Tag Archives: pinjaman mikro

Fairbanc Secures Pre Series A Funding, Expanding Distributor Partners Network and Indonesian Tech Team

The fintech startup Fairbanc’s steps to expand to Indonesia is getting intensive. Moreover, they secured new funding for the pre-series A stage. Several investors involved including ADB Ventures, Accion Venture Lab, East Ventures, and Sampoerna Strategic Group.

The new funding was obtained after Fairbanc received an investment with undisclosed nominal from 500 Startups and Indonesian billionaire Michael Sompoerna earlier this year to expand its business coverage in Indonesia.

In its official statement, the company is said to scale up loans to MSME players in Indonesia with limited access to working capital. Previously, the World Bank estimated MSMEs credit shortage in Indonesia would reach $166 billion.

Accion’s President & CEO, Michael Schlein said, micro merchants are the most vulnerable segment to the economic impact, especially during the Covid-19 pandemic which will last for a long time. “Fairbanc can fill the access gap to credit for business players. That way, they can do operational and maintain livelihoods,” he said.

Meanwhile, ADB Ventures’ Senior Fund Manager, Daniel Hersson added, Fairbanc has a unique and different position in the microenterprise inventory financing market. His participation in this funding will help Fairbanc to accelerate Indonesia’s financial inclusion and support climate resilience in the Asia Pacific region.

Business Expansion in Indonesia

Fairbanc’s Founder & CEO, Mir Haque revealed that this new funding will be used to expand the network of distributor partners to strengthen its technology team in Indonesia. Currently, Fairbanc loan access has been connected to 60 thousand merchants. Some of these big consumer brands include Unilever, L’oreal, and Danone networks.

His team is currently developing a product recommendation system that can help merchants’ inventory planning when there is a natural disaster since Indonesia is a country prone to natural disasters.

“Through this loan, we are able to help unbanked and underbanked merchants to boost revenue growth by increasing the inventory of business players. Since 2019, Fairbanc through these merchants has helped MSMEs to drive sales up to 35% by reducing the NPL ratio to almost zero,” Haque said.

Fairbanc works with a large FMCG company to offer “Buy Now Pay Later” productive loans to 10,000 retailers without having to apply via smartphone. Fairbanc uses AI-based credit scoring that can help process microcredit loans instantly.

With a system integrated into various consumer brands, Fairbanc can access merchant orders and payment track records. Companies can further utilize this data to underwrite loans and boost merchant sales by keeping an efficient operating cost.

In previous reports, Fairbanc said that it has a slightly different business model from others. Fairbanc makes money by optimizing direct cash payments to distributors and using discounts from sales volumes. That way, micro merchants are not charged with interest and additional fees from FMCG merchants and their distributors.

Several fintech players in Indonesia has accommodated similar concept through invoice financing services. In order to maximize the paylater potential for business people, Investree has recently launched a similar new product, in collaboration with Andalin. Moreover, there is AwanTunai and several other players are trying to facilitate the same needs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fairbanc

Bukukan Pendanaan Pra-Seri A, Fairbanc Perluas Jaringan Mitra Distributor dan Tim Teknologi di Indonesia

Langkah startup fintech Fairbanc untuk ekspansi ke Indonesia semakin agresif. Terlebih mereka kembali membukukan pendanaan baru untuk tahap pra-seri A. Adapun beberapa investor yang terlibat antara lain ADB Ventures, Accion Venture Lab, East Ventures, dan Sampoerna Strategic Group.

Pendanaan baru ini diperoleh usai Fairbanc menerima investasi dengan nominal yang dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sompoerna pada awal tahun ini untuk memperluas jangkauan bisnisnya ke Indonesia.

Dalam keterangan resminya, perusahaan menyebut akan melakukan scale up pinjaman ke pelaku UMKM di Indonesia yang memiliki keterbatasan akses terhadap modal kerja. Sebelumnya, World Bank memperkirakan kebutuhan kredit yang belum terpenuhi pada UMKM di Indonesia mencapai $166 miliar.

