Tag Archives: Ping An

Good Doctor to Strengthen Its Position as a Holistic Health Ecosystem in Southeast Asia

This year marks Good Doctor’s third year operation in Indonesia. Since its debut in 2019, Good Doctor is said to record various significant achievements, including 14.2 million users with up to 40 times growth in the country.

In addition, Good Doctor has partnered with more than 45 insurance companies, 500 corporate partners and a major network of third-party administrators (TPA), more than 1,000 hospitals and laboratories, and 2,500 pharmacies throughout Indonesia. The rapid growth of Good Doctor’s network in Indonesia is said to have driven annual business growth up to 864%.

According to the Managing Director of Good Doctor Technology Indonesia, Danu Wicaksana, his team is exploring a Health-as-a-Service partnership, one of the focuses in the pipeline. “We don’t want to offer just a solution, but to create an ecosystem of various stakeholders including the government, laboratories, and clinics,” he told DailySocial.

Good Doctor Technology (GDT) is a joint venture of Ping An Healthcare and Technology (formerly Ping An Good Doctor), Grab, and SoftBank. Initially, Good Doctor was present in Indonesia as a feature called GrabHealth which was embedded into the Grab application in 2019. Then, this service officially became a separate platform in March 2021. Currently, Good Doctor is present in Indonesia and Thailand with regional operations based in Singapore.

In an exclusive interview with DailySocial, Regional CEO of Good Doctor Technology, Melvin Vu said that the platform is currently preparing to become a telehealth provider with a holistic ecosystem in Southeast Asia. The momentum of digital acceleration is fully utilized to develop various health services, therefore, they can accommodate a wider network.

What are Good Doctor’s next steps and strategies?

B2B and Health as a Service

Based on Dukcapil data as of the end of 2021, the number of health workers (nakes) in Indonesia was recorded at 567,910 people, or 0.21% of the total population of 273.87 million people. Meanwhile, health spending through digital platforms in Indonesia is predicted to be $973 million (around Rp. 14.4 trillion) in 2023.

With the uneven distribution of doctors, Melvin believes that telehealth can overcome challenges for a market like Indonesia with large population and geographical condition. He also believes that telehealth can balance the health ecosystem in Indonesia.

In order to stay at the forefront of the telehealth sector, Good Doctor has two main strategies. First, to reach more people by expanding services to the B2B segment. Second, offering Health-as-a-Service (HaaS) solutions by leveraging the strong support for technology, ecosystem, and partners of Good Doctor.

Technology leverage and localization

In the healthcare industry, including virtual health, technology allows wider exploration. Melvin said that Good Doctor has a strong position to execute it due to the technology and experience built by the parent company over the last seven years. For example, the implementation of AI to help doctors in Indonesia understand symptoms, provide diagnoses, and issue drug prescriptions for their patients.

In addition, Melvin said Good Doctor has another added value as it has an in-house doctor whose expertise can be used to carry out quality control services. One of them is developing clinical pathways. For your information, a clinical pathway is a guideline used to carry out evidence-based clinical actions in health care facilities. Every disease has different guidelines.

In general, health service demand is almost the same in all countries in the Southeast Asian region. In this case, Good Doctor developed a solution from Thailand, then customized it for the Indonesian market.

“We are fortunate that Ping An has been in this field for a long time, therefore, we can leverage its proven technology in China. Being a regional player allows us to understand healthcare issues in different markets, learning from each other. With our technology, everything is conceived on how we deliver healthcare virtually,” he said.

However, Melvin also highlighted the essence of being integrated with various stakeholders. Collaborations will enable Good Doctor to deliver a variety of services and create a holistic health ecosystem in the future, whether through hospitals, clinics, companies, or digital platforms.

“Leveraging technology is one thing, it is also important that we customize to localize. We can have different points of view with service integration. Furthermore, this allows us to minimize fault for every integration, every platform is different. Therefore, we can integrate fast. We can deliver a better customer journey to our clients,” he said.

Transition to endemic

Responding to Good Doctor’s move in welcoming endemic, Melvin said that telemedicine or other virtual health services will continue to play a significant role. He said, services for sick care will always be available, but preventive care is no less important.

