Tag Archives: product management

Zakka Fauzan Muhammad

Peluang Startup Agritech Selesaikan Isu Manajemen Produk Pertanian

Sektor pertanian selalu menjadi perhatian besar di Indonesia, sebagai negara yang kerap mengklaim dirinya sebagai agraris. Kemunculan startup agritech relatif berhasil mengubah lanskap pertanian meskipun di dalamnya masih terdapat banyak sekali masalah belum terpecahkan.

Dalam #SelasaStartup minggu ketiga November 2019, menghadirkan VP of Product TaniHub Zakka Fauzan Muhammad. Ia mengemukakan seluk-beluk peluang dan tantangan agritech dari sudut pandang manajemen produk (product management).

Tantangan dan kesempatan

Sayur dan buah adalah sumber pangan penting yang menjadi salah satu komoditas utama TaniHub. Salah satu masalah besar menurut Zakka untuk komoditas ini adalah hasil panen dengan kualitas terbaik dari petani lokal masih terbilang sedikit. Diperkirakan hasil panen petani lokal yang memiliki grade A hanya sekitar 10-20%, grade B sekitar 20%, grade C sekitar 30-40%, dan sisanya grade D ke bawah.

“Petani kita ada kecenderungan lebih suka panennya dibeli semua dengan harga murah padahal grade A itu harganya bisa dua kali atau tiga kali lipat dari grade C,” ujar Zakka.

Salah satu penyebab kecilnya hasil panen berkualitas itu terkait pengairan dan pemupukan yang tidak merata. Zakka mengakui teknologi pertanian di sini masih jauh dari mapan sehingga ada kemungkinan pengairan dan pemupukan lahan pertanian tidak merata karena sifatnya yang masih manual.

Tantangan berikutnya, menurut Zakka, adalah memperkirakan angka permintaan konsumen dan hasil panen di sisi lain. Mencari titik temu antara supply dan demand ini adalah pekerjaan besar.

“Ini tantangan untuk product development. Caranya kita bisa lihat data beberapa tahun ke belakang agar bisa meminimalkan demand yang tidak terpenuhi dan supply yang berlebih,” ucapnya.

Zakka menambahkan tantangan lain yang tak kalah sulit adalah menghitung waktu pembusukan hasil panen. Faktor ini bisa berpengaruh besar terhadap distribusi.

Di sisi lain, mereka punya kesempatan mencari tahu waktu pembusukan paling akurat. Jika berhasil mereka bisa menentukan waktu penyimpanan dan pengiriman paling akurat agar produk yang dikirim tak akan lebih dari usia matangnya.

“Belum ada teknologi untuk mengukur kecepatan matang buah atau sayur,” pungkas Zakka.

Menurutnya, TaniHub saat ini memiliki sejumlah aplikasi dengan tujuan penggunaan berbeda. Aplikasi pertama untuk konsumen, yang kedua untuk petani, ketiga untuk tim internal, manajemen gudang, dan terakhir TaniFund.

TaniHub kini diklaim sudah merangkul sekitar 35 ribu petani dengan 800 SKU. Mayoritas produk yang mereka hasilkan antara lain buah, sayur, ikan, ayam, dan beras.

Go-Life Product Management Lead, Adi Purwanto Sujarwadi / DailySocial

Menentukan Cara Tepat “Scale Up” Produk

Dalam sesi #SelasaStartup minggu ini, DailySocial mengundang Go-Life Product Management Lead, Adi Purwanto Sujarwadi. Belajar dari pengalamannya membuat produk yang makin popular di kalangan pengguna, Adi membagikan tips seru seputar cara tepat membuat produk dan kapan waktu yang pas untuk melepaskan produk jika tidak berjalan dengan baik.

Berikut adalah tips tentang bagaimana startup membangun produk dan harus melakukan scale up.

Temukan masalah yang ada

Sebelum produk dibuat temukan dulu masalah yang ada. Jangan membuat produk berdasarkan idealisme saja atau sekedar menghadirkan teknologi yang baru. Jika produk tersebut pada akhirnya tidak dibutuhkan oleh target pasar, upaya yang sudah dilakukan akan menjadi sia-sia. Yang perlu diingat adalah, produk tidak hanya aplikasi, namun berupa layanan yang ditawarkan kepada pengguna.

