Digiro.in merupakan platform yang memungkinkan siapa saja mengembangkan aplikasi pembayaran. CEO Corechain (pengembang Digiro.in) Adryan Malindra menginfokan layanannya kini telah merilis API yang bisa dimanfaatkan developer.
Mengingat Digiro.in bisa dibilang proyek blockchain yang dikembangkan dengan Pos Indonesia, hal itu pula yang akhirnya membedakannya dengan platform payment gateway yang sudah ada. Setiap kali pengguna mendaftar Digiro.in, maka akan mendapatkan akun giro Pos.
Giro dapat didefinisikan sebagai sebuah “surat perintah” pemindahbukuan sejumlah uang dari rekening seseorang ke rekening orang lain. Proses bisnis tersebut yang akhirnya coba diterapkan melalui sistem blockchain oleh Digiro.in.
“Sebenarnya perbedaan dengan payment gateway adalah tiap akun akan diberikan akun giro Pos. Kalau pemilik akun ke kantor Pos mereka bisa langsung (mengambil uang dengan) menyebutkan akun gironya,” ujar Adryan.
Saat ini API Digiro.in dapat mengakomodasi berbagai macam transaksi, mulai dari pembuatan token, pendaftaran akun, cash in/out, cek saldo, transfer giro ke giro, histori dan lain-lain. API tersebut dapat diintegrasikan dengan berbagai bahasa pemrograman, mulai dari Node.js, Java, Python, PHP hingga Objective-C.
Bagaimana sistem blockchain bekerja?
Teknologi blockchain dimanfaatkan untuk pencatatan transaksi. Dalam blockchain, transaksi dari sebuah platform akan dicatat dalam buku besar yang tersimpan dan didistribusikan di seluruh jaringan.
“Nantinya setiap merchant bisa membuat smart contract dengan merchant lainnya. Sehingga tiap pemilik akun (dengan giro) bisa bertransaksi dengan rekanan ainnya. Secara mendasar platform ini programmable, jadi bisa dibangun servis di atasnya,” lanjut Adryan.
Ia turut menyampaikan, Digiro.in saat ini mencoba menargetkan layanan ke pengembang aplikasi. Tujuannya agar mereka dapat leluasa membangun layanan pembayarannya sendiri, tanpa mengikuti aturan payment provider.
Platform Digiro.in saat ini terbagi ke dalam dua kelas, yakni Early Startups dan Enterprise. Pembedanya pada batasan akses dari fitur-fitur yang disediakan.
“Tahun 2019 kami melakukan test market dan harapannya bisa dilanjutkan dengan pengembangan produk sampai seamless. Kami juga menargetkan punya on-board product yang bisa memudahkan integrasi bisnis ke bisnis,” tutup Adryan.
PT Pos Indonesia, through its subsidiary PT Bhakti Wasantara Net (BWN), plans to launch fintech services. The objective is to expand business using the current access and network. BWN is an internet provider company in Indonesia, previously known as Wasantara Net.
BWN’s to-be-launched fintech services include payment, remittance, and peer-to-peer (p2p) lending scheme. BWN to target the mid to low class, particularly stall owners and migrant workers in need for a trusted platform to transfer fund across the country.
“There are 7 million Indonesian migrant workers. There is almost $ 10 billion getting into this country’s pocket per year. Some through expensive and insecure financial protocols by agents. Well, Pos must provide this remittance. Since we are more relevant to the villages,” Gilarsi Wahyu Setijono, PT Pos Indonesia’s President Director, said as quoted from Liputan6.
PosPay as starter
Previously, PT Pos Indonesia has launched PosPay, an app for all payments, such as electricity, water, and shopping bills at some online stores. PosPay has more than 4800 network of Pos Indonesia and 40 thousand agents in all around the country.
In term of business, Pos Indonesia now depends merely as e-commerce support, although still requires some restructuring and rate adjustment to be a profitable logistics company. According to McKinsey, the Indonesian e-commerce sector is predicted to be worth $ 65 billion in 2025, with the online package delivery reaching 4.4 million per days.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
PT Pos Indonesia, melalui anak usaha PT Bhakti Wasantara Net (BWN), berencana meluncurkan layanan fintech. Langkah ini diambil Pos Indonesia untuk memperluas bisnis dengan memanfaatkan akses dan jaringan yang dimiliki. BWN sendiri adalah perusahaan yang menyediakan internet di Indonesia, dulu sempat kita kenal sebagai Wasantara Net.
