Tag Archives: Photography

Luminar-AI

Berkenalan dengan Luminar AI, Software Edit Foto Profesional Kekinian Berbasis Kecerdasan Buatan

Skylum telah resmi mengumumkan Luminar AI, software edit foto profesional kekinian yang dilengkapi dengan berbagai fitur dan tool baru berbasis kecerdasan buatan. Tujuannya adalah untuk mengotomatiskan proses, menghemat waktu fotografer tanpa menghilangkan input kreatif dari fotografer.

Inti dari Luminar AI ialah sistem template baru yang secara otomatis memindai dan menganalisis setiap foto Anda, mengidentifikasi subjek dan mencari area yang bermasalah. Kemudian Luminar AI akan merekomendasikan beberapa template khusus yang cocok dan kita bisa menyesuaikan lagi bila perlu.

Asisten AI bawaan pada template akan melihat hubungan antara semua elemen dalam foto, berkat 3D depth mapping. Template yang dimiliki Luminar AI dirancang dengan bantuan banyak fotografer dan editor foto untuk mencapai pengeditan dan peningkatan yang sangat spesifik pada komponen individu dari sebuah foto.

Template tersebut dapat dijadikan sebagai titik awal atau titik akhir. Bila Anda tidak ingin menghabiskan waktu untuk mengedit foto secara manual, Luminar AI berjanji akan memberi Anda opsi itu tanpa mengorbankan kualitas.

Untuk fotografer portrait, memproses dan memperbaiki foto portrait bisa menjadi proses yang memakan waktu. Luminar AI miliki banyak tool yang dirancang untuk mempercepat proses editing. Seperti Face AI yang dapat menyempurnakan wajah subjek, Iris AI untuk retouching mata, Iris AI untuk mengubah bentuk tubuh subjek secara halus, dan Skin AI untuk mempercepat retouching kulit seperti menghilangkan jerawat dan mengurangi minyak di kulit.

Sementara bagi fotografer landscape, Anda bisa mempercantik foto menggunakan Sky AI dan Atmosphere AI. Dengan Sky AI memungkinkan meningkatkan detail yang ada di langit atau menggantinya, termasuk mendukung pantulan di air. Sedangkan Atmosphere AI memungkinkan untuk menambahkan efek realistis seperti fog, mist, dan haze – sambil secara otomatis mengenali elemen dalam foto dan didukung 3D depth mapping yang unik untuk memastikan hasil foto yang realistis.

Kemudian ada tool Accent AI yang secara cerdas menerapkan berbagai penyesuaian berdasarkan gambar yang dipilih. Composition AI yang menyarankan framing berdasarkan aturan komposisi yang berbeda, termasuk rule of thirds. Serta, perbaikan yang lebih umum lainnya termasuk Local Adjustments, Eraser, Clone & Stamp, Color Harmony, dan banyak lagi.

Luminar AI tersedia untuk dibeli dengan lisensi seumur hidup US$79 atau sekitar Rp1,1 juta untuk satu komputer dan US$99 atau Rp1,4 jutaan untuk dua komputer. Luminar AI juga dapat dibeli bersamaan dengan Luminar X Membership dengan biaya tahunan tambahan US$59. Luminar AI juga tersedia sebagai plugin untuk Adobe Lightroom Classic dan Photoshop, serta dapat digunakan sebagai ekstensi untuk Apple Photos.

Sumber: DPreview

Kamera 108MP Xiaomi Mi Note 10 Pro

3 Sensor Kamera Utama di Smartphone, Dari Resolusi 48MP Sampai 108MP

Teknologi kamera smartphone terus berkembang secara pesat. Tak hanya resolusi kameranya yang meningkat sampai 108MP, tapi juga didukung fitur-fitur berbasis kecerdasan buatan dan multi kamera dengan berbagai lensa yang berbeda.

Kali ini saya akan membuat artikel series dengan tema utama “tips mobile photography“. Saya akan mulai dengan jenis sensor kamera utama yang paling banyak digunakan pada smartphone saat ini.

Sensor Samsung 108MP

Xiaomi Mi Note 10 Pro
Xiaomi Mi Note 10 Pro | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Beberapa smartphone saat ini sudah dibekali kamera dengan resolusi mencapai 108MP. Xiaomi Mi Note 10 Pro menjadi smartphone pertama dengan kamera 108MP di Indonesia, ia menggunakan sensor Samsung ISOCELL Bright HMX.

Sensor ini mengadopsi teknologi TetraCell 2×2 piksel atau Quad Bayer. Di mana secara default menghasilkan foto dengan resolusi 27MP dengan ukuran per piksel 1.6µm atau 108MP jika semua piksel digunakan dengan per piksel 0.8µm.

Berikutnya Samsung Galaxy S20 Ultra yang menggunakan kamera utama 108MP dengan sensor Samsung ISOCELL Bright HM1. Berbeda yang digunakan pada Xiaomi Mi Note 10 Pro, sensor ini tidak mengandalkan TetraCell, melainkan teknologi Nonacell 3×3.

Hasilnya secara default, Galaxy S20 Ultra menghasilkan foto beresolusi 12MP dengan ukuran tiap piksel jauh lebih besar yakni 2.4µm atau 108MP 0.8µm. Semakin besar ukuran piksel, makin banyak cahaya yang masuk ke sensor sehingga meningkatkan kualitas foto terutama di kondisi cahaya rendah.

