Saat Google memperkenalkan Pixel 2 dan Pixel 2 XL tahun lalu, ada satu fitur sepele yang cukup mencuri perhatian. Namanya Now Playing, dan fungsinya untuk mengenali lagu yang sedang diputar di sekitarnya. Yang istimewa, Now Playing bisa aktif dengan sendirinya dan tidak memerlukan koneksi internet.
Fitur ini dimungkinkan berkat kapabilitas machine learning bawaan perangkat. Meski demikian, ini juga berarti kapabilitas Now Playing cukup terbatas karena tidak dibantu jaringan cloud, sehingga jumlah lagu yang dapat dikenalinya hanya berkisar puluhan ribu saja.
Google pun memutuskan untuk memadukan kebaikan keduanya: kemampuan jaringan cloud menampung database lagu dalam jumlah masif (Sound Search, hingga puluhan juta lagu), dengan kemampuan machine learning mengenali lagu secara cepat dan efisien (Now Playing). Hasilnya sudah bisa dinikmati semua pengguna perangkat Android via Google Assistant, bukan cuma di seri Pixel saja.
Jadi ketika ada lagu yang sedang diputar di sekitar, kita hanya perlu mengaktifkan fitur voice search di aplikasi Google Search maupun Google Assistant, lalu pilih rekomendasi pertanyaan “What’s this song?” yang otomatis muncul. Cara lain bisa dengan langsung menanyakan “Hey Google, what’s this song?”, atau dengan menambahkan shortcut Sound Search ke home screen.
Google bilang bahwa hasilnya bakal muncul lebih cepat dari biasanya sekaligus lebih akurat. Itu dikarenakan Google telah memperbesar neural network yang digunakan hingga empat kali lipat, plus menyempurnakan teknik “audio fingerprinting” yang digunakannya. Ke depan, Google berniat menyempurnakan kinerja fitur ini di lokasi yang cukup berisik.
Debut perdana Google di ranah pengembangan chipset untuk perangkat mobile dimulai bersama Pixel 2, di mana setiap unitnya telah dibekali co-processor buatan mereka sendiri yang diberi nama Pixel Visual Core. Komponen ini bertanggung jawab atas implementasi teknologi HDR+ yang menjadi rahasia di balik superioritas kamera Pixel 2.
HDR+ sebenarnya sudah eksis sejak tahun 2014. Di Pixel 2, fitur tersebut selalu aktif, memungkinkan kamera untuk menangkap beberapa foto dalam beragam pengaturan exposure, sebelum akhirnya menyatukannya menjadi satu gambar yang mendekati sempurna.
Pixel Visual Core tadi itu sederhananya bertugas mempercepat proses pengambilan gambar HDR+, dan di saat yang sama mengonsumsi energi yang lebih sedikit ketimbang jika prosesnya ditangani oleh prosesor utama. Yang menjadi masalah, selama ini Pixel Visual Core masih ‘tertidur’ dan belum diaktifkan.
Sesuai janji, Google pun mulai merilis software update untuk Pixel 2 yang bakal mengaktifkan Pixel Visual Core. Selain di aplikasi kamera bawaan, tandem Pixel Visual Core dan HDR+ ini juga siap bekerja di semua aplikasi lain yang memiliki mode kamera, macam Instagram, WhatsApp dan Snapchat. Foto-foto di atas menunjukkan perbandingan foto yang diambil tanpa (kiri) dan dengan HDR+ (kanan).
Google pada dasarnya mencoba menerapkan sesuatu yang baru dengan Pixel 2: ketimbang hanya mengandalkan superioritas komponen optik (sensor, lensa, dll) dan image signal processor (ISP) semata, mereka juga ingin meningkatkan hasil tangkapan kameranya lebih lagi dengan machine learning. Machine learning, seperti yang kita tahu, membutuhkan daya komputasi yang tinggi, dan itulah mengapa mereka mau bersusah payah sendiri mengembangkan komponen macam Pixel Visual Core.
Google punya rencana yang cukup matang untuk aplikasi panggilan video barunya, Duo. Setelah merilisnya secara global pada bulan April lalu, Google kini berencana untuk mengintegrasikan Duo ke aplikasi bawaan Android, membuat cara kerjanya jadi mirip FaceTime di iOS.
