Startup pengembang solusi CRM Looyal menutup pendanaan pra-awal yang dipimpin oleh AsiaPay Capital, perusahaan modal ventura asal Hong Kong. Tidak disebutkan nominal investasi yang dikucurkan.
Looyal berencana menggunakan pendanaan baru ini untuk mendorong penetrasi pasar melalui pengembangan produk baru, seperti Dynamic CRM Report dan AI-Based Superselling.
Sebagai informasi, Looyal dibentuk oleh Kevin Susanto Goly dan Supriadhi Wicaksono di 2018. Solusi yang dikembangkan Looyal berupa program loyalitas(CRM) bagi pelaku UMKM.
Pelaku usaha dapat membuat CRM yang terintegrasi dengan berbagai modul kebutuhan usaha, seperti Automated Whatsapp Broadcast, Pembayaran Digital, Inventory Management, hingga POS.
Disampaikan CEO Looyal Kevin Susanto Goly, pelaku UMKM di Indonesia sudah saatnya memahami kekuatan data bisnis apabila ingin meningkatkan skala dan mempertahankan bisnisnya di tengah kompetisi yang dinilai semakin dinamis.
“Kami ingin UMKM paham betul kekuatan data bisnis. Mau skalanya kecil atau besar, kalau UMKM rajin membuat data pelanggan dan mengeksekusi promosi berdasarkan data, pasti pertumbuhan yang didapat juga sustainable. Kami menghadirkan sesuatu yang terkesan rumit dan mahal menjadi sesuatu yang mudah dipahami dan dapat dijangkau,” tutur Kevin dalam keterangan resmi.
Solusi CRM
CRM memiliki peran untuk membantu meningkatkan hubungan antara pelanggan dan perusahaan. Beberapa fungsinya adalah mengelola data dan komunikasi pelanggan, menganalisis data pelanggan, hingga menghadirkan layanan pelanggan yang lebih baik.
Selain Looyal, beberapa startup pengembang solusi CRM di Indonesia ada Qiscus dan Qontak (bagian dari grup Mekari). Qiscus mengintegrasikan solusi CRM ke berbagai platform pesan dalam satu dasbor, sedangkan solusi Qontak membidik pasar UKM, BUMN, hingga perusahaan di jajaran Fortune 500.
Di segmen UMKM, solusi CRM dinilai dapat membantu pelaku usaha yang ingin mendigitalisasi bisnisnya. Dari total 64 juta UMKM di 2022, baru sebanyak 20,7 juta yang tergabung dalam ekosistem digital. Selebihnya, masih menjalankan usaha secara konvensional.
Was founded in 2019, OttoPoint aims to help business owners increase customer loyalty while attracting new customers. The platform offers a variety of loyalty program services aimed at companies in improving marketing programs.
OttoPoint and OttoPay are part of the fintech division under OttoDigital Group.
OttoPoint CEO James Hamdani revealed to DailySocial, in Indonesia, loyalty programs is rapidly growing. In the past few years, many brands started to offer discounts to keep consumers using their products or services.
“However, companies have started to apply various forms of other loyalty programs, such as cashback, points, stamps, gamification, etc. This means that business competition is getting tougher to attract consumers in Indonesia,” James said.
To begin with, OttoPoint focused on coalition-based customer loyalty programs by cooperating with various brands and companies to be in a more efficient and profitable ecosystem.
This program is applied in the form of points and reward catalogs. It provides brands with advantage, as they don’t have to build a loyalty system from scratch. You don’t even need to acquire partners one by one to bring rewards to consumers.
“For approximately a year in Indonesia, on average, our issuer partners have succeeded in increasing transaction frequency by 25% and transaction volume by 35% within three months. In addition, more than 300 thousand users have experienced the benefits of OttoPoint until June 2021,” James added.
Leading features
One of the loyalty programs that is considered to be the right type for the brand is coalition. Several brands join the same loyalty ecosystem. Business players can make integration and no longer have to bother building a system from scratch.
“In general, all types of business definitely need consumers to support the continuity of its company. Of the various types of consumers, the most potential and profitable type for companies is loyal consumers. It is not only because they will regularly contribute to sales. However, as they also the ones who will potentially recommend the company’s brand to their closest circle,” James said.
As a one-stop solution for loyalty program service providers in Indonesia, OttoPoint claims to have a significant difference with other platforms. Other providers will usually focus on only one type of service, such as reward points or stamps only. OttoPoint provides a variety of service solutions, ranging from coalition loyalty programs, OttoStamp, to OttoGifts.
“In addition, OttoPoint also provides a choice of loyalty program services that can be customized (white label). For large corporate groups who want to implement a loyalty program and align it with the specific needs of the various brands in the group. This service can be the best answer to help companies to apply point rewards with a close-loop,” James explained.