Sensor Samsung 64MP

Realme X2 Pro
Realme X2 Pro | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selanjutnya, beberapa smartphone juga menggunakan kamera utama 64MP menggunakan sensor Samsung ISOCELL GW1. Sensor ini mengadopsi teknologi TetraCell 2×2 piksel, di mana hasilnya adalah foto beresolusi 64MP dengan piksel 0.8µm atau 16MP 1.6µm.

Samsung ISOCELL GW1 terdapat di hampir semua smartphone flagship Realme dan kelas menengahnya. Termasuk yang terbaru Realme 6 dan Realme 6 Pro, flagship Realme X2 Pro, dan Realme XT. Serta, bisa dijumpai pada Xiaomi Redmi Note 8 Pro, Samsung Galaxy M31, dan Samsung Galaxy A71.

Samsung/Sony 48MP

ASUS Zenfone 6
ASUS Zenfone 6| Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Nah sensor gambar yang paling mainstream dan terbenam pada kebanyakan smartphone saat ini ialah kamera utama dengan resolusi 48MP. Baik itu menggunakan sensor besutan Samsung, yakni ISOCELL GM1 dengan teknologi TetraCell 2×2 piksel atau dari Sony yakni IMX586 dengan Quad Bayer 2×2 piksel.

Ya, bagi Anda yang mencari smartphone dan mengedepankan kemampuan kameranya, sebaiknya setidaknya pilihlah smartphone dengan kamera utama 48MP. Di mana hasil foto optimalnya adalah 12MP dengan piksel 1.6µm atau 48MP 0.8µm. Daftar smartphone-nya sebagai berikut:

  • Asus ROG Phone II
  • Asus Zenfone 6
  • Huawei nova 5T
  • Oppo Reno3
  • Oppo Find X2 Pro
  • Oppo Find X2
  • Oppo A91
  • Oppo Reno2
  • Oppo Reno2 F
  • Oppo Reno 10x zoom
  • Oppo Reno
  • Realme 5s
  • Realme 5 Pro
  • Realme X
  • Samsung Galaxy A31
  • Samsung Galaxy M21
  • Samsung Galaxy S10 Lite
  • Samsung Galaxy A51
  • Vivo V17
  • Vivo V17 Pro
  • Vivo S1 Pro
  • Xiaomi Redmi Note 8

 

7Artisans 60mm F2.8 Macro

[Review] Lensa 7Artisans 60mm F2.8 Macro, Berkreasi Saat Work From Home

Pandemi virus Corona atau Covid-19 memaksa kita untuk beraktivitas di rumah, termasuk bekerja atau work from home. Serta, membatasi interaksi sosial atau social distancing guna menekan penyebaran Covid-19.

Perubahan rutinitas hidup ini tentunya mempengaruhi para pecinta fotografi, terkhusus pehobi street photography. Yang biasanya bisa berburu foto saat berangkat dan pulang kerja, sekarang kesempatannya terbatas. Lalu, adakah jenis fotografi yang bisa dilakukan di sekitar rumah saja?

Ya, ada – kalian harus mencoba macro photography dan yang kita butuhkan adalah kamera dengan lensa yang tepat. Sekalian bahas sedikit tips macro photography, saya mau review lensa macro terjangkau dari 7Artisans.

Adalah 7Artisans 60mm F2.8 Macro versi Sony E Mount yang saya pasangkan dengan Sony A6400. Lensa manual ini juga tersedia untuk Canon EOS M, Canon EOS RF, Fujifilm X, MFT Olympus dan Panasonic Lumix, Nikon Z, serta Leica L mount. Dibanderol sekitar Rp2,3 jutaan, berikut review 7Artisans 60mm F2.8 Macro selengkapnya.

Desain dan Body Lensa

Saat pertama kali mengeluarkan lensa ini dari kotaknya, saya agak terkejut karena bobotnya cukup berat mencapai 550 gram. Kontruksi body-nya terasa sangat solid karena sebagian besar materialnya terbuat dari logam.

Dimensinya 66x100mm saat tidak digunakan dengan diameter filter 39mm. Ukuran optiknya cukup kecil dan pendek di dalam body lensa yang panjang. Lensa ini punya dua ring untuk fokus dan aperture yang terasa mantap saat diputar.

Dimensinya akan bertambah saat menyesuaikan fokus dan puncak terpanjangnya saat menggunakan rasio perbesaran 1:1. Pada saat menggunakan jarak fokus terdekat tersebut, tabung yang memanjang di bagian depan lensa ini bisa dilepas. 7Artisans 60mm F2.8 Macro mengusung delapan elemen dalam tujuh grup. Memiliki minimum focusing distance 26cm dan rentang aperture f2.8 sampai f16.

Saat terpasang pada Sony A6400, kombinasi keduanya tampak seimbang dan punya kesan profesional. Focal length 60mm sendiri berarti setara 90mm di full frame, ingat sensor APS-C pada kamera mirrorless Sony punya crop factor 1,5x.

Nah ekuivalen 90mm di full frame ini cukup ideal untuk memotret macro. Meski saat menggunakan rasio 1:1 tetap harus maju sangat dekat dengan subjek. Semakin panjang focal length memungkinkan memotret subyek foto yang sensitif seperti kupu-kupu, lebah, dan binatang kecil lainnya dari jarak yang lebih jauh. Namun, akan mempersempit ruang tajamnya atau Depth of Field (DOF).

User Experience

Foto konsep terutama gadget dan street photography adalah dua genre fotografi favorit saya. Pandemi covid-19 terpaksa harus menghentikan kegiatan street hunting dan work from home.