“Aplikasi hanya alat, namun produk dari startup yang sebenarnya adalah layanan itu sendiri. Produk tersebut harus bisa menjadi solusi dari problem yang ada,” kata Adi.

Hipotesis

Setelah solusi untuk mengatasi problem tersebut ditemukan, langkah selanjutnya adalah melakukan hipotesis. Buatlah prototipe atau contoh kasus yang bisa validasi ide. Adi mengingatkan untuk membuat produk paling mendasar dulu.

Jangan pernah bertanya ke target pasar tentang produk apa yang mereka inginkan. Jawaban yang didapatkan nantinya akan terlalu luas dan tidak relevan. Buatlah produk secara bertahap, dimulai dengan hal paling mendasar kemudian tambah fitur lainnya sesuai dengan kebutuhan dan demand dari target pasar.

Uji coba

Proses ini saatnya startup melakukan MVP (minimum viable product), namun demikian upayakan untuk membuat produk tersebut sebaik mungkin dan jangan terlalu cepat dilemparkan ke pasar. Hal ini menurut Adi kurang baik untuk produk itu sendiri. Pada akhirnya proses MVP ini juga harus memberikan nilai lebih kepada target pengguna.

“Banyak yang menganggap proses MVP tersebut harus dilakukan secara cepat, namun jika produk tersebut belum siap, proses yang tergesa-gesa akan mengganggu proses selanjutnya.”

Hasil produk

Setelah semua proses dilakukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan hasil tersebut (result) yang kebanyakan dalam bentuk data. Rangkum semua feedback, error hingga keberhasilan yang dicapai, kemudian olah semua dan kumpulkan data untuk kemudian di lihat dan diprediksi produk yang ada. Data menjadi penting untuk bisa mengembangkan dan melanjutkan tahap scale up produk.

Proses ini juga bisa digunakan untuk mempelajari dan melakukan koreksi terhadap produk yang sudah dibuat. Adi juga mengingatkan jangan terlalu fokus dengan data saja, gunakan data tersebut sesuai kebutuhan, hindari untuk menjadi “budak” data.

“Saat startup siap masuk ke tahap scale up, harus memikirkan retention. Utamakan pengguna yang loyal agar aspek word of mouth bisa berjalan, yang ternyata sangat efektif untuk promosi secara organik,” kata Adi.

Seri Pengembangan Produk #3: tentang Minimum Viable Product

Arikel seri sebelumnya telah membahas tentang Product Management dan Product-Market Fit untuk menemukan sekaligus memvalidasi tipikal produk yang tepat. Sedikit mengulas kembali, bahwa simpulan definisi produk adalah solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah. Pada seri ini, akan dibahas tentang bagaimana startup menguji solusi yang ditawarkan, sehingga mengetahui sejauh apa penerimaan masyarakat.

Teknik tersebut disebut dengan Minimum Viable Product (MVP). Sesuai namanya, MVP merupakan hasil pekerjaan paling minimalis yang dapat disajikan ke calon pengguna dengan tujuan mendapatkan banyak pelajaran ketertarikan dan masukan calon pengguna. Sederhananya seperti ini, sebut saja startup memiliki visi untuk mengembangkan produk ABC dengan fitur X, Y, Z. Startup hanya perlu meluncurkan X (dianggap sebagai fitur paling penting) untuk segera dikenalkan ke pasar.

Beberapa pertimbangan mendasar mengapa MVP diperlukan sebelum produk tersebut benar-benar dijadikan adalah untuk mengurangi risiko, meningkatkan kemungkinan untuk sukses, mendapatkan timbal balik lebih cepat, mengurangi kompleksitas hingga mengukur proses pengembangan.

Mulai mengembangkan MVP

MVP dibuat setelah startup benar-benar mengetahui visi produk yang akan dikembangkan, biasanya masih bersifat ide dan konseptual. Project Manager, membuat daftar fitur atau prioritas pengembangan sesuai dengan urgensinya. Hal pertama yang harus setelah ada daftar prioritas tersebut, lakukan penjajakan setiap fitur yang akan dikembangkan dengan mempertemukan antara asumsi dan risiko yang mungkin terjadi.

