

Secara estetika, kedua headset punya penampilan yang hampir identik, dengan bantalan telinga membulat yang dilapisi kulit sintetis. Konstruksinya sendiri banyak mengandalkan aluminium, dan bobot keduanya sama-sama berada di kisaran 300 gram.

Di pasar Amerika Serikat, Beyerdynamic MMX 100 dan MMX 150 saat ini telah dijual masing-masing seharga $99 dan $149. Keduanya sama-sama tersedia dalam pilihan warna hitam atau abu-abu.

Sumber: Pocket-lint dan Beyerdynamic.

Dibanderol $100, HyperX Cloud Core Wireless Unggulkan Teknologi Spatial Audio DTS Headphone:X

Belum lama ini, HyperX mengumumkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 20 juta headset gaming. Tanpa perlu menunggu lama, produsen periferal yang kini merupakan anak perusahaan HP tersebut kembali meluncurkan headset gaming anyar, yakni Cloud Core Wireless.

Headset ini pada dasarnya merupakan jawaban HyperX terhadap tren spatial audio yang sedang naik daun belakangan ini. Jadi ketimbang sebatas memotong kabel dan menambahkan konektivitas nirkabel dengan jangkauan 20 meter, HyperX turut menyematkan teknologi spatial audio DTS Headphone:X pada Cloud Core Wireless.

Spatial audio atau 3D audio akhir-akhir ini terus menjadi bahan pembicaraan berkat kemampuannya meningkatkan sensasi immersive selama sesi bermain atau menonton. DTS pun bukan satu-satunya perusahaan yang menawarkan teknologi ini; yang mungkin lebih dikenal oleh banyak orang adalah Dolby Atmos, yang bisa kita temukan di Corsair HS80. Alternatifnya, konsumen juga bisa memanfaatkan solusi berbasis software seperti THX Spatial Audio.

Kembali ke Cloud Core Wireless, headset ini mempertahankan beberapa keunggulan yang selama ini membuat nama HyperX dipuji-puji, mulai dari konstruksi aluminium yang kokoh, sampai unit driver besar dengan diameter 53 mm. Tidak kalah penting adalah mikrofon noise cancelling yang dapat dilepas-pasang, serta yang sudah memenuhi sertifikasi dari Discord dan TeamSpeak.

Secara desain, headset ini mungkin kelihatan agak kuno jika dibandingkan dengan penawaran sekelas dari pabrikan-pabrikan lain, akan tetapi setidaknya ia sudah mengadopsi USB-C sebagai colokan untuk charging-nya. Baterainya sendiri diyakini mampu bertahan hingga 20 jam pemakaian dalam sekali pengisian.

Di Amerika Serikat, HyperX Cloud Core Wireless saat ini telah dipasarkan dengan banderol $100, cukup terjangkau untuk ukuran headset gaming nirkabel. Bagi yang menginginkan opsi headset gaming wireless lain, Anda bisa melihat beberapa rekomendasinya di artikel ini.

Sumber: Business Wire.

Logitech Luncurkan G303 Shroud Edition, Digarap Langsung Bersama Sang Streamer

Logitech punya mouse gaming wireless baru, yakni G303 Shroud Edition. Sesuai namanya, mouse ini merupakan hasil kolaborasi langsung Logitech bersama salah satu streamer terpopuler sejagat, Michael “shroud” Grzesiek.

Ini bukan pertama kalinya Logitech bekerja sama dengan sang streamer yang juga mantan pro player CS:GO tersebut. Namun kolaborasinya kali ini lebih spesial karena G303 (yang pertama dirilis di tahun 2015 dan sudah di-discontinue sejak lama) merupakan salah satu mouse favorit shroud yang digunakannya selama bertahun-tahun.

Secara umum, bentuk G303 Shroud Edition tidak jauh berbeda dari G303 orisinal, akan tetapi ada beberapa bagian yang telah diubah. Yang paling kentara tentu saja adalah hilangnya kabel di bagian depan, akan tetapi kita juga bisa melihat perbedaan letak dan wujud kedua tombol sampingnya. Di dalam, posisi switch-nya pun juga ikut dipindah.

Berbeda dari versi aslinya, kita sama sekali tidak akan menemukan pencahayaan RGB di sini. Satu-satunya sumber cahaya yang kelihatan hanyalah lampu kecil di atas scroll wheel sebagai indikator baterai. Di atas kertas, ukuran G303 Shroud Edition sedikit lebih besar ketimbang versi aslinya, akan tetapi bobotnya jauh lebih ringan di angka 75 gram.

