Tag Archives: property technology

Edukasi terus menerus perlu dilakukan untuk mendorong adopsi teknologi properti (proptech) oleh konsumen, pengembang, dan agen

Pandemi Akselerasi Bisnis Platform Proptech

Salah satu sektor yang sempat terganggu pertumbuhannya selama pandemi adalah sektor properti. Namun memasuki akhir tahun 2020, kondisi diklaim mulai membaik, dibarengi dengan mulai banyaknya permintaan dari pengguna. Sejumlah platform teknologi properti (proptech) optimis kondisi tahun ini lebih baik.

“Saat awal pandemi memang kami mengalami kendala. Namun akhir tahun 2020 lalu keadaan semakin membaik, [mulai] sekitar bulan September 2020 lalu tepatnya,” kata Co-Founder & CEO RoomME Glen Ramersan.

Country Manager Rumah123 Maria Manik mengatakan, “Secara keseluruhan Q-on-Q Maret 2020-Maret 2021 tren sewa dan dijual masih cukup konsisten.”

Sementara Rentfix mencatat adanya lonjakan permintaan di segmen sewa pergudangan. Permintaan pergudangan di kategori komersial lebih tinggi jumlahnya dibandingkan kategori lainnya seiring dengan naiknya permintaan di retail online.

“Kami tetap optimis bahwa di tahun 2021 ini permintaan apartemen maupun properti lainnya akan mengalami peningkatan,” kata CEO Rentfix Effendy Tanuwidjaja.

Pandemi “paksa” adopsi solusi teknologi

Masih dominannya developer dan agen menggunakan cara-cara tradisional untuk mempromosikan properti mereka dinilai menjadi penghambat adopsi teknologi di sektor ini. Strategi platform proptech untuk mempercepat pertumbuhan bisnis adalah melakukan edukasi ke mitra dan pengguna.

“Meskipun sebagian besar mitra kami adalah mereka yang tidak terlalu familiar dengan teknologi dan penggunaan aplikasi pada khususnya, namun karena pandemi mereka ‘dipaksa’ untuk bisa menggunakan dan membiasakan diri dengan aplikasi RoomME,” kata Glen.

Kegiatan tambahan, seperti mengikuti pameran properti dan talkshow properti secara online diklaim mampu meningkatkan jumlah pengguna dan mitra yang mengadopsi solusi teknologi. Konsumen sudah mulai merasakan manfaat kemudahan dalam mencari, menyewa, membeli, ataupun menjual properti melalui platform digital.

“Perubahan dari konsumen terkait dengan penyewaan dan jual beli properti di Rentfix selama pandemi adalah masyarakat semakin beradaptasi dengan teknologi menggunakan platform digital dalam mencari kebutuhan properti. Rentfix pun mencatat ada 100 ribu kunjungan pengguna per tahun 2020. [..] Sejumlah portal properti teknologi, baik sewa maupun jual beli atau proptech, menginformasikan lonjakan pengunjung di situs mereka,” kata Effendy.

Bagi Rumah123 yang sebagian besar pengguna mereka adalah pengembang dan agen, segala hal yang berkaitan dengan properti akan memerlukan edukasi secara terus menerus. Edukasi yang diberikan pun beragam bentuknya, termasuk berbentuk media artikel.

“Selain itu kami juga melakukan beberapa acara online semenjak pandemi seperti IG live, webinar dan online talkshow yang dikemas dengan menarik dan mengundang pembicara dari pakar properti, financial advisor / planner hingga influencer ataupun YouTuber,” kata Maria.

Tren pengguna proptech

Data yang dimiliki platform proptech mengungkapkan kebanyakan masyarakat Indonesia masih lebih memilih penyewaan dan jual beli rumah dibandingkan apartemen.

Dalam satu tahun terakhir, Rumah.com mencatat indeks harga apartemen, khususnya di Jabodetabek mengalami penurunan. Indeks harga apartemen secara nasional di Q1 2021 turun sebesar 5,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan, indeks harga rumah tapak masih mengalami peningkatan tipis sebesar 0.5% YoY.

“Melihat indeks suplai listing apartemen untuk dijual yang juga mulai menurun, bisa diasumsikan bahwa jumlah unit apartemen saat ini sedang ada di puncaknya untuk beberapa waktu ke depan. Melihat perlambatan bahkan penurunan harga apartemen, wajar jika para pelaku properti berusaha memaksimalkan pemasukan dari sewa, khususnya melaui platform yang dapat memaksimalkan okupansi inventori sewa,” kata Consumer Marketing Manager Rumah.com Imam Wiratmadja.