Nantinya layanan fintech yang akan dihadirkan melalui BWN adalah layanan pembayaran, remitansi, dan pembiayaan dengan skema peer-to-peer (p2p) lending. Secara khusus BWN akan menyasar kalangan menengah ke bawah, khususnya pedagang kaki lima dan pekerja migran, yang membutuhkan platform terpercaya dalam hal pengiriman uang antar negara.
“Ada 7 juta pekerja migran Indonesia. Uangnya yang masuk ke Indonesia hampir $10 miliar per tahun. Dan mereka melalui protokol keuangan yang mahal dan tidak aman kalau lewat agency. Nah remittance ini juga Pos harus hadir melakukan ini. Karena kita relevan dengan ke kampung-kampung,” kata Direktur Utama PT Pos Indonesia Gilarsi Wahyu Setijono, seperti dilansir dari Liputan6.
Sudah punya PosPay
Sebelumnya PT Pos Indonesia juga telah meluncurkan PosPay, aplikasi yang dapat digunakan untuk membayar tagihan listrik, air, hingga belanja di beberapa toko online. PosPay memiliki jaringan di lebih dari 4800 jaringan Pos Indonesia dan 40 ribu agen pos di seluruh Indonesia. BWN sendiri telah menjadi platform perekrutan agen PosPay di seluruh Indonesia.
Secara bisnis, Pos Indonesia kini sangat menggantungkan diri sebagai pendukung layanan e-commerce, meskipun masih membutuhkan restrukturisasi dan penyesuaian tarif untuk menjadi perusahaan logistik yang menguntungkan. Menurut data McKinsey, di tahun 2025 diprediksi sektor e-commerce Indonesia bernilai $65 miliar, dengan dengan pengiriman paket online mencapai 4,4 juta buah setiap harinya.
Persoalan logistik masih menjadi kendala bagi banyak UKM untuk menjamah pasar online. Logistik sendiri terdiri dari banyak aspek, mulai dari penyimpanan, pengepakan, hingga pengiriman. Melihat kondisi tersebut, Bukalapak meluncurkan layanan logistik terpadu BukaPengiriman yang bisa dimanfaatkan oleh UKM secara mudah dan murah.
Kepada DailySocial Corporate Communication Manager Bukalapak Evi Andarinim mengungkapkan, Bukalapak sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di Indonesia terus berupaya untuk memberdayakan para pelaku UKM di Indonesia sebagai penggerak roda perekonomian.
“Dengan adanya fitur BukaPengiriman tersebut, Bukalapak dapat membantu para pelapak yang merupakan pelaku UMKM untuk mengelola pengiriman barang pesanan pelanggan.”
Menggandeng logistik pihak ketiga
Untuk memastikan proses pengiriman berjalan dengan lancar, Bukalapak menggandeng enam perusahaan logistik. Di antaranya adalah J&T Express, Pos Indonesia, Ninja Express, GrabExpress, dan Go-Send. Pelapak nantinya tidak perlu menitipkan (upload) barang ke Bukalapak untuk melakukan pengiriman. Mereka pun dapat memonitor semua pengiriman barang melalui aplikasi Bukalapak.
Layanan ini tersedia secara khusus untuk mitra Bukalapak dan hanya tersedia di aplikasi iOS dan Android. Proses pembayaran pun bisa dilakukan dengan mudah, yaitu cukup membayarkan biaya pengiriman ke Bukalapak dan tidak perlu membayarkan biaya pengiriman ke kurir atau driver.
“Dengan adanya fitur BukaPengiriman ini, Bukalapak berharap semakin banyak para pelaku UKM yang bergabung untuk tumbuh bersama Bukalapak membangun Indonesia,” tutup Evi.
PT POS Indonesia (Pos Indonesia) mengumumkan realisasi kerja sama dengan Kioson, salah satu perusahaan teknologi yang sudah go public di lantai bursa. Pos Indonesia meluncurkan beberapa layanan digital baru, yakni M-Agenpos, Agenpos B2B Kurir, Agenpos B2B Layanan Jasa Keuangan, dan juga Contact Center Oranger.