Masih seputar fisiknya, kita juga bisa melihat panel samping yang berwarna agak transparan, tidak ketinggalan pula garis-garis penanda yang menunjukkan di mana biasanya shroud meletakkan jari-jarinya. Di bagian belakang mouse, ada laci kecil untuk menyimpan dongle USB.

Dari sisi teknis, G303 Shroud Edition menggunakan sensor HERO dengan sensitivitas 100-25.000 DPI dan kecepatan tracking maksimum 400 IPS. Supaya pergerakannya kian mulus, Logitech tak lupa menyematkan mouse feet berukuran jumbo yang terbuat dari bahan PTFE murni. Dalam sekali pengisian, baterainya diklaim mampu bertahan hingga 145 jam pemakaian. Charging-nya sendiri sudah mengandalkan USB-C.

Di Amerika Serikat, Logitech G303 Shroud Edition saat ini telah dipasarkan seharga $130. Sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaannya secara resmi di pasar tanah air.

Sumber: Ars Technica dan Business Wire.

10 Headset Gaming Wireless Pilihan yang Bisa Dibeli di Indonesia

Dibanding keyboard atau mouse, headset nirkabel mungkin bisa memberikan nilai praktis yang lebih besar. Contoh sederhana saja, seandainya kita hendak buang air di tengah-tengah sesi gaming, headset-nya bisa tetap kita pakai selagi menuju ke toilet. Keyboard dan mouse di sisi lain pasti akan tetap kita tinggal di atas meja, mau wired ataupun wireless.

Dari situ tidak berlebihan seandainya headset wireless menjadi prioritas buat kebanyakan gamer. Yang mungkin jadi pertanyaan adalah, apa saja faktor yang harus diperhatikan dalam memilih sebuah headset gaming wireless?

Supaya tidak kehilangan nilai praktisnya, sebuah headset gaming wireless haruslah mempunyai daya tahan baterai yang cukup awet dan koneksi yang stabil. Karena kalau dua aspek itu jelek, maka perangkat malah bisa jadi lebih merepotkan ketimbang versi berkabelnya.

Namanya produk audio, kualitas suaranya tentu juga harus baik. Tanpa perlu basa-basi terlalu panjang, berikut adalah 10 headset gaming wireless pilihan yang bisa Anda beli di Indonesia.

1. Razer BlackShark V2 Pro

Berbekal driver TriForce Titanium 50 mm yang sangat cekatan mengolah sinyal audio di tiga tingkatan frekuensi secara terpisah (bass, mid, treble), BlackShark V2 Pro menawarkan kualitas suara terbaik dari seluruh jajaran perangkat audio milik Razer. Belum lagi dukungan teknologi THX Spatial Audio untuk membantu menyempurnakan positioning di berbagai judul game kompetitif.

Dalam sekali charge, headset seharga Rp2.999.000 ini bisa beroperasi sampai 24 jam nonstop. Desainnya tampak premium sekaligus fungsional, dengan sebuah kenop putar di sisi kiri untuk mengatur volume. Selain hitam, ia juga tersedia dalam warna putih.

Link pembelian: Razer BlackShark V2 Pro

2. Razer Barracuda X

Kalau BlackShark V2 Pro terasa kemahalan, Barracuda X yang dibanderol seharga Rp1.699.000 ini bisa jadi alternatif. Keunikannya terletak pada dongle USB-C yang disertakan dalam paket pembeliannya, yang tak hanya kompatibel dengan PC atau PlayStation, melainkan juga Nintendo Switch dan sejumlah perangkat Android.

Di angka 250 gram, bobotnya termasuk ringan untuk ukuran headset gaming nirkabel, dan Razer pun tak lupa membekalinya dengan bantalan telinga berlapis kain breathable agar perangkat bisa lebih nyaman lagi digunakan dalam durasi yang lama. Baterainya sendiri diklaim tahan sampai 20 jam per charge.

Link pembelian: Razer Barracuda X

3. Logitech G Pro X Wireless

Sebagai penawaran paling high-end dari Logitech, headset ini menjanjikan kualitas suara yang sangat baik lewat sepasang driver Pro-G 50 mm miliknya. Dengan banderol Rp2.799.000, tidak mengherankan apabila headset ini menggunakan perpaduan bahan baja dan aluminium pada kerangkanya.