Selama 1 tahun ke belakang, pencarian rumah masih merupakan pilihan utama, yaitu 88% dari total pencarian di Rumah123. Sedangkan urutan selanjutnya adalah tanah sekitar 7%, apartemen 3% dan komersial 2%. Jika dilihat dari YoY, volume pencarian rumah mengalami peningkatan sekitar 3%, apartemen menurun sekitar 2%, dan untuk tanah dan komersial mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan.

Sedangkan Rentfix mencatat, meskipun permintaan sewa apartemen saat ini memang mengalami penurunan, namun masih tetap ada.

“Beberapa hal yang nantinya akan menjadi pendorong utama yang akan bisa memperkuat daya sewa dan jual beli properti adalah, meningkatkan kepercayaan maupun keyakinan (confident) pasar, keamanan publik, serta mendorong peluang investasi yang lebih baik. Hal ini akan berlaku untuk semua sektor properti baik residensial maupun komersial,” kata Effendy.

Sementara itu bagi platform seperti RoomME, yang melakukan kurasi ketat untuk properti kos/co-living, rumah masih menjadi pilihan konsumennya. Selain harga yang jauh lebih terjangkau, kultur kekeluargaan di rumah membuatnya jauh lebih populer.

“Penghuni yang memang mencari kos biasanya mereka mencari convenience yang tidak akan pernah didapatkan di apartemen. Sedangkan penghuni yang mencari apartemen itu biasa mereka mencari privacy, yang memang kurang di kos,” kata Glen.

Travelio sediakan layanan manajemen untuk pengelolaan bisnis apartemen / Travelio

Targetkan Pertumbuhan Tiga Kali Lipat, Travelio Perluas Kemitraan

Salah satu platform proptech yang cukup berhasil melakukan diversifikasi saat pandemi adalah Travelio. Berdiri sejak tahun 2015 lalu, layanan yang disuguhkan adalah platform manajemen properti untuk mengelola beragam apartemen fully furnished terstandardisasi yang disewakan secara online.

Awal Q4 2020, Travelio resmi memperluas bisnis ke penyewaan apartemen unfurnished dan rumah dengan tempo penyewaan menengah hingga jangka panjang. Ekspansi ini merupakan hasil kerja samannya dengan sederet pengembang properti ternama di Indonesia seperti Intiland, Ciputra Group, Trans Property, PP Property, Meikarta, dan Adhi Commuter Properti.

“Travelio dipercaya karena track record yang bagus. Kita punya 5 tahun pengalaman mengelola properti khususnya apartemen. Bisnis ini juga tadinya belum ada. Saat ini kita berinovasi untuk mengolah dan menyediakan apartemen unfurnished dan rumah,” kata Co-Founder CEO Travelio Hendry Rusli.

Pandemi dan bisnis Travelio

Sebelumnya sejak awal pandemi tahun lalu, Travelio juga telah memperkenalkan Travelio Mart. Situs yang berisikan produk sayuran, buah, daging, dan lainnya yang dibutuhkan oleh pengguna; memanfaatkan makin besarnya permintaan pembelian grocery secara online. Langkah strategis ini dilakukan Travelio untuk mengakali turunnya bisnis mereka di awal pandemi.

Travelio mencatat di kisaran Q2 2020 bisnis merosot tajam, terutama di segmen sewa apartemen harian. Banyak dari pengelola apartemen juga menutup sewa harian untuk meminimalisir mobilisasi penghuni. Namun, Travelio berinisiatif untuk mendorong booking jangka panjang (bulanan dan tahunan). Travelio juga memberlakukan pembersihan unit menggunakan disinfektan untuk menjamin keamanan tamu.

Hingga saat ini Travelio memiliki tiga produk utama, di antaranya adalah Ready to Rent (RTR), Travelio Property Management (TPM) dan Realty. Secara keseluruhan dari ketiganya Travelio telah memiliki lebih dari 8000 properti yang telah disewakan. Untuk TPM sendiri hampir 4300 properti. Mereka juga mengklaim terdapat dua juta lebih pengguna yang telah mengunduh aplikasi, sementara lebih dari 100 ribu orang sudah menjadi pelanggan.

Tahun ini Travelio memiliki target pertumbuhan bisnis hingga tiga kali lipat. Upaya yang telah mereka lakukan di antaranya adalah, memaksimalkan produk yang sudah ada dan berencana untuk meluncurkan layanan jual beli apartemen di kuartal ketiga tahun ini.

“Kita berharap bisa jadi market leader. Hal ini bisa mendukung visi besar Travelio untuk menjadi perusahaan berbasis teknologi terbesar di Asia Tenggara yang menyediakan pengelolaan dan penyewaan properti terintegrasi,” kata Hendry.