Menurut Direktur Komersial Pos Indonesia Charles Sitorus, M-Agenpos merupakan aplikasi mobile berbasis Android yang bisa digunakan untuk layanan pembayaran listrik, telekomunikasi, air bersih, tiket pesawat dan kereta, premi asuransi, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Aplikasi ini nantinya bisa membantu pengguna yang biasanya tidak perlu datang ke kantor pos untuk membayar.
Layanan baru lainnya yang disediakan Pos Indonesia adalah Agenpos B2B layanan Jasa Keuangan. Sebuah layanan yang merupakan pengembangan layanan hasil kemitraan dengan Channel Pospay sejak 2002. Dengan layanan ini nantinya pembayaran produk milik mitra Pos Indonesia dengan konsumen B2B bisa dibayarkan secara non tunai melalui aplikasi ponsel pintar, SMS banking, hingga melalui ATM.
Pos Indonesia juga menghadirkan Contact Center Oranger, sebuah layanan pengambilan barang gratis dengan nomor kontak 1500261. Layanan ini diklaim akan mempermudah pengiriman barang masyarakat, penjual online hingga UMKM karena mereka tak perlu mengantar kiriman ke gerai pos. Sedangkan layanan Agenpos B2B Layanan Kurir adalah layanan hasil pengembangan agen pos dengan kerja sama dengan mitra badan usaha secara online.
Mitra usaha harus menyediakan koneksi jaringan virtual antara host-nya dengan host Pos Indonesia. Sementara Pos Indonesia menyediakan layanan jasa kurir denga sistem yang terhubung.
Pos Indonesia sebagai perusahaan logistik dalam dua tahun terakhir cukup aktif dalam implementasi teknologi, baik melalui peluncuran layanan baru hingga kerja sama dengan sejumlah pihak, seperti yang dilakukan dengan Kioson dan MCASH.
Di beberapa daerah, seperti Semarang dan Solo, Pos Indonesia juga mulai memperkenalkan FastPOS, sebuah layanan on demand yang mencoba memberdayakan kurir Pos Indonesia dengan lebih optimal.
PT POS Indonesia sedang berbenah, terutama di sektor digital. Terobosan baru mereka adalah FastPOS. Sebuah aplikasi yang di dalamnya terdapat sejumlah layanan vertikal, seperti pengantaran makanan, pengantaran paket, pembelian pulsa, dan pembayaran tagihan. FastPOS terlihat mengekor Go-Jek dan Grab, tapi apa yang dilakukan POS Indonesia dengan FastPOS adalah bentuk inovasi selanjutnya.
FastPOS memiliki kantor utama di Bandung, namun layanannya dimulai di Jawa Tengah dengan menargetkan membantu UMKM. Soft launching dilangsungkan bulan Agustus silam di Semarang, Jawa Tengah dan kini sudah tersedia pula untuk daerah Solo.
“Ke depannya, Pos Indonesia akan segera diluncurkan juga di kabupaten-kabupaten lainnya di Jawa Tengah, serta di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Kami juga sudah menyusun roadmap produk untuk FastPOS ini, untuk memastikan bahwa FastPOS ini akan selalu tetap ‘seru’ sebagai sebuah aplikasi layanan POS digital bagi seluruh rakyat Indonesia. Semangat kami pun begitu, Dari Pos Untuk Indonesia. Sehingga kami harap masyarakat tidak perlu ragu untuk menggunakan aplikasi FastPOS ini, karena aplikasi ini adalah ‘benar-benar’ milik Indonesia,” jelas Direktur Jaringan dan Layanan Keuangan PT. Pos Indonesia (Persero) Ihwan.
Aplikasi FastPOS memiliki sejumlah fitur unggulan. POS-Bike layanan yang memungkinkan kurir POS Indonesia menjemput paket ke tempat yang ditetapkan untuk kemudian mengantarkan ke tempat tujuan.
Kemudian ada juga POS-Box dan POS-Food. POS-Box merupakan layanan yang digunakan untuk pengiriman dalam jumlah sedang atau besar yang membutuhkan mobil box dari POS Indonesia untuk menjemput paket dari tempat asal. Sedangkan POS-Food merupakan layanan pesan antar makanan yang diantar langsung oleh Faster (kurir POS Indonesia).
Selain memaksimalkan peran kurir, aplikasi FastPOS juga bisa digunakan untuk pembelian pulsa dan pembayaran beberapa jenis tagihan seperti BPJS, PDAM, PLN dan beberapa tagihan lainnya. FastPOS juga memiliki fitur POS-Wallet yang mengakomodasi PosPay dan bisa dimanfaatkan sebagai metode pembayaran.