Lalu, apa yang bisa saya foto di rumah? Ya, saya pikir ini saat yang tepat untuk terjun ke macro photography. Setelah melakukan riset, ketemulah 7Artisans 60mm F2.8 Macro.

Faktor seperti harga yang relatif cukup terjangkau. Serta, focal length telephoto menengah (ekuivalen 90mm di full frame) yang ideal untuk foto macro dengan kemampuan rasio perbesaran 1:1 adalah beberapa alasan utama saya memilih lensa ini.

Sebagai lensa dengan fokus manual, artinya kita tidak bisa menghasilkan foto macro secara instan karena tiap-tiap foto perlu sentuhan lebih. Butuh upaya ekstra untuk mendapatkan fokus secara tepat terutama di jarak fokus terdekat, kita perlu maju mundur dan menahan nafas sejenak agar bidikan lebih stabil.

Hampir setiap pagi bila kondisinya cerah saya memulai hari dengan berburu foto makro di taman dekat rumah. Kondisi favorit saya adalah saat malamnya hujan sehingga menyisakan banyak embun di pagi hari dengan matahari bersinar terang.

Saya bisa menghabiskan waktu satu sampai dua jam dan hasil foto dari 7Artisans 60mm F2.8 Macro ini menurut saya sangat fantastis. Bila beberapa aspek berikut ini terpenuhi, kita bisa menangkap banyak detail dan sangat tajam bila fokusnya tepat.

Aspek utama berkaitan dengan cahaya dan aperture. Pada focal length 60mm ini area ruang tajamnya atau Depth of Field (DOF) terbilang sempit terutama pada rasio perbesaran 1:1. Untuk memperoleh detail dan tekstur elemen yang disorot, kita perlu menggunakan aperture setidaknya f5.6 – f8 atau lebih.

Artinya foto macro ini butuh banyak cahaya untuk mendapatkan foto yang tajam dengan ISO kecil. Bantuan cahaya buatan seperti flash akan sangat membantu di sini dan saya menggunakan internal flash tapi dengan diffuser untuk memperlembut cahaya.

Karena lensa ini tanpa dibekali fitur stabilisasi, kita juga tidak bisa menggunakan shutter speed terlalu rendah. Maka bantuan tripod juga dibutuhkan, namun jangan sepenuhnya bergantung pada tripod untuk mendapatkan angle yang lebih bervariasi, kecuali bila ingin merekam video.

Setelah memilih objek yang ingin difoto, kita tentukan dulu rasio pembesarannya dan kita lah yang bergerak maju mundur untuk menangkap fokus dengan memanfaatkan fitur focus peaking. Lalu, ambillah gambar beberapa kali untuk mendapatkan hasil terbaik.

Verdict

Saya telah memotret ratusan foto dengan 7Artisans 60mm F2.8 Macro, tentunya tidak semua hasil tangkapannya bagus, kebanyakan kurang fokus atau kabur. Namun, saya juga mendapatkan cukup banyak foto yang menakjubkan dengan ketajaman yang baik dan bokeh yang mulus.

Menurut saya, lensa ini powerful dan sangat recommended bagi Anda yang ingin mencoba atau serius belajar mendalami macro photography. Mungkin bisa menjadi “batu loncatan” sebelum beralih ke lensa macro yang lebih mahal.

Memotret macro dengan 7Artisans 60mm F2.8 ini terasa mudah dan menyenangkan. Saya akan terus memotret dengan lensa ini selama pandemi Covid-19 untuk menemukan kelebihan dan kurangan lainnya lewat penggunaan yang intensif dan menyuguhkan hasil foto yang lebih beragam.

Sparks

  • Memiliki 1:1 Magnification
  • Build quality solid
  • Hasilnya tajam dan detail bila fokusnya benar
  • Harga relatif terjangkau

Slacks

  • Tidak praktis karena fokus manual
  • Tanpa fitur stabilisasi
  • Bobot cukup berat
Berbincang dengan Co-Founder & CEO Frame a Trip Endra Marsudi dan Co-Founder & COO SweetEscape Emile Etienne tentang pasar marketplace fotografer profesional

Tantangan dan Potensi Bisnis Marketplace Fotografer Profesional

Minggu lalu, SweetEscape, platform marketplace yang menghubungkan konsumen dengan fotografer profesional, mengumumkan perolehan pendanaan seri A hampir 85 miliar Rupiah. Hian Goh selaku perwakilan dari Openspace Ventures, investor yang memimpin pendanaan, mengatakan keyakinannya mengenai pangsa pasar yang terus meningkat. Saat ini dianggap terjadi pergeseran kebiasaan yang signifikan di kalangan konsumen terkait kebutuhan mengabadikan momen spesial, baik saat berlibur, mengadakan perayaan, atau mengabadikan capaian.

Menurut data yang dirilis We Are Social per Januari 2018 lalu, ada lebih dari 150 juta pengguna aktif media sosial–setara dengan 54% dari total populasi. YouTube (88%), Facebook (81%), dan Instagram (80%) menjadi kanal yang paling laris digunakan. Kaitannya dengan tren yang disebutkan Goh, platform media sosial yang disebutkan erat kaitannya dengan kebutuhan konten visual, berupa foto atau video. Media sosial juga telah menjadi “galeri digital” yang digunakan untuk mengarsipkan banyak momen yang dianggap spesial oleh masyarakat.

Tak hanya SweetEscape, startup lokal lain yang turut hadir memfasilitasi kebutuhan fotografi berkualitas adalah Frame a Trip. Kedua startup sama-sama efektif beroperasi sejak tahun 2017, dengan pendekatan bisnis yang unik. Alih-alih melakukan fundraising untuk melakukan penetrasi pasar seluas-luasnya, mereka memilih menggunakan “gaya bisnis konvensional”.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Frame a Trip Endra Marsudi bercerita, “Frame A Trip sejak berdiri hingga saat ini masih memilih opsi bootstrapping dan belum menggunakan kapital dari luar. Oleh karenanya, pendekatan operasional dituntut untuk jadi bisnis konvensional yang mengutamakan profit (EBITDA) positif setiap bulannya agar runway-nya bisa panjang dalam bersaing di pasar. Strategi yang diterapkan juga dituntut untuk lebih efektif dan efisien dalam menghasilkan penjualan dibanding menyebarkan awareness semata.”

Endra Marsudi
Co-Founder & CEO Frame a Trip Endra Marsudi / Frame a Trip

Kendati demikian, startup yang memiliki brand dengan warna khas biru muda tersebut mengaku telah menjangkau lebih dari 300 kota dan mengakomodasi lebih dari 700 fotografer profesional terkurasi. Endra menyebutkan, rata-rata kenaikan penjualan per bulan mencapai 30% dan sudah bisa EBITDA positif sejak Q4 2018.

“SweetEscape adalah gabungan antara marketplace dan platform. Di marketplace murni, konsumen dan pembeli berkomunikasi secara langsung. Kami lebih cocok disebut jaringan pasar. Kami memperkerjakan fotografer sembari membangun komunitas untuk berkolaborasi serta mengembangkan bisnis mereka melalui teknologi,” ujar Co-Founder & COO SweetEscape Emile Etienne mendefinisikan bisnisnya.

Dua startup, satu tipe layanan dan target pasar, dengan pendekatan bisnis berbeda.

Dituntut go global sejak lahir

Salah satu permasalahan orang ketika bepergian ke destinasi wisata atau luar negeri adalah menemukan fotografer yang tepat dan terjangkau. Opsinya mereka bisa membawa dari kota asal yang sudah diketahui kualitasnya, tapi harus menanggung akomodasi, atau mencari secara mandiri di sekitar lokasi agar lebih hemat. Yang terakhir ini prosesnya tidak mudah, harus bertanya dan bernegosiasi. Frame A Trip dan SweetEscape melihat kondisi itu sebagai sebuah peluang.

Layanan mereka memungkinkan orang menemukan fotografer profesional di lokasi yang diinginkan dengan jaminan kualitas hasil jepretan. Cara kerjanya, platform merekrut para juru foto untuk bekerja secara freelance berdasarkan permintaan. Mereka melakukan seleksi berdasarkan track record studio foto dan/atau portofolio hasil karyanya. Pun para fotografer bisa mendaftarkan secara mandiri untuk selanjutnya diseleksi tim internal. Dari sisi konsumen, mereka hanya perlu memasukkan informasi sesuai kebutuhan, seperti destinasi dan layanan fotografi yang dibutuhkan.

“Kami tidak menggunakan mekanisme bagi hasil, melainkan membeli jasa kerja fotografer profesional sesuai rate yang mereka tawarkan dengan satuan per jam. Lalu kami akan mengambil keuntungan dari selisih harga jual (publish rate) ke konsumen dan harga beli jasa ke fotografer,” ujar Endra menjelaskan mekanisme kerja sama dengan mitranya.

Mekanisme serupa juga dimiliki SweetEscape. Fotografer akan dibayar per sesi menyesuaikan harga tawar yang diberikan, biasanya bergantung kota dan jenis layanan mengenai nominal harganya. Mereka juga menyediakan dasbor web dan aplikasi khusus untuk fotografer, untuk berkomunikasi dengan tim operasional, calon konsumen, juga mengatur ketersediaan.

Tantangan layanan tersebut adalah harus memiliki cakupan seluas-luasnya ketika debut di pasar. Sebagai contoh Frame A Trip, di awal kemunculannya mereka langsung tersedia di 45 tujuan wisata dunia. Perekrutan mitra untuk ketersediaan memang jadi hal yang benar-benar dipersiapkan sebelum dirilis ke publik. Namun demikian hadir di pasar global bukan tanpa masalah.

Endra mengatakan, isu paling krusial adalah proses kurasi fotografer berkualitas dan profesional. Frame A Trip menghadirkan 5 juri untuk menyetujui calon mitra yang ingin bergabung di platformnya, 3 berasal dari internal dan 2 dari eksternal.

Sementara Emile punya cerita tersendiri terkait ekspansi layanan, “Dalam banyak hal, kami menghadapi tantangan yang sama seperti Airbnb di masa awal. Karena kami meluncurkan vertikal fotografi liburan, kami harus segera go-global. Memiliki ribuan fotografer lokal di ratusan kota menjadi bagian terbesar dari unique selling proposition kami.”

“Seandainya kami membangun model seperti Uber, kami akan hadir ke kota demi kota tanpa terlebih dulu memiliki fotografer. Tapi karena kami go-global terlebih dulu, tantangannya adalah meningkatkan jaringan fotografer profesional dengan cepat. Tidak hanya di Indonesia, tapi di ratusan kota di seluruh dunia. Sehingga turut membawa serta berbagai tantangan yang harus dipikirkan seperti bahasa, budaya, harga, zona waktu, dukungan pelanggan dan lainnya,” lanjut Emile.