Jadi dari dalam aplikasi Phone, Contacts atau Messages, pengguna bisa langsung melakukan panggilan video melalui Duo. Aplikasi Duo sendiri tentu saja sudah harus ter-install di perangkat, dan lawan bicara Anda juga harus merupakan pengguna Duo agar fitur ini dapat bekerja.
Yang kebagian jatah lebih dulu adalah para pengguna Pixel generasi pertama, juga lini perangkat Nexus dan Android One. Google memastikan kalau integrasi Duo juga bakal hadir di Pixel 2 dan Pixel 2 XL, lalu ke berbagai perangkat Android lain seiring berjalannya waktu.
Kalau operator yang digunakan mendukung jaringan ViLTE (video over LTE, lanjutan dari VoLTE), panggilan video bakal otomatis dijalankan di atas jaringan tersebut. Kalau tidak, pengguna masih bisa melakukan panggilan video bersama siapapun yang memiliki aplikasi Google Duo pada perangkatnya.
Seperti yang saya bilang, integrasi ini secara tidak langsung akan mengubah peran Duo menjadi makin mirip dengan FaceTime di iOS. Namun kalau FaceTime hanya bisa dilakukan antar pengguna perangkat iOS, Duo tidak demikian karena versi iOS-nya sebenarnya juga ada.
Daydream View ialah perangkat pertama pendukung Daydream, platform virtual reality berbasis Android yang dirancang untuk menyuguhkan konten berkualitas tinggi tanpa membebani pengguna dengan kerumitan pemakaian dan proses setup seperti Vive dan Rift. Dan tepat setahun sejak pertama kali diperkenalkan, Google mengungkap versi anyar headset VR mobile itu.
Google Daydream View baru memiliki dasar pengoperasian serupa pendahulunya, bertugas mengubah smartphone jadi unit head-mounted display. Handset diposisikan di depan mata, dan dengan sedikit modifikasi pada sistem output, layar bisa mensimulasikan perspektif 3D stereoscopic. Tentu saja ada sejumlah pembaruan yang produsen bubuhkan di sana, diterapkan baik pada desain maupun di bagian dalam.
Yang membuat desain Daydream View unik adalah pemanfaatan bahan kain di tubuhnya. Material ini tak hanya memberi sensasi berbeda ketika device dipegang, tapi juga membuatnya lebih nyaman dikenakan dibanding headset lain – Samsung Gear VR misalnya. Identitas tersebut tetap diusung oleh ‘new‘ Daydream View, namun Google tak lupa memodifikasi rancangannya sehingga terlihat lebih simpel.
Material kain lagi-lagi menyelubungi seluruh permukaan Daydream View, dan hilang sudah ‘bingkai’ yang membatasi area tubuh headset dan bagian penutup depan. Selain itu, kait dan tali lentur masih dimanfaatkan untuk menahan lid tetap berada di tempatnya. Dan buat melengkapi aspek estetika, Google menyiapkan lebih banyak pilihan warna – ada abu-abu cerah, abu-abu gelap, dan peach.
Selanjutnya, Google meng-upgrade konstruksi headset sehingga lebih kokoh lagi, dan turut mengganti komponen lensa demi meningkatkan luas field-of-view. Sebagai input kendali, Daydream View baru masih memanfaatkan controller motion, dapat disembunyikan di dalam headset ketika sedang tak digunakan.
Saat ini pengguna bisa mengakses konten VR di Google Play, dan di sana, telah menanti lebih dari 250 aplikasi pendukung Daydream View, di antaranya: Need For Speed: No Limits VR, Eclipse. Virtual Rabbids, Hungry Shark, Lego Brick Headz, EVE: Gunjack 2, Danger Goat hingga Wonder Glade. Anda juga dapat menyiarkan konten yang sedang dinikmati di headset ke layar televisi, sehingga teman-teman dan keluarga bisa turut menyaksikannya.
