Tag Archives: Pigijo

Papan Akselerasi memungkinkan startup tahap awal untuk melakukan penggalangan dana melalui IPO di Bursa Efek Indonesia.

IPO di Papan Akselerasi sebagai Alternatif Penggalangan Dana Startup Tahap Awal

Pada 22 Juli 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan peraturan pencatatan baru untuk perusahaan dengan aset skala kecil dan menengah melalui Papan Akselerasi. Ketentuannya tercatat dalam Peraturan Nomor I-V. Sebelumnya BEI memiliki dua model pencatatan bursa, yakni Papan Utama (identik dengan perusahaan besar dengan aktiva berwujud sekurangnya Rp100 miliar) dan Papan Pengembangan (identik dengan emiten di tahap berkembang dengan aktiva sekurangnya Rp5 miliar).

Beleid yang dipublikasikan BEI didasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah.

Perusahaan dengan aset skala kecil adalah yang memiliki aset tidak lebih dari Rp50 miliar, sedangkan perusahaan skala menengah memiliki aset lebih dari Rp50 miliar sampai Rp250 miliar.

“Papan Akselerasi bisa dibilang khusus untuk UKM dan Startup. Pendanaan dari pasar modal diharapkan dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan. Jadi syarat keuangan bukan faktor utama. Justru faktor utamanya prospek bisnis,” jelas Program Director IDX Incubator Irmawati Amran kepada DailySocial.

Lebih lanjut ia menjelaskan, “Target investornya adalah sophisticated investor yang paham melihat potensi suatu perusahaan ke depan, atau paling tidak investor yang sudah berpengalaman berinvestasi di saham. Bisa juga dikatakan targetnya adalah angel investor yang bisa mendapat keuntungan dari capital gain tax apabila mereka mengambil profit di pasar modal.”

Persyaratan dan kriteria

Melalui Papan Akselerasi, perusahaan berbentuk PT (Perseoran Terbatas) bisa mencatatkan sahamnya ke BEI sejak masa awal didirikan–tidak seperti di Papan Pengembangan minimal setelah 12 bulan beroperasi dan Papan Utama setelah 36 bulan beroperasi. Mekanisme ini dimungkinkan untuk jadi opsi penggalangan dana modal bagi operasional bisnis di tahap awal.

Sama dengan Papan Pengembangan, emiten di Papan Akselerasi tidak harus sudah menuai profit ketika melakukan pencatatan. Hanya saja diwajibkan memiliki proyeksi maksimal tahun ke-6 harus sudah punya laba usaha. Pun demikian terkait total aktiva berwujud, tidak ada batas khusus yang diwajibkan.

Startup juga bisa menggunakan laporan keuangan yang tidak genap per satu tahun dengan memperoleh opini tanpa modifikasi. Nantinya harga saham perdana saat pencatatan paling sedikit Rp50, dengan jumlah pemegang saham paling sedikit 300 nasabah pemilik rekening. Kemudian ada beberapa syarat administratif lain juga yang harus dipenuhi, selengkapnya bisa disimak dalam aturan yang telah dirilis BEI.

Papan Akselerasi IPO Startup

IPO untuk Pendanaan Awal

Bisa dibilang praktik ini memang masih sangat baru di Indonesia. Namun di awal tahun 2020 ini, Papan Akselerasi dibuka dengan pencatatan saham perdana startup marketplace perjalanan Pigijo (PGJO).

Pigijo debut pada tahun 2018. Mereka menawarkan berbagai kebutuhan penunjang rekreasi. Termasuk paket wisata, pemandu, tempat singgah dan transportasi. Mereka juga merupakan startup IDX Incubator, program binaan untuk startup yang memiliki keinginan untuk melantai ke bursa saham.

Aksi korporasi Pigijo berhasil membukukan dana segar senilai Rp12 miliar dan melepas 150 juta lembar saham atau setara 48,98% dari total kepemilikan. Dalam prospektus IPO yang diterbitkan, pada paruh pertama 2019 perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp1,75 miliar, dengan pendapatan bersih Rp36,18 juta. Tercatat aset lancar perusahaan per semester pertama 2019 senilai Rp3,1 miliar dan aset tidak lancar Rp6,6 miliar. Artinya masuk ke dalam kategori aset skala kecil.