Presiden & CEO Accion Michael Schlein mengatakan, pedagang mikro merupakan segmen paling rentan terdampak ekonominya, terutama di situasi pandemi Covid-19 yang bakal berlangsung lama. “Fairbanc dapat mengisi kesenjangan pada akses kredit ke para pelaku usaha. Dengan begitu, mereka tetap dapat mengoperasikan toko-tokonya dan mempertahankan mata pencaharian mereka,” tuturnya.

Sementara Senior Fund Manager ADB Ventures Daniel Hersson menambahkan, Fairbanc memiliki posisi unik dan berbeda di pasar pembiayaan inventaris pelaku usaha mikro. Keterlibatannya pada pendanaan ini akan membantu Fairbanc untuk mempercepat inklusi keuangan Indonesia dan mendukung climate resilience di kawasan Asia Pasifik.

Ekspansi bisnis ke Indonesia

Founder & CEO Fairbanc Mir Haque mengungkap, pendanaan baru ini akan digunakan untuk memperluas jaringan mitra distributor hingga memperkuat tim teknologinya di Indonesia. Saat ini, akses pinjaman Fairbanc telah terhubung di 60 ribu merchant. Beberapa brand consumer besar ini antara lain jaringan merchant Unilever, L’oreal, dan Danone.

Pihaknya juga tengah mengembangkan sistem rekomendasi produk yang dapat membantu perencanaan inventory para merchant ketika ada bencana alam di mana Indonesia termasuk negara rawan bencana alam.

“Lewat pinjaman ini, kami dapat membantu merchant yang unbanked dan underbanked untuk menggenjot pertumbuhan pendapatan dengan meningkatkan inventory pelaku usaha. Sejak 2019, Fairbanc melalui merchant-merchant ini telah membantu UMKM untuk mendorong penjualan hingga 35% dengan menekan rasio NPL ke hampir nol,” ujar Haque.

Fairbanc bekerja sama dengan perusahaan FMCG besar untuk menawarkan pinjaman produktif “Buy Now Pay Later” ke 10 ribu peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Fairbanc menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Pada pemberitaan sebelumnya, Fairbanc menyebutkan bahwa pihaknya memiliki model bisnis yang sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing. Untuk memaksimalkan potensi paylater bagi kalangan pebisnis, Investree baru-baru ini juga meluncurkan produk baru serupa, bekerja sama dengan Andalin. Di luar itu ada AwanTunai dan beberapa pemain lainnya yang juga mencoba memfasilitasi kebutuhan yang sama.

CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra / DailySocial

Amartha Catat Penyaluran Pinjaman Rp402,8 Miliar Selama Delapan Tahun Berdiri

Startup fintech p2p lending Amartha mencatatkan realisasi penyaluran pinjaman sebesar Rp402,8 miliar secara akumulatif sejak delapan tahun berdiri hingga kini, dengan total peminjam 104.537 orang yang seluruhnya adalah pengusaha mikro perempuan.

Bila dilihat kinerja Amartha pada tahun lalu, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp200 miliar dengan total peminjam sekitar 80 ribu pengusaha mikro.

“Setelah delapan tahun, Amartha berhasil memperoleh capaian yang membanggakan dalam menjembatani pendana di perkotaan dan perempuan di pedesaan yang ingin meningkatkan taraf hidup mereka dan keluarganya,” ucap CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda Putra, kemarin (22/5).

Amartha juga mengklaim berkat kajian dan pendekatan yang tepat, para mitra usaha mikro yang didukung Amartha mampu membangun reputasi mereka sebagai peminjam yang terpercaya bagi para investor. Oleh karenanya, mitra mampu memberikan ketepatan waktu pembayaran mereka yang berada di atas 99,84%.

Perusahaan melakukan sistem tanggung renteng dalam setiap pengelompokan yang biasanya terdiri atas 10-20 orang untuk mencegah terjadinya kredit macet. Sehingga apabila ada salah satu anggota yang belum bisa membayar tagihannya, di dalam kelompoknya akan menanggungnya secara bersama.

Besaran bunga untuk para peminjam biasanya dilihat dari credit scoring, besaran angkanya berada di kisaran 10%-20% per tahun.

“Kami masih berani klaim NPL-nya 0% karena model tanggung renteng itu proven di lapangan dan cocok untuk segmen perempuan.”

Rencana berikutnya

Kendati Taufan enggan menyebutkan target realisasi yang ingin dicapai Amartha tahun ini, namun dia menuturkan bahwa Amartha sedang mempersiapkan aplikasi dan memperbaiki situs mobile yang ramah agar para investor dapat lebih mudah melakukan aktivitas investasi.

Berikutnya, Amartha bakal perbanyak kemitraan dengan berbagai institusi dari jasa keuangan untuk menjadi pendana. Tercatat Amartha baru memiliki dua kemitraan sebagai pendana, yakni Bank Permata dan Mandiri Tunas Finance. Juga Jamkrindo untuk penjamin kreditnya.

“Dengan Bank Permata ini masih baru, belum bisa disebutkan bagaimana kontribusinya dalam realisasi penyaluran. Sekarang yang terbanyak [sumber dana penyaluran] itu masih dari investor individu.”

Tak hanya menggandeng institusi untuk menjadi pendana, Amartha juga bakal perbanyak kemitraan dengan LSM dan perusahaan untuk kebutuhan CSR. Tujuannya untuk memberikan nilai tambah bagi para peminjam, tak hanya memberikan material saja. Beberapa nama yang sudah bekerja sama diantaranya Pulse Lab Jakarta, Oxford Microfinance Initiative, dan Melbourne Microfinance Initiative.

“Harapannya kami bisa lebih banyak menyalurkan pinjaman berkali-kali lipat dibandingkan tahun lalu.”

Taufan juga menuturkan pihaknya saat ini belum ada rencana melakukan pendanaan tahap lanjutan untuk eskalasi bisnis. Terakhir perusahaan mendapatkan investasi seri A yang dipimpin oleh Mandiri Capital senilai US$2 juta.

Klaim SROI lebih tinggi dari rata-rata dunia

Dalam kesempatan yang sama, Taufan juga mengumumkan pencapaian SROI (Social Return on Investment) atau dampak sosial dari pembiayaan yang tinggi. Di dalam Amartha, SROI yang diberikan kepada pengusaha mikro mencapai 98% per tahun diharapkan dapat memberikan kepercayaan investor maupun calon investor yang dikelola Amartha. Angka ini diklaim melampaui rata-rata SROI dunia yang tercatat sebesar 72,5%.

SROI adalah studi analisa yang mengubah nilai beragam dampak sosial yang telah timbul berdasarkan indikator terpilih untuk menentukan kesejahteraan ekonomi, sosial, lingkungan, menjadi nilai mata uang. Hasil analisa SROI adalah rasio yang menunjukkan hubungan antara biaya investasi dengan dampak yang terhasilkan.

Makna SROI 98% adalah setiap rata-rata pinjaman sebesar Rp3 juta dari Amartha, secara langsung akan menciptakan dampak sosial senilai Rp5,94 juta. Imbasnya adalah peningkatan kesejahteraan yang lebih baik, terindikasi dari kepemilikan aset mereka yang berkembang, tingkat pendidikan anak yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik, kepemimpinan dalam keluarga, hingga hubungan antar individu lebih berkualitas.

Amartha mencatat dari hasil analisa di tahun lalu, terjadi peningkatan penghasilan dari 45% mitra pengusaha di atas Rp1,5 juta. Berikutnya, untuk menandakan peningkatan kesejahteraan sebanyak 31% mitra melakukan renovasi rumah mereka mulai dari lantai, dinding, dan atap.

Sebanyak 68% mitra kini memiliki pompa air dan aliran PAM (19%) sebagai sumber air bersihnya. Kini hanya 2% mitra yang tidak memiliki toilet di rumahnya, berkurang dari tahun sebelumnya 4%.