Dana sebesar 500 juta dolar Uber siapkan tahun lalu untuk mengembangkan teknologi pemetaan digitalnya sendiri. Bersamaan dengan itu, mereka juga merekrut sejumlah ahli di bidang ini, termasuk salah satunya Brian McClendon yang merupakan mantan petinggi Google Maps, guna memimpin proyek ambisius ini.
Sekitar tujuh bulan berselang sejak inisiatif itu dijalankan, mobil-mobil mapping milik Uber sudah berkeliling di lima benua. Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Inggris Raya, Afrika Selatan dan Australia sudah, dan sekarang giliran Singapura, menjadikannya negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang dipetakan oleh Uber.
Dalam pelaksanaannya, Uber tidak mengoperasikan armada baru, melainkan membekali mobil milik sejumlah mitra pengemudinya dengan perlengkapan ekstra yang dibutuhkan untuk keperluan mapping. Mobil-mobil ini kemudian akan beroperasi seperti biasa, menjemput dan menurunkan penumpang Uber selagi memetakan area di sekitarnya.
Jenis data yang paling diincar Uber adalah pola lalu lintas dan titik-titik penjemputan sekaligus drop-off yang amat spesifik sekaligus presisi, yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan untuk membuat estimasi waktu kedatangan (ETA) jadi lebih akurat. Itulah mengapa Uber merasa perlu menggarap platform mapping-nya sendiri dan tidak terus mengandalkan Google Maps, dimana terdapat sejumlah informasi yang kurang relevan buat Uber.
Selain untuk meningkatkan pengalaman konsumen, upaya pengembangan platform mapping ini juga diyakini dapat memfasilitasi proyek lain Uber, yaitu mobil kemudi otomatis. Seperti yang kita tahu, mobil kemudi otomatis sangat bergantung pada informasi pemetaan yang mendetail, jadi tidak heran apabila Uber terkesan begitu serius menjalankan upaya ini.
Belum diketahui negara mana lagi di Asia yang bakal dikunjungi oleh mobil-mobil mapping Uber. Semoga saja Indonesia bisa menjadi tujuan berikutnya.