Startup job marketplace khusus kerah biru Pintarnya memperoleh tambahan pendanaan awal $8 juta (senilai hampir 120 miliar Rupiah) dari East Ventures dan Vertex Ventures SEA & India (VVSEAI). Perolehan ini menjadikan total putaran tahap awal yang berhasil dikumpulkan Pintarnya senilai $14,3 juta.
Sebelumnya pada Mei 2022 perusahaan mengumumkan pendanaan awal yang diraih dari Sequoia Capital India, General Catalyst, dan angel investor.
Pintarnya akan memanfaatkan tambahan dana ini untuk melanjutkan pengembangan teknologi dan kemampuan data. Tujuannya agar dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam memfasilitasi proses pencarian kerja yang efisien bagi kandidat dan pemberi kerja. Maka dari itu, perusahaan sedang memperluas tim di semua lini.
“Kami ingin menjadi platform pilihan yang memfasilitasi pencocokan pasokan dan permintaan untuk kedua belah pihak dan menyediakan akses ke layanan keuangan yang lebih baik kepada pekerja kerah biru melalui identitas digital yang lebih baik dan riwayat pekerjaan yang dapat diverifikasi,” kata Co-Founder Pintarnya Henry Hendrawan dalam keterangan resmi, Selasa (19/7).
Selain bergabung menjadi investor, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca juga akan bergabung dengan Pintarnya sebagai anggota Dewan.
Dia menyampaikan, terdapat peluang besar dalam memberdayakan jutaan pekerja kerah biru pada kawasan ini yang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Peluang tersebut tentunya hadir dengan berbagai halangan di sepanjang perjalanan pengguna namun pihaknya percaya Pintarnya adalah tim yang tepat untuk memecahkan masalah ini.
“Mereka memiliki pengalaman yang terbukti dalam membangun dan menguasai pasar business to consumer (B2C) dan berbagai produk layanan keuangan di Indonesia. Mereka membuat kemajuan pesat dan kami menantikan pencapaian-pencapaian yang akan dihadirkan oleh tim Pintarnya ke depannya,” kata Willson.
Managing Partner Vertex Ventures SEA & India Joo Hock Chua menambahkan, praktik pencarian kerja bagi para pekerja kerah abu-abu dan pengusaha untuk mempekerjakan pekerja yang tepat di Indonesia kurang efisien dan bahkan dapat dianggap kuno. Pintarnya memecahkan masalah ini dengan menggunakan teknologi dan data untuk memungkinkan pencarian dan perekrutan pekerjaan yang jauh lebih efisien dan hemat biaya.
Solusi Pintarnya
Pintarnya diluncurkan pada Mei 2022, didirikan oleh tiga mantan eksekutif senior; Nelly Nurmalasari, Henry Hendrawan, dan Ghirish Pokardas. Pintarnya membantu tenaga kerja Indonesia yang kian meningkat untuk mendapatkan pekerjaan, meningkatkan peluang kerja, dan membuka akses ke layanan keuangan yang lebih baik.
Diklaim, perusahaan telah menghubungkan lebih dari 6 ribu pengusaha dengan lebih dari 100 ribu pencari kerja yang mencari berbagai peluang di sektor F&B, ritel, logistik, dan perhotelan.
Pintarnya menyuguhkan layanan melalui situs web dan aplikasi mobile. Untuk saat ini layanan mereka baru bisa digunakan secara efektif untuk pengguna di Jabodetabek dan Bandung.
Dalam cara kerjanya, setelah pencari kerja mendaftar dan membuat profil, Pintarnya akan menggunakan informasi yang diberikan untuk merekomendasikan peluang pekerjaan yang relevan, termasuk mempertimbangkan berbagai parameter, tidak terbatas pada persyaratan pekerjaan, lokasi, dan keahlian. Pendekatan ini dinilai bisa memberikan akses tidak hanya ke prospek yang diverifikasi dan dikurasi.
Setelah itu Pintarnya akan bekerja sama dengan mitra pemberi kerja untuk mengkualifikasi dan merekrut pekerja kerah biru terkait. Pintarnya tidak hanya membantu para pekerja mendapatkan pekerjaan. Dengan identitas digital dan riwayat pekerjaan yang terverifikasi, akan membuka akses untuk layanan finansial yang lebih baik untuk mereka dengan kemitraan bersama institusi keuangan, memungkinkan pekerja kerah biru meraih mimpi mereka untuk hidup yang lebih layak.