Loyalty program
As a form of marketing strategy that is sustainable and long-term oriented, it is predicted that loyalty programs will grow even more in the future. One of the reasons is that, as long as there is a commercial business going on, they will need a loyalty program to build loyal customer base that are profitable for the company. On the other hand, through the loyalty program, the company can also find out more in-depth customer insights.
In a research released by Wirecard revealed, 75% of customers finally decide to make a repurchase, after getting a reward from a certain brand. For James, it indicates that the potential for rewards from the loyalty program is highly effective.
“Especially in the current pandemic situation and with regulations to reduce the number of consumers who can come to the store. In order for the business to continue, companies must maximize their loyal customer database to support the company’s income,” James said.
The research also revealed that the rewards will trigger them to make more purchases. Almost all respondents said that after having a good loyalty program experience, they are more willing to receive offers and notifications from the brand. They are also willing to follow the brand’s social media accounts, after receiving positive rewards from the brand.
An interesting note found in the research is that most customers use apps and web apps for incentives, and many say that apps can help simplify the way they manage rewards. It is crucial, indeed, for the platform to have tools that function well and work seamlessly, therefore, customers can manage and monitor reward points.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Didirikan sejak tahun 2019, OttoPoint bertujuan membantu pemilik usaha meningkatkan kesetiaan pelanggan sekaligus menjaring konsumen baru. Platform tersebut menawarkan beragam layanan program loyalitas yang ditujukan untuk perusahaan dalam meningkatkan program pemasaran.
OttoPoint dan OttoPay merupakan bagian dari divisi fintech di bawah naungan OttoDigital Group.
Kepada DailySocial, CEO OttoPoint James Hamdani mengungkapkan, di Indonesia pertumbuhan program loyalitas bisa dibilang cukup pesat. Bisa dilihat, beberapa tahun silam kebanyakan brand mengaplikasikan bentuk potongan harga atau diskon untuk menjaga konsumen tetap menggunakan produk atau jasanya.
“Tetapi beberapa waktu terakhir, perusahaan sudah mulai mengaplikasikan beragam bentuk program loyalitas lainnya, seperti cashback, point, stamp, gamification. dan lain sebagainya. Ini berarti persaingan bisnis semakin ketat untuk bisa menjaring konsumen yang ada di Indonesia,” kata James.
Di awal pendiriannya, OttoPoint berfokus pada program loyalitas pelanggan berbasis koalisi dengan menggandeng beragam brand maupun perusahaan untuk berada di satu ekosistem yang lebih efisien dan menguntungkan.
Program ini diaplikasikan dalam bentuk point dan katalog reward. Hal ini memberikan keuntungan untuk brand, karena mereka tidak perlu membangun sistem loyalitas dari nol. Bahkan tidak perlu mengakuisisi rekanan satu per satu untuk menghadirkan reward ke konsumen.
“Selama kurang lebih satu tahun ada di Indonesia, rata-rata mitra issuer kami telah berhasil menaikkan frekuensi transaksi sebanyak 25% dan volume transaksi 35% dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Selain itu, lebih dari 300 ribu pengguna telah merasakan manfaat OttoPoint hingga periode Juni 2021,” kata James.
Fitur pilihan
Salah satu jenis program loyalitas yang dinilai dapat menjadi yang tepat bagi brand adalah coalition loyalty. Di sini beberapa brand bergabung pada satu ekosistem loyalitas yang sama. Pebisnis tinggal melakukan integrasi sistem dan tidak harus repot membangun sistem dari nol.
“Secara umum, semua jenis bisnis pasti membutuhkan konsumen untuk mendukung kelangsungan perusahaannya. Dari beragam jenis konsumen, tipe yang paling potensial dan menguntungkan bagi perusahaan adalah kategori konsumen loyal. Hal ini bukan hanya karena mereka yang akan secara berkala berkontribusi untuk penjualan. Tetapi karena mereka jugalah yang akan secara potensial merekomendasikan brand perusahaan tersebut ke circle terdekat mereka,” kata James.
Sebagai one-stop solution untuk penyedia layanan program loyalitas di Indonesia, OttoPoint mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan platform lainnya. Penyedia yang lain biasanya akan terfokus pada satu jenis layanan saja, misalnya point reward saja atau stamp saja. OttoPoint memberikan solusi layanan yang beragam, mulai dari coalition loyalty program, OttoStamp, hingga OttoGifts.
“Yang tidak kalah menarik, OttoPoint juga memberikan pilihan layanan program loyalitas yang bisa disesuaikan (white label). Bagi grup perusahaan besar yang ingin mengimplementasikan loyalty program dan diselaraskan dengan kebutuhan spesifik dari beragam brand di grup tersebut. Layanan ini bisa menjadi jawaban terbaik untuk membantu perusahaan yang ingin mengaplikasikan point rewards dengan close-loop,” kata James.