MCASH dan Pos Indonesia mengumumkan kesepakatan kerja sama sinergi digital untuk pengadaan multi biller Pospay dan layanan loker digital M Box Pos. Dua kerja sama tersebut diharapkan dapat perkuat jaringan distribusi dan infrastruktur logistik seiring dengan pertumbuhan kebutuhan masyarakat Indonesia atas kebutuhan produk digital.
Multi biller Pospay adalah layanan pembayaran digital Pos Indonesia. Pospay akan menyalurkan lebih dari 300 varian biller produk PPOB termasuk pembayaran tagihan PDAM, PBB melalui saluran distribusi MCASH.
Begitupun berbagai produk digital yang dimiliki MCASH seperti voucher games, voucher restoran, pulsa & paket data, dan produk lainnya akan didistribusikan melalui Pospay yang telah menjangkau lebih dari 4.800 Kantor Pos dan 40 ribu agen pos di seluruh Indonesia.
“Perpaduan antara Pos yang jaringan fisiknya terluas dengan teknologi dari MCASH, dapat membantu kami dalam mewujudkan visi Pos sebagai pionir untuk inklusi keuangan dan backbone e-commerce,” ucap Direktur Jaringan dan Layanan Keuangan Pos Indonesia Ihwan Sutardiyanta, Senin (3/9).
Selain kerja sama multi biller Pospay, MCASH dan Pos Indonesia menghadirkan layanan digital locker M Box POS sebagai inovasi yang menghadirkan layanan pengiriman barang/drop off & pick up delivery service, penitipan barang (deposit box), dan e-commerce.
MCASH berperan sebagai penyedia perangkat keras dan perangkat luna, serta jaringan penempatan M Box POS di berbagai lokasi yang akan dikembangkan oleh MCASH. Sedangkan Pos Indonesia berperan sebagai enabler e-commerce dalam bidang logistik sebagai perusahaan dengan infrastruktur logistik. Pos Indonesia juga akan menempatkan M Box POS dalam jaringan kantor Pos.
“Melalui M Box POS kami ingin turut berperan dalam mengembankan infrastruktur logistik di Indonesia dengan menghadirkan berbagai inovasi dan kemudahan tersebut. Pelanggan dapat menikmati fitur-fitur M Box POS yang tersedia di jaringan supermarket dan gedung perkantoran di Jakarta, nantinya akan berkembang ke luar Jakarta,” tambah Direktur MCASH Suryandy Jahja.
Kondisi bisnis e-commerce di Indonesia sering disamakan dengan Tiongkok. Banyak yang bilang, Indonesia saat ini adalah kondisi Tiongkok pada 10 tahun lalu. Indonesia diprediksi bisa memangkas ketimpangan waktu tersebut dalam waktu singkat.
Pernyataan tersebut didukung fakta masih berlangsungnya berbagai upaya dari pemerintah untuk membangun infrastruktur pendukung. Pekerjaan rumah terbesar pemerintah Indonesia adalah menghubungkan seluruh wilayah dengan koneksi internet dan mengintegrasikan sistem logistik untuk menekan biaya pengiriman.
Sesungguhnya urusan ketimpangan berlaku juga untuk Tiongkok. Dilihat dari segi ekonomi makro, negara Tirai Bambu ini masih mengalami disparitas, pusat perekonomian negara didorong kawasan timur ketimbang barat.
Persoalannya bagaimana mengurangi tingkat urbanisasi tak hanya menjadi PR untuk pemerintah setempat, tapi perlu bantuan dari pihak swasta. Alibaba punya jawaban tersendiri untuk mengatasinya dengan menggelar proyek Rural Taobao.
Rural Taobao pertama kali meluncur di akhir 2014. Sebenarnya proyek ini berawal dari ide yang berbau CSR, namun sudah dimasukkan ke dalam unit bisnis Taobao. Kendati demikian, belum menjadi unit bisnis yang bisa dimonetisasi karena sifatnya jangka panjang dan belum sampai ke tahap tersebut.
Kepada sejumlah media asal Indonesia, termasuk DailySocial, yang diundang Alibaba ke markasnya, perwakilan perusahaan menyebut proyek ini adalah ajang mempromosikan transaksi dua arah antara Tiongkok kawasan pedesaan dan perkotaan.