“We want [Good Doctor] to transcend sick care services to preventive care in order to keep people healthy. We also want to help control and treat chronic diseases. Related products and services that will be developed, also allow them to be connected to IoT devices. Good Doctor has We are in a strong position to do this because we have the technology and understand how to deliver products,” he said.

Furthermore, Melvin ensures that his team will explore new expansions while focusing on working on existing markets in Singapore, Thailand, and Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Good Doctor Perkuat Posisi Sebagai Penyedia Ekosistem Kesehatan Holistik di Asia Tenggara

Tahun ini menandai tiga tahun Good Doctor melayani masyarakat Indonesia. Sejak beroperasi di 2019, Good Doctor menyebut telah mencatatkan berbagai pencapaian signifikan, yakni 14,2 juta pengguna dengan pertumbuhan hingga 40 kali lipat di Indonesia.

Selain itu, Good Doctor telah bermitra dengan lebih dari 45 perusahaan asuransi, 500 mitra korporasi dan jaringan administrator pihak ketiga (TPA) utama, lebih dari 1.000 rumah sakit dan laboratorium, serta 2.500 apotek di seluruh Indonesia. Pesatnya jaringan kemitraan Good Doctor di Indonesia disebut telah mendorong pertumbuhan bisnis secara tahunan hingga 864%.

Menurut Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana, pihaknya juga sedang menjajaki kemitraan Health-as-a-Service, yakni salah satu agenda yang tengah mereka siapkan. “Kami tidak hanya ingin menawarkan solusi saja, tapi menciptakan ekosistem dari berbagai stakeholder, baik itu pemerintah, laboratorium, dan klinik,” ujarnya kepada DailySocial.

Good Doctor Technology (GDT) merupakan perusahaan patungan antara Ping An Healthcare and Technology (sebelumnya bernama Ping An Good Doctor), Grab, dan SoftBank. Awalnya, Good Doctor hadir di Indonesia sebagai fitur bernama GrabHealth yang di-embed ke dalam aplikasi Grab pada 2019. Kemudian, layanan ini resmi menjadi aplikasi terpisah pada Maret 2021. Saat ini, Good Doctor telah hadir di Indonesia dan Thailand dengan operasi regional berbasis di Singapura.

Dalam sesi wawancara eksklusif dengan DailySocial, Regional CEO Good Doctor Technology Melvin Vu menyebutkan tengah mempersiapkan diri untuk menjadi penyedia telehealth dengan ekosistem holistik di Asia Tenggara. Momentum akselerasi digital dimanfaatkan penuh untuk mengembangkan berbagai layanan kesehatan sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan lebih luas.

Bagaimana langkah dan strategi Good Doctor selanjutnya?

B2B dan Health-as-a-Service

Berdasarkan data Dukcapil per akhir 2021, jumlah tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tercatat sebanyak 567.910 orang atau 0,21% dari total penduduk yang mencapai 273,87 juta jiwa. Sementara, pengeluaran kesehatan melalui platform digital di Indonesia diprediksi sebesar $973 juta (sekitar Rp14,4 triliun) di 2023.

Dengan sebaran dokter yang tidak merata, Melvin menilai telehealth dapat mengatasi tantangan bagi pasar seperti Indonesia yang memiliki populasi dan kondisi geografis luas. Ia juga meyakini telehealth dapat menyeimbangkan ekosistem kesehatan di Indonesia.

Agar tetap terdepan di sektor telehealth, Good Doctor memiliki dua strategi utama. Pertama, menjangkau lebih banyak orang dengan memperluas layanan ke segmen B2B. Kedua, menawarkan solusi Health-as-a-Service (HaaS) dengan memanfaatkan dukungan kuat pada teknologi, ekosistem, hingga mitra yang dimiliki Good Doctor.