Pertumbuhan loyalty program
Sebagai salah satu bentuk strategi pemasaran yang berkelanjutan dan berorientasi jangka panjang, ke depannya diprediksi program loyalitas akan semakin bersinar. Salah satu alasannya adalah, selama ada bisnis komersial yang berjalan, mereka akan membutuhkan program loyalitas untuk menggaet pelanggan setia yang memberikan keuntungan bagi perusahaan. Di lain sisi, melalui program loyalitas perusahaan dapat mengetahui juga customer insight yang lebih mendalam.
Dalam sebuah riset yang dirilis oleh wirecard terungkap, 75% pelanggan akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian kembali, setelah mendapatkan reward dari brand tertentu. Menurut James hal ini mengindikasikan, berarti potensi reward dari program loyalitas itu tinggi untuk diterapkan.
“Apalagi sekarang ini pandemi dan terdapat regulasi pengurangan jumlah konsumen yang bisa datang ke toko. Supaya bisnis tetap berjalan, perusahaan harus memaksimalkan database pelanggan setia mereka untuk menyokong pemasukan perusahaan,” kata James.
Dalam riset tersebut juga terungkap, reward yang telah diterima, memicu mereka untuk kemudian melakukan pembelian lebih banyak lagi. Hampir semua responden mengatakan bahwa setelah mendapatkan pengalaman program loyalitas yang baik, mereka lebih bersedia untuk menerima penawaran dan notifikasi dari brand tersebut. Mereka juga selanjutnya bersedia untuk mengikuti akun media sosial brand, usai mendapatkan reward yang positif dari brand tersebut.
Catatan menarik yang juga terungkap dalam riset tersebut adalah, sebagian besar pelanggan menggunakan aplikasi dan aplikasi web untuk insentif, dan banyak yang menyatakan bahwa aplikasi dapat membantu menyederhanakan cara mereka mengelola reward. Menjadi krusial tentunya untuk platform memiliki tools yang berfungsi dengan baik dan bekerja secara seamless agar pelanggan dapat mengelola dan memonitor point reward.
When opening the GoPoints feature in Gojek’s app, You’ll no longer find spinner gamification with points that used to be popular. All transactions on Gojek platform will no longer gain points since last January. The remaining points can still be redeemed until 30 June 2020. Gojek is said to develop GoPoints with a different approach.
GoPoints, similar to Ovo Points, TokoPoints, or Shopee Coins. These programs were originally designed to maintain user loyalty, but in the long run, creates comparison variables that influence purchase decisions rather than price.
I tried to talk with several users of digital applications, millennials, and actually care for these points. Some are looking for more benefits such as discounts, some tend to love these points to be used for other things – balance top-up for example.
July Andrian uses and benefits from some loyalty program, such as GoPoint, GrabRewards, Ovo Points, TokoPoint, Shopee Coins, Ponta, and I-Pocket. Everything is collected in order to get other benefits.
“[User loyalty program] This is an advantage for me. Getting some feedback on our loyalty / the amount of money we spend. Therefore, we believe to gain more profit from the purchases we make,” Juli explained.
This opinion is also admitted by others. Including the existence of various points obtained, they become more selective of an item/merchant/service.
“Always, because [I am] very frugal and avoid many losses,” Galuh Intan added.
“[I am] very considering. Whenever I want to buy something, I’ll check which offers the biggest cashback,” Prilita Kamalia said.
Loyal to the points, cashback, and discounts
Indonesians are mostly price-sensitive people. The program should be an answer to loyalty, but vice versa. Most of the users now expecting “bonus” from every transaction they’ve made. Eventually, the brand constantly offers something to gain users.
This is not a very good deal for the sustainability of service/brand/trader. For those which offer no extra benefits for certain users. The benefits become an addictive habit that cannot be avoided to gain users. Being mistaken to implement a loyalty program.
GetPlus, a loyalty service provider program, agreed on this phenomenon. Everyone likes discounts/cashback/rewards/points. However, they still believe people who devoted or loyal to certain brands and traders are exist.
“Consumers [who like certain brands] value recognition, to get loyalty rewards from their purchases and enjoy the shopping experience through the offline store. This is the value proposition of the loyalty program, which is a well-designed program that will be as attractive as a discount offer,” GetPlus’ Co-Founder & COO, Adrian Hoon told DailySocial.
Andrian also explained that Indonesia currently has many loyalty programs by brands or merchants, however, some are not well designed in terms of technology, process, resources, marketing, and other investments. The management is not good enough, followed by poor user experience with a negative impact on the business.
Meanwhile, Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir said, getting loyal customers is not only from the user loyalty program but through the company’s products and services.