Sebagai contoh sebuah startup akan mengembangkan sebuah platform mobile untuk pembelajaran jarak jauh. Salah satu fitur di dalamnya ialah adanya konten interaktif untuk pembelajaran siswa secara mandiri. Asumsinya dengan adanya konten tersebut siswa tidak bergantung dengan guru dan memiliki semangat belajar yang tinggi. Dan risikonya adalah jika para siswa menanggap konten konvensional seperti buku lebih nyaman digunakan untuk belajar harian.

Namun itu masih sebatas estimasi, sehingga perlu dilakukan pengujian. Sebelum melakukan pengujian, pastikan startup telah mengidentifikasi variabel untuk memvalidasi keabsahan ide yang digagas. Paling mudah dengan menentukan faktor keberhasilan dengan angka numerik. Misalnya jika meneruskan contoh produk sebelumnya, validasinya bisa berupa: jika konten mendapatkan rating minimal 4 dari 80% pengguna maka dikatakan disukai.

Sehingga didapatkan formula sebagai berikut: Kami melihat <pengguna> memiliki <masalah yang <dihadapi>. Kami dapat membantu mereka dengan <solusi yang ditawarkan>. Kami tahu kami sedang mengerjakan hal yang benar jika <ukuran keberhasilan>.

Contoh penerapan formula yang sama dengan studi kasus Uber, oleh Frankie Le Nguyen
Contoh penerapan formula yang sama dengan studi kasus Uber, oleh Frankie Le Nguyen

Strategi implementasi MVP

Pada dasarnya MVP tidak harus berupa barang siap pakai atau aplikasi prototipe yang dapat dioperasikan –walaupun jika memungkinkan cenderung akan lebih baik dalam memberikan gambaran kepada konsumen. Dalam konsep pengembangan produk sejauh ini dikenal beberapa tipe implementasi populer penyampaian MVP, di antaranya:

  • Concierge
  • Wizard of Oz
  • Landing Pages
  • Videos
  • Crowdfunding
  • Single Feature MVP
  • Paper Prototypes
  • Customer Interviews

Dari beberapa bentuk implementasi MVP di atas, penggunaannya sangat bergantung dengan karakteristik produk yang ingin diperkenalkan dan disampaikan ke calon pengguna. Untuk format video misalnya, dapat digunakan untuk menjelaskan sebuah konsep yang cenderung sulit dipahami oleh pengguna, bisa jadi karena itu adalah hal yang baru. Video yang dibuat harus menggambarkan antarmuka yang mirip dengan konsep produk yang dikembangkan. Contoh startup populer yang menggunakan model ini dalam MVP adalah Dropbox.

Kemudian Landing Page atau sebuah halaman website tunggal untuk memberikan penjelasan dan gambaran dari proof-of-concept dari produk. Selain informasi produk secara umum, di sini pengembang juga dapat memberikan kanal respons untuk mengetahui ketertarikan calon pengguna. Contoh startup yang mengimplementasikan model ini adalah Buffer. Mereka melihat ketertarikan pengguna dengan menambahkan sebuah kolom email untuk pemberitahuan ke calon pengguna ketika produk benar-benar siap untuk dicoba.

Tren yang ada saat ini adalah dengan meluncurkan fitur terbatas pada aplikasi. Seperti yang dilakukan Foursquare pada awal pengembangan. Ia hanya mengaktifkan sebuah fitur utama untuk mengeliminasi kebingungan pengguna sekaligus memfokuskan pengguna pada layanan utama yang mereka miliki, yakni check-in di suatu tempat.

Hasil akhir yang diharapkan dari proses ini ialah memberikan perspektif yang benar-benar baru bagi tim produk dari sisi konsumen yang akan menjadi pangsa pasar. Dari sini tim pengembang dapat bergerak lebih cepat, mengetahui secara eksplisit mengenai apa yang harus disesuaikan dan apa yang harus ditambah sesuai dengan masukan pengguna. Product Manager akan berperan sentral dalam proses MVP, untuk menentukan iterasi dan mengatur komunikasi dengan pengguna untuk memastikan masukan yang diberikan terjaring dengan baik.

Seri Pengembangan Produk #2: tentang Product-Market Fit

Pada seri sebelumnya telah dibahas mengenai Product Management dan Product Manager dalam sebuah proses pengembangan.