Kendati tidak dijabarkan detailnya, dengan mekanisme berbasis data dan memanfaatkan platform Open Finance, Pintarnya juga berkomitmen untuk menyuguhkan layanan finansial formal bagi para pekerja tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dengan memperjuangkan literasi dan inklusi finansial.
Pekerja kerah biru (blue collar) termasuk golongan yang cukup terdampak karena Covid-19. Karena memiliki keterbatasan akses untuk mendapat peluang pekerjaan, terutama berjangka panjang, mereka menjadi terpinggirkan secara ekonomi. Padahal, jumlah pekerja kerah biru di Indonesia berkisar lebih dari 60 juta, di mana sekitar 20% menyumbangkan PDB.
Berbagai pelaku startup berupaya mengatasi masalah keterbatasan akses melalui produk digital. Pintarnya adalah salah satunya yang punya misi untuk mendemokratisasi perekrutan pekerja kerah biru melalui job marketplace. Pada #SelasaStartup kali ini, Co-founder dan CEO Nelly Nurmalasari memaparkan sejumlah catatan menarik di balik dapur pengembangan Pintarnya.
Pain point pekerja kerah biru
Validasi masalah merupakan hal paling utama dilakukan pelaku startup sebelum terjun ke pengembangan produk. Bagi Nelly, menunggu pengembangan produk sampai jadi akan memakan waktu lama. Alih-alih demikian, ia pun melakukan eksperimen tahap awal di Telegram untuk mengetahui apakah produknya worth solving.
Dari eksperimen ini, ia mendapat sejumlah pembelajaran penting berdasarkan pengalaman para pencari pekerja. Pertama, isu penemuan (discoverability). Menurutnya, sebanyak apa pun lowongan kerja yang ditampilkan, pencari kerja akan tetap bertanya. Dari sini, ia melihat bahwa yang mereka butuhkan adalah simplicity untuk melamar dan mengakses lowongan yang mereka cari.
Kemudian, aspek keamanan. Beberapa orang yang disurvei mengaku pernah mengalami penipuan saat melamar kerja atau mendapat lowongan bodong. Misalnya, meminta bayaran atau tawaran gaji yang tidak wajar. “Ini semua menjadi learning dan landasan kami untuk membuat MVP beberapa bulan lalu,” tutur Nelly.
Pain point pemberi kerja
Tak hanya dari sudut pandang pencari kerja, keamanan juga menjadi aspek penting bagi para pemberi kerja (employer). Hal ini untuk memastikan bahwa pelamar sudah terverifikasi dan punya pengalaman yang real.
“Ini penting karena prinsipal ingin merasa aman untuk hire sehingga tidak mendapat pegawai salah. Bisa saja pelamar punya rekam jejak kredit macet. Ini akan mengganggu di bagian HR dan berpengaruh ke pekerjaan. Contoh lain, mempekerjakan driver tapi tidak bisa bertanggung jawab dengan mobil yang dikendarai,” ungkapnya.
Tak kalah penting, ia menilai efisiensi pada screening sangat dibutuhkan oleh employer. Sejumlah HR yang diwawancara mengaku sulit untuk melakukan seleksi pelamar tanpa perlu mengecek aplikasi satu per satu. Speed to hire menjadi penting karena mereka harus tetap menjalankan bisnis.
Semua pain point ini tercermin dari produk/fitur yang dikembangkan. Misalnya, tidak perlu buat CV, track status lamaran, hingga label verifikasi. Platform lain mungkin saja menawarkan hal yang sama, tetapi ‘how to‘ harus berbeda.
Tantangan selanjutnya
Product-market fittentu menjadi metrik utama untuk memastikan produk worth solving. Kendati demikian, Nelly menilai bahwa saat sini solusi digital yang sesungguhnya belum ada mengingat konsep job marketplace di Indonesia masih berkembang.
Apabila dibandingkan dengan marketplace/e-commerce secara umum, tentu akan berbeda. Saat ini e-commerce memang sudah berada di fase matang. Namun, sektor ini dulu sempat mendapat keraguan di pasar karena orang belum terbiasa belanja online. Penetrasi digital juga belum seperti sekarang.
Nelly juga menyoroti bahwa pengembangan job marketplace harus sejalan dengan upaya monetisasi. Misalnya, menghubungkan layanan pencarian kerja dengan layanan keuangan.
“Nah kita di fase sama. Kita perlu lihat natural pathway dari pekerja kerah biru. Bagaimana mereka mencari kerja? Apakah experience-nya akan sama atau berbeda dengan [pengguna] e-commerce? Tantangan terbesar adalah mengetahui the right formula. Tim kami masih kecil makanya kami selalu eksperimen dengan cepat untuk mencari tahu,” jelasnya.
Leadership
Nelly juga menyampaikan catatan penting untuk mendorong female leader/founder lain di industri startup. Menurutnya, jangan terpaku pada standar tertentu untuk menuju kesuksesan. Apalagi, ada anggapan bahwa mereka tidak dapat menunjukkan kekuatannya karena posisinya sebagai female leader.
“Ada perspektif yang tidak pas karena mungkin melihat perempuan punya more emotional maturity dan motherly instinct. Justru jangan shy away, jangan melihat template menjadi leader harus begini. Kita bisa create lebih banyak dan menemukan kesuksesan kita sendiri.” Tutupnya.
Pekan lalu, startup pengembang layanan job marketplace Pintarnya mengumumkan pendanaan awal $6,3 juta atau setara 93 miliar Rupiah. Angka yang relatif besar untuk sebuah pendanaan awal, terlebih bisnis yang baru meluncur Mei 2022 tersebut juga bermain di area yang sudah riuh dengan pemain lainnya — baik dari dalam atau luar negeri.
Namun demikian, Nelly Nurmalasari (Co-Founder & CEO) punya hipotesis yang cukup kuat, menegaskan bahwa potensi pasar platform pencari kerja di Indonesia masih besar. Banyak sekali permasalahan yang belum bisa terselesaikan dari inovasi yang ada sebelumnya, terlebih yang menyasar pekerja kerah biru (blue collar).
“Dengan nama Pintarnya, kami ingin mengkomunikasikan komitmen kami untuk selalu memberikan cara yang lebih pintar dalam membantu pengguna melalui solusi digital yang kami tawarkan. Selain itu, ‘Pintarnya’ adalah umbrella brand yang versatile untuk beragam solusi yang akan kami luncurkan sebagai super app untuk pekerja kerah biru,” cerita Nelly saat wawancara bersama DailySocial.id.
Permasalahan yang ingin diselesaikan
Nelly bersama dua co-founder lainnya, yakni Ghirish Pokardas dan Henry Hendrawan, sejak awal memang tertarik untuk mendalami permasalahan perekrutan ini. Kendati demikian, dalam memvalidasi idenya, ketika mereka menceritakan visi dan misi Pintarnya, terdapat beberapa rekanan yang berpendapat ruang lingkup masalah yang dipilih terlalu rumit untuk ditangani. Namun demikian, mereka percaya bahwa lebih penting memilih ruang lingkup permasalahan yang valid dan luas, karena mengindikasikan lebih banyak peluang isu untuk dieksplorasi dan ditangani.
“Maka itu, akhir tahun lalu kami memutuskan untuk mulai bereksperimen ringan (tanpa produk digital, layanan kami tawarkan via Telegram). Setelah menjaring sekitar 14 ribu pengguna dan memvalidasi pain points mereka, kami yakin bahwa Pintarnya memilih isu yang real dan penting bagi kebanyakan pekerja di Indonesia,” imbuh Nelly.
Lebih jelas dijabarkan, pain points bagi perekrut atau pemberi kerja kerah biru cukup konsisten dirasakan berbagai perusahaan termasuk Traveloka yang menjadi tempat berkarier Nelly dan Henry kala itu; ketika tim mereka butuh merekrut tim operasional. Namun, Nelly sendiri merasa lebih dekat mengalami hal ini dalam bisnis sampingan salon rumahan yang dimiliki – ketika menginginkan pegawai baru, maka harus ia memasang iklan pekerjaan, melakukan penyaringan, dan perekrutan pegawai secara langsung sebagai pemilik bisnis.
“Permasalahan ini ada di dua sisi, baik pencari kerja maupun pemberi kerja. Proses supply-demand matching untuk pekerja kerah biru masih belum berlangsung secara efektif,” jelas Nelly.