Application Information Will Show Up Here

Bobobox Expands Services, Optimistic with Local Tourism Industry

The tourism industry is the first most affected layer by the Covid-19 pandemic. Many companies are competing to develop other businesses as a pivot to buffer due to survival. The same strategy is taken by proptech startup Bobobox, which is developing several innovations outside the capsule hotel.

Bobobox’s Co-Founder and CEO, Indra Gunawan said to DailySocial that his startup was quite affected by the pandemic. However, thanks to the team persistence, the company was able to adapt quickly and continue to innovate during that time.

“As a result, we managed to get a V shape recovery that is much faster than we predicted. This is also the fact that 90% of our market is domestic, has helped us to survive the crisis better,” Indra said.

The Series A funding was announced in March 2020, which is the right ammunition for Bobobox to stay afloat. Currently, the company has launched two new products, accommodation services with the concept of co-living (Boboliving) and glamping/glamor camping (Bobocabin). There are other products currently in progress, including hourly rental single pods and campervan accommodation.

Indra explained that Bobobox and Boboliving originated from the company’s internal findings from its customers. It was found that the domestic market rose faster and used to stay in the range of 1-2 days, now it is longer by around weeks to months. This condition is reflected in the Bobobox report, where long-term guests have grown rapidly during the pandemic.

As narrowed down, there are now two types of hotel guests. First, those who still need to go to the office during the pandemic and want to avoid long-distance travel. Second, people who work from home, but do not have fast work facilities such as high-speed Wi-Fi and a safe environment. “This led us to develop Boboliving and the product was sold out within 3 weeks on the market.”

The result is, Bobobox noticed that WFH lifestyle will continue in the future, even when Covid-19 has ended. Then, today’s consumer trends are driven by self-protection and social distancing. “We want to develop solutions where people can have alternative options for work and school fees (for the younger ones).”

Bobocabin and Boboliving

Boboliving / Bobobox
Boboliving / Bobobox

Bobocabin and Boboliving take advantage of existing technology for their operations. In terms of design, Bobocabin is designed by adopting a futuristic modular design with a capacity of two adults and one child while considering the need for social distancing restrictions. Each cabin is equipped with modern facilities, supported by IoT technology to control the features in it, such as windows, lights, doors, and audio speakers that can be controlled from a visitor’s smartphone.

Bobocabin is available in two areas in Bandung, Rancupas, and Cikole by utilizing land owned by Perhutani. Respectively an area of ​​1.26Ha and 1Ha. Apart from the rooms, Bobocabin is also equipped with 24-hour front desk, barbecue and bonfire. The official fee ranges from IDR 450 thousand to IDR 550 thousand per night.

Bobocabin emphasizes the need for sustainable tourism through the nature-based tourism segment that offers more benefits from an economic, social, and environmental perspective.

Meanwhile, Boboliving is like a boarding house with more spacious room facilities for work areas. The rooms are prepared with 10 pods containing mattresses and wardrobes. These capsules can be rented daily, weekly, monthly, and yearly. Currently, Boboliving is available in Pancoran, South Jakarta.

“Bobobox sees the huge economic potential with the existence of a residential business ecosystem such as co-living, especially for property business activists who want to start a business yet constrained by limited land. This is also driven by the need for housing which is increasing every year, but it is inversely proportional to the availability of land, especially in big cities,” Indra said in an official statement.

Regarding the latest development of the Bobobox capsule hotel, it has distributed in several cities on Java, including Yogyakarta, Semarang, and Solo. Until the fourth quarter of 2020, this product recorded an occupancy rate of back to 80% from the pre-pandemic position which reached the 80% -90% range.

Indra is optimistic from the various sources he summarized, indicating that more than 70% are interested in traveling. This shows that vacations seem non-negotiable to many. “With a market fit for our new product, we are confident that we can reimagine tourism across Indonesia with an extraordinary experience.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Startup proptech Bobobox luncurkan akomodasi co-living Boboliving dan glamping Bobocabin. Produk lainnya yang sedang disiapkan adalah akomodasi dengan konsep sewa perjam dan campervan

Ekspansi Layanan, Bobobox Optimis dengan Industri Pariwisata Lokal

Industri pariwisata adalah layer pertama yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Perusahaan banyak berlomba-lomba mengembangkan bisnis lain sebagai langkah pivot untuk buffer agar tidak jatuh terlampau dalam. Strategi yang sama juga diambil oleh startup proptech Bobobox yang mengembangkan beberapa inovasi di luar hotel kapsul.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Bobobox Indra Gunawan menuturkan, startupnya juga ikut terdampak dari pandemi. Akan tetapi berkat kegigihan tim, perusahaan dapat beradaptasi dengan cepat dan tetap melanjutkan inovasi dalam kurun waktu tersebut.

“Sebagai hasilnya, kami berhasil mendapat pemulihan kurva V (V shape recovery) yang jauh lebih cepat dari yang kami prediksi. Ini juga fakta bahwa 90% pasar kami adalah domestik, berhasil membantu kami untuk bertahan lebih baik dari krisis,” terang Indra.

Pendanaan Seri A yang diumumkan pada Maret 2020 lalu merupakan amunisi tepat buat Bobobox untuk tetap bertahan. Saat ini perusahaan sudah meluncurkan dua produk baru, yakni produk jasa akomodasi dengan konsep co-living (Boboliving) dan glamping/glamour camping (Bobocabin). Produk lainnya yang sedang disiapkan adalah akomodasi dengan konsep sewa perjam (hourly rental single pods) dan campervan.

Indra menjelaskan Bobobox dan Boboliving berawal dari hasil temuan internal perusahaan dari para konsumennya. Ditemukan bahwa pasar domestik bangkit lebih cepat dan dulunya masa inap berada di kisaran 1-2 hari, sekarang jadi lebih panjang sekitar mingguan hingga bulanan. Kondisi inilah yang tercermin dengan laporan Bobobox, yang mana tamu jangka panjang telah berkembang pesat selama pandemi.

Bila dikerucutkan, kini ada dua tipe tamu hotel. Pertama, mereka yang masih perlu pergi ke kantor selama pandemi dan ingin menghindari perjalanan jarak jauh. Kedua, orang yang bekerja dari rumah, tatapi tidak memiliki fasilitas kerja yang cepat seperti Wi-Fi berkecepatan tinggi dan lingkungan aman. “Ini mengarahkan kami untuk mengembangkan Boboliving dan produknya terjual habis dalam waktu 3 minggu di pasaran.”

Dari hasil kajian ini, Bobobox menangkap bahwa ke depannya WFH adalah gaya hidup yang akan terus berlanjut, bahkan ketika Covid-19 sudah berakhir. Lalu, tren konsumen saat ini didorong oleh perlindungan diri dan jarak sosial. “Kami ingin mengembangkan solusi di mana orang dapat memiliki pilihan alternatif untuk bekerja dan biaya sekolah (untuk yang lebih muda).”

Bobocabin dan Boboliving

Boboliving / Bobobox
Boboliving / Bobobox

Bobocabin dan Boboliving memanfaatkan keberadaan teknologi untuk operasionalnya. Dari segi desain, Bobocabin dirancang dengan mengadopsi desain modular yang futuristik berkapasitas dua orang dewasa dan satu anak dengan tetap memerhatikan kebutuhan untuk pembatasan jarak sosial. Tiap kabin dilengkapi dengan fasilitas modern, didukung teknologi IoT untuk mengontrol fitur-fitur di dalamnya, seperti jendela, lampu, pintu, dan audio speaker yang bisa dikendalikan dari smartphone pengunjung.

Bobocabin tersedia di dua kawasan di Bandung, yaitu Rancupas dan Cikole dengan memanfaatkan lahan milik Perhutani. Masing-masing seluas 1,26Ha dan 1Ha. Selain kamar, Bobocabin dilengkapi dengan fasilitas resepsionis 24 jam, barbeque, dan api unggun. Biaya yang banderol berkisar dari Rp450 ribu hingga Rp550 ribu per malam.

Bobocabin ini mengedepankan kebutuhan pariwisata yang keberlanjutan melalui segmen nature-based tourism yang menawarkan manfaat lebih dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Sementara itu, Boboliving seperti indekos dengan fasilitas kamar yang lebih luas untuk area bekerja. Kamar yang disiapkan sebanyak 10 unit pods berisi kasur dan lemari pakaian. Kapsul ini dapat disewa harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Saat ini Boboliving sudah tersedia di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.

“Bobobox melihat potensi ekonomi yang besar dengan adanya ekosistem bisnis hunian seperti co-living, terutama bagi pegiat bisnis properti yang ingin memulai bisnis namun terkendala oleh keterbatasan lahan. Hal ini didorong pula oleh adanya kebutuhan hunian yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan terutama di kota-kota besar,” ujar Indra dalam keterangan resmi.

Terkait perkembangan terkini hotel kapsul Bobobox, sekarang sudah tersebar di beberapa kota di pulau Jawa, antara lain Yogyakarta, Semarang, dan Solo. Hingga kuartal IV 2020, produk ini mencatatkan tingkat okupansi kembali ke besaran 80% dari posisi sebelum pandemi yang mencapai kisaran 80%-90%.

Indra optimis dari berbagai sumber yang ia rangkum, menunjukkan bahwa lebih dari 70% tertarik untuk bepergian. Hal ini memperlihatkan bahwa liburan tampaknya tidak bisa dinegosiasikan bagi banyak orang. “Dengan kesesuaian pasar untuk produk baru kami, kami sangat yakin dapat menata kembali pariwisata di seluruh Indonesia dengan pengalaman yang luar biasa.”

Application Information Will Show Up Here

The Rent-to-Own Concept by TapHomes Allows User to Rent While Making Down Payment

The low rate of house ownership becomes one of TapHomes’ reasons to run the proptech startup. Victor Ramli Kwan as co-founder revealed to DailySocial, there are currently people who have lost the opportunity of house ownership. And he finds it as a problem that affects many people in Indonesia.

TapHomes applies the “rent-to-own” concept as a bridge to help customers get houses. It allows users to pay rent while saving for the house’s down-payment.

Victor said, most of TapHomes‘ customers are new homeowners who cannot obtain traditional home mortgages; most of the issues are due to incapability to pay a down payment or pay a mortgage loan of at least 15-20% of the price of the house.

Through the application, prospective buyers can simply pay a deposit of 2%, then TapHomes will buy the desired house. The customer will then start to inhabit the house and pay monthly rent starting from 1.2 million Rupiah. The cost is allocated 70% for rent and 30% for savings on home ownership.

Regarding the type of house, the TapHomes team will conduct an analysis according to the ability of prospective buyers. Because it has been purchased, the rental process can be modified or renovated according to residents’ wishes.

The rental period is 3-5 years; and at the end of the lease, the customer will have a savings with a total equivalent value of a 15% deposit for the purchase of a home. They can continue to buy the house in cash or through mortgages.

When the customer cannot continue the house purchase plan at the end of the program, TapHomes and the customer will sell the house to a third party. Proceeds from the sale of the house will be divided according to the proportion of home ownership between TapHomes and customers.

“We make it easier for new families to buy their homes with affordable down payment and the development of regular home ownership, that in 3 years later our customers can apply for mortgages in banks,” said Victor.

Technology Development

TapHomes is said to have processed around more than 2 thousand potential customer submissions. Later on will be curated process of customers who are entitled to get services.

Regarding technology, TapHomes is developing an Automated Valuation Engine that makes it easier for the platform to evaluate the value of house prices more efficiently.

TapHomes currently has some objectives, including expanding to major cities in Indonesia. To date, TapHomes’ focus is still on the Greater Jakarta area, especially in Bekasi, Tangerang and Depok.

“We have received seed funding from VC and previously bootstrapping. TapHomes is now involved in batch 3 Accelerator Program from SYNRGY by the BCA group in and batch 7 Plug & Play Accelerator,” Victor said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Pembelian Rumah DP Rendah Taphomes

Konsep “Rent-to-Own” TapHomes Mungkinkan Pengguna Sewa Rumah Sembari Cicil Uang Muka Pembelian

Masih rendahnya jumlah kepemilikan rumah menjadi salah satu alasan mengapa startup proptech TapHomes hadir. Kepada DailySocial, Victor Ramli Kwan selaku co-founder mengungkapkan, saat ini masih banyak orang yang kehilangan peluang kepemilikan rumah. Dan ia melihat ini sebagai masalah yang berdampak kepada banyak orang di Indonesia.

TapHomes menerapkan konsep “rent-to-own” sebagai jembatan untuk membantu pelanggan mendapatkan rumah. Yakni memungkinkan pengguna membayar sewa sekaligus mencicil proses pembelian rumah secara bersamaan.

Victor mengatakan, pelanggan TapHomes sebagian besar adalah pemilik rumah baru yang tidak dapat memperoleh KPR rumah secara tradisional; kebanyakan isunya karena tidak mampu membayar uang muka atau membayarkan deposit KPR minimal 15-20% dari harga rumah.

Melalui aplikasi tersebut, calon pembeli cukup membayar uang muka 2%, selanjutnya TapHomes akan membeli rumah yang diinginkan. Pelanggan kemudian akan mulai menghuni rumah dan membayarkan uang sewa setiap bulan mulai dari 1,2 juta Rupiah. Biaya tersebut dialokasikan 70% untuk sewa dan 30% untuk tabungan kepemilikan rumah.

Mengenai tipe rumah, tim TapHomes akan melakukan analisis sesuai kesanggupan calon pembeli. Karena sudah dibeli, ketika proses sewa rumah tersebut bisa dimodifikasi atau direnovasi sesuai keinginan penghuni.

Masa sewanya dalam jangka 3-5 tahun; dan pada masa akhir sewa, pelanggan akan memiliki tabungan dengan total nilai setara dana deposit 15% untuk pembelian rumah. Mereka bisa melanjutkan untuk membeli rumah tersebut secara tunai atau melalui KPR.

Jika di akhir program pelanggan tidak bisa melanjutkan rencana pembelian rumah, TapHomes dan pelanggan akan menjual rumah tersebut kepada pihak ketiga. Hasil dari penjualan rumah tersebut akan dibagi sesuai dengan proporsi pemilikan rumah antara TapHomes dan pelanggan.

“Kami membuat lebih mudah untuk keluarga baru membeli rumah mereka dengan uang muka yang terjangkau dan pengembangan pemilikan rumah yang teratur, bahwa di 3 tahun kemudian pelanggan kami dapat mengajukan KPR di perbankan,” kata Victor.

Mengembangkan teknologi

Saat ini TapHomes mengklaim telah memproses sekitar lebih dari 2 ribu pengajuan calon pelanggan. Nantinya akan dilakukan proses kurasi pelanggan yang berhak untuk mendapatkan layanan.

Terkait teknologi, TapHomes sedang mengembangkan Automated Valuation Engine yang mempermudah platform untuk mengevaluasi nilai harga rumah dengan lebih efisien.

Ada beberapa rencana yang ingin dicapai oleh TapHomes, di antaranya adalah melakukan ekspansi kepada kota-kota besar di Indonesia. Saat ini fokus TapHomes masih di area Jabodetabek terutama di Bekasi, Tangerang, dan Depok.

“Kami sudah mendapatkan seed funding dari VC dan sebelumnya beroperasi dengan pendanaan pendiri. TapHomes sekarang juga sedang menjalani Accelerator Program dari SYNRGY oleh BCA group di dalam batch 3 dan Plug & Play Accelerator di dalam batch 7,” kata Victor.

Mengamati varian layanan, model bisnis, dan peta persaingan startup di bidang properti yang beroperasi di Indonesia.

Startup Proptech di Indonesia, dari Model Bisnis hingga Peta Persaingan

Startup teknologi di bidang properti, atau biasa disebut proptech (property technology), tampaknya tengah mendulang untung di tengah pertumbuhan jumlah masyarakat urban di Indonesia. Mereka coba mengakomodasi kebutuhan akan hunian atau tempat tinggal – paling banyak rumah atau apartemen. Sejauh ini, melihat yang sudah beroperasi di Indonesia, ada beberapa bentuk layanan yang ditawarkan.

Secara umum proptech  sendiri didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi untuk membantu pengguna melakukan pencarian, pembelian, penjualan, dan pengelolaan real estat. Saat ini bentuknya beragam, mulai dari situs listing properti, platform virtual reality untuk meningkatkan pengalaman pengguna, sistem penyewaan, hingga pendanaan properti.

Model bisnis dan layanan

Ditinjau dari visinya, layanan proptech terbagi menjadi tiga kategori. Pertama ialah penggunaan teknologi untuk memberikan sentuhan digital di unit propertinya itu sendiri. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari penerapan sensor internet of things (IoT) hingga sistem pemantauan otomatis memanfaatkan kamera yang dilengkapi kecerdasan buatan.

Di tingkat global, berbagai perangka pendukung untuk smart home sudah banyak diproduksi, contohnya Switchmate yakni saklar pintar yang dapat dikendalikan melalui ponsel. Perusahaan teknologi raksasa seperti Apple dan Google pun juga mulai memberikan fokus tersendiri untuk kebutuhan ini. Sementara di tingkat pengembang lokal memang belum banyak, namun sudah mulai bermunculan. Salah satunya produk kunci pintar yang diproduksi Sugar Tech.

Kedua ada platform penyewaan, ini jadi yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Mereka mencoba menyederhanakan proses bisnis dari hulu ke hilir. Mulai menyediakan wadah bagi pemilik properti untuk mempromosikan unitnya, memudahkan pengguna untuk menemukan properti sesuai kriterianya – beberapa platform menyediakan jasa konsultasi, hingga menjadi perantara dalam proses penyewaan.

Beberapa platform terkait di antaranya Lamudi, Travelio, Rumah123, 99.co, dan Rumah.com – kendati beberapa sajikan layanan dan fitur berbeda. Misalnya Travelio, berangkat dari layanan penyewaan kamar hotel, kini mereka akomodasi penyewaan rumah, vila, dan apartemen. Tidak hanya mengiklankan unit properti saja, mereka juga membantu pemilik melakukan pengelolaan dan operasional.

Baru-baru ini situs listing indekos Mamikos juga kenalkan layanan baru mereka berjuluk Mamirooms. Konsepnya sama, selain mempromosikan unit kamar yang tersedia, kini mereka membantu pemilik properti untuk melakukan pengelolaan. Termasuk di dalamnya meningkatkan standardisasi properti, operasional, hingga pemasaran.

Model Bisnis Startup Proptech

Model bisnis ketiga mengakomodasi aspek finansial. Mekanisme kredit sejauh ini masih jadi yang paling populer untuk transaksi jual-beli unit real estat. Untuk memudahkan prosesnya, beberapa startup mulai bermain di sana. Mulai dari membantu menyajikan komparasi dan kalkulasi, menjembatani akses kredit dengan perbankan, hingga menyajikan layanan p2p lending untuk membantu pembiayaan.

CicilSewa dan Gradana adalah dua contoh startup di bidang properti yang fokus pada pembiayaan. Layanan yang dihadirkan CicilSewa memberikan talangan untuk pembiayaan properti kepada pengguna. Sementara Gradana manfaatkan skema p2p lending untuk pinjaman kredit properti – termasuk memberikan pinjaman untuk melakukan pembayaran uang muka.

Peta persaingan startup proptech

Awal tahun 2018, pengembang situs properti asal Singapura 99.co resmi mengumumkan akuisisinya terhadap platform lokal Urbanindo. Berbentuk akuisisi penuh, kini tim dan produk Urbanindo dilebur ke dalam layanan 99.co Indonesia. Sejak resmikan kehadirannya di Indonesia, layanan 99.co terus tancap gas jadi platform untuk perantara transaksi jual-beli real estat.

Tak hanya berhenti di sana, pasca dapatkan pendanaan 216 miliar Rupiah, perusahaan jalin kerja sama strategi bersama REA Group, yang sebelumnya terlebih dulu akuisisi iProperty — termasuk di dalamnya platform Rumah 123. Melalui kemitraan tersebut kedua perusahaan bentuk joint venture untuk bersama-sama memenangkan bisnis proptech di Asia Tenggara.

REA turut memberikan investasi 113 miliar Rupiah untuk pengembangan bisnis. Pasalnya operasional bisnis iProperty di Singapura dan Rumah123 di Indonesia akan dikelola bersama. Co-Founder & CEO 99.co Darius Cheung akan memimpin.

Selain dua grup perusahaan tersebut, di Indonesia juga beroperasi unit bisnis milik PropertyGuru. Mereka menjalankan dua situs, yakni Rumah.com dan Rumahdijual.com yang diakuisisi pada akhir 2015 lalu. Di Indonesia, operasionalnya turut didukung konglomerasi EMTEK Group sebagai investor di putaran pendanaan seri D.

Lamudi juga turut jadi pengembang situs listing properti yang mengudara di Indonesia. Mereka hadir sejak tahun 2014. Satu tahun beroperasi, pada tahun 2015 perusahaan melakukan akuisisi platform PropertyKita. Selain di Indonesia, saat ini mereka juga beroperasi di Filipina. Sementara operasional Lamudi di Timur Tengah telah diakuisisi Emerging Markets Property Group pertengahan tahun ini.

Startup proptech di Indonesia

Jika ditarik benang merahnya, dari semua pemain yang memimpin pasar – salah satunya dinilai dari statistik kunjungan dan valuasi perusahaan – merupakan pemain regional. Model bisnisnya serupa, mengedepankan poin “sharing” dibumbui dengan menjual layanan promosi dan pemasaran bekerja sama dengan agen properti.

Pembiayaan properti

Bank BTN menjadi BUMN yang difokuskan untuk pembiayaan properti. Untuk menjangkau pangsa pasar yang lebih luas, mereka mengembangkan konsep proptech melalui BTNProperti.co.id yang menyajikan listing lengkap dengan akses pembiayaan. Pada dasarnya situs-situs listing atau marketplace yang dibahas sebelumnya juga memberikan rekomendasi pembiayaan kredit melalui bank-bank yang menjadi mitra. Di Indonesia, hampir semua bank memiliki produk Kredit Perumahan Rakyat (KPR).

Ingin hadirkan akses menyeluruh, platform asal Singapura CloseBuy Asia Pasific beberapa bulan lalu resmikan kehadiran di Indonesia. Melalui aplikasi mobile, mereka dampingi pengguna memilih unit properti dan akses pembiayaan kredit melalui perbankan mitra. Inovasi yang cukup baru juga dihadirkan pemain lokal Gradana. Seperti disinggung sebelumnya, mereka integrasikan sistem p2p lending untuk pembiayaan, dengan sasaran pengguna dari kalangan masyarakat yang belum terlayani bank (unbankable).

Properti Anda sediakan platform investasi berbasis crowdfunding untuk produk properti

Platform “Properti Anda” Sediakan Layanan Crowdfunding untuk Investasi Properti

Properti Anda merupakan pengembangan model fintech yang menawarkan platform layanan proptech (property technology) berbasis crowdfunding untuk berinvestasi pada aset properti. Layanan ini mengakomodasi beberapa orang untuk membeli sebuah properti secara bersama-sama, kemudian menikmati pembagian hasil yang didapatkan dari biaya sewa atau kenaikan harga penjualan. Layanan proptech ini bisa dibilang masih cukup baru di Indonesia dan belum sepopuler model fintech seperti p2p lending maupun crowdfunding lain. Kendati demikian, selain Properti Anda di pasar lokal juga sudah ada Tavest dan Napro.

Sejak didirikan pada tahun 2017 lalu, Properti Anda sudah mengumpulkan 278 investor untuk membiayai 4 unit properti senilai 1,4 miliar rupiah. Jenis properti yang dikelola meliputi rumah dan apartemen, ditargetkan untuk wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Semarang dan Tangerang. Investasi dapat diikuti dengan nominal mulai dari 500 ribu rupiah dengan biaya awal investasi sebesar 2 persen.

“Untuk admin fee 2 persen hanya di-charge di awal investasi. Misalnya investor berinvestasi sebesar 10 juta maka investor hanya membayar 10,2 juta di depan. Jadi tidak ada biaya-biaya lain yang tersembunyi yang akan dibebankan kepada investor. Semua keuntungan akan diberikan kepada investor setelah dipotong biaya-biaya yang berhubungan dengan properti tersebut,” jelas Co-Founder & CEO Properti Anda Edward Suwandi.

Edward tergerak untuk membangun Properti Anda karena pengalamannya mengalami kesulitan dalam berinvestasi di properti dengan dana yang terbatas. Ia datang dengan ide menyediakan platform investasi baru yang dapat membantu berinvestasi di properti bahkan dengan dana yang terbatas. Platform ini juga memungkinkan orang untuk berinvestasi dan menjual properti dalam satu platform.

Berinvestasi di properti melalui crowdfunding

Menurut artikel terdahulu, investasi di bidang properti ini memiliki beberapa kelebihan. Salah satunya model yang lebih “syariah” jika dibanding p2p lending, karena keuntungannya bukan dari bunga, melainkan biasa sewa atau jual beli. Namun di balik kelebihan juga ada kekurangan, yang paling mencolok adalah jangka waktu investasi yang lebih lama.

Platform Properti Anda sendiri menawarkan fitur re-sale. Pengguna bisa menjual kepemilikannya kapan saja, tapi peminatnya mungkin agak terbatas sehingga bisa jadi tidak langsung terjual.

[Baca juga: Menimbang Investasi melalui Crowdfunding Properti]

“Setiap properti memiliki exit protection antara 2 sampai 3 tahun. Properti tersebut akan dijual setelah melewati periode tersebut. Jadi platform tidak perlu menanggung biaya sampai properti tersebut terjual,” Edward menjelaskan mekanisme yang ada di Properti Anda.

Setelah mendaftarkan diri dan memverifikasi akunnya (termasuk mengunggah beberapa berkas pribadi seperti KTP), pengguna dapat memilih properti dari daftar yang tersedia. Pengguna dapat memilih besaran dan jangka waktu investasi yang diinginkan, kemudian mentransfer nominal investasinya.

Terkait biaya-biaya yang harus ditanggung sebagai pemilik properti, misalnya PBB dan biaya operasional lainnya, para investor di Properti Anda disebutkan akan dibebani pemotongan terhadap hasil sewa atau keuntungan penjualan properti tersebut.

Proses investasi di Properti Anda
Proses investasi di Properti Anda

Terkait kepemilikan properti, Edward menjelaskan, “Properti dimiliki oleh PT Mitra Properti Bersama yang merupakan subsidiary dari PT Properti Anda Sejahtera. Setiap investor akan mendapatkan surat perjanjian hutang senilai investasi yang dilakukan atas setiap properti. Di surat tersebut akan dijelaskan secara detail jumlah investasi, jangka waktu investasi, termasuk kewajiban dan hak baik investor dan Properti Anda. Surat perjanjian ini bisa diakses oleh investor yang berinvestasi setelah properti sukses terdanai dan diakuisisi.”