Selanjutnya akan dibahas mengenai kondisi Product-Market Fit. Secara sederhana, Product-Market Fit dapat tercapai bila solusi yang tepat diciptakan untuk pasar yang tepat. Sifat Product-Market Fit adalah memvalidasi gagasan ide produk yang dirancang. Sehingga jika melihat dari definisi tersebut, untuk mencapai Product-Market Fit kuncinya startup harus mampu memecahkan masalah konsumen dengan proses bisnis yang dimilikinya.

Dalam proses ini pengukuran menjadi kunci untuk menilai apakah produk yang dikembangkan sudah mencapai Product-Market Fit atau belum. Terkait dengan pengukurannya, setiap produk akan memiliki cara yang berbeda-beda, sangat bergantung pada bagaimana produk tersebut didistribusikan dan digunakan oleh masyarakat.

Umumnya pada sebuah produk digital startup, standar pengukurannya seperti pada jumlah orang yang menggunakan produk/layanan, tingkat pertumbuhan pengguna produk/layanan dari waktu ke waktu, hingga kepuasan pelanggan terkait dengan produk/layanan yang diberikan.

Bagi startup, untuk melakukan penyusunan diperlukan validasi untuk setiap hipotesis yang dimiliki. Misalnya beberapa contoh capaian Product-Market Fit untuk startup yang sudah besar saat ini. Pertama Dropbox, hipotesisnya bisnis akan memberikan versi gratis layanan dengan kapasitas tertentu untuk mendapatkan jumlah konsumen yang banyak. Maka dari hipotesis tersebut Dropbox akan mencapai Product-Market Fit jika sekian persen pengguna yang mau membayar untuk kapasitas penyimpanan yang lebih besar.

Kemudian contoh lagi hipotesis Groupon. Dengan layanannya bisnis memberikan diskon besar dalam jangka waktu singkat untuk mendapatkan sejumlah pelanggan baru. Maka Groupon akan mencapai Product-Market Fit bila secara konsisten dapat meyakinkan bisnis untuk membuat kesepakatan diskon dengan layanannya untuk menarik pelanggan baru, dan mampu mengulangnya untuk ragam bisnis dan area.

Bersiap untuk mencapai Product-Market Fit

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membawa startup mencapai Product-Market Fit. Sebelum membahas teknis dan skemanya terkait dengan produk (akan dimasukkan dalam pembahasan Minimum Viable Product di seri berikutnya), ada beberapa analisis pragmatis yang perlu dilakukan. Pertama ialah memahami pasar –di dalamnya terdapat ragam variabel terkait calon pengguna. Pengamatan juga perlu dilakukan secara detail, tidak hanya terpaku pada prakiraan nilai semata, namun harus benar-benar mengerti sampai pada level segmentasi pasar.

Prinsipnya untuk pasar, semakin spesifik semakin fokus bisnis dan produk startup dikembangkan. Selain melakukan pengamatan langsung, hal yang bisa dilakukan untuk identifikasi pasar adalah berdiskusi dengan para pakar. Umumnya investor ataupun mentor memiliki pandangan yang jelas terkait dengan pasar. Mengapa pandangan seputar pangsa pasar penting? Ini akan dikorelasikan dengan proses yang dikerjakan dalam Product Management, saat Product Manager berkumpul dengan orang Business Development untuk memastikan produk tersebut mencapai Product-Market Fit.

Value Proposition untuk mencapai Product-Market Fit

Ada satu komponen bisnis yang sangat berhubungan dengan Product-Market Fit adalah Value Proposition. Yakni tentang nilai apa yang akan diberikan oleh startup kepada segmen pasar. Untuk mendapatkannya cara yang paling valid ialah berkomunikasi langsung dengan calon konsumen, melalui metode wawancara ataupun survei. Terkadang membutuhkan proses dalam iterasi tertentu, sehingga mampu terdefinisikan dengan baik unsur penting yang akan menjadi DNA produk.

Seri Pengembangan Produk #1: tentang Product Management dan Product Manager

Salah satu hal krusial dalam startup adalah terkait dengan pengembangan produk. Sebagai sebuah bisnis yang memiliki inovasi berkelanjutan, startup dituntut untuk bisa selalu melakukan pembaruan fitur. Untuk memastikan proses itu terjadi, penting untuk memahami tentang dua hal, yakni Product Management dan peran Product Manager di dalam sebuah startup.