Di sudut pandang pencari kerja, proses mencari lowongan kerja tidak mudah dan sangat fragmented — banyak dari mereka mencari lewat media sosial maupun terbatas pada rekomendasi dari kenalan mereka. Para pencari kerja juga banyak yang tertipu ketika melamar pada loker palsu yang dipasang online (di situs job marketplace yang tidak memiliki mekanisme kurasi ketat). Selain itu, mereka sering merasa ‘di-ghosting’ oleh HRD atau tim yang merekrut. Setelah melamar, tidak mendengar kabar apa pun, bagaimana status lamarannya.
Sementara itu bagi pemberi kerja, terdapat perbedaan antara usaha yang baru dirintis dengan yang sudah lebih besar, terlebih terkenal. Untuk usaha yang sudah lebih mature, mendapatkan volume lamaran bukan suatu masalah. Setelah memasarkan lowongan kerja di beberapa tempat, biasanya mereka mendapatkan banyak lamaran.
Namun, tidak mudah menyaring pelamar yang sebenarnya memenuhi kualifikasi yang diminta; terlebih mengurutkan mereka. Perekrut juga hanya dapat mengandalkan kejujuran pelamar dalam mengevaluasi mereka, tidak ada cara memverifikasi secara mudah. Lalu, ini semua dilakukan lintas berbagai platform – tidak mudah bagi perekrut. Bahkan, sering kali pencari kerja mencurigai perekrut yang menghubungi langsung lewat Whatsapp/telepon sebagai penipuan karena calon pekerja ini tidak mengingat semua lamaran yang dikirimkan.
Cara kerja platform Pintarnya
Pada fase awalnya, Pintarnya mulai dengan memberikan layanan job marketplace. Tujuannya membantu pekerja kerah biru untuk mencari kerja dengan mengumpulkan berbagai penawaran yang lengkap dari berbagai jenis usaha. Untuk memastikan platform tersebut memiliki cakupan yang luas, Pintarnya juga terus meningkatkan kemitraan dengan berbagai perusahaan di Indonesia. Seperti bisnis marketplace lainnya, potensi revenue di model bisnis ini terdapat pada kedua belah pihak: pencari dan pemberi kerja — kendati tidak Nelly ceritakan secara detail.
Terkait cara kerja platformnya, di sisi pengguna Pintarnya menawarkan pelayanan pencarian kerja dari ujung ke ujung. Pengguna terdaftar dapat menggunakan layanan pembuatan CV di platform Pintarnya, kemudian akan mendapatkan rekomendasi atau mencari berbagai lowongan kerja yang sesuai dengan preferensi yang mereka pilih ketika registrasi.
Lowongan kerja yang aman dan terverifikasi di beri tanda dengan perisai hijau. Setelah pengguna mengajukan lamaran pekerjaan, mereka dapat memantau status lamaran mereka sehingga tidak lagi di-ghosting perekrut.
“Selain proses inti pelamaran kerja, kami juga menawarkan berbagai macam Layanan Pintarnya seperti cek gaji, persiapan tes tertulis seperti psikotes dan bahasa Inggris, persiapan wawancara, maupun kalkulator gaji bersih,” tambah Nelly.
Dari sisi perekrut/pemberi kerja, Paintarnya terlebih dulu memverifikasi usaha yang didaftarkan sebelum menayangkan loker di Pintarnya. Mereka juga melakukan kurasi tes penyaringan kandidat sesuai persyaratan minimum lamaran kerja, sehingga dapat memberikan daftar kandidat yang tersaring, bahkan dengan urutan rekomendasi. Pintarnya juga memfasilitasi penjadwalan wawancara untuk kandidat terpilih dari perekrut.
“Selain ini, kami juga tengah mengeksplorasi berbagai layanan lain yang dibutuhkan perekrut bukan hanya ketika mencari pekerja tetapi juga pada tahap akhir pemilihan karyawan maupun onboarding pekerja.”
Menjembatani inklusi keuangan
Tidak dimungkiri, layanan job marketplace saat ini memang banyak ditemui di pasaran. Pun demikian yang melayani pekerja kerah biru. Dari startup lokal sendiri ada beberapa, seperti Lumina, Sampingan, MyRobin, AdaKerja, dan lain sebagainya. Untuk itu penting bagi pemain baru memiliki proposisi nilai yang kuat, sehingga layanannya mampu dilirik oleh pangsa pasar.
“Value proposition kami bagi pekerja kerah biru adalah cari kerja dengan lebih mudah, aman, dan cepat. Sedangkan, bagi perekrut adalah cari pekerja dengan lebih mudah, aman, dan cepat,” tegas Nelly.
