Tag Archives: platform investasi

GORO Peroleh Pendanaan Pra-Awal Senilai Rp15,2 Miliar Dipimpin Iterative

Platform marketplace investasi properti GORO memperoleh pendanaan pra-awal sebesar $1 juta (lebih dari Rp15,2 miliar) yang dipimpin oleh Iterative. Putaran ini juga didukung oleh sejumlah investor, termasuk XA Network, StashAway, dan Mike Broomell (CEO Colliers International Indonesia).

Melalui pendanaan ini, GORO berencana menambah jumlah timnya untuk memperkuat strategi akuisisi pengguna. Klaimnya, sejak resmi diluncurkan di awal 2023, GORO telah mengalami pertumbuhan sebesar 15% per minggu.

“Siapapun dapat berinvestasi di properti, tetapi terhalang oleh faktor keuangan dan prosedur yang kompleks. GORO berupaya untuk mengatasi tantangan tersebut, dan memampukan siapapun dan di manapun mereka untuk memiliki yield tinggi dari portofolio propertinya,” ungkap Co-Founder dan CEO GORO Robert Hoving dalam keterangan resmi.

GORO adalah platform marketplace yang memungkinkan pengguna berinvestasi di properti dalam bentuk pecahan mulai dari Rp10.000. Nilai dari properti tersebut akan dipecah dan dikonversi dalam bentuk token. Token properti yang dimiliki dapat dijual langsung tanpa proses yang kompleks kapan saja.

Adapun, pengguna dapat meraih imbal hasil dari pendapatan sewa bulanan dan capital appretiation atas penjualan properti. Model ini disebut memungkinkan pengguna untuk membangun portofolio properti yang beragam dan menguntungkan.

Sebagai contoh, dikutip dari situs resminya, apabila pengguna membeli 1% dari jumlah token sebuah properti, pengguna berhak atas 1% manfaat atau keuntungan yang dihasilkan dari properti tersebut, termasuk pendapatan sewa atau kenaikan nilai properti (capital gain).

General Partner Iterative Brian Ma, sekaligus Co-Founder proptech unicorn AS Divvy Homes mengaku bersemangat menjadi bagian dari perjalanan GORO. “Robert dan Andryan memiliki pemahaman yang menonjol terhadap pasar properti Indonesia. Kami menanti bekerja sama dengan mereka untuk mendemokratisasi kepemilikan properti dan berinvestasi ke investor di Asia Tenggara,” tambahnya.

Masuk ke pasar sekunder

Hoving melanjutkan, GORO akan masuk ke pasar properti sekunder agar memungkinkan likuiditas lebih lanjut bagi pengguna. Saat ini, GORO melayani pengguna di lebih dari 20 negara. “Kami nantinya akan memperluas ke kota-kota lain di Jakarta dan Bali, serta asset class lain.”

GORO adalah singkatan dari Gotong Royong, merefleksi komitmen perusahaan untuk membantu jutaan orang berinvestasi di properti. GORO menyebut portofolionya saat ini telah menghasilkan 11% dari imbal hasil pendapatan sewa kepada investor.

Pihaknya menilai saat ini sektor properti masih diminati investor karena risikonya lebih rendah dibandingkan investasi di pasar modal yang lebih volatil. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total investor pasar modal tercatat sebanyak 10,3 juta di mana 58,7% berasal dari kalangan usia di bawah 30 tahun. Angka tersebut mengindikasikan generasi milenial dan Z yang mendominasi pasar modal, tengah aktif melihat peluang investasi lain.

Di sisi lain, sektor properti dinilai tidak likuid karena proses jual-beli sangat kompleks dan memakan waktu panjang. Harga properti juga bernilai tinggi. Di tengah situasi ekonomi makro dan inflasi, properti juga disebut sebagai salah satu aset yang dapat menawarkan imbal hasil stabil kepada pengguna.

Di Indonesia, ramai digitalisasi layanan di sektor properti. Tak lagi fokus pada di ranah property listingseperti Lamudi, tetapi juga masuk ke area lain yang masih relevan terhadap transaksi properti maupun pembangunannya. Misalnya, IDEAL mendigitalisasi proses pengajuan KPR dan Kabina yang menawarkan solusi untuk mensimplifikasi proses konstruksi bangunan.

FUNDtastic Aims for Millennials Through Wealth Platform Branding

Market enthusiasm for online investment platforms continues to grow. This is visible through a growing number of similar platforms offering diverse business models and portfolios.

One of them is FUNDtastic which also participated in encouraging investment growth in Indonesia, especially for millennials. Most people are not aware that this startup has been established since 2016.

There are four founders, including Harry Hartono (CEO), Franky Chandra (CIO), Medwin Susilo (CTO), and Eri Primaria (founder of PT Nusantara Sejahtera Investama).

Low awareness for investment platform

Although it was founded in 2016, FUNDtastic’s platform was launched in 2019. During a virtual media visit session with DailySocial, Franky revealed throughout that period, the company conducted market research related to market perceptions of financial products offered through digital platforms.

“During our research since 2017, we saw that the Indonesian market was not ready to accept the investment platform. Then, people were more aware of the e-commerce and payment platforms. These are popular platforms that time,” Franky said.

In Franky’s opinion, Indonesian people’s awareness of online investment platforms is quite low. The community considered still confused in choosing the right investment product. This is a challenge for companies when developing the FUNDtastic platform.

As cited from the Financial Services Authority (OJK) in 2019, he said the number of investors in Indonesia was only around 2-3 million. In fact, there are 50 million people who are considered potential investors with income record of more than IDR5 million per month and are able to set aside their money for investment.

This is quite low percentage compared to Malaysia, where the number of investors has reached 67 percent. In addition, millennials in Indonesia are rapidly adapting to digital products. The Central Statistics Agency (BPS) recorded there were 12.6 million millennial workers in Indonesia as of 2019.

“Our pain point in developing FUNDtastic was an access to a user-friendly investment platform, difficulty choosing a portfolio, and finding a platform that suited their lifestyle,” Franky said.

Present as wealth apps

For this reason, he continued, the company initially positioned itself as a wealth products platform, not investment platforms. This platform is designed to be a digital hub that connects stakeholders in the financial ecosystem, ranging from customers, advisors, corporations, investment product providers, third-party platforms, to regulators.

“We want to present lifestyle-related and expert products in this business so that customers feel comfortable. Our products also go through a curation process. Therefore, we position them as wealth apps, not investment apps. We want them to have a journey through this application,” he said.

Just like similar digital platforms, the registration process and KYC are fully performed on the FUNDtastic application. This platform is also supported by AI technology to recommend the right portfolio according to customer needs and income. Likewise, payment options, ranging from virtual accounts, bank transfers, digital payments, and auto debit.

FUNDtastic business development

Currently, there are only four services offered by FUNDtastic, including FUNDtastic Direct, FUNDtastic for Advisors, FUNDtastic Biz, FUNDtastic for Platforms. Meanwhile, investment products offered are mutual funds, gold, to Government Securities (SBN).

Franky revealed some ongoing business development plans to expand its product portfolio. One of them is the insurance and p2p lending products for the near future. Currently, his team is in the process of integrating with insurance and p2p lending partners.

In addition, the company is also developing new features, allowing customers to record expenses and income. Franky said that this feature will be integrated directly with the customer’s internet banking.

“For us, [this feature] is our strength in the investment platform market. Even later this feature will be related to our micro investing products. Currently, we are still exploring the process of working with several large banks, one of which is BCA,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ilustrasi Aplikasi Investasi / Pexels

FUNDtastic Bidik Pasar Milenial Lewat Branding “Wealth Platform”

Antusias pasar terhadap platform investasi online terus bertumbuh. Hal ini terlihat dari semakin banyak platform-platform serupa yang menawarkan model bisnis dan portofolio beragam.

Salah satunya adalah FUNDtastic yang berpartisipasi dalam mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia, khususnya bagi kalangan milenial. Belum banyak yang tahu bahwa startup ini didirikan sejak 2016.

Ada empat orang pendirinya, antara lain Harry Hartono (CEO), Franky Chandra (CIO), Medwin Susilo (CTO), dan Eri Primaria (founder PT Nusantara Sejahtera Investama).

Awareness platform investasi rendah

Meski sudah berdiri sejak 2016, platform FUNDtastic baru meluncur di 2019. Pada sesi media visit virtual bersama DailySocial, Franky mengungkap bahwa sepanjang periode itu perusahaan melakukan riset pasar terkait persepsi pasar terhadap produk keuangan yang ditawarkan melalui platform digital.

“Selama kami lakukan riset sejak 2017, kami melihat bahwa pasar Indonesia belum siap dalam menerima platform investasi. Saat itu, masyarakat lebih aware dengan platform e-commerce dan payment. Platform ini lebih populer saat itu,” tutur Franky.

Menurut Franky, awareness masyarakat Indonesia terhadap platform investasi online masih rendah. Masyarakat dinilai masih bingung dalam memilih produk investasi yang tepat. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan saat mengembangkan platform FUNDtastic.

Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 2019, ia menyebut jumlah investor di Indonesia hanya berkisar 2-3 juta. Padahal, terdapat 50 juta orang yang dinilai potensial menjadi investor dengan catatan berpenghasilan di atas Rp5 juta per bulan dan mampu menyisihkan uangnya untuk investasi.

Persentase tersebut sangat rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yang jumlah investornya telah mencapai 67 persen. Selain itu, kaum milenial di Indonesia yang cepat beradaptasi terhadap produk digital terus bertumbuh. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 12,6 juta pekerja milenial di Indonesia per 2019.

Pain point kami dalam mengembangkan FUNDtastic saat itu adalah akses terhadap platform investasi yang user-friendly, kesulitan memilih portofolio, dan menemukan platform yang cocok dengan lifestyle mereka,” tutur Franky.

