Tag Archives: Productive Financing

Sembrani Nusantara’s Structure Resembles Mutual Fund, BRI Ventures to Launch Venture Debt

BRI Ventures (BVI) last week announced the closing of the first round of the Sembrani Nusantara Venture Fund. This fund booked 150 billion Rupiah in managed funds from a number of investors. Not just ordinary managed funds, Sembrani has a relatively new structure in the landscape of Indonesia’s digital industry. The structure is in the form of a Joint Investment Contract (KIB), which takes a similar concept to a Collective Investment Contract (KIK) in mutual funds. The Net Asset Value (NAV) calculation index will be issued quarterly by the custodian bank.

As a fund registered with the OJK, BVI wants to comply with the applicable legal rules. Meanwhile, currently in Indonesia, there are no official rules regarding limited partnership agreements (Limited Partners) which venture capitalists usually adopt to manage their funds. A form similar to mutual funds is expected to make it easier for the public to accept the concept that Sembrani has adopted.

This fund structure is very unique, because participating investors can subscribe and redeem from the Sembrani Nusantara Ventura Fund on every window of subscription that is opened every quarter. That is something limited partners cannot do with the existing VC fund model,” BVI’s VP of Investment Markus Liman Rahardja said.

With this structure, BVI is said to offer a level of flexibility and liquidity that cannot be owned by existing VC funds (from abroad). Fund backers can choose to deposit and redeem their funds for a certain period. This mechanism encourages Sembrani’s claim to be similar to a mutual fund with a scheme that is common among Indonesians.

In addition, he hopes that this venture fund can be a more effective way for organizations or individuals with a high net worth (high net worth individual) to take part in investing in the fast-growing Indonesian tech startup ecosystem. Previously, when investing in Indonesian startups, their most common practice was to enter into limited agreements with venture capitalists registered in Singapore.

“For now, we are still selecting investors who join. Given the very early age of the venture capital industry and its high risk, we limit it to those who have experience investing in startups. Investors continue to discuss with us to increase industrial development. venture capital in Indonesia,” BVI’s CEO Nicko Widjaja added.

Venture debt with Investree

Adian Gunadi dan Nicko Widjaja dalam virtual press conference pendanaan seri C pada April 2020 lalu / Investree
Adrian Gunadi with Nicko Widjaja in Series C virtual conference last April 2020 / Investree

BVI has also signed a partnership with Investree to offer capital in the form of venture debt. In the early phase, BVI has prepared 60 billion Rupiah through Sembrani. Investree is BVI’s portfolio and is also an investor in Sembrani Nusantara.

The productive financing model is considered to be able to provide solutions for early-stage startups, especially for those yet to have tangible assets and sufficient cash flow for submission to traditional debt instruments.

This option can be an option for founders to obtain capital funds while maintaining ownership of their business, plus simpler governance. They do not need to allocate board seats for investors, provide voting rights to multiple stakeholders, and so on.

Investree plays a role in performing the initial screening process and due diligence for the startup submissions. Later, startups that successfully paid off the first stage loan can apply for a return to the next stage with a greater value.

There are several benchmarks for startups in order to pass. First, the purpose of capital must be related to company expansion, which means it must have a valid business model.

Second, startups must not have an alarming debt history for the past 12 months and must pass risk and credit assessments according to the requirements set by PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

“Venture debt will be in the form of productive financing. Investree, as experienced in productive financing, will assist us in conducting initial screening and KYC assessments for startups. Funds will come from the Sembrani Nusantara Venture Fund,” Nicko said.

According to Investree’s Co-Founder & CEO Adrian Gunadi, productive financing is often the preferred initial financing option for startups over equity investment. If a company is truly healthy, it can pay back its round of debt without sacrificing business ownership. Usually, equity (which has been given) is very difficult for startups to recover.

“There are not many debt financing options available for technology startups, because of their risk. [..] We believe that our ability to provide an assessment allows us to capture the risk profile of startups,” said Adrian.

Markus added, “In recent years, there have been several players who claim to have offered venture debt in Indonesia, but in fact, they are not active in the market. For that, we are confident that we can call ourselves the first local VC to offer productive financing. ] This is one way of identifying early on which companies are achieving sustainable growth and real profitability. It will also help us better understand which startups will be eligible for IPOs in the near future.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Dana Ventura Sembrani Nusantara berbentuk Kontrak Investasi Bersama (KIB). Mengambil konsep mirip Kontrak Investasi Kolektif (KIK) di reksa dana

Struktur Sembrani Nusantara Mirip Reksa Dana, BRI Ventures Juga Luncurkan “Venture Debt”

BRI Ventures (BVI) minggu kemarin mengumumkan penutupan putaran pertama Dana Ventura Sembrani Nusantara. Dana ini membukukan dana kelolaan 150 miliar Rupiah dari sejumlah investor. Tidak sekadar dana kelolaan biasa, Sembrani memiliki struktur yang terbilang baru di lanskap industri digital Indonesia. Strukturnya berbentuk Kontrak Investasi Bersama (KIB), yang mengambil konsep mirip Kontrak Investasi Kolektif (KIK) di reksa dana. Indeks perhitungan Net Asset Value (NAV) akan dikeluarkan tiap kuartal oleh bank kustodian.