Leverage teknologi dan lokalisasi

Di industri kesehatan, termasuk virtual health, ada banyak yang dapat dieskplorasi dengan teknologi. Melvin menilai Good Doctor punya posisi kuat untuk mengeksekusinya berkat teknologi dan pengalaman yang dibangun oleh induk usaha selama tujuh tahun terakhir. Misalnya, implementasi AI untuk membantu para dokter di Indonesia memahami gejala, memberi diagnosis, dan membuat resep obat bagi pasiennya.

Selain itu, ungkap Melvin, Good Doctor juga memiliki nilai tambah lain karena memiliki dokter in-house yang ekspertisnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan quality control layanan. Salah satunya adalah mengembangkan clinical pathway. Sekadar informasi, clinical pathway merupakan sebuah pedoman yang digunakan untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas layanan kesehatan. Setiap penyakit punya pedoman berbeda.

Umumnya, kebutuhan layanan kesehatan hampir sama di semua negara di kawasan Asia Tenggara. Dalam kasus ini, Good Doctor membawa solusi yang ada di Thailand, kemudian dikustomisasi untuk pasar Indonesia.

“Kami beruntung Ping An telah lama di bidang ini sehingga kami dapat leverage teknologinya yang sudah terbukti di Tiongkok. Menjadi pemain regional juga membuat kami dapat memahami isu healthcare di pasar berbeda, learning each other. Dengan teknologi kami, everything is conceived on how we deliver healthcare virtually,” tuturnya.

Kendati demikian, Melvin juga menyoroti pentingnya untuk terintegrasi dengan berbagai stakeholder. Kolaborasi akan memampukan Good Doctor untuk menghadirkan berbagai layanan dan menciptakan ekosistem kesehatan holistik di masa depan, baik melalui rumah sakit, klinik, perusahaan, maupun platform digital.

Leveraging technology is one thing, but it is important that we customize to localize. Kami dapat memiliki berbagai sudut pandang ketika melakukan integrasi layanan. Dan ini memungkinkan kami untuk membuat kesalahan minim karena setiap integrasi, setiap platform itu berbeda. Jadi kami bisa integrasi dengan cepat. We can deliver a better customer journey to our clients,” jelasnya.

Transisi ke endemi

Menjawab langkah Good Doctor menyambut endemi, Melvin menilai telemedicine atau layanan kesehatan virtual lainnya akan tetap memainkan peran signifikan. Menurutnya, layanan bagi perawatan sakit (sick care) akan selalu ada, tetapi layanan pencegahan (preventive care) juga tak kalah penting.

“Kami ingin [Good Doctor] transcend layanan sick care ke preventive care agar menjaga orang tetap sehat. Kami juga ingin membantu mengontrol dan menangani penyakit kronis. Produk dan layanan terkait yang akan dikembangkan, juga memungkinkan agar dapat terhubung ke perangkat IoT. Good Doctor punya posisi kuat untuk melakukannya karena kami punya teknologi dan memahami cara deliver produk,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, Melvin memastikan bahwa pihaknya akan menjajaki ekspansi baru sambil fokus menggarap pasar existing di Singapura, Thailand, dan Indonesia.

Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana

Pandemi dan Vaksinasi Akselerasi Adopsi Platform Good Doctor Technology Indonesia

Layanan Good Doctor Technology Indonesia (selanjutnya disebut Good Doctor) hadir pertama kali di akhir tahun 2019 sebagai bagian dari Grab. Sebagai joint venture Grab dan raksasa keuangan dan asuransi digital Tiongkok Ping An, Good Doctor, dengan branding GrabHealth, memberikan layanan on-demand untuk hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan, termasuk telekonsultasi dan pembelian dan pengantaran obat.

Di awal tahun ini, Good Doctor mulai tersedia secara independen, terpisah dari Grab. Perusahaan mengalami akselerasi adopsi yang pesat setelah menjadi mitra pemerintah untuk memberikan vaksinasi COVID-19 di berbagai kota.

Kepada DailySocial, Managing Director Good Doctor Technology Indonesia Danu Wicaksana menjelaskan, tahun ini masih ada sejumlah rencana yang ingin dilakukan Good Doctor, termasuk menyukseskan kegiatan vaksinasi, menghadirkan inovasi baru untuk pengguna, dan mempererat kerja sama dengan Grab.

Kolaborasi dan inovasi teknologi

Fitur aplikasi Good Doctor

Good Doctor tidak bisa menampik bahwa adopsi layanan mereka yang cepat sangat didukung Grab sebagai salah satu induk perusahaan.

“Dukungan dari Grab Indonesia [..], mulai dari layanan yang ada dalam GrabHealth dan juga kini dalam penyelenggaraan sentra vaksinasi sehingga layanan kami semakin dikenal oleh masyarakat luas,” kata Danu.

Di masa pandemi, layanan telekonsultasinya diklaim meningkat hingga sepuluh kali lipat menurut survei Nielsen tentang penggunaan telemedis di tahun 2020. Perusahaan menyebu telah mengakomodasi lebih dari 10 ribu telekonsultasi setiap harinya, sekitar 10%-20% di antaranya konsultasi dengan psikiater yang berhubungan dengan kesehatan jiwa.

“Layanan kami yaitu adanya konsultasi kesehatan, hadir di lebih dari 80 kota di Indonesia. Good Doctor [untuk layanan pengantaran obat] bekerja sama dengan lebih dari 2.000 jaringan apotek resmi dengan harga tetap artinya pengguna akan membayar dengan harga yang tertera di platform bukan dalam kisaran harga,” kata Danu.

Tahun ini Good Doctor mencoba memperluas akses kesehatan untuk masyarakat Indonesia yang lebih komprehensif. Tidak hanya kuratif tetapi juga preventif.

Perusahaan juga berkomitmen terus bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam menjalankan kebijakan kesehatan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, serta menghadirkan inovasi-inovasi baru melalui teknologi agar layanan kesehatan yang berkualitas semakin terjangkau oleh lebih banyak masyarakat Indonesia.

“Kehadiran Good Doctor baik di dalam aplikasi maupun GrabHealth, diharapkan dapat mempermudah akses masyarakat tehadap layanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas melalui teknologi digital,” kata Danu.

Kegiatan vaksinasi COVID-19

Kegiatan vaksinasi Covid-19

Good Doctor dan Grab menjadi salah satu mitra swasta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang melaksanakan program vaksinasi secara walk-in dan drive through di lebih dari 8 kota dan membantu vaksinasi lebih dari 25.000 orang, yang terdiri dari lansia dan petugas publik yang memiliki interaksi sosial tinggi, seperti pekerja di bidang transportasi, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta segmen target lain yang disasar Pemerintah.

Danu menyebut tantangan vaksinasi adalah rendahnya kemauan kaum lansia  untuk mengikuti program ini. Perusahaan mengupayakan strategi “jemput bola” agar mereka mau divaksinasi.

“Kami bersama dengan Grab, siap untuk terus mendukung pemerintah dalam menyukseskan program vaksinasi nasional ini, maupun untuk Vaksinasi Gotong Royong di masa yang akan datang [..] sehingga dapat memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia,” tutup Danu.

Application Information Will Show Up Here
GrabHealth

Hasil JV dengan Ping An, Grab Resmikan Kehadiran Layanan Kesehatan Online

Grab meresmikan layanan kesehatan GrabHealth bersama Good Doctor Technology Indonesia (anak usaha Ping An Good Doctor), sekaligus menandakan Indonesia sebagai pasar pertama yang menikmati layanan teranyar tersebut.

President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, GrabHealth adalah salah satu buah investasi dari SoftBank senilai $2 miliar yang diumumkan pada Juli 2019 untuk Indonesia. Perusahaan percaya pemanfaatan teknologi yang tepat bisa membawa manfaat positif buat masyarakat.

“Kami percaya bahwa setiap orang berhak memiliki akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. [..] Kami sangat senang meluncurkan GrabHealth powered by Good Doctor sebagai upaya pertama kami untuk memberikan layanan kesehatan online,” terangnya, Selasa (10/12).

Ada empat fitur yang dihadirkan, di antaranya tanya jawab kesehatan dengan dokter, membuat janji konsultasi tatap muka dengan dokter, belanja produk kesehatan dan kebugaran (Health Mall), dan konten kesehatan dan gaya hidup yang dikurasi oleh tim dokter.