She explained, there are such things as transactional loyalty and emotional loyalty. Transactional loyalty usually exists when a brand provides discounts or offer cheap prices, whereas emotional loyalty is a condition where customers remain loyal to a certain brand even though the price is increasing. It is because customers have trusted the brand, in terms of products and services.
“In terms of discount and cashback programs, this should be considered as an acquisition program, not for a retention program. Regular discounts and cashback usually [and should be] offered to get as many members/users as possible at first attempt, but there is a next customer journey where the loyalty program should be able to provide other benefits to reward its customers beyond discount/cashback. Here [we] offer the loyalty program as a retention program,” Marianne explained.
How should the loyalty program works
The user loyalty program is a long-term investment program that is related to good relationships between services or brands with users. In the system, besides being able to grow users, this program can be used to capture feedback, view demographics, and track user habits. This program should play an important role in the journey of business growth.
Marianne stated several challenges related to the loyalty programs in Indonesia. Two of them are less comprehensive program socialization and some user loyalty programs without a clear customer journey.
“The best loyalty program is the one with well-designed customer journey. If I were to describe, there are 4 phases, Aspiration, Earnings, Benefits, Rewards. Each phase has elements that must be designed and executed well depending on the brand of each industry,” Marianne said.
The point is, Marianne said, in order for user loyalty program to work well, it must be followed by the on-demand products, competitive price to the market, and well-developed service.
“Loyalty programs should run to complement products and improve existing services, therefore, they can provide consumer appreciation as well as helping brands to understand consumers thoroughly,” Marriane added.
Redefining loyalty program
The most noticeable impact of the user’s selective habits on prices and points occurs in the SME business. At first, they intend to provide appreciation and experience for loyal customers but changed the habits of users instead. They become addicted.
Redefining user loyalty programs must be done to prevent misinterpretation. Marriane and Andrian said the key is in the well-designed loyalty program. Not only providing points and cashback, but also a clear system.
A well-designed loyalty program, as for Marriane, is user loyalty programs designed in stages and have their respective phases. Marriane calls it a customer journey or simply a user loyalty initiative built with full consideration of the whole experience.
Each stage is adjusted with its own role in the user relation. It manages time for points, cashback, and other forms of appreciation. The gamification model can also be an alternative, for example for customers who already have certain points.
Adrian took one good example of user loyalty programs in Indonesia. He explained a well-known restaurant group in Indonesia with a well-designed user loyalty program.
“The program they run is designed in such ways as to recognize consumers after making a reservation, reward points earned after making transactions without having to show membership ID, rewards offered based on transaction history, and other restaurant preferences. In addition, there are also occasional rewards. Well, such programs have an influence on brand preference, retention, meanwhile to increase spending driven by extraordinary experience to achieve challenges, bonus rewards, and others,” Adrian said.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Ketika membuka GoPoints di aplikasi Gojek hari ini, Anda tak lagi menemukan gamifikasi berupa permainan spinner dengan poin yang sempat populer beberapa waktu lalu. Seluruh transaksi Gojek juga sudah tak lagi mendapat poin mulai akhir Januari lalu. Pengguna yang memiliki poin masih bisa menukarkan poinnya hingga 30 Juni 2020. Gojek dikabarkan ingin mengembangkan GoPoints dengan pendekatan berbeda.
GoPoints serupa dengan Ovo Points, TokoPoints, atau Koin Shopee. Program-program ini awalnya dirancang untuk menjaga loyalitas pengguna, tapi pada akhirnya menjadi salah satu variabel pembanding yang menentukan keputusan pembelian selain harga.
Saya mencoba berbincang dengan beberapa pengguna aplikasi digital, semuanya milenial, dan mereka sepakat bahwa mereka sangat mencintai poin-poin ini. Ada yang cinta karena mereka bisa mendapat keuntungan lebih berupa potongan harga, ada pula yang cinta karena poin ini bisa digunakan untuk hal lain–beli pulsa misalnya.
Juli Andrian menggunakan dan memanfaatkan poin dari banyak layanan, seperti GoPoint, GrabRewards, Ovo Point, TokoPoint, Koin Shopee, Ponta, dan I-Saku. Semuanya dikumpulkan sehingga bisa mendapatkan keuntungan lain.
“[Program loyalitas pengguna] Ini menjadi keuntungan buat saya. Dapat timbal balik dari loyalitas kita/banyaknya uang yang kita belanjakan. Jadi merasa dapat keuntungan lebih dari pembelian yang kita lakukan,” terang Juli.
Pendapat Juli ini diamini yang lain. Termasuk dengan adanya berbagai macam poin yang didapat mereka jadi lebih pemilih terhadap sebuah barang/merchant/layanan.