Ketika berbicara pada skala startup –di dalamnya terdapat proses bisnis yang berjalan untuk berjuang pada revenue—produk dapat didefinisikan sebagai sebuah solusi pada permasalahan yang dialami konsumen. Sifat produk berbeda dengan tools internal atau software custom, karena produk umumnya dinikmati oleh konsumen yang heterogen dan banyak. Lalu unsur apa saja yang membuat sebuah produk itu bagus?

Pada teknis pengembangan, produk berada pada irisan antara teknologi, bisnis dan pengalaman pengguna. Dan inti dari produk yang berkualitas ialah harus bermanfaat, diinginkan konsumen, memiliki daya guna dan layak untuk digunakan. Product Management adalah sebuah proses untuk mengakomodasi pengembangan produk sehingga mendapatkan tujuan tersebut. Sehingga Product Management dapat dikatakan proses memaksimalkan nilai bisnis dari suatu produk.

Peran Product Manager

Secara mendasar Product Manager (dalam hal ini untuk produk digital) pastinya orang yang memahami tentang struktur pemrograman –setidaknya tahu tentang algoritma dan coding. Meskipun demikian, peran utamanya lebih ke soal berbagai keputusan saat pengembangan produk, sehingga Product Manager harus memahami secara umum stack teknologi yang dikelola.

Kriteria product manager yang baik oleh Frankie Le Nguyen
Kriteria product manager yang baik oleh Frankie Le Nguyen

Tanggung jawab seorang Product Manager termasuk menuliskan requirement (seperti user story) yang mendeskripsikan fitur dari produk. Wireframe dan perincian fungsionalitas juga dibuat olehnya, untuk memastikan tim produk memahami setiap detil untuk proses pengembangan. Untuk membuat kebutuhan tersebut, kadang seorang Product Manager juga perlu untuk turun langsung ke pangsa pasar, melakukan analisis pasar hingga wawancara untuk memvalidasi masalah yang ingin diselesaikan.

Seperti yang telah digambarkan pada definisi Project Management, prosesnya merupakan irisan dari beberapa komponen. Hal tersebut berimplikasi pada tugas seorang Product Manager untuk mengondisikan tim internal dalam sebuah perusahaan, tidak hanya tim pengembang, namun termasuk tim penjualan, pemasaran hingga tim dukungan. Sselain untuk menyatukan visi, seorang Product Manager juga harus memahami ragam perspektif yang dimiliki oleh orang-orang tersebut.

Setelah produk mulai dikembangkan tim developer, desainer dan lainnya, tugas Product Manager selanjutnya ialah melakukan pengukuran, baik pengukuran atas kemajuan proses, kesesuaian terhadap spesifikasi hingga status pengujian. Proses tersebut juga harus dibarengi dengan analisis kinerja produk secara berkelanjutan. Proses pengawasan juga tetap perlu dilakukan untuk memastikan roadmap produk tetap terjaga dan prioritas pekerjaan dapat teratur.

Di fase akhir ketika produk sudah siap dipasarkan, Product Manager biasanya akan disibukkan bersama tim Business Development untuk menentukan harga hingga peramalan pangsa pasar. Ketika produk sudah sampai di pasar, tugas Product Manager belum usai. Ia tetap harus melakukan analisis pembelian, penggunaan hingga menetapkan strategi implementasi di sisi klien.

Seorang Product Manager yang baik

Seorang Product Manager yang baik bukan orang yang terlalu memfokuskan sebagian besar waktunya pada masalah internal saja. Ia tetap harus memahami karakteristik pasar dan konsumen, hingga memvalidasi calon pelanggan. Prioritas yang diperlukan adalah pada hasil keluaran produk yang dihasilkan.

Kecakapan komunikasi menjadi hal yang penting dimiliki. Selain untuk mampu menjangkau pihak luar, juga penting untuk dapat mengkomunikasikan pemahaman tentang produk kepada seluruh tim. Seorang Product Manager mau tidak mau harus memiliki ketangkasan berpikir dan memperhatikan detil.