Warga desa menjadi sasaran empuk Alibaba, lantaran sekitar 600 juta dari 1,4 miliar penduduk Tiongkok tinggal di desa. Mereka bukan hanya menjadi sumber produk dan sumber daya yang dibutuhkan negara, namun juga memiliki daya beli yang besar.
Dikutip dari CNNIC (China Internet Network Information Center), tingkat penetrasi di kawasan pedesaan hanya 35,4% sedangkan kawasan urban mencapai 71% per Desember 2017. Kendati masih rendah, proporsi pengguna internet di desa terus meningkat.
Masih dikutip dari sumber yang sama, jumlah pengguna internet di area pedesaan meningkat 4% menjadi 209 juta sejak Desember 2016, mewakili 27% dari total pengguna internet di Tiongkok.
Secara kualitas jaringan, meski sangat terbatas namun sudah 4G. Ini masih menjadi PR karena rintangan geografis dan infrastruktur harga pendistribusian internet ke wilayah terpencil sangat mahal.
“Proyek ini sudah masuk ke versi 4.0 jadi kami lewati fase penetrasi internet lewat PC, melainkan langsung ke tahap smartphone. Jadi kami dorong warga desa untuk mengakses internet di smartphone dan berbelanja di sana dengan sinyal yang sudah 4G,” ucap pihak Alibaba.
Untuk melancarkan proyek ini, Alibaba bangun jaringan pusat pelayanan e-commerce di level kabupaten untuk menghilangkan keterbatasan logistik dan jalur masuknya informasi, serta kekurangan tenaga kerja dan pengetahuan seputar e-commerce.
Tempat tersebut dioperasikan oleh seorang agen yang direkrut dari komunitas lokal bernama “Perwakilan Rural Taobao”. Agen tersebut bertanggung jawab terhadap kabupaten masing-masing. Menerima upah melalui biaya pelatihan untuk memfasilitasi pesanan e-commerce dan menyediakan pelayanan lokal.
Di sana, pusat pelayanan sekaligus menjadi fasilitas penyortiran untuk paket yang masuk dari pesanan warga desa. Warga bisa langsung mengambil pesanan mereka atau dibantu pengirimannya oleh manager dengan radius maksimal pengiriman 3 km.
Lama pengiriman sejak order dikirim pun bervariasi tergantung provinsi. Bila masih dalam provinsi yang sama, barang akan sampai ke pusat pelayanan antara 1-3 hari, jika di luar provinsi bisa memakan waktu antara 4-5 hari. Rata-rata durasi pengiriman ini mirip dengan kondisi di Indonesia.
Hingga November 2017, Rural Taobao telah berdiri di lebih dari 30 ribu pusat pelayanan desa di 29 provinsi di Tiongkok. Diklaim lebih dari 10% dari populasi desa menjual produk online di Alibaba dengan pendapatan tahunan setidaknya RMB 10 juta (sekitar USD 1,6 juta).
Sejak pertama kali diluncurkan, Alibaba Group berkomitmen untuk berinvestasi sebanyak RMB 10 miliar (sekitar US$1,6 miliar) selama tiga sampai lima tahun untuk membangun 1.000 pusat operasi tingkat kabupaten dan 100 ribu pusat pelayanan desa di seluruh Tiongkok.
Selektif memilih agen
Dalam merekrut agennya, Alibaba menetapkan mereka harus bekerja penuh waktu, umumnya menargetkan penduduk muda yang paham akan internet dan pernah tinggal di perkotaan. Mereka juga harus bersedia kembali ke desanya masing-masing untuk mengembangkan pusat pelayanan Rural Taobao.
Tak sembarang Alibaba merekrut seorang agen. Para kandidat diharuskan mengikuti ujian untuk memastikan mereka memiliki kemampuan dan komitmen dalam melayani komunitas mereka. Selain menjadi agen berbelanja, mereka diharapkan dapat menawarkan sejumlah pelayanan yang bersangkutan dengan mata pencaharian penduduk desa dengan memanfaatkan ekosistem dari Alibaba Group.
Termasuk di dalam pelayanan ini adalah pelayanan berbelanja online, pengadaan pembelian kebutuhan bertani, pembayaran tagihan pemesanan tiket dan penginapan, membuat janji kunjungan medis, aplikasi simpanan bank, pelatihan pengusaha, dan berbagai tawaran budaya dan hiburan.