Ia mengatakan, Pintarnya akan terus mengembangkan inovasi berbagai fitur dengan tema tersebut. Contohnya, pencari kerja di situs dan aplikasi bisa langsung dibuatkan Kartu CV (CV versi sederhana) ketika registrasi sehingga mereka dapat langsung melamar kerja tanpa repot dan secara aman dari berbagai pilihan lowongan pekerjaan yang
Perekrut juga tidak hanya lebih mudah untuk memasarkan lowongan kerja, melainkan mudah dalam menyaring dan mengevaluasi kecocokan kandidat dari spesifikasi kebutuhan yang dipasarkan. Sehingga, perekrut bisa mengisi lowongan dengan lebih cepat. Pintarnya juga akan memberikan beberapa layanan lanjutan seperti verifikasi kandidat, sehingga perekrut juga merasa aman mempekerjakan pegawainya.
Selain itu, Pintarnya juga hendak menginisiasi produk fintech yang terhubung dengan platformnya. Kendati secara roadmap produk belum bisa dibeberkan, namun nantinya unit layanan ini akan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja kerah biru, khususnya dalam kaitannya dengan manajemen finansial.
“Topik finansial bisa menjadi permasalahan yang menjerumuskan pekerja dalam hal yang kurang baik, namun juga dapat menjadi motivasi yang efektif dalam peningkatan kinerja mereka. Maka itu, kami berkomitmen sebagai salah satu misi kami untuk memberikan akses produk finansial yang lebih baik bagi pengguna kami. Untuk roadmap lini fintech, kami belum bisa menceritakan lebih banyak pada saat ini. Namun ini adalah misi yang sangat penting, sehingga kami berencana untuk segera mengeksekusinya,” jelas Nelly.
Untuk realisasi produk fintech tersebut, Pintarnya akan bermitra dengan penyelenggara layanan keuangan digital tertentu. Hal tersebut dimaksudkan untuk efisiensi dalam memberikan pelayanan kepada target pengguna dengan lebih cepat.
“Misi kami yang kedua adalah membantu pengguna kami agar lebih dapat dipekerjakan. Cakupan misi ini cukup luas, namun awal perjalanan kami akan fokus pada pembangunan fitur-fitur yang membantu pekerja kerah biru dalam meng-highlight profil, kualifikasi dan keahlian dirinya sehingga lebih menarik bagi perekrut untuk dipekerjakan. Berikutnya, kami juga tertarik untuk mengeksplorasi beberapa layanan untuk meningkatkan kualifikasi pekerja melalui program kemitraan dengan pemain edutech di Indonesia,” tutup Nelly menceritakan rencana panjang selanjutnya.
Pintarnya adalah platform job marketplace yang menyasar kalangan pekerja kerah biru. Hari ini (19/5) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal yang dipimpin oleh Sequoia Capital India dan General Catalyst. Nilai investasi yang dapat dibukukan $6,3 juta atau setara 93 miliar Rupiah.
Startup tersebut didirikan oleh Nelly Nurmalasari, Henry Hendrawan, dan Ghirish Pokardas. Nelly dan Henry sebelumnya dikenal sebagai eksekutif senior di Traveloka, khususnya di divisi produk keuangan dan teknologi. Sementara Ghirish sebelumnya bekerja menjadi eksekutif senior di KKR yang juga fokus di layanan finansial.
Nelly sendiri juga menjadi bagian dari kohort pertama program mentoring Sequoia Spark — yang secara spesifik didesain Sequoia untuk calon pengusaha perempuan potensial di Asia Tenggara dan India.
Dengan pendanaan ini, Pintarnya akan mengakselerasi pertumbuhan bisnis dengan melakukan perekrutan tim di bidang pengembangan, produk, desain, pemasaran, operasional, dan bisnis di Jakarta.
Latar belakang pendirian Pintarnya
Di segmen kerah biru, untuk mencari pekerjaan biasanya seseorang akan bergantung dari informasi yang tersebar dari mulut ke mulut. Kanal online yang ada pun juga menyajikan banyak informasi lowongan, hanya saja banyak yang tidak terverifikasi — bahkan tidak sedikit yang berujung pada penipuan terhadap pencari kerja.
Namun, di sisi lain pemberi kerja juga memiliki gap yang cukup serius untuk menjangkau calon tenaga kerja. Mereka membutuhkan platform yang dapat diandalkan dalam mengidentifikasi, memverifikasi, hingga memperkerjakan pekerja. Demikian diceritakan oleh Nelly (CEO). Permasalahan tersebut dialami secara langsung.
“Dulu saya mempekerjakan staf salon kecantikan melalui platform iklan baris online atau referensi para pekerja lain. Sangat sulit untuk menyaring dan memverifikasi kandidat dan pengalaman kerjanya dengan cepat. Di sisi lain, saya juga menyadari bahwa untuk para pencari kerja, sangat menjengkelkan untuk mencari dan melamar pekerjaan, lalu mereka menjadi korban penipuan dalam prosesnya,” ujar Nelly.
Ia melanjutkan, “Pintarnya bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut untuk kedua belah pihak. Lalu, 80% dari populasi memiliki smartphone, jadi ini saat yang tepat untuk meluncurkan sebuah platform digital. Perubahan perilaku yang dipicu oleh pandemi COVID-19 baru-baru ini dan bangkitnya Open Finance di Indonesia juga memberikan dorongan pada misi kami.”
Solusi yang dihadirkan Pintarnya
Pintarnya menyuguhkan layanan melalui situs web dan aplikasi mobile. Untuk saat ini layanan mereka baru bisa digunakan secara efektif untuk pengguna di Jabodetabek dan Bandung.
Dalam cara kerjanya, setelah pencari kerja mendaftar dan membuat profil, Pintarnya akan menggunakan informasi yang diberikan untuk merekomendasikan peluang pekerjaan yang relevan. Termasuk mempertimbangkan berbagai parameter termasuk namun tidak terbatas pada persyaratan pekerjaan, lokasi, dan keahlian. Pendekatan ini dinilai bisa memberikan akses tidak hanya ke prospek yang diverifikasi dan dikurasi.
Setelah itu Pintarnya akan bekerja sama dengan mitra pemberi kerja untuk mengkualifikasi dan merekrut pekerja kerah biru terkait.
“Misi dari Pintarnya tidak hanya membantu para pekerja mendapatkan pekerjaan. Dengan identitas digital dan riwayat pekerjaan yang terverifikasi, kami akan membuka akses untuk layanan finansial yang lebih baik untuk mereka dengan kemitraan bersama institusi keuangan, memungkinkan pekerja kerah biru meraih mimpi mereka untuk hidup yang lebih layak,” imbuh Henry.
Kendati tidak dijabarkan detailnya, dengan mekanisme berbasis data dan memanfaatkan platform Open Finance, Pintarnya juga berkomitmen untuk menyuguhkan layanan finansial formal bagi para pekerja tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dengan memperjuangkan literasi dan inklusi finansial.
Potensi platform job marketplace kerah biru
Tidak dimungkiri juga, potensi nilai ekonomi pekerja kerah biru sangat besar, namun sangat kompleks dan terfragmentasi. Di Indonesia, 60 juta pekerja kerah biru mencakup lebih dari 70% pekerja berbayar dan menyumbangkan 20% pada PDB.
Hal ini turut disampaikan oleh Alex Tran dari General Catalyst. Ia berujar, “Indonesia memiliki salah satu populasi termuda di dunia, yang merupakan hal langka dan potensi bonus demografi jika orang diberi kesempatan untuk menjadi produktif dan stabil secara finansial. Hal Ini adalah tantangan dan peluang besar yang dapat dipecahkan oleh teknologi.”
Alex melanjutkan, “Kami senang dapat mendukung tim di Pintarnya saat mereka memulai misi untuk membantu pekerja kerah biru menyesuaikan diri dengan pemberi kerja, membangun komunitas, dan meningkatkan keterampilan. Kami juga senang dengan peluang fintech yang dapat muncul dari sini. Pekerjaan mengarah ke pendapatan mengarah ke akses pada layanan keuangan, jadi kami pikir masuk akal bahwa satu platform harus memiliki seluruh hubungan ini.”
Sejumlah platform untuk pekerja kerah biru sebelumnya juga sudah banyak bermunculan. Sebut saja AdaKerja, Sampingan, MyRobin, Lumina, sampai yang terbaru ada Atma. Atma juga baru-baru ini mengumumkan pendanaan pre-seed untuk mendukung debutnya senilai $5 juta — mereka hadir dengan pendekatan berbeda, yakni dengan pemberdayaan komunitas.