“Selalu, soalnya [saya] anaknya hemat dan ga mau rugi banget,” jelas Galuh Intan.
“[Kalau saya] sangat mempertimbangkan. Bahkan kalau aku mau beli sesuatu cek-cek dulu mana yang cashback paling gede,” timpal Prilita Kamalia.
Lebih setia pada poin, cashback, dan diskon
Masyarakat Indonesia masih sangat sensitif terhadap harga. Kehadiran program loyalitas pengguna seharusnya menjadi jawaban untuk sebuah kesetiaan, tapi justru sebaliknya. Banyak dari pengguna kini juga mempertimbangkan “bonus” dari setiap transaksi yang mereka lakukan. Efeknya, brand harus terus “menawarkan” sesuatu untuk tetap mendapatkan pengguna.
Kondisi ini tidak baik bagi keberlangsungan sebuah layanan/brand/merchant. Mereka yang tak lagi menawarkan benefit bakal keluar dari kelompok pilihan pengguna. Memberikan benefit menjadi sebuah ketergantungan yang tak bisa dihindarkan untuk bisa mendapat pengguna. Menjadi salah kaprah bagi implementasi program loyalitas.
GetPlus, sebuah penyedia layanan program loyalitas, tidak menampik fenomena ini. Mereka percaya bahwa semua konsumen menyukai diskon/cashback/rewards/poin yang diberikan secara gratis. Namun mereka masih percaya bahwa masih ada konsumen yang menyukai atau setia pada beberapa brand dan merchant tertentu.
“Konsumen [yang menyukai beberapa brand tertentu] ini menghargai recognition, bisa memperoleh loyalty rewards dari pembelanjaan mereka dan menikmati pengalaman berbelanja melalui offline store. Hal inilah yang merupakan value proposition dari loyalty program, yaitu sebuah program yang didesain dengan baik dan akan sama menarik layaknya penawaran diskon,” terang Co-Founder & COO GetPlus Adrian Hoon kepada DailySocial.
Adrian juga menjelaskan, saat ini di Indonesia banyak program loyalitas yang diterapkan oleh brand atau merchant, namun sayangnya banyak di antaranya tidak well designed dari segi investasi teknologi, proses, sumber daya, marketing, dan lainnya. Pengelolaannya juga kurang baik sehingga membuat pengalaman pengguna tidak baik dan berdampak negatif pada bisnis.
Sementara itu Co-founder & CEO Member.id Marianne Rumantir menilai, mendapatkan pelanggan yang loyal tak diperoleh dari program loyalitas pengguna, tetapi dari produk dan layanan perusahaan itu sendiri.
Ia menjelaskan, saat ini ada yang namanya transactional loyalty dan emotional loyalty. Transactional loyalty biasanya ada pada saat brand sedang ada diskon atau murah, sedangkan emotional loyalty adalah kondisi di mana pelanggan tetap loyal kepada brand tertentu meskipun harganya naik. Alasannya karena pelangan sudah percaya ke brand itu, dari segi produk dan layanan.
“Untuk program diskon dan cashback misalnya, ini seharusnya dianggap sebagai program akuisisi bukan untuk program retensi. Diskon dan cashback biasa [dan seharusnya] ditawarkan untuk mendapatkan member/user sebanyak-banyaknya di awal, namun setelah itu ada customer journey selanjutnya di mana seharusnya loyalty program bisa menyediakan benefit-benefit lain untuk menghargai konsumennya di luar diskon/cashback. Di sini loyalty program digunakan sebagai retention program,” jelas Marianne.
Bagaimana seharusnya program loyalitas bekerja
Program loyalitas pengguna merupakan program investasi jangka panjang yang berkaitan dengan hubungan baik layanan atau brand dengan pengguna. Di dalam sistemnya, selain bisa menumbuhkan pengguna, program ini bisa digunakan untuk menangkap feedback, melihat gambaran demografi, dan melacak minat pengguna. Seharusnya program ini mengambil peranan penting dalam perjalanan pertumbuhan bisnis.
Marianne berpendapat, ada beberapa tantangan terkait dengan program loyalitas pengguna yang ada di Indonesia saat ini. Dua di antaranya adalah sosialisasi soal program yang kurang menyeluruh dan banyaknya program loyalitas pengguna yang tidak memiliki customer journey yang jelas.
“The best loyalty program is the one that has a well-designed customer journey. Customer journey ini kalo saya gambarkan ada 4 phase, Aspiration. Earning, Benefit, Rewards. Di masing-masing phase ada unsur-unsur yang harus dirancang dan dieksekusi dengan baik tergantung brand dari industri masing-masing,” ujar Marianne.
Pada intinya, menurut Marianne, untuk bekerja dengan baik program loyalitas pengguna harus diikuti dengan produk yang dibutuhkan, harga yang sesuai pasar, dan tingkat layanan.
“Loyalty program lalu dijalankan untuk membantu melengkapi produk dan meningkatkan servis yang sudah ada sehingga dapat membantu menyediakan apresiasi kepada konsumen begitu juga membantu brand untuk mengerti konsumen nya lebih dalam,” imbuh Marriane.
Mendefinisikan ulang program loyalitas
Dampak paling kentara dari kebiasaan pengguna yang lebih selektif terhadap harga dan poin terjadi di bisnis UKM. Awalnya berniat memberikan penghargaan dan pengalaman bagi pelanggan setia mereka, tetapi malah mengubah kebiasaan penggunanya. Mereka menjadi ketergantungan.
Mendefinisikan ulang program loyalitas pengguna harus dilakukan untuk mencegah penyalahartiannya. Marriane dan Adrian menyebut kuncinya ada pada well-designed loyalty program. Tidak asal poin dan cashback, tetapi juga memiliki sistem yang jelas.
Well-designedloyalty program, menurut penjelasan Marriane, merupakan program loyalitas pengguna yang dirancang dengan bertahap dan memiliki fase masing-masing. Marriane menyebutnya sebagai customer journey atau secara sederhana sebuah inisiatif loyalitas pengguna yang dibangun dengan memperhatikan perjalanan pengalaman penggunaan.
Setiap tahap disesuaikan dan memiliki peran masing-masing dalam hubungan dengan pengguna. Seperti kapan harus memberikan poin, kapan harus memberikan cashback, dan bentuk penghargaan lainnya. Model gamifikasi juga bisa jadi alternatif, misalnya untuk pelanggan yang sudah memiliki poin tertentu.
Adrian turut mencontohan program loyalitas pengguna yang menurutnya bagus di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ada salah satu grup restoran ternama di Indonesia yang sudah menerapkan program loyalitas pengguna dengan baik.
“Program yang mereka jalankan dirancang sedemikian rupa untuk mengenali consumer setelah melakukan reservasi, reward points didapatkan setelah bertransaksi tanpa harus menunjukkan membership ID, rewards bonus ditawarkan berdasarkan riwayat transaksi, dan preferensi restaurant lainnya. Selain itu, terdapat juga occasional surprise rewards. Nah, program seperti inilah yang memengaruhi preferensi terhadap brand, retention, sekaligus menambah pengeluaran yang didorong oleh experience yang luar biasa untuk mencapai tantangan, rewards bonus, dan lain-lain,” terang Adrian.
Hutchison Tri Indonesia (Tri) mengungkapkan segera bangun 8 ribu BTS baru. Hal tersebut dilakukan demi merealisasikan ambisi mereka untuk dapatkan tambahan 10 juta pelanggan sampai akhir tahun 2019.
Hanya saja Chief Commercial Officer Tri Dolly Susanto enggan menyebut lokasi mana saja yang akan dibidik. Disebutkan saat ini Tri sudah mengoperasikan 55.100 unit BTS yang tersebar dari Aceh hingga Gorontalo, dengan jaringan fiber optik sepanjang 16 ribu km.
Selaras dengan strategi tersebut, kali ini perusahaan meluncurkan kembali program loyalitas Bonstri yang menggaet anak muda sebagai target pelanggan. Dolly menyebut Tri memiliki sekitar 37 juta pelanggan, sekitar 80% di antaranya datang dari anak muda. Dan dari total golongan muda tersebut, 90% di antaranya adalah generasi Z.
“Kami mau gelar hampir 8 ribu sites 4G. Sekarang pelanggan kami kebanyakan sudah berada di jaringan 4G,” kata Dolly, Selasa (11/12).
Program Bonstri adalah cara Tri untuk mendorong loyalitas pengguna dengan berbagai keuntungan hanya dengan menukar poin untuk berbagai penawaran. Mulai dari voucher belanja di situs e-commerce, wisata, kuliner, akomodasi, hiburan, hingga paket internet/data Tri.
Secara total ada 2 ribuan produk dari 222 merchant yang telah bergabung untuk memanjakan para pelanggan Tri. Bonstri hanya bisa diakses lewat aplikasi Bima+.
Dolly turut mengatakan, sekitar 12,2 juta pelanggan Tri telah mengakses Bima+ sejak pertama kali diluncurkan pada 1,5 tahun lalu.
“Makin hari pengguna Bima+ terus bertambah. 95% di antaranya selalu bolak balik ke aplikasi setiap harinya. Makanya kami hadirkan kembali Bonstri dengan banyak pembaruan fitur agar pengguna bisa mendapatkan apa saja yang mereka mau.”
Lewat inovasi ini, Dolly ingin kembali mengukuhkan posisi Tri sebagai digital lifestyle provider terdepan di Indonesia.