Berkunjung langsung ke lapangan
Tak hanya menjelaskan latar belakang dan informasi terbaru Rural Taobao, kami juga diajak menemui langsung dua pusat layanan di desa Leping dan Bainiu. Keduanya berlokasi di Kabupaten Qianchuan, Provinsi Zhejiang, Tiongkok.
Bainiu terkenal dengan produk kacang kenari. Warga desa memanfaatkan Taobao untuk memasarkan produk olahannya tersebut. Kami menemui Xu Bing Bing, pemasok kacang kenari. Kesehariannya, Xu membeli kacang dari para petani di desa sekitar, lalu memasoknya ke para pengolah, diberi rasa, dan dipasarkan melalui Taobao.
Xu mengenal Taobao sejak 2007, hasil ajakan teman-temannya yang sudah lebih dulu menggunakan. Dia menjadi salah satu dari 400 lebih warga yang telah merasakan dampak dari kehadiran layanan e-commerce terhadap lapangan pekerjaan, tanpa harus meninggalkan keluarga untuk bekerja di kota.
Desa ini hanya memiliki 500 keluarga dan memiliki 68 toko online di Taobao dan Tmall. Total penghasilannya mencapai RMB 350 juta (sekitar USD 55,7 juta) tahun lalu.
Selain Bainiu, kami juga mengunjungi desa Leping. Masih satu provinsi dengan Bainiu, namun jaraknya cukup jauh, sekitar 50 km. Di sana, kami menemui Zheng Weiling yang memilih kembali ke desa suaminya dan membuka pusat layanan di 2015. Sebelumnya ia bekerja di Shenzhen, namun memilih kembali ke desa demi menikmati lebih banyak waktu bersama keluarga.
Sebelum pusat layanan ini berdiri, warga desa Leping perlu menempuh jarak 20 km untuk mengambil barang yang mereka beli secara online. Kini 3 km saja. Zheng menceritakan ia banyak menghabiskan waktu untuk mengajarkan warga setempat tentang cara mengoperasikan komputer atau smartphone untuk membeli produk secara online.
Tempatnya tak hanya menjadi tempat parkir paket warga, namun juga menjual produk-produk populer bagi masyarakat setempat, seperti produk peralatan rumah tangga, material dekorasi, produk keperluan sehari-hari, serta bahan-bahan pertanian.
Zheng mengaku kini pendapatan bulanannya stabil di kisaran RMB 6 ribu (sekitar USD 955). “Sekitar 80-90 paket berdatangan setiap harinya, lalu kami pilah pilih kembali mana paket yang akan diantar, mana yang akan diambil langsung warga,” tutur Zheng.
Alibaba mengaku masih memiliki PR bagaimana bisa mengirim barang ke seluruh Tiongkok dalam waktu satu hari saja. Perusahaan mengerahkan berbagai inovasi dari lini unit usahanya untuk membantu mewujudkannya. Lewat Cainiao Network, contohnya. Sebagai perusahaan logistik, Cainiao kini memiliki 200 robot AGV (automated guided vehicles) yang ditempatkan dalam dalam salah satu gudang Alibaba di Huizhou.
Robot tersebut mampu memproses satu juta pengiriman dalam sehari atau tiga kali lebih efisien dari operasi manual. Robot bisa dipakai selama enam jam dan durasi charge hanya satu jam.
Indonesia bisa belajar
Indonesia memiliki banyak potensi produksi lokal yang layak dipasarkan. Upaya yang dilakukan Alibaba juga dilakukan perusahaan e-commerce di Indonesia dengan berbagai pendekatan.
Blanja menyediakan platform khusus UMKM, sementara Lazada secara bertahap mengedukasi mitra UMKM untuk go online dan berencana untuk mengajak mereka berdagang di platform global milik Lazada.
Ada juga Blibli yang memilih menggandeng Pos Indonesia dan memanfaatkan jaringan kantor dengan menempatkan kiosk Blibli InStore di Kantor Pos. Blibli ingin menyasar konsumen ke area rural tier dua dan tiga, yang terdiri dari pelanggan setia Kantor Pos, karyawan Pos Indonesia, sekaligus penduduk sekitarnya.
Mereka didorong bertransaksi lewat perangkat yang disediakan Blibli dan membayarnya secara tunai lewat Pospay. Setiap pesanan akan dikirim menggunakan Pos Kilat Khusus hingga retur barang secara gratis.