Varian anyar Daydream View dijajakan seharga US$ 100, lebih tinggi $ 20 dari device generasi pertama. Smartphone yang kompatibel ke headset meliputi Pixel 2, Pixel, Galaxy S8/S8 Plus, Galaxy Note 8, ZenFone AR, Axon 7, Mate 9 Pro, dan Moto Z serta Moto Z2.
Keputusan Google untuk mengakuisisi sebagian divisi smartphone HTC bulan lalu pada dasarnya bisa menjadi bukti akan komitmen besar sang raksasa internet dalam menghadapi persaingan di industri ponsel. Apa yang dilakukan Google memang tidak lebih dari sebatas merekrut karyawan HTC, akan tetapi kalau jumlahnya mencapai 2.000 orang, saya kira itu sudah cukup untuk menunjukkan keseriusan Google.
Setelah cukup sukses dengan Pixel dan Pixel XL tahun lalu, Google pun sudah siap untuk memperkenalkan suksesornya. Di antara deretan hardware yang Google umumkan dalam event semalam, Pixel 2 dan Pixel 2 XL dengan mudah menjadi sorotan publik yang paling utama.
Desain dan layar
Sepintas perubahan fisiknya memang tidak terlalu kentara, akan tetapi duo Pixel 2 ini sama-sama mengusung desain yang terkesan lebih polished ketimbang pendahulunya. Bodinya terbuat dari aluminium, dengan permukaan belakang bertekstur matte, diikuti oleh area kecil berlapis kaca di atas sensor sidik jari yang menjadi rumah bagi modul kamera.
Tidak seperti pendahulunya, bodi Pixel 2 dan Pixel 2 XL kini tahan air dengan sertifikasi IP67. Penggunaan material aluminium harus berkonsekuensi pada absennya satu fitur yang umum kita jumpai pada smartphone flagship, yaitu wireless charging. Saya yakin banyak yang menyesalkan hal ini, apalagi mengingat fitur ini pada akhirnya sudah tersedia di iPhone 8 dan iPhone X – untungnya Pixel 2 mendukung fast charging.
Sama seperti tahun lalu, perbedaan utama Pixel 2 dan Pixel 2 XL terletak pada layarnya. Namun perbedaannya kali ini lebih menyeluruh dan bukan cuma melibatkan ukuran saja: Pixel 2 datang dengan layar AMOLED 5 inci beresolusi 1920 x 1080, Pixel 2 XL dengan layar pOLED 6 inci beresolusi 2880 x 1440, keduanya sama-sama dilapisi kaca Gorilla Glass 5 dan memiliki rasio kontras 100.000:1.
Selain menggunakan panel OLED yang berbeda jenis, Pixel 2 XL juga mengemas bezel atas-bawah yang jauh lebih tipis ketimbang adik kecilnya. Kendati demikian, bezel-nya ini masih sedikit lebih tebal dibanding milik Samsung Galaxy S8 atau malah iPhone X, tapi sebagai gantinya, Google dapat menyematkan speaker stereo yang menghadap ke depan (juga pada Pixel 2).
Bodi kedua ponsel sama-sama tipis; Pixel 2 setebal 7,8 mm, sedangkan Pixel 2 XL setebal 7,9 mm. Pixel 2 tersedia dalam tiga pilihan warna, yakni hitam, putih dan biru agak abu-abu; sedangkan Pixel 2 XL dalam dua warna saja, yaitu serba hitam dan kombinasi hitam-putih.
Spesifikasi dan kamera
Perbedaan Pixel 2 dan Pixel 2 XL berhenti sampai di layarnya saja. Spesifikasi yang diusung sama persis, mencakup chipset Snapdragon 835, GPU Adreno 540, RAM 4 GB, pilihan storage 64 atau 128 GB (tanpa slot microSD), dan tentu saja keduanya sama-sama menjalankan Android 8.0 Oreo yang paling gres. Sedikit berbeda adalah kapasitas baterai: 2.700 mAh untuk Pixel 2, dan 3.520 mAh untuk Pixel 2 XL.
Satu hal yang mungkin terdengar mengecewakan adalah absennya jack headphone, yang berarti pengguna harus mengandalkan adapter USB-C (termasuk dalam paket penjualan) untuk memakai headphone standar. Alternatif lain, Google juga mengumumkan earphone wireless bernama Pixel Buds yang merupakan pendamping ideal untuk konektivitas Bluetooth 5.0 milik duo Pixel 2 ini.
Beralih ke sektor kamera, Google kembali menunjukkan keseriusannya lewat perpaduan hardware dan software. Pixel 2 dan Pixel 2 XL dilengkapi kamera belakang tunggal 12 megapixel dengan lensa f/1.8 dan OIS, plus kamera depan 8 megapixel berlensa f/2.4. Kamera belakangnya cuma satu? Yup, tapi Anda jangan terlalu cepat khawatir.
Pasalnya, duo Pixel 2 ini masih bisa mengambil gambar dengan background yang tampak kabur ala fitur Portrait Mode pada iPhone 8 Plus. Kapabilitas ini diwujudkan oleh kecanggihan teknologi dual pixel dan machine learning, yang memungkinkan Pixel 2 untuk membuat semacam depth map dari foto yang diambil sebelum akhirnya mengemulasikan efek nge-blur yang dramatis.
Untuk membuktikan kecanggihan software-nya, Google bahkan juga menyematkan fitur Portrait Mode ini ke kamera depan Pixel 2, sehingga selfie yang pengguna ambil pun juga bisa tampak seperti hasil jepretan kamera DSLR. Selain Portrait Mode, ada juga fitur Motion Photo ala Live Photo di iPhone.
Soal video, Pixel 2 dapat merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps, atau 1080p 120 fps untuk slow-motion. Kombinasi optical dan electronic image stabilization akan otomatis aktif guna memastikan video yang diambil tetap mulus meski pengguna sedang mengendarai motor sekalipun.
Foto-foto yang beredar di internet selama ini sudah bisa menunjukkan kehebatan kamera Pixel orisinil, dan Pixel 2 sudah pasti menjanjikan kualitas yang lebih baik lagi. Google bahkan sempat menyinggung hasil benchmark tertinggi dari DxOMark untuk kamera Pixel 2 yang mencatatkan skor 98, tapi kita harus selalu ingat untuk tidak menjadikan benchmark sebagai patokan utama.
Google Assistant dan fitur lainnya
Tahun lalu Pixel menjadi smartphone pertama yang mengusung integrasi Google Assistant. Tahun ini, Assistant pada Pixel 2 jadi lebih cerdas lagi. Cara memanggil Assistant di Pixel 2 juga sedikit berbeda, yakni dengan meremas kedua sisi ponsel, macam yang ada pada HTC U11, namun opsi standar via perintah suara masih tetap ada.
Assistant kini dapat diinstruksikan untuk mengakses pengaturan perangkat, seperti misalnya untuk mengaktifkan Wi-Fi hotspot atau fitur do not disturb. Assistant nantinya juga dapat memberikan bantuan berdasarkan rutinitas Anda. Jadi semisal Anda mengucapkan “good night“, Assistant akan mengaktifkan mode silent, mengaktifkan alarm, mematikan lampu pintar di kamar, dan masih banyak lagi.
Fitur lain yang tak kalah menarik adalah Now Playing, yang memungkinkan Pixel 2 untuk mengenali lagu yang sedang diputar di sekitarnya. Fitur ini berjalan secara otomatis dan tidak membutuhkan koneksi internet; judul lagunya akan langsung ditampilkan di bagian bawah layar, dan dari situ pengguna bisa langsung memutarnya di aplikasi streaming musik ataupun YouTube.
Pixel 2 juga menjadi smartphone pertama yang dilengkapi fitur Google Lens. Fitur ini terintegrasi pada aplikasi kamera, memungkinkan pengguna untuk mengakses beragam informasi dari objek di sekitarnya hanya dengan mengarahkan kamera Pixel 2.
Terakhir, dan yang menurut saya cukup penting, adalah integrasi Google Photos, dengan penyimpanan tak terbatas untuk foto dan video dalam resolusi penuh hingga akhir tahun 2020, lalu lanjut menjadi resolusi tinggi (bukan resolusi asli) untuk seterusnya. Ini penting mengingat Pixel 2 tidak dibekali slot microSD untuk ekspansi storage.
Harga dan ketersediaan
Google saat ini sudah membuka pre-order Pixel 2 dan Pixel 2 XL, tapi baru di Amerika Serikat, Kanada, Inggris Raya, Jerman, India dan Australia; lalu menyusul ke Itali, Spanyol dan Singapura di akhir tahun. Harga Pixel 2 dipatok $649 (64 GB) atau $749 (128 GB), sedangkan Pixel 2 XL dibanderol $849 (64 GB) atau $949 (128 GB).
Sejauh ini belum ada yang bisa memastikan apakah Google Pixel 2 dan Pixel 2 XL bakal masuk ke pasar Indonesia. Pixel orisinil sampai sekarang pun belum tersedia di tanah air karena tersandung masalah TKDN. Semoga Google dapat menanggulanginya kali ini.
Bahasa ialah cara utama manusia berinteraksi, berbekal lisan maupun gerakan. Ada sekitar 5.000 sampai 7.000 bahasa di dunia, dan buat memudahkan komunikasi, penduduk Bumi telah memilih sejumlah bahasa ‘internasional’. Tapi mempelajari bahasa lain bukanlah hal mudah. Untungnya, teknologi pelan-pelan meruntuhkan barikade komunikasi antar-manusia.
Translator handheld dapat membantu kita bercakap-cakap dengan individu dari negara lain. Dan berkat kehadiran app-app revolusioner di perangkat bergerak, prosedurnya jadi lebih simpel. Meski begitu, para inventor masih mencari cara agar prosesnya lebih natural lagi. Tak lama setelah startup Timekettle menyingkap earpiece penerjemah WT2, kali ini giliran sang raksasa Google memperkenalkan solusi canggih mereka di event Pixel 2 kemarin.
Didesain untuk memudahkan navigasi konten smartphone Pixel 2 lewat perintah suara, earphone Google Pixel Buds juga mampu menerjemahkan bahasa secara real-time layaknya perangkat di cerita-cerita sci-fi. Penyajiannya sedikit berbeda dari WT2, karena Anda tidak perlu memberikan salah satu unit earpiece-nya ke lawan bicara. Lalu, pengoperasiannya betul-betul memanfaatkan voice command.
Cara kerja Pixel Buds sangat simpel: tap sisi luar earphone dan perintahkan ‘bantu saya berbicara bahasa Jepang’ (dalam bahasa Inggris), kata-kata selanjutnya yang Anda ucapkan akan keluar sebagai bahasa Jepang melalui speaker sembari menampilkan translasinya secara tertulis di layar. Kemudian minta lawan bicara menekan tombol di smartphone sambil mengucapkan balasan. Kata-katanya segera diterjemahkan ke bahasa Inggris, terdengar di earpiece.
Tentu saja piranti lunak merupakan bagian paling esensial untuk menunjang fitur penerjemahan real-time di Pixel Buds. Basisnya adalah Google Translate, dan sejauh ini, app tersebut telah mendukung kurang lebih 40 bahasa. Itu berarti, sistem siap menyuguhkan 1.600 kombinasi terjemahan.
Dalam demo di panggung presentasi Google, kombinasi Pixel Buds dan Translate bekerja sangat baik, menerjemahkan tanpa ada keterlambatan (sebagai perbandingan, WT2 membutuhkan waktu satu sampai tiga detik). Namun perlu diingat bahwa akan ada banyak faktor yang bisa memengaruhi proses tersebut di dunia nyata: adanya ketidakstabilan koneksi mobile, suara-suara mengganggu di sekitar Anda, dan kita juga belum tahu seberapa efektif sistem mendeteksi aksen non-Inggris.
Pixel Buds mempunyai wujud bulat, desainnya lebih mengutamakan fungsi dibanding gaya. Earphone terhubung ke Pixel 2 secara wireless, tapi masing-masing unit earpiece disambung oleh tali buat mengamankannya saat tak sengaja terlepas dari telinga.
Google Pixel Buds rencananya akan mulai dipasarkan pada bulan November 2017, dijual seharga US$ 160.