Dana keuangan Pigijo hingga paruh pertama 2019
Dana keuangan Pigijo hingga paruh pertama 2019 / Pigijo

Tahun 2019 tim DSResearch mencatat ada 40 transaksi pendanaan awal (seed funding) yang diumumkan ke publik. Nilai terkecilnya adalah $145 ribu (atau setara Rp2 miliar) dan nilai tertingginya $7,6 juta (atau setara Rp105 miliar). Dari data tersebut, hanya 3 startup yang mendapatkan perolehan di bawah $1 juta (Rp13,8 miliar Rupiah).

Jika melihat capaian Pigijo, tampaknya nilainya masih setara dengan rentang pendanaan awal yang banyak didapat startup dari investor privat, meliputi pemodal ventura, angel investor atau koporasi.

Dalam aturannya jelas, ketika memilih IPO lewat Papan Akselerasi, minimal 20% dari total saham harus diserahkan. Dalam pendanaan privat, dengan venture capital misalnya, penentuan ekuitas yang diberikan kerap jadi “perdebatan” panjang antara founder dan investor, karena pandangan yang berbeda dalam perhitungan valuasi. Dengan aset digital, traksi dan sumber daya pendukung bisnis yang dimiliki, startup kadang mematok nilai yang cukup tinggi.

Sementara dari sudut investor, baik melalui pembelian saham privat ataupun publik, untuk startup tahap awal tetap tergolong dalam high risk investment. Sehingga titik yang paling menentukan adalah proyeksi bisnis yang terukur dan dapat dijustifikasi di tahun-tahun mendatang yang direncanakan founder.

Ketika memilih IPO, startup juga harus siap dengan informasi keterbukaan. Berbagai aksi strategis dan neraca keuangan secara periodik dipublikasikan kepada publik. Investor dari kalangan yang lebih umum juga memungkinkan kendali perusahaan tetap sepenuhnya di tangan pendiri. Berbeda dengan pendanaan dari private equity yang kerap menyertakan bagian dari investor di jajaran manajemen perusahaan.

Masih dalam dokumen aturan yang sama, di sana turut mamaparkan mekanisme perpindahan papan. Sangat dimungkinkan pencatatan yang telah dilakukan melalui Papan Akselerasi dipindahkan ke Papan Pengembangan atau Papan Utama.

Hal tersebut bisa terjadi saat emiten sudah tidak lagi memenuhi kriteria aset skala kecil atau menengah sebagaimana diatur dalam POJK. Juga ketika perusahaan berhasil menjalankan bisnis utama yang sama sesingkatnya 36 minggu dan mampu membukukan pendapatan usaha dan laba. Prosesnya dapat dilakukan oleh BEI setiap bulan Mei.

Dalam model privat, biasanya startup akan melakukan penggalangan dana di putaran baru, misalnya dari pendanaan awal ke seri A, B, C dan seterusnya. Hal itu didasarkan pada kebutuhan modal tambahan demi mendukung pertumbuhan bisnis. Dalam skema digital, profit bukan satu-satunya ukuran yang digunakan, melainkan juga memperhitungkan traksi pengguna hingga sebaran ekspansi.

Jika di ranah publik sentimen akan menentukan naik turunnya kapitalisasi pasar, di ranah privat penentuan fluktuasi nilai saham lebih kritis pada faktor pertumbuhan bisnis. Valuasi akan meningkat kala startup mampu mencapai tonggak capaian tertentu, sehingga nilai tawarnya lebih tinggi dalam putaran pendenaan selanjutnya.

Apakah IPO lebih baik?

Papan Akselerasi baru dibuka sejak pertengahan tahun lalu, sehingga memang belum banyak startup yang terlibat di dalamnya. IDX Incubator sendiri cukup optimis tiap tahun akan selalu ada pemain baru yang IPO. Efektivitasnya, yang diukur dari laju perkembangan bisnis, masih membutuhkan waktu pembuktian.

Yang perlu dicatat, secara mekanisme saat ini sudah dipermudah. Untuk capaian dana pun bisa dibandingkan setara dengan penggalangan melalui ekuitas privat.

Faktor seperti kesiapan untuk melakukan keterbukaan publik yang perlu jadi perhatian founder. Apa yang dilakukan startup, misalnya meluncurkan inovasi baru, akan selalu tercatat pada pembukuan mendatang. Perhitungan intuitif yang lebih jeli dibutuhkan dan mungkin harus berpikir dua kali saat harus “membakar uang”.