Ada banyak lagi inisiasi yang dilakukan perusahaan e-commerce untuk meningkatkan derajat UMKM lokal. Salah satu dampak yang diharapkan adalah berkurangnya tingkat urbanisasi dan naiknya ekonomi daerah.
Apakah Alibaba cocok untuk menjadi role model yang tepat? Meski tidak semuanya bisa diterapkan saat ini, kita bisa mencontoh bagaimana mengintegrasikan sistem terpadu yang dimiliki berbagai perusahaan logistik dan layanan e-commerce.
Yang Indonesia butuhkan adalah menekan ongkos logistik yang mahal dan memiliki jaringan internet yang stabil agar semakin banyak orang mau memanfaatkan platform online untuk berjualan ataupun membeli barang.
Inisiasi yang dilakukan antar perusahaan swasta dan BUMN sebenarnya sudah cukup nyata. Hanya saja butuh andil dari pemerintah di tengah-tengah untuk mengawal seluruh prosesnya.
Lalu hal-hal apa saja yang memerlukan kehadiran pemerintah? Jawabannya ada di peta jalan e-commerce. Semua sudah tertera jelas di sana, apa saja PR-nya, kapan tenggat waktunya selesai, dan sebagainya. Sejak diresmikan di tahun lalu, hingga sekarang belum ada langkah nyata implementasinya padahal peta jalan tersebut memiliki tenggat waktu sampai 2019. Itulah mengapa, baik Indonesia maupun Tiongkok, pada akhirnya memiliki PR masing-masing yang harus diselesaikan.
Melalui kerja sama strategis yang baru diumumkan, Pos Indonesia berencana memanfaatkan jaringan kemitraan Kioson untuk menjadi perpanjangan layanan perseroan. Agen Kioson kini akan masuk dalam sistem logistik Pos Indonesia sehingga memudahkan konsumen e-commerce masuk ke daerah lapis kedua dan ketiga.
“Kami secara selektif memilih mitra terpercaya, mempunyai potensi bisnis jangka panjang dan tentunya memberi manfaat bagi masyarakat. Karenanya, kami senang bisa bekerja sama dengan Kioson yang telah memiliki 30 ribu mitra di seluruh Indonesia,” terang Direktur Informasi dan Teknologi Pos Indonesia Charles Sitorus, Selasa (13/2).
Direktur Utama Kioson Jasin Halim menambahkan kerja sama ini adalah upaya perseroan dalam menjembatani underserved market dengan dunia digital lewat bisnis O2O (Online to Offline). Logistik masih menjadi permasalahan di berbagai kota, karena kurangnya jangkauan dari penyelenggara bisnis.
“Bagi mitra Kioson, hal ini merupakan peluang bisnis tambahan bagi kiosnya,” kata Jasin.
Dalam implementasi kerja sama ini, sambung dia, kios mitra menjadi titik pembayaran, pengambilan-pengantaran barang dari layanan e-commerce. Ditambah, perluasan akses Kantor Pos sebagai tempat top up pulsa sehingga memudahkan mitra untuk berbisnis.
Nantinya dalam aplikasi Kioson akan terdapat layanan Pos Indonesia yang sebelumnya diintegrasikan oleh anak usaha Kioson, Narindo Solusi Komunikasi. Layanan tersebut di antaranya layanan jasa kurir (pengiriman surat-paket), layanan jasa keuangan (Pospay), dan penjualan prangko dan materai.
Mitra Kioson secara bertahap akan dilatih untuk melayani berbagai layanan tersebut. Ini dimaksudkan agar pelayanan yang didapat konsumen tetap sama saat mengunjungi Kantor Pos. Sampai kuartal pertama ini, ditargetkan implementasi akan dimulai dari mitra yang berlokasi di pulau Jawa.
Menurut Jasin, untuk jangka waktu kerja sama ini akan dilakukan hingga lima tahun ke depan. Kendati demikian, pihaknya tidak menargetkan secara spesifik persentase pertumbuhan bisnis yang bisa dikontribusikan ke perusahaan. Tetapi lebih diarahkan untuk mitra Kioson itu sendiri yang diharapkan bisa mendapat penambahan pendapatan.
“Nanti investasi peralatan mitra akan ditanggung oleh Kioson seperti hardware untuk timbangan dan pelatihan. Untuk tahap pertama, hardware kita siapkan Rp1 miliar dari kas internal.”