Sebagai dana yang terdaftar di OJK, BVI ingin patuh dengan aturan hukum yang berlaku. Sementara saat ini di Indonesia belum ada aturan resmi mengenai perjanjian kemitraan terbatas (Limited Partner) yang biasanya diadopsi pemodal ventura untuk mengelola fund mereka. Bentuk yang mirip dengan reksa dana diharapkan memudahkan masyarakat menerima konsep yang diadopsi Sembrani ini.

“Struktur dana ini sangat unik, karena investor yang berpartisipasi dapat subscribe dan redeem dari Dana Ventura Sembrani Nusantara pada setiap window of subscription yang dibuka setiap triwulan. Itu hal yang tidak bisa dilakukan oleh limited partner dengan model VC fund yang sudah ada,” jelas VP of Investment BVI Markus Liman Rahardja.

Dengan struktur ini, BVI mengklaim bisa menawarkan tingkat fleksibilitas dan likuiditas yang tidak dapat dimiliki VC fund yang ada (dari luar negeri). Penyokong dana bisa memilih menaruh dan menebus dananya selama periode tertentu. Mekanisme ini mendorong klaim Sembrani mirip reksa dana dengan skema yang sudah umum di kalangan masyarakat Indonesia.

Selain itu, harapannya dana ventura ini bisa menjadi cara yang lebih efektif untuk organisasi atau individu dengan kekayaan tinggi (high net worth individual) untuk turut andil berinvestasi di ekosistem startup teknologi Indonesia yang tengah bertumbuh pesat. Sebelumnya, ketika ingin berinvestasi ke startup Indonesia, praktik paling umum mereka harus membuat perjanjian terbatas dengan pemodal ventura yang terdaftar di Singapura.

“Untuk saat ini memang kami masih menyeleksi investor yang tergabung. Mengingat usia industri modal ventura yang masih sangat dini dan risiko yang cukup tinggi, maka kami batasi kepada mereka yang telah berpengalaman berinvestasi kepada startup. Para investor pun terus berdiskusi dengan kami untuk menambah perkembangan industri modal ventura di Indonesia,” imbuh CEO BVI Nicko Widjaja.

Venture debt bersama Investree

Adian Gunadi dan Nicko Widjaja dalam virtual press conference pendanaan seri C pada April 2020 lalu / Investree
Adian Gunadi dan Nicko Widjaja dalam virtual press conference pendanaan seri C pada April 2020 lalu / Investree

BVI juga telah menandatangani kerja sama dengan Investree untuk menawarkan permodalan dalam bentuk venture debt. Di fase awal, BVI telah menyiapkan dana 60 miliar Rupiah melalui Sembrani. Investree merupakan portofolio BVI dan turut menjadi investor dalam Sembrani Nusantara.

Model productive financing dinilai dapat memberikan solusi bagi startup tahap awal, terutama bagi mereka yang masih belum memiliki aset berwujud dan arus kas memadai untuk pengajuan ke instrumen utang tradisional.

Opsi ini dapat menjadi pilihan bagi founder dalam mendapatkan dana modal dengan tetap mempertahankan kepemilikan bisnis mereka, plus tata kelola yang lebih sederhana. Mereka tidak perlu mengalokasikan kursi board untuk investor, memberikan hak suara kepada banyak pemangku kepentingan, dan lain-lain.

Investree berperan melakukan proses penyaringan awal dan uji tuntas startup yang mengajukan. Nantinya startup yang berhasil melunasi pinjaman tahap pertama bisa mengajukan kembali ke tahap berikutnya dengan nilai yang lebih besar.

Ada beberapa tolok ukur yang harus dipenuhi startup agar lolos. Pertama, tujuan permodalan harus terkait ekspansi perusahaan, yang berarti harus memiliki model bisnis yang telah tervalidasi.

Kedua, startup tidak boleh memiliki riwayat utang yang mengkhawatirkan selama 12 bulan terakhir dan harus melewati penilaian risiko dan kredit sesuai persyaratan yang diatur PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Venture debt dilakukan dalam bentuk productive financing. Investree, sebagai yang berpengalaman dalam melakukan productive financing, akan membantu kami dalam melakukan assessment yang sifatnya initial screening dan KYC bagi para startup. Dana untuk hal tersebut akan berasal dari Dana Ventura Sembrani Nusantara,” ujar Nicko.

Menurut Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi, pembiayaan produktif sering kali jadi opsi pembiayaan awal yang disukai startup daripada investasi ekuitas. Jika sebuah perusahaan benar-benar sehat, ia dapat membayar kembali putaran utang tanpa mengorbankan kepemilikan bisnis. Karena, biasanya ekuitas (yang sudah diberikan) jadi hal yang sangat sulit diperoleh kembali oleh startup.

“Tidak banyak opsi pembiayaan utang yang tersedia untuk startup teknologi, karena risiko mereka. [..] Kami percaya bahwa kemampuan kami dalam memberikan penilaian memungkinkan untuk menangkap profil risiko dari startup,” ujar Adrian.

Markus menambahkan, “Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa pemain yang mengklaim telah menawarkan utang ventura di Indonesia, tapi sebenarnya mereka tidak aktif di pasar. Untuk itu, kami yakin dapat menyebut diri kami sebagai VC lokal pertama yang menawarkan pembiayaan produktif. [..] Ini adalah satu cara untuk mengidentifikasi sejak awal perusahaan mana yang mencapai pertumbuhan berkelanjutan dan profitabilitas riil. Ini juga akan membantu kami lebih memahami startup mana yang akan layak IPO dalam waktu dekat.”

Application Information Will Show Up Here