Selain suara yang pengguna dengar, G Pro X Wireless juga menempatkan prioritas ekstra pada suara yang ditangkapnya. Berbekal integrasi teknologi Blue Vo!ce, kinerja mikrofonnya bisa diutak-atik dengan opsi pengaturan yang sangat merinci, sangat cocok buat yang ingin suaranya terdengar profesional. Terkait baterainya, ia hanya perlu di-charge setiap 20 jam sekali.

Link pembelian: Logitech G Pro X Wireless

4. Logitech G733 Lightspeed

Tidak bisa dimungkiri, penampilan yang stylish merupakan salah satu nilai jual utama dari headset ini. Kenyamanan juga jadi faktor lain yang diutamakan, dengan karet suspensi yang menggantikan bantalan agar pengguna tidak merasa bagian kepalanya terlalu terbebani.

Label “Lightspeed” pada namanya merujuk pada teknologi nirkabel yang digunakan, yang tak cuma menawarkan latensi yang rendah, tetapi juga jangkauan koneksi yang jauh (maksimal 20 meter) dan konsumsi daya yang efisien. Dalam sekali pengisian, baterainya cukup untuk 29 jam pemakaian, atau sampai 20 jam kalau lampu RGB-nya dibiarkan menyala terus.

Link pembelian: Logitech G733 Lightspeed

5. Logitech G435 Lightspeed

Headset gaming nirkabel tidak harus mahal, dan perangkat ini adalah bukti nyatanya. Dijual seharga Rp929.000 saja, headset ini menawarkan koneksi wireless 2,4 GHz (Lightspeed) dan Bluetooth sekaligus. Murah tapi fiturnya tetap lengkap, kira-kira begitu premis utama yang disuguhkan oleh headset ini.

Bobotnya sangat ringan di angka 165 gram, sementara baterainya cukup untuk pemakaian selama 18 jam per charge. Satu hal yang terkesan tidak umum dari headset ini adalah, ketimbang mengandalkan boom mic, ia mengemas mikrofon yang tertanam langsung di bagian earcup.

Perangkat ini kabarnya akan dijual mulai bulan November 2021 ini juga, tapi masih belum tersedia saat artikel ini ditayangkan. Jadi, pantau terus saja official store Logitech agar tidak kehabisan.

6. HyperX Cloud II Wireless

Desainnya mungkin kelihatan agak kuno jika dibandingkan dengan headset lain di artikel ini, akan tetapi itu berarti Cloud II Wireless sudah sangat teruji perihal kenyamanan dan ketahanan, terutama jika melihat popularitas versi berkabelnya selama ini.

Dipadukan dengan kinerja audio yang mumpuni dan daya tahan baterai hingga 30 jam pemakaian, wajar apabila headset ini kerap menjadi rekomendasi para reviewer. Harganya? Rp2.490.000.

Link pembelian: HyperX Cloud II Wireless

7. Corsair HS80 RGB Wireless

Tren spatial audio terus bertambah populer selama tahun 2021 ini, dan produsen periferal gaming pun dengan cepat beradaptasi. Lihat saja penawaran terbaru Corsair ini, yang datang membawa dukungan teknologi Dolby Atmos dan Tempest 3D AudioTech milik PlayStation 5 sekaligus.

Kinerja audionya sendiri disokong oleh sepasang driver berdiameter 50 mm, sementara baterainya cukup untuk penggunaan selama 20 jam dalam sekali pengisian. Tertarik? Sediakan modal sebesar Rp2.099.000.

Link pembelian: Corsair HS80 RGB Wireless

8. SteelSeries Arctis 1 Wireless

Seperti halnya Barracuda X dari Razer, Arctis 1 Wireless juga datang bersama dongle USB-C sehingga ia dapat terhubung ke berbagai jenis perangkat tanpa harus terkendala latensi tinggi yang bisa didapat jika mengandalkan Bluetooth. Harganya pun juga nyaris sama persis: Rp1.695.000.

Meski cukup terjangkau, Arctis 1 Wireless tetap menjanjikan kualitas suara yang setara dengan kakak-kakaknya yang lebih mahal berkat penggunaan driver 40 mm yang sama. Buat para pemilik PS5, SteelSeries memastikan bahwa headset ini sepenuhnya kompatibel dengan teknologi 3D audio milik konsol tersebut.