Memposisikan diri sebagai wealth apps

Untuk itu, lanjutnya, perusahaan sejak awal memposisikan diri sebagai platform untuk produk wealth, bukan platform investasi. Platform ini dirancang untuk menjadi digital hub yang menghubungkan stakeholder di ekosistem keuangan, mulai dari customer, advisor, korporasi, penyedia produk investasi, platform pihak ketiga, hingga regulator.

“Kami ingin menghadirkan produk yang lifestyle-related dan ekspertis di bisnis ini supaya customer merasa nyaman. Produk kami juga melalui proses kurasi. Makanya, kami memposisikannya sebagai wealth apps, bukan investment apps. Kami ingin bawa journey mereka melalui aplikasi ini,” ujarnya.

Sama seperti sejumlah platform digital lain, proses registrasi dan KYC sepenuhnya dilakukan melalui aplikasi FUNDtastic. Platform ini juga didukung oleh teknologi AI untuk merekomendasikan portofolio yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan pendapatan customer. Demikian juga opsi pembayaran, mulai dari virtual account, transfer bank, pembayaran digital, dan auto debit.

Pengembangan bisnis FUNDtastic

Saat ini memang baru ada empat layanan yang ditawarkan FUNDtastic, antara lain FUNDtastic Direct, FUNDtastic for Advisors, FUNDtastic Biz, FUNDtastic for Platforms. Sementara, produk investasi yang ditawarkan ada reksa dana, emas, hingga Surat Berharga Negara (SBN).

Franky mengungkap sejumlah rencana pengembangan bisnis ke depan untuk memperluas portofolio produknya. Salah satunya adalah kehadiran produk asuransi dan p2p lending dalam waktu dekat. Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses integrasi dengan mitra asuransi dan p2p lending.

Selain itu, perusahaan juga sedang mengembangkan fitur baru, memungkinkan customer untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan. Franky menyebut bahwa fitur ini nantinya terintegrasi langsung dengan internet banking milik customer.

“Bagi kami, [fitur] ini menjadi kelebihan kami di pasar platform investasi. Bahkan nanti fitur ini akan berkaitan dengan produk micro investing kami. Saat ini, kami masih proses penjajakan kerja sama dengan beberapa bank besar, salah satunya BCA,” tambahnya.

Application Information Will Show Up Here

Platform Investasi Agrikultur “Crowde” Rilis Aplikasi, Bidik 100 Ribu Petani Dapatkan Modal

Crowde, platform investasi agrikultur, meresmikan aplikasi khusus untuk permudah investor memberikan pinjaman kepada para petani. Lewat aplikasi ini, investor dapat dengan mudah memilih proyek yang mau didanai lalu memantau hasil investasinya.

“Tahun ini kami ingin perbanyak jumlah petani yang terbantu lewat tambahan modal. Salah satu caranya adalah lewat peluncuran aplikasi ini, investor dapat berinvestasi mulai dari nilai Rp10 ribu,” terang CEO Crowde Yohanes Sugihtononugroho, Kamis (25/1).

Tahun ini, lanjut Yohanes, pihaknya ingin membantu hingga 100 ribu petani di seluruh Indonesia. Angka ini naik dari pencapaian sebelumnya sebesar 50 ribu petani yang berada di 276 desa tersebar di lima pulau. Adapun nilai realisasi penyaluran diharapkan dapat mencapai Rp100 miliar, naik dari sebelumnya Rp15 miliar.

Sementara itu, total investor yang ingin dihimpun perusahaan dapat mencapai 30 ribu sampai 50 ribu investor, naik dari sebelumnya sekitar 10 ribu investor. Crowde menawarkan imbal hasil kepada investor sekitar 15,6% secara rerata per tahunnya.

“Selain itu, kami juga akan menambah jumlah rekanan dengan banyak koperasi dan universitas, untuk membantu kami dalam hal kontrol dan monitoring petani itu sendiri.”

Selain membantu monitoring, mitra tersebut akan menjadi jembatan yang bisa mempertemukan Crowde dengan para petani. Akan tetapi, tidak semua proyek bisa masuk ke dalam platform Crowde. Pasalnya mereka harus menempuh proses KYC, mulai dari verifikasi profil usaha, resikonya, dan profil petani itu sendiri.

“Kami mau memastikan apakah petaninya tersebut benar-benar serius dengan pekerjaannya. Terlebih, selama ini kami belum memakai jasa asuransi untuk melindungi usaha petani, sekaligus melindungi resiko investasi itu sendiri. Rencananya kami akan segera pakai asuransi untuk menjamin petani dan investor.”

Terkait kebutuhan dana segar, Yohanes menuturkan, saat ini pihaknya membuka opsi tersebut. Akan tetapi, fokusnya belum ke arah tersebut lantaran perusahaan masih memiliki sisa dana dari hasil penggalangan sebelumnya.

Dia mengungkapkan Crowde telah menerima investasi dari angel investor UMG Indonesia senilai US$70 ribu pada 2016.

Application Information Will Show Up Here