Member.id mengumumkan perolehan dana Pra-Seri A dengan jumlah yang tak bisa disebutkan. Dalam keterangan resminya, perolehan pendanaan ini dipimpin oleh East Ventures, diikuti Ace Capital, dan beberapa angel investor yang tak bisa disebutkan namanya.
Sesuai komitmennya, dana tersebut akan digunakan untuk mengakselerasi pengembangan produk baru dalam meningkatkan pengalaman pelanggan dan membuka peluang bisnis lebih banyak di industri loyalitas Indonesia.
Chief Strategy Officer Member.id Robert Tedja mengatakan, kehadiran big data, machine learning, dan data science kini berpotensi besar dalam menciptakan nilai lebih bagi bisnis dan konsumen melalui program loyalitas kuat.
“Apalagi kemunculan blockchain telah membuka peluang besar dalam mengintegrasi lanskap loyalitas dan menekan inefisiensi pada sistem loyalitas yang sudah ada,” ujar Robert.
Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, hanya sedikit perusahaan di Indonesia yang investasinya efektif untuk mengetahui preferensi konsumen perilaku. Hal ini juga yang membuat loyalitas konsumen hanya sebatas mitos di Indonesia.
“Kami yakin Member.id telah memikirkan pendekatan yang tepat untuk membantu brand mengonstruksi dan mengeksekusi strategi loyalitas yang efektif untuk keuntungan yang lebih optimum bagi perusahaan dan individual,” tuturnya.
Sesuai rencana, Member.id akan melebarkan sayap bisnisnya ke Business-to-Consumer (B2C) dengan meluncurkan produk e-wallet berbasis blockchain.
Bukan sekadar e-wallet, Co-Founder dan CEO Member.id Marianne Rumantir kepada DailySocial mengungkapkan produk ini akan berfungsi sebagai dompet pengoleksi poin loyalitas yang dikumpulkan pelanggan. Poin-poin tersebut bahkan bisa menjadi “currency” karena dapat langsung ditukarkan.
”Pengguna bisa redeem dan track poin yang mereka kumpulkan dari semua transaksi, mau itu poin dari airline, e-commerce, atau travel. Mereka juga bisa transfer atau convert poin loyalitas dari merchant berbeda,” ujar Marianne.
Menurut Marianne, saat ini Indonesia masih minim informasi mengenai cara mengecek hingga menukarkan poin. Ia menilai saat ini belum ada aplikasi semacam itu di Indonesia. Ia mengklaim produk ini akan menjadi “loyalty wallet” pertama di Asia Tenggara.
Menariknya, wallet ini akan menggunakan teknologi blockchain untuk mendukung proses verifikasi dan restore informasi saat pengguna melakukan transfer atau convert poin ke merchant lain. Teknologi ini dipilih karena efisien dan dapat menekan potensi manipulasi poin pelanggan.
”Misal saya mau transfer poin dari Garuda ke Citibank, it may take five days. Verifikasinya jadi lama. Prosesnya lama karena bank itu tidak saling terkoneksi host-to-host-nya. Dengan blockchain, proses bisa lebih real time dan lebih aman,” jelasnya.
Model bisnisnya adalah setiap transaksi akan dikenakan fee. Sementara itu, pihaknya kini masih melakukan pengembangan produk. Ia menargetkan wallet ini tersedia secara komersial pada awal 2019.
Saat ini portfolio layanan Member.id masih bersifat Business-to-Business (B2B). Member.id membuat (design), mengembangkan (build), dan mengelola (operate) program loyalitas dari perusahaan klien.
Berbagai perusahaan yang ditangani Member.id juga bervariasi, mulai dari perusahaan berskala menengah hingga besar dengan perjanjian jangka panjang 3-5 tahun. Hingga saat ini, total transaksi Member.id kini telah mencapai lebih dari 45 juta poin.
“Sekarang kami juga banyak menarik [klien] dari small medium enterprise karena mereka menganggap loyalitas konsumen itu penting untuk semua ukuran bisnis. Dan ini bisa diraih dengan memiliki program loyalitas yang tepat,” tambah Marianne.
Luncurkan situs edukasi program loyalitas
Lebih lanjut, Marianne mengungkap bahwa tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis ini ada pada edukasi pasar. Menurutnya, saat ini masyarakat Indonesia banyak yang belum mengetahui atau memahami keuntungan dan cara kerja program loyalitas pelanggan.
“Solusi dari kami adalah membantu menciptakan sarana dan sumber untuk mengedukasi masyarakat. Maka itu, kami meluncurkan website yang kami sebut bakal menjadi Indonesia’s first points-hacking source,” tuturnya.