Link pembelian: SteelSeries Arctis 1 Wireless

9. Cooler Master MH670

Dijual seharga Rp1.490.000, Cooler Master MH670 menawarkan berbagai keunggulan seperti driver 50 mm, desain yang sleek, dan daya tahan baterai sampai 25 jam.

Perangkat mengandalkan dongle USB-A standar, akan tetapi Cooler Master cukup murah hati dan menyertakan adaptor USB-C, sehingga ia juga bisa digunakan bersama sejumlah perangkat Android ataupun Nintendo Switch.

Link pembelian: Cooler Master MH670

10. JBL Quantum 800

Paling unik di antara yang lain, JBL Quantum 800 hadir membawa fitur active noise cancellation (ANC) untuk mengeliminasi suara di sekitar yang menganggu secara lebih efektif lagi. Sayang itu berarti daya tahan baterainya juga harus sedikit dikorbankan hingga menjadi 14 jam per charge.

Selain di PC, JBL Quantum 800 juga dapat digunakan di smartphone berkat dua tipe koneksi nirkabel yang diusungnya: 2,4 GHz via dongle atau Bluetooth 5.0. Ukuran headset ini cukup bongsor, jadi tidak mengherankan jika JBL menyematkan driver berdiameter 50 mm ke dalamnya. Perangkat saat ini bisa dibeli seharga Rp3.039.200.

Link pembelian: JBL Quantum 800

Bukan RGB, Headset Asus ROG Delta S Animate Andalkan Mini LED yang Dapat Diprogram

Teknologi AniMe Matrix yang Asus terapkan pertama kali pada laptop ROG Zephyrus G14 bisa dibilang membawa angin segar terhadap tren pencahayaan serba RGB di ranah gaming. Ketimbang warna-warni yang begitu mencolok, AniMe Matrix mengandalkan sederet mini LED warna putih yang dapat diprogram untuk menampilkan animasi bergerak.

Konsep tersebut sepertinya mendapat respon positif dari konsumen, dan ini bisa dilihat dari keputusan Asus untuk menghadirkan teknologi AniMe Matrix di kategori produk selain laptop. Yang terbaru, sistem pencahayaan yang unik ini juga bisa kita dapatkan di headset Asus ROG Delta S Animate.

Asus bilang bahwa masing-masing earcup milik headset ini mengemas lebih dari 100 mini LED. Semuanya tentu bisa diprogram untuk membentuk gambar statis atau animasi bergerak via software Armoury Crate.

Pengguna bahkan bisa menciptakan animasinya sendiri jika mau, dan mereka dibebaskan untuk mengutak-atik parameter seperti tingkat kecerahan, kontras, maupun jeda waktu. Kalau perlu, semua pencahayaannya juga bisa dimatikan dengan menggeser tuas kecil di belakang kenop volumenya.

Alternatifnya, tuas yang sama itu juga bisa dipakai untuk mengaktifkan fitur bernama Soundwave. Saat fitur tersebut aktif, deretan mini LED-nya akan bereaksi terhadap suara pengguna yang ditangkap via mikrofon; semakin keras suaranya, semakin intens pula efek pencahayaannya. Fitur ini semestinya cukup ideal digunakan oleh kalangan streamer.

Di luar sistem pencahayaannya, headset ini identik dengan ROG Delta S, mulai dari desainnya secara keseluruhan, earcup berbentuk huruf D-nya, sampai spesifikasi lengkapnya. Seperti saudaranya itu, headset ini turut dibekali driver berdiameter 50 mm dan ESS 9281 Quad DAC yang siap menangani format audio dengan resolusi tertinggi sekalipun.

Untuk konektornya, ROG Delta S Animate juga menggunakan USB-C (plus adaptor USB-A bagi yang membutuhkan). Selain di PC, headset ini juga dapat digunakan di PlayStation 4, PlayStation 5, maupun Nintendo Switch.

Di Amerika Serikat, ROG Delta S Animate kabarnya akan dijual mulai pertengahan bulan Desember 2021 seharga $250.

Sumber: Ars Technica.

Tujuh Tahun Berkiprah, HyperX Sudah Menjual Lebih dari 20 Juta Headset Gaming

HyperX mengumumkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 20 juta headset gaming sejak meluncurkan headset pertamanya, HyperX Cloud, pada April 2014.

“Sejak peluncuran headset gaming pertama HyperX di tahun 2014, kami terus mengembangkan desain dan pilihan produk kami untuk menjadi pemimpin industri dalam hal kualitas, kenyamanan, dan suara,” tutur Kevin Hague, General Manager HyperX, dalam sebuah siaran pers.

“Seiring popularitas gaming kasual dan kompetitif terus meningkat di platform PC, konsol, dan mobile, kami berusaha untuk terus mengembangkan headset kami ke level baru dan berharap dapat menghadirkan 20 juta headphone berkualitas tinggi yang berikutnya ke konsumen di seluruh dunia,” imbuhnya.

Seperti yang telah disebutkan, HyperX memulai kiprahnya di industri headset gaming pada tahun 2014 melalui sebuah headset bernama HyperX Cloud. Setahun berselang, mereka merilis HyperX Cloud II yang menghadirkan USB Audio Control Box dan Virtual 7.1 Surround Sound.

Lompat ke tahun 2016, HyperX memperkenalkan CloudX Pro sebagai headset gaming berlisensi Xbox pertamanya. Lalu di tahun 2017, mereka menyingkap HyperX Cloud Alpha dengan teknologi Dual Chamber. Pada tahun 2018, HyperX merilis Cloud Mix yang merangkap fungsi sebagai headset gaming sekaligus headphone Bluetooth.

Memasuki tahun 2019, HyperX mengungkap headset berlisensi resmi PlayStation 4. Kemudian di tahun 2020, HyperX meluncurkan Cloud Revolver yang spesifik menarget kalangan gamer kompetitif. Tahun ini, HyperX belum meluncurkan headset baru, kemungkinan karena mereka sibuk mengurus peralihan kepemilikan perusahaan. Sekadar mengingatkan, divisi periferal HyperX sekarang sudah berpindah tangan dari Kingston ke HP.

Produk periferal HyperX memang bukan cuma headset saja. Mereka juga punya mikrofon USB, mechanical keyboard, mouse, mouse pad, dan bahkan sejumlah aksesori charging untuk konsol. Namun memang yang paling dikenal oleh kalangan gamer adalah lini headset gaming-nya. Pendapat ini bisa jadi agak bias, sebab saya pribadi sehari-harinya menggunakan headset HyperX, sementara keyboard dan mouse saya dari merek lain.

Sumber: Business Wire via VentureBeat.

SteelSeries Diakuisisi Induk Perusahaan Jabra dengan Mahar $1,24 Miliar

Akuisisi produsen periferal gaming yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar seakan menjadi tren yang cukup populer dalam dua tahun terakhir ini. Yang terbaru, ada SteelSeries yang diakuisisi oleh GN.

Siapa itu GN? Well, mereka adalah perusahaan asal Denmark yang sudah berdiri ratusan tahun, namun sebagian dari kita mungkin lebih mengenalnya sebagai induk perusahaan Jabra. Tentu saja ini bukan suatu kebetulan; baik SteelSeries, GN, maupun Jabra sama-sama memiliki markas utama di Denmark.

Tidak tanggung-tanggung, GN menyiapkan mahar sebesar 8 miliar Danish Krone (DKK), atau setara 17,65 triliun rupiah, untuk mengakuisisi rival terdekat Razer tersebut. Dalam kurs dolar Amerika Serikat, nilainya setara $1,24 miliar. Angka tersebut cukup fantastis. Sebagai perbandingan, Februari lalu HP membayar $425 juta untuk mencaplok divisi periferal HyperX.

Pasca akuisisi, SteelSeries masih akan beroperasi secara mandiri, tanpa perubahan pada jajaran kepemimpinannya. Namun kalau melihat fokus bisnis GN dan Jabra di bidang audio, tentu tidak menutup kemungkinan SteelSeries bisa berbagi hasil R&D dengan Jabra dalam mengembangkan produk audio masing-masing.

“Kami sedang dalam misi untuk terus mendorong batasan di esport dan gaming dengan produk beserta software kelas dunia, dan sekarang, dengan dukungan dari GN, kami bakal dapat memaksimalkan upaya-upaya ini,” ucap CEO SteelSeries, Ehtisham Rabbani, dalam siaran persnya.

Tanpa diakuisisi GN pun sebenarnya bisnis SteelSeries terkesan baik-baik saja. Tahun lalu, SteelSeries sendiri sempat mengakuisisi produsen gamepad KontrolFreek, serta ahli teknologi 3D audio, Nahimic. Kemudian pada bulan Mei kemarin, SteelSeries meluncurkan seri periferal gaming baru yang ditujukan untuk kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport.