Sampai sini dapat disimpulkan bahwa sebuah produk adalah sebuah solusi yang mampu memecahkan masalah secara kolektif. Product Management digunakan untuk dapat menciptakan produk yang berfokus pada misi tersebut. Seorang Product Manager bertugas mengelola proses tersebut secara mendetil.

Enam Cara Tepat Menjual Produk IoT

Teknologi Internet of Things (IoT) saat ini telah menunjukkan peningkatan dalam jumlah layanan, produk dan inovasi. Sudah banyak startup yang sejak awal konsisten menghadirkan layan IoT, seperti eFishery, DycodeX, Cubeacon, eMagic, Fox Logger dan masih banyak lagi. Meskipun terkesan mudah untuk diterapkan, namun hingga kini jumlah startup layanan IoT masih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan layanan e-commerce, on-demand hingga financial technology (fintech) di Indonesia.

Salah satu penyebab masih rendahnya jumlah pengembang IoT adalah sulitnya menawarkan hingga menjual produk tersebut ke pasar. Teknologi IoT kebanyakan memiliki fungsi untuk berbagai produk yang berbeda. Contohnya untuk industrial, pertanian hingga home appliance yang memanfaatkan sensor serta solusi untuk monitor. Beragamnya pilihan tersebut menjadi kendala tersendiri bagi layanan IoT untuk memasarkan produknya.

Agar layanan IoT bisa bekerja dengan baik, diperlukan kolaborasi dan koordinasi yang solid, terutama untuk tiga organisasi berikut, yaitu unit bisnis, IT, oprasional/engineering. Jika tiga hal tersebut diterapkan dengan baik, pembeli yang potensial akan tertarik untuk mencoba layanan IoT Anda.

Sebelum Anda meluncurkan produk IoT ke pasar, ada baiknya untuk mencermati 6 hal berikut agar produk Anda nantinya mudah dijual kepada target konsumen.

Memberikan solusi terbaik untuk korporasi

Apakah Anda menjual on-premise atau solusi IOT berbasis SaaS, tentukan dengan jelas posisi IT dan IoT cocok dalam konteks solusi IoT spesifik Anda. Ini akan membantu Anda memahami siapa pembeli utama, pembeli sekunder, peran IT dan berbagai fungsi bisnis lainnya.

Libatkan perusahaan digital, transformasi, dan perusahaan Inovasi

Dalam lingkungan pengadaan desentralisasi untuk solusi IoT, perusahaan dan kantor tersebut memiliki visibilitas dan pengaruh ke banyak inisiatif inovasi lintas fungsional (sering melibatkan kelompok fungsional yang sama dipengaruhi oleh solusi IoT Anda). Dukungan perusahaan tersebut mampu menghemat banyak waktu dan mengarahkan Anda ke arah yang benar.

Promosikan solusi layanan dalam berbagai kegiatan

Teknologi IoT telah memungkinkan semua kegiatan serta rutinitas yang ada menjadi lebih mudah. Agar produk IoT Anda bisa diterapkan dengan baik dan tepat, promosikan berbagai kegiatan terkait yang mampu menunjukkan bahwa IoT merupakan solusi terbaik untuk semua.

Berikan penawaran terbaik kepada pembeli

Solusi layanan IoT saat ini berada di antara IT, unit bisnis dan berbagai fungsi operasi. Pembeli tidak akan memiliki dukungan dan sumber daya untuk mencoba layanan secara langsung. Permudah proses tersebut dengan melakukan pertemuan dan kolaborasi internal. Mengidentifikasi sumber daya, dukungan, dan anggaran yang diperlukan dari tim lain. Menyediakan interface, sampel perjanjian hingga peranan yang sesuai.

Buat rencana penjualan untuk pengadaan (procurement)

Ini adalah keterlibatan penjualan yang lebih kompleks, dan membutuhkan interaksi dengan beberapa organisasi. Ciptakan dan rencanakan sumber daya yang ada dan dukungan sekitar agar siklus penjualan bertahan lama.

Bantu pembeli Anda memahami cara membelinya

Menggunakan proses pengadaan perusahaan dengan cara tradisional saat membeli solusi IOT dari startup tidak efektif, dan hanya akan meningkatkan risiko pembeli. Bantu pembeli potensial Anda dan kembangkan satu set baru praktik pengadaan (procurement) baru saat membeli solusi dari startups.