Emile Etienne
(kiri) Co-Founder & COO SweetEscape Emile Etienne / SweetEscape

Sejauh ini tidak ada permasalahan terkait regulasi, misalnya perpajakan atau sejenisnya.

Pangsa marketplace juru foto profesional

Sejak 2,5 tahun beroperasi, Frame A Trip menangkap demografi konsumen yang kerap menggunakan layanannya. Segmentasi pasar terbesarnya adalah generasi milenial, didominasi gender perempuan dan berstatus “baru berkeluarga dengan anak satu (masih kecil)”.

Demografi pengguna layanan Frame a Trip
Demografi pengguna layanan Frame a Trip

“Milenial” jadi kata kunci penting dalam kaitannya dengan potensi pasar. Endra memaparkan berdasarkan data BPS, kurang lebih 33% dari populasi Indonesia ada di kalangan tersebut. Mereka merupakan early adopter teknologi, sebagian native adopter sehingga relatif cepat merespons konsep baru seperti layanan sewa fotografer profesional. Di satu sisi, terdapat kultur social media savvy dan social climber yang peduli akan jumlah “likes” sebagai “social currency”.

“Pola tersebut turut mengubah travel journey menjadi momen mikro, yakni dreaming > planning > booking > experiencing > sharing. Dari sini dapat terlihat generasi milenial saat jalan-jalan tidak hanya mementingkan proses experiencing jalan-jalannya saja tapi juga sudah lebih mewajibkan sharing ke sosial media serta mencari inspirasi jalan-jalan (dreaming) dari sosial media,” ujar Endra.

Pasalnya zaman sekarang kamera ponsel sudah semakin canggih, pun kamera profesional harganya juga banyak yang terjangkau. Emile memiliki jawaban yang cukup logis mengenai ancaman disrupsi tersebut.

“Banyak dari kita yang memiliki dapur indah dan masih memesan makanan. Banyak klien kami yang memiliki kamera profesional, tapi lebih suka memesan jasa di SweetEscape. Dengan menggunakan seorang fotografer, konsumen dapat menikmati momen tersebut, apakah liburan, pesta ulang tahun, pernikahan , kelulusan dan lain-lain. Kami mengurus proses pasca produksi, termasuk menyortir hasil jepretan terbaik dan menyuntingnya. Kamera smartphone akan terus menjadi lebih baik dan memainkan peran penting dalam kehidupan kita, tetapi itu tidak akan menggantikan kebutuhan fotografer.”

Mengabadikan momen penting secara profesional

Mengutip apa yang diketik Emile kepada kami mengenai cita-cita besar yang ingin diraih bersama SweetEscape, “When I think of getting an ojek in Jakarta, I think Gojek. Today, when I think of getting a taxi in NYC I think UBER. In 5 years when people think photography they think SweetEscape.”

Kebutuhan fotografi memang tidak terbatas saat momen liburan saja. SweetEscape sudah memulai dengan memberikan beragam jasa fotografi di luar liburan. Sementara Frame a Trip juga segera meluncurkan variasi layanan serupa.

“Frame A Trip akan menawarkan jasa mengabadikan life moments. Diharapkan dengan produk baru tersebut konsumen akan menggunakan jasa Frame A Trip tidak hanya dengan alasan liburan, tapi juga dengan tujuan ingin mengabadikan momen terbaik keseharian (arisan, acara keluarga, hangout, dst) dan/atau siklus hidup (baby born, birthday, graduation, wedding, dst). Akan di-launch dalam waktu dekat,” terang Endra.

Terkait persaingan bisnis, baik Emile maupun Endra meyakini, inovasi akan memainkan peran penting untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen.

“Kami melihat pesaing dengan model bisnis yang sama sebagai faktor penyeimbang. Dengan adanya pesaing maka kita akan terus berinovasi dan bekerja cerdas agar bisa lebih unggul di pasar. Terkait dengan hal ini, maka kami memang lebih fokus menawarkan value yang lebih banyak untuk konsumen dibanding para pesaing yang ada, yakni: better rate, more photos, easy booking worldwide, freedom to choose the photographer, dan giving more in editing,” ungkap Endra.

“Kami fokus pada kebutuhan klien, fotografer dan peningkatan layanan. Selama 6 bulan terakhir kami telah belajar banyak tentang apa yang dituntut pasar dan dalam beberapa bulan mendatang kami akan meluncurkan solusi untuk kebutuhan acara-acara dan bisnis. Nilai unik kami adalah pemesanan yang mudah dalam waktu kurang dari 2 menit, mengobrol dengan fotografer dalam 24 jam untuk merencanakan pemotretan, terjangkau, tersedia di banyak tempat, dan (proses penyampaian) foto yang cepat dalam 48 jam,” pungkas Emile.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

SweetEscape Raises 84.8 Billion Rupiah Series A Funding

A digital platform connecting consumers with professional photographers, SweetEscape, today (7/02) announced a new Series A round. It’s worth up to $6 million or equivalent with 84.8 billion Rupiah. The funding led by Openspace Ventures and Jungle Ventures, also involved in this round Burda Principal Investments and the previous investors.

In the mid-2018, the startup founded by David Soong and Emile Etienne has secured $1 million seed funding led by East Ventures, participated also Beenext, SkyStar Capital, and GDP Venture.

The following funding is to be allocated for AI technology development in order to improve the platform’s capability. In addition, for operational expansion throughout Asia, SweetEscape plans to double up talents by 2019. Currently, the company has more than 100 employees distributed in Jakarta, Singapore, and Manila.

SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape
SweetEscape founder and team in Jakarta headquarter / SweetEscape

SweetEscape’s Co-Founder and CEO, David Soong said, AI technology optimation is highly required to improve post-production process. The hype of technology capability supposed to help photographic image processing.

Based in Jakarta, SweetEscape was founded in 2017. The previous founder, Emile, was also the Co-Founder & COO of Bridestory. Currently, they’ve reached more than 500 cities in over 100 countries.

In Indonesia, SweetEscape has a direct competitor named Frame a Trip, with a similar business model and target market. Founded by some experts in the business and entertainment industry, including Dian Sastro Wardoyo, Frame a Trip is targeting to cover more than 500 cities this year.

Emile as the Co-Founder & COO added, in order to scale up the business, SweetEscape will expand the photography services for all cases. Not only a trip or tour but also for a birthday party, baby shower, graduation, and many more.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan SweetEscape

SweetEscape Dapatkan Pendanaan Seri A Senilai 84,8 Miliar Rupiah

Platform digital yang mempertemukan konsumen dengan fotografer profesional, SweetEscape, hari ini (02/7) mengumumkan telah mendapatkan putaran pendanaan baru dalam seri A. Nilainya mencapai $6 juta atau setara 84,8 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh Openspace Ventures dan Jungle Ventures dengan keterlibatan Burda Principal Investments dan investor sebelumnya.

Pertengahan tahun 2018 lalu, startup yang didirikan oleh David Soong dan Emile Etienne tersebut telah membukukan pendanaan awal senilai $1 juta yang dipimpin East Ventures dengan partisipasi Beenext, SkyStar Capital, dan GDP Venture.

Modal tambahan ini akan dialokasikan untuk pengembangan teknologi AI guna meningkatkan kapabilitas platform. Selain itu untuk kebutuhan ekspansi operasional ke seluruh wilayah Asia, SweetEscape berniat merekrut lebih banyak pegawai hingga dua kali lipat di tahun 2019. Saat ini perusahaan telah memiliki lebih dari 100 karyawan yang tersebar di Jakarta, Singapura dan Manila.

SweetEscape
Founder dan tim SweetEscape di kantor pusat di Jakarta / SweetEscape

Co-Founder & CEO SweetEscape David Soong mengatakan, optimasi teknologi AI sangat diperlukan untuk meningkatkan proses pasca produksi. Kapabilitas teknologi yang tengah menjadi tren di industri tersebut diyakini bisa membantu dalam pengolahan gambar hasil fotografi.

Berbasis pusat di Jakarta, SweetEscape didirikan pada tahun 2017. Sebelumnya salah satu pendirinya, Emile, adalah Co-Founder & COO Bridestory. Saat ini mereka telah menjangkau lebih dari 500 kota di lebih dari 100 negara.

Dari Indonesia, SweetEscape bersaing langsung dengan Frame a Trip, juga memiliki model bisnis dan cakupan pasar yang hampir serupa. Didirikan oleh beberapa pesohor dalam dunia bisnis dan hiburan, termasuk selebriti Dian Sastro Wardoyo, Frame A Trip juga targetkan bisa mencakup lebih dari 500 kota tahun ini.

Emile selaku Co-Founder & COO turut menambahkan, untuk meningkatkan bisnis SweetEscape akan terus memperluas menghadirkan layanan fotografi untuk berbagai kebutuhan. Tidak hanya perjalanan atau wisata, namun akan memfasilitasi acara ulang tahun, baby shower, wisuda dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Servolia Releases Online Platform to Find Photographer

SocioBuzz, an endorse service company delivers its new innovation by introducing Servolia, a site to help those who are looking for photographer in a fast way and at affordable price. It is for those millennials who like to capture moments or business in need for photographer.

The CEO & Co-Founder Rade Tampubolon in the press release said the need to take the best and attractive photos is increasing, either for business or millennials. An ineffective searching process and one by one selection from existing portfolios become an obstacle.

“In this current social media era, the need to take the best and attractive photos is increasing, not only for business but also millennials. However, looking for a photographer online has its own challenge where we have to check on every site or social media and contact them one by one to ask for the price list, also negotiate,” Tampubolon explained.

SociaBuzz saw an opportunity to provide solution by introducing Servolia. To those in need for photographer service, only have to enter the site and fill a short questionnaire, furthermore they will get up to five price listings from the interested photographers.

Servolia

So far, there are not much marketplace for photographers. An existing one and quite mature in Indonesia is Frame A Trip, a service for tourists to get easier access for a photographer in a destination cities, including overseas. Either Servolia or Frame A Trip has the same vision, to help consumers, on the other side they also help those photographers in getting easily find and being hired.

Servolia is off with a vision to help customer and photographer. Consumer can easily get a photographer match to the budget, they can review the details of consumer’s need and budget before proposing a deal. Servolia is trying to cut the negotiation oftenly happened between consumer and photographer. Currently, Servolia provides several photography needs such as pre-wedding, products, company profile, traveling and also typical selebgram photos.

“SociaBuzz mission is to advance the creative economy players and creators in Indonesia by using technology. We are making the best effort in realizing our mission by providing products as SociaBuzz, Pixamola (photo selling service) and Servolia,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

5 ide startup untuk tahun 2018 / Pexels

Lima Ide Bisnis Startup di Tahun 2018

Di penghujung tahun 2017 ini sudah banyak bisnis baru yang hadir memanfaatkan teknologi. Memasuki tahun 2018 mendatang masih ada beberapa peluang yang berkembang dari perubahan serta kebiasaan yang banyak terjadi sepanjang tahun 2017.

Artikel berikut akan mengupas 5 ide bisnis yang bisa dikembangkan dan memiliki peluang yang cukup menjanjikan dan relevan dengan pangsa pasar Indonesia.

Bisnis video dan fotografi

Saat ini ketika media sosial telah menjadi platform, banyak influencer dan brand mempromosikan produk dan layanannya, menciptakan sebuah lapangan kerja baru bagi mereka yang menyukai fotografi dan video editing. Di tahun 2017 banyak influencer yang masih mengerjakan semua proses tersebut sendiri, namun seiring berjalannya waktu dan jumlah pengikut pun semakin bertambah, banyak di kalangan tersebut yang membutuhkan tenaga fotografer dan video editor profesional.

Hal tersebut juga berlaku kepada startup hingga korporasi, yang mulai mengembangkan divisi video untuk kegiatan promosi. Di sisi lain foto yang Anda miliki juga bisa dijual ke platform seperti Getty Images hingga Shutterstock.

Bisnis kuliner

Meskipun tidak banyak startup yang menyasar bisnis kuliner bertahan, namun tidak menutup semangat dari para entrepreneur untuk hadir dan menyuguhkan layanan terbaru di bidang kuliner. Di tahun 2018 mendatang diperkirakan semua bisnis yang menyasar dunia kuliner akan makin meningkat jumlahnya. Bukan hanya sebagai marketplace restoran, namun juga memberikan pilihan baru untuk pencinta kuliner sekaligus pemilik restoran.

E-Learning

Teknologi telah memudahkan proses belajar-mengajar menjadi lebih seamless. Hal tersebut telah dibuktikan oleh startup yang menyasar sektor edutech, seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase dan masih banyak lagi. Bukan hanya untuk startup yang memiliki bisnis model menyeluruh, konsultan atau pakar yang memiliki pengalaman dan wawasan lebih juga bisa memanfaatkan platform tersebut dalam bentuk video hingga teks secara digital kepada orang yang membutuhkan.

Kurir (Logistik)

Luasnya Indonesia ternyata masih menjadi kendala tersendiri bagi pemilik bisnis online hingga layanan e-commerce melakukan pengiriman produk. Hal tersebut yang kemudian bisa dijadikan peluang oleh entrepreneur baru yang ingin memiliki bisnis memanfaatkan teknologi. Ciptakan inovasi baru dan berikan solusi terbaik untuk mengakali kendala logistik saat ini.

Jual-beli barang bekas secara online

Bukan hanya membeli barang baru secara online, saat ini kebiasaan atau tren untuk menjual barang bekas juga makin marak dilakukan oleh orang banyak. Memanfaatkan layanan e-commerce hingga marketplace, transaksi jual-beli barang bekas menjadi pilihan tersendiri bagi banyak orang. Hal tersebut yang kemudian bisa dijadikan oleh entrepreneur ke depannya, memanfaatkan demand dan tren dari masyarakat saat ini yang membutuhkan platform lengkap untuk menjual dan membeli barang bekas.

5 Tips Fotografi dengan Smartphone

Fotografi hari ini bukanlah kegiatan yang unik di masyarakat; boleh jadi hampir setiap orang kini bisa memotret. Di samping karena photo-editing apps yang menjamur, salah satu penyebab utamanya ialah karena maraknya smartphone dengan kamera unggul. Kendati pun aktivitasnya tidak unik, tapi sebuah karya fotografi tetap harus unik dan mencuri pandangan orang-orang, apalagi jika kamu ingin membaginya di Instagram atau Flickr.

Dengan segala teknologi yang tertanam di kamera smartphone, rasanya sayang sekali bila hanya memahami ukuran megapiksel tanpa mempelajari betul karakter dan setting-nya. Kabar baiknya, sekarang kamu bisa mempelajari fotografi dengan smartphone melalui langkah-langkah sederhana, seperti tips di bawah ini.

1. Pahami setting-an kamera

20170919_144807

Penting diingat bahwa fotografi dengan smartphone bukan tentang penggunaan default auto mode. Untuk mempertajam skill dan hasil fotografi, kamu bisa mencoba manual mode (atau pro mode di Samsung Galaxy S8). Kamu dapat dengan leluasa menyesuaikan ISO, focus, exposure, dan white balance, berdasarkan situasi di sekitar.

2. Gunakan resolusi paling tinggi

 

20170919_132232

Semakin tinggi resolusi, semakin tinggi kualitasnya. Formula umum ini mungkin banyak yang memahami, namun tak sedikit yang melupakan dalam praktiknya. Prinsipnya, lebih baik menggunakan resolusi paling tinggi yang bisa dilakukan smartphone-mu ketimbang menggunakan zoom in. Pada Samsung Galaxy S8 misalnya, kamu bisa menggunakan resolusi hingga 4023 x 3024.

3. Manfaatkan cahaya sekitar

20170919_210147-01

Sadari bahwa kamera akan secara optimal menangkap objek yang terpapar cahaya. Sebisa mungkin kamu memanfaatkan cahaya alami yang ada di sekitar, dan pastikan kamu memahami dari mana cahaya berasal. Ini akan menghindarimu dari masalah-masalah seperti backlight.

Tapi, di posisi minim cahaya pun sebenarnya kamu tetap bisa menangkap momen. Beberapa smartphone punya kapabilitas dalam melakukan low-light photography, seperti kamera Samsung Galaxy S8. Dengan begini, kamu tidak perlu ragu untuk traveling dan berfoto di malam hari.