Siapa saja dapat berkontribusi untuk menulis di situs tersebut. Tak hanya menulis tips mendapatkan poin, mereka juga dapat menyediakan tips tunggal dari setiap merchant, seperti penerbit kartu kredit dan perbankan di Indonesia.
Dengan kata lain, situs ini akan menjadi situs pertama di Indonesia yang menyediakan beragam informasi lengkap mengenai cara mendapatkan, mengumpulkan, dan menukarkan poin dari berbagai merchant, mulai dari perbankan, penerbangan, e-commerce, hingga penyedia jasa perjalanan.
“Di internet, belum ada (situs) yang menyediakan informasi lengkap seperti ini. Biasanya untuk cari tahu, pelanggan harus telepon ke customer service. Jadi lama dan tidak efisien,” kata Marianne.
Hingga kini, Member.id telah mengelola program loyalitas sejumlah perusahaan, termasuk di antaranya Ismaya Group, Djarum Group, Garuda Indonesia, The Union Group, Syah Establishment, Hotel Monopoli, hingga Artotel Group.
Tokopedia meluncurkan program loyalitas “Tokopoints” seiring upaya meningkatkan repeat sales dari para pengguna aktifnya. Strategi ini akhirnya dilirik Tokopedia, setelah sebelumnya pemain besar di bidang aplikasi digital telah lebih dahulu meluncurkan program ini, sebut saja Tiket.com, Traveloka, Go-Jek, Grab, dan lainnya.
“Kami mengapresiasi dukungan masyarakat terhadap Tokopedia selama lebih dari delapan tahun ini. Kesetiaan Toppers adalah motivasi Tokopedia untuk terus berinovasi dalam memberikan pengalaman berbelanja daring terbaik untuk masyarakat Indonesia,” ujar Co-Head Marketplace Tokopedia Aldo Tjahjadi dalam keterangan resmi.
Pengguna Tokopedia dapat mengumpulkan loyalty dan points dari setiap transaksi yang mereka lakukan baik melalui situs atau aplikasi. Points bisa didapatkan pengguna setiap kali melakukan transaksi. Kemudian, bisa ditukar menjadi kupon yang tersedia dalam Katalog Kupon.
Sementara Loyalty, bisa didapatkan pengguna untuk menentukan dan menaikkan Status Membership-nya. Setiap membership memiliki keuntungan yang berbeda untuk setiap statusnya. Status Membership dimulai dari Classic, Silver, Gold, dan Platinum dengan tingkatan loyalty yang harus dikumpulkan sampai 100 ribu poin.
Adapun keuntungan yang didapat untuk setiap tingkatan membership bisa mendapatkan ongkos pengiriman gratis, diskon, dan cashback. Meski demikian, ada transaksi di Tokopedia yang tidak mendapat Points dan Loyalty, seperti pembelian tiket KAI, Hiburan, Uber, Gift Card, dan Event.
Berdasarkan data terakhir di pertengahan 2017, Tokopedia telah memiliki 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) yang memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan.
Tren digital marketing 2018
Langkah Tokopedia lewat Tokopoints ini, seolah menegaskan mulai diliriknya peningkatan loyalitas pengguna lewat program loyalitas. Strategi ini mulai dipakai oleh pemain besar yang bergerak di bidang teknologi untuk mulai fokus mempertahankan konsumen lama agar tetap melakukan repeat order.
Dari presentasi yang dikemukakan Co-Founder dan Country Head of Shopback Indonesia Indra Yonathan dalam Jakarta E-Commerce Night 2018 baru-baru ini, setidaknya dalam setahun mendatang ada tiga tren pemasaran yang bakal terjadi.
Pertama, akan semakin diperhatikannya performa dari konsep marketing 2.0. Selama ini layanan e-commerce banyak memiliki key performance index (KPI) sebagai tolak ukur kesuksesan strategi marketing, beberapa diantaranya melihat dari Cost Per Click (CPC), Cost Per Visitor (CPV), dan lain sebagainya.
Kedua, menciptakan micro moments sebagai bagian dari consumer journey saat mengunjungi situs e-commerce. Strategi marketing yang bisa diterapkan untuk menciptakan micro moments adalah memposisikan diri sebagai advisor terhadap calon konsumen. Bisa memberikan rekomendasi produk berdasarkan minat, memberi input yang informatif, tidak lagi sembarang jualan produk ke semua konsumen.
Terakhir, loyalty points era. Saat ini menurut Yonathan, perusahaan besar mulai peduli cara mempertahankan konsumen yang ada dan mulai mengucurkan sebagian dana marketingnya dengan menghadirkan program loyalitas.
“Kalau terus akuisisi pengguna baru, itu ada biaya yang besar. Namun bila menjaga loyalitas konsumen, biaya marketing-nya justru akan lebih efisien,” pungkas Yonathan.