Seluruh fitur ini dapat diakses secara gratis, akan tetapi baru tersedia di Jabodetabek dan akan segera digulirkan ke kota lain di dalam cakupan operasional Grab secara bertahap. Disebutkan Grab beroperasi di 224 kota di seluruh Indonesia.

Head of Medical Management Good Doctor Technology Indonesia Adhiatma Gunawan mengaku fitur yang ada sekarang belum memiliki perbedaan yang mencolok dengan pemain sejenis. Akan tetapi, dari segi kemudahan pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi baru untuk menikmati Good Doctor.

“Dengan menggandeng Grab, jadi kemudahan yang luar biasa bagi sisi user karena tidak perlu unduh aplikasi lain. Kami tidak hanya memperluas akses, tapi juga concern pada kualitas dan keamanan. Standar kualitas dan jaminan keamanan kami tinggi dan berlapis-lapis,” ujarnya.

Kendati demikian, dia membuka kemungkinan untuk merilis aplikasi terpisah khusus untuk Good Doctor pada tahun depan. “Mungkin somewhere di 2020 ada rencana ke sana [peluncuran aplikasi sendiri].”

Pengembangan fitur berikutnya akan terus dilakukan Good Doctor agar semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Adhiatma tidak menutup kemungkinan untuk mengadopsi teknologi dari Ping An ke Indonesia, ataupun hal lainnya yang bisa membawa dampak positif buat masyarakat.

“Kita selalu terbuka dalam hal-hal yang baik yang bisa kita adopsi, enggak cuma dari Ping An saja, tapi dengan pemain lain. Kita belajar terus agar semua layanan yang kita bawa bisa berdampak positif buat masyarakat Indonesia.”

GrabHealth
GrabHealth

Adhiatma enggan merinci lebih lanjut terkait pengembangan fitur layanan kesehatan berikutnya yang akan disediakan Good Doctor.

Diklaim saat ini Good Doctor telah bermitra dengan ratusan dokter untuk layanan konsultasi online selama 24 jam setiap hari, bermitra dengan lebih dari 300 jaringan apotek berlisensi untuk berjualan produk kesehatan.

Seluruh dokter yang bergabung telah melalui persyaratan ketat, memiliki SIP (Surat Izin Praktek) yang masih aktif dan tercatat resmi sebagai anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk dapat beroperasi sebagai konsultan medis.

Application Information Will Show Up Here
GrabHealth Indonesia

GrabHealth Bersama Ping An Mulai Unjuk Diri di Indonesia

Layanan Grab di bidang kesehatan GrabHealth bersama Ping An Good Doctor mulai menunjukkan diri di Indonesia dan baru bisa dipakai untuk pengguna terpilih Grab.

GrabHealth itu sendiri adalah produk dari perusahaan patungan antara Grab dan Ping An yang fokus pada transformasi solusi O2O untuk layanan kesehatan di Asia Tenggara. Bila ditelusuri, perusahaan patungan ini bernama PT Good Doctor Technology. Terdaftar sebagai layanan medis online di Kemkominfo.

Sehingga bisa dikatakan Good Doctor adalah pemain baru healthtech di Indonesia yang siap bersaing dengan pemain sebelumnya seperti Halodoc, Alodokter, SehatQ, dan lainnya.

Fitur yang dihadirkan adalah konsultasi via chat, beli obat, artikel kesehatan, dan mengakses riwayat kesehatan serta transaksi di GrabHealth. Semua fitur dihadirkan di dalam aplikasi Grab tanpa harus mengunduh aplikasi lain.

Tampilan GrabHealth
Tampilan GrabHealth

Konsultasi dokter disediakan dalam dua tipe, konsultasi untuk mendapatkan saran gratis dari dokter umum in-house, atau pilih dokter umum atau spesialis dari rumah sakit mitra. Pilihan yang kedua dikenakan biaya mulai dari Rp15 ribu per 24 jam.

Sementara, untuk beli obat bekerja sama dengan mitra apotek. Satu mitra yang sudah mulai tersedia adalah K24. Kemungkinan yang pasti jumlah dan persebaran mitra akan diperluas untuk menjangkau seluruh pengguna Grab.

Industri kesehatan di Indonesia masih terfragmentasi. Regulasinya pun terbilang ketat dan kurang ramah dengan teknologi. Menyambut ramainya pemain teknologi, pemerintah baru-baru ini merilis aturan terkait penyelenggaraan telemedicine antar fasilitas layanan kesehatan. Aturan ini tertuang dalam Permenkes Nomor 20 Tahun 2019.

Tanggapan pemain healthtech tentang aturan tersebut sudah kami ulas. Pada intinya, pemain sepakat bahwa telemedicine tidak bisa dijadikan sebagai diagnosis utama, melainkan bantu menegakkan diagnosis secara jarak jauh.

Application Information Will Show Up Here

Data Sovereignty on BPJS Kesehatan System Improvement

Coordinating minister for maritime affairs, Luhut Binsar Pandjaitan initiates an idea to improve the Health Facilities Information System (BPJS Kesehatan) performance, in terms of premium collection. It is for China’s tech giant, Ping An, to support efficiency in the technology system.

He said Ping An would do at least two things for the BPJS Kesehatan, to evaluate the information system and fix the crack. From his statement, Ping An is said to offer the collaboration first.

“They didn’t sell hardware, only software used in 282 cities in China. One of the most efficient companies in China,” he said as quoted by CNN Indonesia.

Ping An is the biggest insurance company in China with market capitalization reached up to $220 billion. It’s a subsidiary of PA Group, a financial holding includes insurance, banking, and investment.

The helping hand aims to solve some issues on BPJS Kesehatan, such as outstanding payment and increasing financial deficit.

Per June 30th, 2019, the collectibility rate has reached 94.04% from Non-Wage Workers (NWW) and 89.03 from registered citizens in the region. In fact, the deficit number is increasing, from Rp1.9 trillion in 2014 to Rp19.4 trillion in 2018. Outstanding payment and the small amount of premium considered as the fundamental issue.

The risk of foreign access

Ping An involvement in the HFIS’ IT system improvement draws negative feedback, in terms of data sovereignty. Timboel Siregar from BPJS Watch seen this collaboration as a possibility for the foreign party to access citizen’s data.

“If it includes foreign party, the big data might be accessed by them. This is very risky related to our national security. They will have Indonesia’s health statistic data, including armies and police officers,’ he said in the official release.

BPJS Kesehatan’s Principal Director, Fachmi Idris once said the company owns the biggest data in Indonesia. A sample might work for the utilizing method. Researchers, academics, even the BPJS Kesehatan itself capable of using the data for the policymaking in the national health insurance program.

The government has realized the significance of medical records. It’s stated under Article 6 paragraph 3 on Personal Data Protection Bill which includes medical records in terms of personal data. For the record, BPJS Kesehatan members have reached 222.5 million. Therefore, there are at least 222.5 million personal data sets and health data belonging to participants.

He also added on the idea to improve the IT system is not a solution for public compliance to pay the premium on time. He afraid this could be an opportunity for Ping An to get into BPJS Kesehatan data which is a lot more sensitive.

“In terms of premium, there should be regulations, it’s not about the system. Let’s say we have good IT but weak regulation, there will be no difference,” he said.

Iqbal Anas Ma’ruf, BPJS Kesehatan’s PR confirmed the potential data management by Ping An in the collaboration. However, he also guarantees the plan is still on exploration.

“There will be follow-up because we’re all under regulation, it’s too early to go that far,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
BPJS Kesehatan melakukan pertemuan awal dengan perusahaan asuransi Tiongkok Ping An soal potensi bermitra. Isu penting dikemukakan soal kedaulatan data

Mempertahankan Kedaulatan Data Jadi Isu Penting Saat Perbaikan Sistem BPJS Kesehatan

Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan melempar usulan untuk memperbaiki performa BPJS Kesehatan, khususnya dalam penagihan iuran. Luhut menyarankan raksasa asuransi asal Tiongkok, Ping An, akan membantu sistem teknologi BPJS Kesehatan agar lebih efisien.

Menurut Luhut, Ping An setidaknya akan melakukan dua hal dengan BPJS Kesehatan yakni mengevaluasi sistem teknologi informasi dan memperbaiki celah sistem tersebut. Dari penuturan Luhut diketahui pihak Ping An yang menawarkan diri untuk membantu BPJS Kesehatan.

“Mereka tidak jualan hardware, hanya software yang sudah dipakai 282 kota di Tiongkok. Salah satu perusahaan yang paling efisien di Tiongkok,” ucap Luhut seperti diwartakan CNN Indonesia.

Ping An adalah perusahaan asuransi terbesar di Tiongkok dengan kapitalisasi pasar mencapai hampir $220 miliar. Ia merupakan anak perusahaan dari PA, sebuah holding jasa keuangan yang meliputi asuransi, perbankan, hingga investasi.

Uluran tangan Ping An ditujukan untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang membelit BPJS Kesehatan seperti tunggakan iuran peserta dan defisit keuangan yang terus membengkak.

Data per 30 Juni 2019 diketahui kolektibilitas iuran mencapai 94,04 persen dari kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan 89,03 persen dari penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah. Adapun defisit yang diderita oleh BPJS Kesehatan terus meningkat, dari Rp1,9 triliun pada 2014 hingga Rp19,4 triliun pada 2018. Tunggakan iuran peserta dan besaran iuran peserta yang terlalu kecil ditengarai penyebab utama besarnya defisit BPJS Kesehatan.

Berisiko diakses pihak asing

Wacana pelibatan Ping An dalam pembenahan sistem TI dari BPJS Kesehatan mengundang kritik, terutama dalam hal kedaulatan data pribadi masyarakat. Timboel Siregar dari BPJS Watch memandang rencana kerja sama itu memungkinkan data masyarakat yang terhimpun dalam sistem BPJS Kesehatan diakses pihak asing.

“Kalau ada pihak asing yang ikut terlibat maka data besar tersebut akan berpotensi terakses oleh pihak asing. Ini sangat berbahaya karena terkait dengan ketahanan bangsa kita. Nanti asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia termasuk data tentang TNI dan Polri kita yang sakit,” ujar Timboel dalam keterangan resminya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pernah menyampaikan bahwa pihaknya merupakan pemilik data kesehatan terbesar di Indonesia. Data sampel dapat menjadi metode pemanfaatan data tersebut. Peneliti, akademisi, maupun BPJS Kesehatan sendiri dapat menggunakan data sampel tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan dalam program jaminan kesehatan nasional.

Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya data kesehatan. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat 3 RUU Perlindungan Data Pribadi yang memasukkan data kesehatan ke dalam kategori data pribadi. Sebagai catatan, jumlah peserta BPJS Kesehatan berjumlah 222,5 juta jiwa. Dengan demikian bisa disimpulkan setidaknya ada 222,5 juta set data pribadi dan data kesehatan milik peserta.

Timboel melanjutkan bahwa usulan memperbaiki sistem TI BPJS Kesehatan bukan solusi untuk kepatuhan dalam membayar iuran yang masih rendah. Ia khawatir dari perbaikan sistem teknologi, Ping An dapat menjamah data peserta BPJS yang sifatnya lebih sensitif.

“Soal penagihan iuran itu sebenarnya kan tinggal dilakukan penegakan hukum, bukan masalah TI-nya. Kalaupun TI bagus, tapi penegakkan hukum lemah, ya sama seperti ini,” imbuh Timboel.

Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma’ruf mengamini bahwa ada potensi pengolahan data oleh Ping An dalam rencana kerja sama mereka. Akan tetapi ia meyakinkan bahwa rencana tersebut masih berusia dini dan masih terus mereka pelajari.

“Itu tentu perlu tindak lanjut lebih dalam karena kita tunduk pada regulasi yang mengatur, tapi ini kan baru permulaan belum sampai dalam seperti itu,” pungkas Iqbal.

Application Information Will Show Up Here