Dengan prediksi pasar PC gaming yang bakal terus menguat dalam beberapa tahun ke depan, keputusan akuisisi yang dilakukan GN ini pun jadi terdengar sangat masuk akal. Ke depannya, brand periferal gaming mana lagi yang kira-kira bakal dibeli oleh sebuah perusahaan besar?

Sumber: GN via Engadget.

Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

Corsair Luncurkan Monitor Gaming Perdananya, Xeneon 32QHD165

Berawal dari berdagang memory, Corsair kini memiliki portofolio produk yang mencakup seabrek kategori sekaligus. Namun selama 27 tahun mereka berdiri, Corsair belum pernah sekali pun memproduksi monitornya sendiri. Well, itu berakhir hari ini.

Gambar di atas adalah Xeneon 32QHD165, monitor pertama Corsair yang dipersembahkan buat para gamer. Dari namanya saja, Corsair sudah menunjukkan impresi pertama yang bagus. Seperti yang kita tahu, kebanyakan monitor memang mempunyai nama yang luar biasa acak.

Monitor ini tidak demikian. Penamaannya seperti sudah dipikirkan dengan matang, dan saya pun dapat langsung menebak spesifikasinya dari namanya: ukuran 32 inci, resolusi QHD (2560 x 1440), refresh rate 165 Hz.

Jenis panel yang digunakan adalah Fast IPS, dengan waktu respon 1 milidetik (MPRT) dan dukungan teknologi Quantum Dot untuk menyajikan warna secara akurat. Teknisnya, Xeneon 32QHD165 menjanjikan color gamut 100% sRGB, 100% Adobe RGB, dan 98% DCI-P3.

Tingkat kecerahan maksimumnya berada di angka 400 nit, dan ia pun telah mengantongi sertifikasi DisplayHDR 400 dari VESA. Buat yang membutuhkan, monitor ini sudah sepenuhnya mendukung teknologi AMD FreeSync Premium dan Nvidia G-Sync.

Untuk input-nya, Xeneon 32QHD165 mengemas sepasang port HDMI 2.0, sebuah port DisplayPort 1.4, port USB 3.1 Type-C beserta Type-A masing-masing dua buah, dan jack audio 3,5 mm. Pada sisi belakang stand-nya, terdapat sejumlah pengait untuk membantu merapikan kabel.

Stand berbahan aluminium ini tak hanya memiliki rancangan yang tampak keren, tetapi juga mendukung pengaturan tinggi monitor, tidak ketinggalan juga tilt dan swivel. Alternatifnya, tersedia pula mount VESA 100 x 100 mm bagi yang hendak menggunakan bracket.

Bagi konsumen yang sudah menggunakan produk-produk Corsair maupun Elgato, monitor ini bakal punya nilai tambah tersendiri berkat kompatibilitasnya dengan software Corsair iCUE maupun Elgato Stream Deck. Jadi ketimbang mengakses pengaturan via tombol-tombol fisik di belakang monitor, pengguna bisa mengaksesnya dengan lebih mudah via software.

Bukan cuma itu, bagian atas stand-nya turut dilengkapi dudukan tripod standar 1/4 inci, sehingga pengguna bisa menempatkan lampu, mikrofon, atau kamera langsung di atas monitor.

Jika menimbang spesifikasi dan fiturnya, Corsair Xeneon 32QHD165 semestinya duduk di kelas monitor gaming premium. Dugaan tersebut tidak meleset; di Amerika Serikat, monitor ini dijual seharga $800, atau kurang lebih sekitar 11,4 jutaan rupiah. Namun sejauh ini masih belum ada informasi mengenai ketersediaannya di Indonesia.

Sumber: Corsair.


Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

Razer Luncurkan Headset Gaming Kelas Bujet, Kaira X, Harganya Cuma $60

Razer meluncurkan headset gaming baru, yakni Kaira X. Kalau namanya terdengar familier, itu karena Anda pernah tahu mengenai Razer Kaira, headset gaming nirkabel yang dirilis tahun lalu untuk para pengguna Xbox.

Kaira X hadir dalam dua varian: Kaira X for Xbox dan Kaira X for PlayStation. Perbedaan di antara keduanya cuma perkara estetika saja; varian Xbox-nya tersedia dalam pilihan warna hitam dan sejumlah warna lain agar serasi dengan warna controller, sementara varian PlayStation-nya cuma ditawarkan dalam warna putih dengan aksen hitam.

Di luar penampilannya, kedua model Kaira X benar-benar identik, dengan kabel sepanjang 1,3 meter yang bisa dicolokkan ke perangkat apapun yang memiliki jack audio 3,5 mm. Kinerja audionya ditunjang oleh sepasang driver Razer TriForce berdiameter 50 mm. Branding TriForce itu merujuk pada kemampuannya menyetel frekuensi low, mid, dan high secara terpisah, bukan jadi satu seperti desain driver konvensional.

Untuk input suaranya, Kaira X mengandalkan mikrofon cardioid yang fleksibel, tapi tidak bisa dilepas-pasang. Mic-nya dapat di-mute atau unmute secara instan via sebuah tuas di belakang earcup sebelah kiri. Pengguna juga bisa menemukan kenop volume di bagian tersebut.

Kaira X mengemas bantalan telinga yang terbuat dari bahan memory foam, yang kemudian dibalut oleh kain breathable dengan motif honeycomb. Di angka 283 gram, bobot headset ini tergolong cukup standar. Oh ya, kalau Anda mencari RGB, headset ini bukan buat Anda.

Di Amerika Serikat, Razer Kaira X saat ini sudah dijual seharga $60 (± 855 ribuan rupiah), lebih murah $40 daripada versi nirkabelnya.

Pada kesempatan yang sama, Razer juga menyingkap sebuah charging dock untuk controller Xbox. Dock magnetis ini kompatibel dengan controller milik Xbox Series X|S, Xbox One, maupun controller Xbox Elite Series 1. Harganya dipatok $40, dan pilihan warnanya pun beragam, mengikuti variasi warna controller resmi Xbox.

Sumber: Razer.

Harga Tidak Sampai Sejuta, Logitech G435 Hadirkan Koneksi Lightspeed Wireless dan Bluetooth Sekaligus

Pasar headset gaming nirkabel dengan harga terjangkau ($100 ke bawah) terus bertambah panas. Setelah Razer dan JBL, kini giliran Logitech yang menghadirkan penawarannya di segmen ini lewat Logitech G435.

Tidak tanggung-tanggung, Logitech bahkan memasang harga yang lebih murah lagi, tepatnya $80. Menariknya, harga yang amat kompetitif itu tetap bisa diimbangi dengan fitur yang lengkap. Dari segi konektivitas misalnya, G435 tak hanya mendukung sambungan Lightspeed (wireless 2,4 GHz) via dongle USB-A saja, tapi ia juga dapat dihubungkan ke perangkat mobile via Bluetooth.

Selain PC, G435 juga ideal untuk digunakan bersama PlayStation 4 maupun PlayStation 5. Pasalnya, di samping mendukung Dolby Atmos dan Windows Sonic, G435 juga kompatibel dengan teknologi spatial audio Tempest 3D milik PS5.

Melihat desain dan materi-materi promosinya, G435 terkesan jenaka, dan ternyata ia memang tidak cuma ditargetkan untuk konsumen dewasa saja. Headset ini rupanya juga punya fitur ramah anak, yang ketika diaktifkan bakal membatasi volume maksimal menjadi 85 dB saja.

Desainnya pun sangatlah ringkas, dengan bobot tidak lebih dari 165 gram. Dari situ sudah bisa ditebak kalau sebagian besar strukturnya terbuat dari plastik. Menariknya, bagian-bagian plastik ini mencakup minimal 22 persen materi daur ulang, dan Logitech tidak segan menyebut G435 sebagai headset gaming nirkabel paling ramah lingkungan yang pernah mereka produksi.

Keunikan lain yang bakal kita jumpai pada desain G435 adalah absennya boom mic. Sebagai gantinya, ia justru mengandalkan sepasang mikrofon beamforming yang tertanam langsung di earcup. Untuk kinerja audionya, G435 mengandalkan sepasang driver berdiameter 40 mm.

Dalam sekali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 18 jam pemakaian. Charging-nya sudah mengandalkan USB-C, tapi sayang tidak ada informasi apakah ia dapat tetap digunakan selagi baterainya diisi ulang. Perlu dicatat juga, Anda tak akan menemukan jack audio 3,5 mm di headset ini.

Di Indonesia, Logitech G435 kabarnya akan dijual lengkap dalam tiga pilihan warna mulai bulan November 2021 dengan kisaran harga Rp929.000, lebih murah daripada kurs dolarnya. Menarik.