4. Komposisi: harga mati

20170919_134001-01

Mulai pelajari dasar-dasar dalam komposisi foto, seperti Golden Ratio dan Golden Triangles. Kamu juga perlu mencoba mengambil gambar dari berbagai macam angle, sebab melatih penggunaan komposisi akan mempermudahmu dalam memanfaatkan fitur kamera di smartphone.

5. Terakhir, biarkan photo editing apps yang bekerja

20170919_123457-01

Kuncinya, lakukanlah editing secara ‘manusiawi’; jangan terlalu habis-habisan dalam menggunakan filter sehingga malah mengurangi ketajaman kualitas foto. Seperti fotografer profesional dengan Adobe Photoshop-nya, kamu bisa memanfaatkan aplikasi-aplikasi seperti Pixlr dan Snapseed.

Penguasaan fitur kamera memungkinkan “fotografer smartphone” untuk mengambil shot yang jernih dan artistik di mana pun kamu berada, seperti yang dilakukan Nicholas Saputra yang melakukan traveling ke Aceh dan berfoto dalam rangka Unbox Indonesia.

https://www.youtube.com/watch?v=VFuJyF-_iAE&feature=youtu.be&cid=ID_video_Youtube_UnboxIndonesia_20170816_AcehPaid__website+clicks_18-65MF_SMC_HHP_Mobile+Devices

Lanskap Bumi Pertiwi memang memiliki eksotisme yang bisa menjadi cerita abadi lewat fotografi. Seperti Nicholas Saputra yang telah meng-Unbox Aceh dan menemukan sisi sentimental dari keindahan di sana, DailySocial juga telah melakukan Unbox Jakarta dengan contoh potret-potret di atas; sebab Ibu Kota punya keindahan tersendiri di tengah dinamikanya.

Indonesia bukan hanya Jakarta, Aceh, dan Sumba. Masih banyak destinasi yang bisa digali; masih banyak potensi yang bisa diselami, dengan Unbox Indonesia.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Samsung.

Riset TNS: Generasi Terpelajar Dominasi Pengguna Instagram di Indonesia

Di usianya yang menginjak 5 tahun, jejaring sosial berbagi foto Instagram tercatat terus mengalami peningkatan jumlah pengguna. Inovasi baru juga turut dibubuhkan di aplikasinya. Instagram mengklaim hingga tahun 2015 telah memiliki 400 juta pengguna di seluruh dunia. Setiap harinya terdapat sekitar 80 juta foto yang diunggah ke aplikasi dan menjadikannya sebagai aplikasi berbagi foto terfavorit.

Baru-baru ini lembaga riset Taylor Nelson Sofres (TNS) Indonesia merilis data pengguna dan beberapa informasi lain terkait Instagram di Indonesia. TNS mencatat pengguna di Indonesia didominasi oleh anak-anak muda yang secara aktif menggunakan smartphone serta memiliki kemampuan finasial yang baik dan memiliki latar belakang pendidikan lulusan universitas.

Instagrammers di Indonesia itu 89 persen anak muda, terpelajar dan mapan,” kata Direktur TNS Indonesia Hansal Savla kepada Tempo.

Penelitian yang dilakukan secara online oleh TNS tersebut dilakukan kepada 506 pengguna Instagram dari usia 18 hingga 44 tahun. Dari responden tersebut disimpulkan rata-rata pengguna memiliki kebiasaan menggunakan Instagram sedikitnya satu kali dalam satu minggu. Kalangan anak muda (18-24 tahun) mendominasi penggunaan Instagram di Indonesia dengan persentase sebanyak 59%, sementara di urutan kedua berasal dari usia 25 – 34 tahun, dan posisi terakhir adalah pengguna yang berusia 34 – 44 tahun. Kaum wanita tercatat paling banyak menggunakan Instagram.

Sementara itu fakta menarik yang juga dibagikan oleh TNS adalah sebanyak 69% pengguna Instagram merupakan lulusan universitas yang memiliki gelar sarjana, memiliki pendapatan 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengguna smartphone pada umumnya.

“Yang terpelajar ini jumlahnya 11 kali lipat dari pengguna smartphone secara umum. Misalnya pengguna umum itu seperti asisten rumah tangga yang pakai smartphone tapi tidak pakai Instagram,” kata Hansal.

Memicu kreativitas dan wawasan

Selama ini Instagram merupakan platform yang banyak dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk memamerkan hasil karya foto dan video pendek mereka secara online. Mulai dari foto pemandangan, kegiatan sehari-hari, acara istimewa hingga foto selfie. Tidak jarang para pecinta kuliner, penjual produk pakaian hingga pemilik restoran memanfaatkan Instagram untuk promosi menu makanan dan jenis produk yang dijualnya.

Menurut data yang dirilis oleh TNS, foto atau video yang  paling banyak yang diunggah oleh pengguna Instagram di Indonesia adalah foto pemandangan, tempat wisata dan foto-foto pengguna saat berlibur.

Instagram juga dikatakan mampu memicu kreativitas pengguna serta membuka wawasan mereka terhadap hal-hal yang baru, baik dari Indonesia hingga mancanegara. Instagram juga kerap digunakan untuk mencari inspirasi secara visual.

“Sebanyak 69% responden setuju bahwa Instagram membukakan dunia untuk mereka, sementara 66% setuju Instagram memicu kreativitas pengguna,” ungkap Hansal.