Disebutkan Kioson memiliki 30 ribu mitra sampai akhir tahun lalu, sebagian besar tersebar di provinsi Jawa dan Sumatera. Kioson menargetkan sampai akhir tahun ini jumlah mitra dapat mencapai 50 ribu orang.
Kioson diklaim sudah melayani lebih dari 4 juta pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk yang dilayani mulai dari penjualan pulsa, paket data, penjualan produk e-commerce, loket pembayaran telepon, TV kabel, PDAM, asuransi, dan e-commerce.
Transformasi Pos Indonesia ke digital
Charles melanjutkan mulai tahun ini perseroan mulai mempersiapkan transformasi bisnis ke arah digital, setelah merekrut tim konsultan pada tahun lalu. Rencana ini dilakukan sebagai dengan amanat yang diberikan pemerintah dalam Paket Kebijakan Jilid 14 tentang Peta Jalan E-Commerce.
Dalam paket tersebut, menyebut Pos Indonesia mengemban misi untuk menjadi tulang punggung utama dalam hal logistik dan e-commerce nasional.
“Logistik itu adalah industri yang besar, ada gudang, transportasi, manajemennya. Kita sedang intens bicarakan dengan berbagai kementerian bagaimana positioning kita. Sebab ini menyangkut biaya investasi yang jumlahnya tidak sedikit.”
Sembari menunggu keputusan diambil, secara paralel perseroan juga mulai berbenah memperbaiki berbagai lini agar sejalan dengan perkembangan saat ini. Terlebih soal persaingan dengan perusahaan swasta, dia mengaku cukup tertantang. Lantaran kebutuhan pelanggan yang semakin dinamis, dan harus dijawab dengan cepat.
“Namun kami yakin dengan semangat transformasi ke digital, dengan bekal pengalaman dan jaringan yang sudah kami bangun akan lebih cepat [proses transformasinya].”
Dalam waktu dekat, Pos juga akan merilis aplikasi jasa keuangan Pospay agar bisa digunakan oleh semua orang. Selama ini, Pospay baru tersedia dalam sistem Pos Indonesia. Sehingga hanya bisa diakses ketika pengguna masuk ke dalam Kantor Pos.
“Inginnya dalam semester II 2018, aplikasinya sudah bisa diunduh. Sekarang kami masih berdiskusi dengan otoritas sistem pembayaran [Bank Indonesia],” tutup Charles.
Blibli is getting intensive for business in rural areas by partnering with Pos Indonesia. Blibli expects the strategic partners can provide access for unbankable society to start online transaction.
One of its realizations is putting the Blibli InStore kiosk in post office. Therefore, its customers can do direct transaction via the kiosk and pay with cash using Pospay. Delivery service will be using Pos Kilat Khusus (special service), with free return.
“We see the strong network of Pos Indonesia has reached tier two and tier three. This is a great prospect to expand Blibli’s market, and help customers getting selected product online,” Kusumo Martanto, Blibli’s CEO, explained on Thu (2/1).
Pos Indonesia’s President Director Gilarsi W. Setijono added to this partnership that it is company’s breakthrough to keep up with e-commerce’s rapid growth. For him, there are 3 elements needed to win the digital economy era, those are people, network, and technology.
Pos Indonesia has two out of those three, but the technology is up to its expectation. Therefore, the company seeks to take advantage of the technology provided by partners.
The partnership between Pos Indonesia and Blibli is expected to push people in rural areas includes post office’s customer, employees, and other inhabitants to do online transaction.
“E-commerce presence in post office is expected to add new segment of customers, and increase our offering services,” Setijono mentioned.
For starters, Blibli InStore kiosks are available in Jabodetabek, Bandung, Pandeglang, Rangkasbitung, Serang and Cilegon areas. The kiosk has reached 32 points in total. Furthermore, it will be available in Central and East Java areas.
“We’ll focus and invest more in this. Online or offline is just the media, customer is our number one priority. We want them to be more connected with us.”
Additional warehouse
In shortening delivery time, Martanto mentioned adding eight more warehouses this year. Blibli targets to have 15 warehouses scattered around Indonesia.
“By having many warehouses, we can work with many logistic companies. The point is that delivery will be faster, instead of centralized in Jakarta.”
Blibli’s website and mobile app, in total, have 40 to 50 million unique visitors per month. It is targeted to have increased five times by the end of this year.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian