PUBG Mobile Global Championship 2020 telah usai digelar tanggal 26 Januari 2021 kemarin. Tahun ini mungkin menjadi tahun yang sedikit mengecewakan bagi fans esports PUBG Mobile lokal karena Bigetron RA hanya mampu meraih peringkat 5 saja dalam turnamen tingkat dunia tersebut. Walau begitu pencapaian Bigetron RA tetap patut diacungi jempol.
Walaupun Bigetron RA tidak berhasil memenuhi ekspektasi fans, namun PMGC 2020 sebenarnya menampilkan pertandingan yang teramat sengit secara keseluruhan. Hal tersebut terlihat dari hasil luar biasa yang ditorehkan tim-tim dari negara yang sebelumnya tidak terlalu menonjol di skena esports PUBG Mobile, seperti Zeus Esports asal Mongolia ataupun Navi dari Ukraina. Berkat hal tersebut, PMGC 2020 pun menarik banyak perhatian penonton dan berhasil mencatatkan rekor catatan jumlah penonton yang luar biasa.
Kendala Teknis dan Dampaknya Pada Jumlah Penonton
Mengutip dari Esports Charts, PMGC 2020 berhasil mencatatkan jumlah peak viewers yang memukau. 3,8 juta peak viewers yangdicatatkan adalah bukti keinginan para penggemar untuk menonton penampilan tim PUBG Mobile terbaik dari berbagai penjuru dunia. Pencapaian tersebut terbilang cukup istimewa mengingat tantangan berat yang dihadapi oleh sang penyelenggara untuk memastikan pertandingan PMGC 2020 tetap berjalan.
Rencana awalnya, PMGC 2020 digelar offline di Coca Cola Arena, Dubai, Uni Emirat Arab. Namun pada akhirnya rencana hanyalah tinggal rencana.
Gelombang masalah dimulai setelah beberapa pemain ditemukan positif COVID-19. Mengikuti protokol kesehatan, isolasi mandiri pun dilakukan. Para pemain pun bermain dari kamar hotel masing-masing. Sang penyelenggara sepertinya tidak siap dengan kemungkinan perpindahan lokasi pertandingan karena hotel sepertinya tidak memiliki koneksi internet yang mumpuni. Masalah teknis jaringan pun turut muncul karena perubahan format. Pertandingan sempat tertunda selama dua hari berturut-turut (22 dan 23 Januari 2021), walau setelahnya pertandingan dapat kembali lancar terselenggara. Masalah tersebut membuat angka penonton menunjukkan penurunan. Namun angkanya yang tidak terlalu jauh menjadi bukti antusiasme penonton yang ternyata masih bertahan saat pertandingan kembali berjalan.
Esports PUBG Mobile sendiri ternyata masih menjadi primadona bagi penonton Indonesia. Ada 2,1 juta lebih orang menonton tayangan berbahasa Indonesia pada tanggal 26 Januari 2021 yang jadi hari terakhir. Menyusul di posisi kedua ada tayangan berbahasa Arab dengan 494 ribu lebih peak viewers, posisi ketiga ada Russia dengan 415 ribu lebih peak viewers, Thailand dengan 269 ribu lebih peak viewers, dan Malaysia dengan 266 ribu lebih peak viewers.
Jumlah penonton Indonesia kali ini tidak lagi tersaingi oleh penonton India seperti pada PMWL East 2020 lalu. Kasus pemblokiran PUBG Mobile di India sepertinya jadi alasan atas hal tersebut. Karena hal tersebut, tidak ada tim India yang turut serta di dalam pertandingan PMGC 2020. Terlepas dari itu, tim penyelenggara PMGC 2020 tetap menyajikan tayangan berbahasa India dan masih berhasil menduduki peringkat 6 penonton terbanyak dengan catatan 182 ribu lebih peak viewers.
Selain bahasa India, tim penyelenggara PMGC 2020 juga menayangkan PUBG Mobile dengan berbagai macam bahasa lokal. Inisiatif tersebut menurut saya adalah salah satu kelebihan dari esports PUBG Mobile yang patut dicontoh oleh pertandingan esports global lainnya. Catatan peak viewers dari bahasa lain dapat Anda lihat pada grafik kedua di atas.
Fanatisme Penonton Indonesia dan Performa Bigetron RA
Peringkat jumlah penonton terbanyak berdasarkan hari dan ronde pertandingan menunjukkan pola yang mirip seperti ibadah shalat tarawih di bulan ramadhan, ramai di awal dan akhir. Lima besar pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak adalah pertandingan hari pertama dan hari terakhir dengan tanpa kehadiran pertandingan hari ke-2 atau ke-3 di dalam daftar. Catatan penonton terbanyak ada pada hari pertama yaitu sebanyak 3,8 juta lebih peak viewers, disusul dengan pertandingan hari terakhir dengan 2,8 juta lebih peak viewers di hari ke-4.
Melihat polanya, bisa jadi kendala teknis adalah penyebab utama menurunnya jumlah penonton pada hari ke-4. Penurunannya cukup drastis, hampir 1 juta penonton berkurang dari pertandingan hari pertama dibanding hari ke-4. Walaupun begitu, penonton Indonesia terlihat masih sangat semangat ingin melihat momen comeback dari tim Bigetron RA terutama di hari terakhir.
Hal tersebut terbukti dari 2,1 juta penonton (grafik kedua pada gambar di atas) tayangan berbahasa Indonesia yang menonton pertandingan ronde ke-24 di hari terakhir pertandingan. Melihat pola tersebut, salah satu penyebabnya mungkin karena reputasi Bigetron RA sebagai tim ‘lambat panas’ yang telah terpatri kepada penonton Indonesia. Walhasil jadi ada banyak penonton hadir di tayangan berbahasa Indonesia hadir karena menantikan momen gemilang Zuxxy, Luxxy, Ryzen, Liquid di hari terakhir pertandingan yang sempat terjadi di beberapa turnamen sebelumnya.
Dari segi platform, kali ini Nimo TV berhasil muncul sebagai platform andalan para penggemar esports PUBG Mobile. Nimo TV berhasil mencatatkan 2,8 juta lebih peak viewers pada tanggal 21 Januari 2021 yang merupakan hari pertama dari pertandingan PMGC 2020. Menyusul di bawahnya ada YouTube dengan 1 juta lebih peak viewers, disusul dengan Facebook di peringkat ke-3 dengan 380 ribu lebih peak viewers, dan Twitch di peringkat ke-4 dengan 17 ribu lebih peak viewers. Untuk grafik dan data lebih lengkap dari YouTube dan Twitch dapat Anda lihat pada gambar di atas.
—
Ulet dan gigihnya tim penyelenggara dalam memastikan pertandingan kembali berjalan lancar sepertinya menjadi hal yang paling patut diacungi jempol dari gelaran PMGC 2020 ini. Dengan berbagai masalah serta kendala teknis, PMGC 2020 berhasill berjalan dengan lancar setelahnya walau dengan 2 hari penundaan yang membuat para penggemar cukup kecewa.
Para penggemar esports PUBG Mobile Indonesia juga kembali membuktikan diri sebagai fans paling ngotot dari komunitas PUBG Mobile secara keseluruhan. Walaupun ada kendala teknis, fans esports PUBG Mobile asal Indonesia ternyata terbukti tetap menonton demi membela, mendukung, dan menyaksikan perjuangan Bigetron RA.
*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.
Diskusi seputar bagaimana PUBG, juga versi mobile-nya, dipertandingkan dan ditayangkan sepertinya masih menjadi diskusi hangat yang patut untuk dibahas. Saya jadi terpikir untuk kembali membahas ini setelah Tencent memutuskan untuk menghapus map Vikendi dari daftar map yang dipertandingkan di turnamen PMCO 2021 nanti. Berangkat dari sana, saya pun ingin membuka diskusi apakah format pertandingan PUBG Mobile sekarang sudah ideal?
Berbagai Kritik Ketika Battle Royale PUBG Menjadi Esports
Membincangkan esports PUBG Mobile terasa kurang lengkap tanpa berbicara bagaimana PUBG (PC) sendiri berangkat jadi esports. ESL Gamescom PUBG Invitational di tahun 2017 mungkin bisa dibilang sebagai bibit awal perkembangan PUBG menjadi esports. Sejak saat itu, turnamen demi turnamen pun muncul hingga PUBG Global Invitational pun hadir sebagai puncak esports PUBG pertama. Pada proses perkembangannya menjadi esports, banyak yang mengkritis soal kemunculannya.
Saya ingat sempat membaca beberapa artikel yang mengkritisi soal metode penayangan PUBG yang cenderung sulit karena banyaknya aksi yang bisa terjadi di dalam satu waktu. Ada juga yang mengkritisi soal format pertandingan PUBG yang cenderung membuat pertandingan jadi mudah ditebak. Ada juga yang mengkritisi soal PUBG yang bisa jadi mimpi buruk bagi operator turnamen esports karena harus menyediakan 64+ komputer di dalam satu turnamen LAN. Terlepas dari semua kritik, turnamen PUBG Global Invitational jadi pembuktian oleh sang pengembang dan berhasil menarik hampir 760 ribu peak viewers dengan total konsumsi hampir mencapai 9,2 juta jam.
PUBG Mobile pun mulai muncul ke permukaan pada Maret 2018 lalu. Mengikut kesuksesan pendahulunya, Tencent selaku penerbit PUBG Mobile pun mulai membangun ekosistem esports sedikit demi sedikit. Pada masanya, jenjang turnamen PUBG Mobile terbilang agak… acak-acakan. Bahkan, turnamen PUBG Mobile tingkat dunia ternyata sudah 4 kali berganti nama dari tahun 2018 sampai 2021 ini. Ada PMSC yang dimenangkan RRQ Athena di tahun 2018, lalu ada PMCO Global Finals yang dimenangkan Bigetron RA pada tahun 2019, kemudian berganti jadi PMWL East dan West di tahun 2020 kemarin, dan terakhir adalah PMGC 2020 yang sedang berjalan saat ini.
Tahun 2018 terbilang jadi masa eksplorasi bagi esports PUBG ataupun PUBG Mobile. Keduanya mencoba menghadirkan dua format pertandingan yaitu TPP (Third-Person Perspective) dan FPP (First-Person Perspective). Setelah satu tahun berjalan, dua game tersebut berpisah jalan dan menggunakan cara bertanding yang berbeda. Esports untuk PUBG di PC hanya mempertandingkan mode FPP saja sementara esports PUBG Mobile hanya mempertandingkan mode TPP saja.
Secara gameplay, PUBG di PC yang cenderung lebih realistis memang terbilang cocok menggunakan mode FPP yang imersif. Apalagi pemain game shooter di PC juga cenderung terbiasa bermain dengan sudut pandang first-person. Sementara pada sisi PUBG Mobile yang cenderung lebih arcade juga cocok menggunakan mode TPP. Apalagi juga mengingat kecilnya layar smartphone yang bisa membuat pemain kesulitan apabila dipaksakan berkompetisi dengan mode FPP; walaupun mode tersebut sebenarnya tersedia di dalam game.
Dengan pembedaan tersebut, dua game tersebut seolah berkembang menjadi dua dunia yang berbeda walau sebenarnya berasal dari satu IP (Intellectual Properties) yang sama. Walau begitu, perdebatan antara mode TPP atau FPP untuk esports PUBG Mobile sepertinya tidak berhenti sampai situ saja. Ketika PUBG berkembang menjadi esports dengan format liga, Tiongkok juga punya liganya sendiri yang diberi nama sebagai Peacekeeper Elite League. Peacekeeper Elite sendiri adalah nama game PUBG Mobile versi Tiongkok yang sudah di-rebrand dan diubah pada beberapa aspek agar menyesuaikan kebijakan pemerintah Tiongkok seputar konten kekerasan di game.
Liga Peacekeeper Elite League (PEL) dipertandingkan dengan menggunakan mode FPP. Bahkan berdasarkan dari beberapa informasi, Peacekeeper Elite League dipertandingkan dengan menggunakan Hardcore Mode yang artinya tidak ada indikator visual terkait suara langkah kaki atau suara tembakan di map, tidak ada kendali otomatis untuk looting, reload, ataupun membuka pintu. Kalau tim Peacekeeper Elite League hanya bertanding di Tiongkok saja, hal tersebut mungkin jadi tidak masalah. Namun demikian, tim-tim Peacekeeper Elite League ternyata juga turut bertanding di dalam turnamen PUBG Mobile tingkat internasional seperti PMWL ataupun PMGC 2020 yang sedang berlangsung.
Jadi sebenarnya bagaimana seharusnya PUBG Mobile dipertandingkan? Mari coba kita diskusikan dari aspek mode permainan dan map yang dipertandingkan.
Mode Untuk Esports, TPP atau FPP?
Diskusi soal TPP atau FPP sepertinya akan menjadi diskusi yang tidak kunjung habis dibahas dalam membicarakan esports PUBG Mobile. Pada ekosistem esports PUBG di PC, kebanyakan pihak akhirnya sepakat bahwa mode FPP menjadi mode yang cocok untuk esports. Namun pada sisi lain, dua mode ini sepertinya masih menjadi perbincangan jika kita bicara esports PUBG Mobile. Apalagi juga mengingat liga lokal Tiongkok yang ternyata bertanding dengan metode yang berbeda.
Menurut opini dari pengamatan saya pribadi, saya sebenarnya kurang setuju dengan mode TPP sebagai pertandingan esports PUBG Mobile. Ada beberapa alasan kenapa TPP masih kurang tepat dijadikan mode esports sampai sekarang.
Alasan pertama, kamera TPP memberi keunggulan lebih besar kepada pemain yang bertahan sambil bersembunyi. Dalam esports, urusan balancing mungkin akan selalu membuat sang developer pusing tujuh keliling. Makanya proses nerfing/buffing karakter atau keadaan di dalam permainan selalu ada demi mencapai keseimbangan yang terbaik. Sementara itu mode TPP untuk esports PUBG Mobile saya pikir cenderung tidak balance karena keunggulan yang didapat pemain bertahan cenderung lebih banyak dibanding pemain menyerang.
Pemain bertahan di mode TPP memiliki beberapa keunggulan. Satu yang pasti adalah bisa melihat pergerakan lawan tanpa harus memunculkan bagian tubuh apapun. Kalau deskripsi saya membingungkan, Anda mungkin bisa melihat screenshot yang saya tangkap dari cuplikan pertandingan PMSC 2018 lalu. Seperti yang Anda lihat, TTNAmit bersembunyi tapi masih bisa melihat pergerakan lawannya yaitu Zodk.
“Tapi semua orang bermain dengan mode TPP di pertandingan esports PUBG Mobile, berarti pertandingannya adil kan?”
Sayangnya tidak demikian. Anda yang sudah sering push rank hingga Conqueror tentu paham betul betapa sakitnya di “TPP” oleh musuh. Betapa horornya apabila melewati compound strategis tapi terlihat sepi-sepi saja. Padahal Anda bermain dengan TPP dan musuh Anda juga pakai TPP. Tapi kenapa musuh yang bertahan/bersembunyi bisa melihat Anda, sementara Anda yang menyerang/bergerak tidak bisa melihat mereka?
“Fortnite juga pakai TPP untuk esports. Berarti kamera TPP sebenarnya cocok-cocok saja untuk esports kan?”
Dari apa yang saya amati, ada satu perbedaan fundamental terbesar antara TPP versi Fortnite dengan TPP versi PUBG Mobile. Dalam Fortnite, setiap objek yang ada di medan pertarungan bisa dihancurkan. Senjata di game Fortnite juga sangat beragam. Mulai dari senjata yang umum seperti Rifle atau Machine-Gun sampai senjata-senjata peledak seperti bom ataupun basoka yang juga bisa menghancurkan tembok atau objek apapun.
Sementara pada PUBG Mobile, tidak ada satu pun objek di medan pertempuran yang bisa dihancurkan (kecuali pintu rumah). Jangankan tembok rumah, jerami yang ada di tengah lahan pertanian saja tidak hancur ataupun bergeser ketika ditembaki atau terkena ledakan granat.
Karena itu, bermain TPP di PUBG Mobile jadi sangat menguntungkan. Karena tembok/objek tidak bisa dihancurkan, maka risiko bagi pemain yang bertahan/bersembunyi jadi semakin kecil. Pemain yang bertahan tentu masih bisa dikalahkan dengan granat atau molotov. Namun terlepas dari itu, bertahan dengan kamera TPP di PUBG Mobile tetap cenderung lebih menguntungkan.
Dengan kondisi dan mekanik permainan yang ada, FPP sebenarnya terbilang jadi mode yang paling “fair” untuk esports PUBG Mobile. Dalam keadaan FPP, apa yang Anda lihat adalah posisi di mana Anda berdiri. Anda berlindung di balik tembok maka apa yang Anda lihat adalah tembok. Anda harus memunculkan tubuh Anda apabila ingin melihat ke mana musuh bergerak.
Karena hal tersebut, kondisi pemain menyerang dan pemain bertahan pun lebih adil. Pemain bertahan punya kemungkinan kalah yang lebih besar, karena ia hanya bisa mendengar suara langkah kaki saja tanpa bisa melihat posisi pasti pemain menyerang. Sementara pemain menyerang juga jadi lebih leluasa melakukan pergerakan tanpa harus takut terjebak kamera TPP sang lawan.
Saya juga menanyakan pendapat Head Coach Battle Royale Divisiondari AURA Esports yaitu Entruv. Pria bernama asli Alexander Putra tersebut pun setuju soal esports PUBG Mobile yang seharusnya menggunakan mode FPP. “Kalau ditanya esports PUBG Mobile seharusnya TPP atau FPP, gue setuju FPP. Karena mode FPP akan mengurangi elemen terpenting di Battle Royale yaitu luck. Lalu kalau ditanya apakah esports PUBG Mobile harus ikut Tiongkok yang pakai FPP Hardcore Mode, kalau menurut gue sih WAJIB!”
Terkait kelebihan TPP dan FPP, Entruv juga mengatakan. “Kalau TPP kelebihannya adalah penjualan skin akan naik dan para pemain casual sangat nyaman dengan mode ini. FPP memang sangat fair untuk kompetitif. Bahkan mungkin akan memunculkan meta baru yang harus dipelajari oleh setiap tim. Namun kekurangannya adalah tidak semua pemain mampu bermain FPP. Kekurangan mode FPP adalah bisa menyebabkan mual bagi beberapa pemain dan cenderung lebih sulit dipelajari oleh pemain casual.”
Pada akhirnya keadaan ideal yang diharapkan kadang memang tidak selalu berjalan sesuai dengan kenyataan yang ada. Seperti yang saya sebut di awal juga, PUBG Mobile mode FPP cenderung tidak nyaman dimainkan di mobile. Selain karena ukuran layar yang lebih kecil, pergerakan cepat secara terus menerus juga bisa memunculkan rasa motion sickness saat bermain dengan mode FPP bagi beberapa pemain. Namun memang, mode FPP terbilang adalah mode yang lebih ideal dari segi kompetitif karena cenderung lebih fair.
Di sisi lain, mode TPP cenderung lebih laku karena pemain jadi bisa melihat bentuk dari karakter yang dimainkan. Karena bisa melihat bentuk karakter, keinginan membeli skin pun jadi cenderung meningkat.
PUBG Mobile berhasil mengumpulkan pendapatan sampai dengan US$3 miliar pada Juli 2020 lalu. Kosmetik yang membuat penampilan makin apik tentu menjadi salah satu sumber pendapatan tersebut. Walau mode TPP cenderung kurang adil untuk esports, namun mode tersebut mau tidak mau terpilih untuk dipertandingkan karena menjadi mode yang paling sering dimainkan dan mudah diterima oleh segala macam gamers.
Map PUBG Mobile Untuk Esports, Haruskah Sanhok Juga Dihapuskan?
Selain soal TPP vs FPP, hal berikutnya yang juga diperbincangkan dalam pertandingan PUBG Mobile adalah map yang digunakan. Terakhir kali Tencent mengeluarkan keputusan menghapus Vikendi dari daftar map yang dipertandingkan untuk esports. Alasannya tidak dijelaskan, namun saya akan coba mengupasnya pada bagian ini.
Sebelum menuju pembahasan, patut diketahui bahwa PUBG Mobile punya 4 map, Erangel, Miramar, Vikendi, dan Sanhok.
Erangel dan Miramar adalah dua map awal di PUBG. Keduanya punya ukuran yang sama, yaitu 8×8 km. Vikendi dan Sanhok merupakan map yang tergolong paling baru dibanding yang lain. Dua map tersebut terbilang jadi percobaan PUBG Corp. untuk memberi variasi ke dalam game. Vikendi dan Sanhok punya ukuran yang lebih kecil, masing-masing adalah 6×6 km dan 4×4 km.
Normalnya satu game PUBG diikuti oleh sekitar 80 hingga 100 pemain. Namun untuk esports, jumlah pemain di dalam satu map dikurangi menjadi 64 pemain saja atau 16 tim berisi 4 pemain.
Kenapa jumlah pemainnya harus dikurangi? Seperti apa yang dikatakan oleh Entruv, faktor luck adalah faktor yang sebisa mungkin harus dikurangi (kalaupun tidak bisa dihilangkan) di dalam sebuah pertandingan esports. Semakin banyak pemain di dalam suatu map, maka akan semakin besar faktor keberuntungan di dalam pertandingan.
Kenapa demikian? Satu tim bisa jadi terpaksa berebut satu daerah dengan beberapa tim tersebut yang akan semakin meningkatkan faktor keberuntungan di dalam pertandingan karena berebut loot.
Baku tembak juga jadi sulit diprediksi karena ada kemungkinan diserang oleh pihak ketiga/empat/lima akan semakin besar. Karena hal tersebut, 64 orang di dalam map 8×8 km sejauh ini terbilang sudah cukup ideal. Masing-masing tim punya waktu yang cukup untuk looting dan merancang strategi rotasi untuk mendapat Chicken Dinner. Baku tembak dari beberapa pihak masih sangat mungkin terjadi tapi masih bisa diprediksi.
Lalu apa jadinya kalau 64 orang tersebut bertanding pada map yang berukuran lebih kecil? Tentu saja kemungkinan-kemungkinan seperti 100 orang di dalam map 8×8 km akan terjadi lagi. Karena hal tersebut Vikendi terbilang kurang cocok digunakan untuk esports PUBG Mobile.
Terkait hal tersebut, Entruv mengatakan: “Gue sangat setuju Vikendi dihapuskan dari map kompetitif PUBG Mobile karena tempo permainan di map Vikendi terbilang sangat lambat dan membosankan. Ditambah lagi bantingancircle juga terbilang sangat random sehingga pertandingan jadi sangat terpengaruh oleh faktor keberuntungan.”
Kalau Vikendi yang berukuran 6×6 km dihapuskan, lalu kenapa Sanhok tidak? Apakah Sanhok juga perlu dihapuskan demi mendapatkan pertandingan esports PUBG Mobile yang lebih fair? Entruv juga memberikan pendapatnya seputar hal tersebut. “Gue enggak setuju semisal Sanhok dihapus. Variasi 3 map tersebut sudah cocok supaya penonton tidak bosan. Hal tersebut juga mengingat map Sanhok yang ukurannya kecil dan tempo permainannya sangat cepat sehingga map tersebut jadi map yang paling menarik untuk ditonton sejauh ini.” Ucap Entruv.
Memang jika kita hanya melihat dari ukuran map saja, Vikendi jadi map yang ukurannya tanggung dan tidak berhasil menonjolkan karakteristik tertentu yang bisa dinikmati penonton. Sementara 3 map lainnya sudah punya ciri khas mereka masing masing.
Erangel terbilang jadi map default, sudah dikuasai oleh kebanyakan orang, dan punya ragam jenis baku tembak mulai dari sniping hinggak baku tembak jarak dekat di perkotaan. Miramar mungkin juga bertempo lambat, tapi pertarungan padang pasir berbukit dengan berbagai senjata laras panjang juga jadi hal yang menarik ditonton para penggemar esports. Sanhok mungkin agak menyebalkan bagi pemain, tapi ciri khas pertarungan tempo cepat penuh adrenalin adalah nilai yang paling menonjol dari map tersebut.
Lalu kalau bicara masalah circle, membahasnya mungkin akan agak rumit karena ada faktor RNG atau faktor random yang terlibat di sini. Karena saya cukup penasaran dengan apa yang dikatakan Entruv, saya pun akhirnya mencoba untuk melihat perbedaan bantingan circle antara Erangle, Miramar, dan Sanhok dengan Vikendi. Dari apa yang saya amati, ternyata apa yang dibilang Entruv soal bantingan circle yang random di Vikendi terbilang ada benarnya.
Saya mengambil sampel berupa perpindahan circle dari fase 1 ke fase 2. Erangel, Miramar, dan Sanhok memiliki pola yang sama. Pola tersebut adalah ukuran circle yang mengecil secara signifikan dan bantingan-nya yang cenderung sisi pojok.
Vikendi berbeda sendiri. Ukuran circle hanya sedikit mengecil saja ketika berpindah dari fase 1 ke fase 2. Bantingan circle Vikendi juga tidak terlempar ke pojok, melainkan menguncup ke bagian tengah. Pada saat berpindah dari fase 2 ke fase 3, polanya terbilang masih sama untuk Vikendi yaitu hanya sedikit mengecil dan tidak terlempar ke pojok.
Melalui pengamatan tersebut, mungkin memang benar bahwa pola circle di Vikendi cenderung beda dengan 3 map lainnya. Tapi kalau soal random, saya merasa pendapat Entruv mungkin ada benarnya mengingat jam terbang Entruv sebagai coach dan juga mantan pemain PUBG.
Akhir Kata…
Soal TPP atau FPP serta map mana yang cocok untuk dijadikan esports PUBG Mobile sebenarnya baru sebagian dari beberapa polemik lain yang juga tak kalah menarik untuk dibahas. Kita belum membahas apakah format pertandingan dengan poin sudah tepat untuk esports PUBG Mobile? Apakah poin yang diganjarkan sudah cukup seimbang untuk tim yang mengutamakan Chicken Dinner dengan tim yang bermain agresif mengutamakan Kill?
Konsistensi Tencent untuk terus mengevaluasi cara penyelenggaraan turnamen PUBG Mobile patut diapresiasi hingga sejauh ini. Satu hal yang juga patut diingat, PUBG adalah game Battle Royale pertama yang dipertandingkan sebagai esports.
Sepanjang sejarah perkembangan esports, pertandingan game biasanya hanya mempertandingkan dua pihak saja; entah dalam format 5vs atau 1vs1. PUBG dan PUBG Mobile menjadi game pertama yang mempertandingkan 16 tim di dalam satu map.
Seiring waktu dan evaluasi yang dilakukan, pertandingan PUBG Mobile sepertinya memang akan terus berubah dan berevolusi. Apakah perubahan akan menimbulkan ketidakpastian kepada perkembangan esports PUBG Mobile? Hal tersebut jadi mengingatkan saya kepada kata-kata seorang filsuf Yunani bernama Heraclitus yang mengatakan, “satu-satunya hal yang pasti adalah perubahan itu sendiri.”
Liga PUBG Mobile kasta utama, PMPL ID, sudah memulai musim keduanya sejak 14 Agustus 2020 lalu. Dari dua pekan pertandingan, beberapa cerita kompetisi mulai terbentuk. Pekan lalu (21 sampai 23 Agustus 2020) kita melihat BOOM Esports mencuat sebagai juara mingguan. Tapi selain itu, satu cerita yang menarik adalah tentang debut eksplosif dari ION Esports di pekan pertama.
ION Esports, yang dulu bernama Bigetron ION, merupakan tim baru yang berhasil menembus PMPL ID Season 2 setelah berhasil membuktikan diri dengan menjadi juara PINC 2020. Rosternya berisikan pemain-pemain muda yang penuh ambisi, yaitu Hijrah, Liquid, Auro, RedFaceN, Jerssy, dan sang pelatih s1nyo.
Steven Valerian (s1nyo) sempat menceritakan perjuangannya dalam membangun ION Esports sampai bisa menjadi seperti sekarang. Perjuangan s1nyo sudah mulai terasa ketika Jerssy terpaksa tidak ikut PMPL ID 2020 Season 2, karena kendala peraturan batas usia. Namun demikian s1nyo berusaha tetap profesional menghadapi hal tersebut, hingga akhirnya memilih Auro sebagai pemain ke-5 tim ION Esports.
“Aturan tetaplah aturan, Kami tidak bisa membantah hal tersebut, jadi kami harus menghargai dan menghormati aturan yang sudah ada meski hal tersebut tetap terasa merugikan tim kami. Auro akhirnya kami pilih sebagai pemain ke-5 karena pengalamannya di dunia kompetitif PUBG Mobile dan kemampuan individu yang baik. Terlebih, ia juga pernah menjadi rekan satu tim dari Hijrah.” ucap s1nyo.
Auro sendiri sebenarnya ingin istirahat sejenak dari kompetitif PUBG Mobile setelah keluar dari EVOS pada bulan Januari 2020. Namun, setelah beberapa kali bermain untuk beberapa tim di beberapa turnamen, Auro memutuskan berlabuh di ION Esports karena merasa memiliki satu visi dan ambisi yang membuatnya jadi merasa nyaman berada di dalam tim tersebut.
s1nyo lalu menceritakan soal bagaimana ION bisa tampil dengan cukup memukau di awal-awal pekan PMPL Ini. Ia mengakui bahwa ION Esports bermain sambil berlatih di setiap pertandingan untuk memperkuat chemistry, memperbaiki gameplay, dan komunikasi. “Untuk 2 minggu yang sudah berjalan, kami merasa sudah cukup maksimal, walau tentunya masih banyak ruang untuk perbaikan. Kami terus berusaha memperbaiki diri, dan terus belajar hal baru. Karena setelah 2 pekan PMPL ID Season 2, kami merasa mendapat banyak pelajaran yang akan bermanfaat di masa depan.”
Dengan hasil positif yang mereka tuai setelah dua pekan terakhir di PMPL ID 2020 Season 2, dapatkah s1nyo membantu rekan-rekan ION Esports mempertahankan tren performa tersebut di masa depan?
Belakangan esports sedang berkembang dengan pesatnya. Secara internasional, Newzoo mengatakan bahwa pasar esportsdiperkirakan akan mencapai nilai 15,4 triliun rupiah pada tahun 2020. Asia Tenggara juga menjadi salah satu kawasan yang perkembangannya cukup pesat. Masih dari Newzoo, dilaporkan bahwa industri gaming dan esports di Asia Tenggara ternyata tetap menggeliat selama situasi pandemi. Pada 2019, nilai industrinya bahkan diperkirakan mencapai angka 4,6 miliar dollar AS.
Namun, karena perkembangan terlalu cepat ini, kadang kali ada masalah dalam prosesnya, yang membuat prosesnya esports jadi tidak adil. Di tengah banyaknya kompetisi bermunculan, soal standarisasi mungkin jadi satu hal, yang dapat menjadi masalah suatu saat nanti. Saya sempat membahas fenomena ini dari sudut pandang komunitas game fighting Indonesia, dengan turnamen satu dengan yang lain punya peraturan yang terlampau jauh berbeda.
Standarisasi peraturan turnamen baru satu bagian pembahasan saja. Pada bagian lain, yang menurut saya menarik untuk dibahas dan dipertanyakan adalah soal kesempatan menuju turnamen tingkat internasional.
Jika Anda adalah penggemar setia esports, Anda mungkin sadar akan hal ini. Dalam turnamen, terutama yang setingkat internasional, kadang ada ketidakseimbangan pembagian jumlah slot yang disediakan, untuk suatu negara atau kawasan. Kadang satu negara atau kawasan punya kesempatan lebih besar untuk lolos, sementara negara atau kawasan lain punya kesempatan yang lebih kecil
Kesempatan lebih besar bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti tahap kualifikasi yang cenderung lebih pendek, maupun jumlah slot untuk lolos ke suatu turnamen yang cenderung lebih banyak bagi suatu negara atau kawasan. Apakah ini adalah sesuatu yang normal? Apakah ini adil? Kita akan membahas ini melihat dari sisi esports dan olahraga tradisional, sembari mencari tahu apa alasan diberlakukannya sistem seperti ini.
Melihat Pembagian Slot Turnamen Esports
Dalam esports, ada satu kebiasaan untuk memberikan slot turnamen lebih banyak, untuk negara dengan jumlah pemain terbanyak dari suatu game. Saya sendiri sebenarnya kurang tahu dari mana kebiasaan ini mulai dilakukan. Untuk membahas ini, kita akan melihat ini dari dua turnamen terdekat, yang baru dan sedang berjalan, MPL Invitational 4 Nations Cup, dan PUBG Mobile World League 2020 Season Zero – East Region.
Bertajuk 4 Nations Cup, MPL Invitational mempertandingkan tim MLBB profesional dari empat negara, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Myanmar. Melihat nama turnamen tersebut, ekspektasi saya adalah perebutan tahta tim MLBB terbaik dari empat negara tersebut, lewat kompetisi yang seimbang dengan satu tim mewakili satu negara. Tetapi kenyataannya adalah, turnamen tersebut malah diberondong oleh tim asal Indonesia.
Menurut catatan saya, tim asal Indonesia mendapat 8 slot dengan komposisi 6 tim dari jalur kualifikasi dan 2 tim dari jalur undangan. Malaysia mendapat 4 slot dengan komposisi 3 dari jalur kualifikasi dan 1 jalur undangan. Singapura mendapat 4 slot dengan komposisi 3 dari jalur kualifikasi, 1 jalur undangan. Terakhir Myanmar hanya mendapat 1 slot yang berasal dari undangan.
Mungkin saya yang aneh karena berpikir seperti ini, tetapi jika melihat jumlah tim perwakilan negaranya, pembagian slot rasanya jadi tidak adil bukan? Turnamen seolah terasa seperti MPL 3 Nations Cup plus satu tim Myanmar… Hehe. Dengan jumlah perwakilan yang lebih banyak, tidak heran jika Indonesia punya kesempatan yang lebih besar menjadi juara atau kesempatan mendapat panggung All-Indonesia Final seperti pada M1 World Cup. Meski demikian, bukan berarti RRQ tidak berjuang untuk menjadi juara dalam gelaran tersebut.
Berlanjut ke kasus lain, PUBG Mobile World League 2020 Season Zero – East Region (PWML 2020). Turnamen tersebut diikuti oleh 20 tim yang berasal dari kompetisi lokal dan regional. Dari kompetisi lokal, ada satu tim yang berasal dari pemenang liga PMPL Indonesia, Thailand, Vietnam, MY/SG, Chinese Taipei, turnamen Street Challenge (Korea Selatan), Japan Championship, serta PMCO Pakistan, dan PMCO Wild Card (yang dimenangkan oleh tim asal Mongolia).
Jumlah slot yang disediakan dari liga dan turnamen lokal hanya satu slot saja, dengan tambahan 4 slot untuk negara Asia Tenggara yang berhasil menempati peringkat 6 besar. Namun ada sedikit anomali untuk satu region terakhir yang merupakan peserta dari turnamen ini, yaitu Asia Selatan. Total ada 7 slot disediakan, hanya untuk regional Asia Selatan dalam PMWL 2020 Season Zero – East Region.
Skena esports PUBG Mobile di Asia Selatan sendiri memang didominasi oleh perwakilan negara India. Jika mengutip data Sensor Tower, India tercatat sebagai negara pengunduh game PUBG Mobile terbanyak dengan total sekitar 175 juta install sampai awal Juli 2020 kemarin. Hasilnya adalah 7 slot yang disediakan diisi oleh perwakilan dari negara India saja.
Apabila kita menghitung dari jumlah perwakilan per kawasan, Asia Tenggara akan menjadi kawasan yang terlalu mendominasi dibanding yang lain dengan total ada 8 perwakilan. Tetapi jika dihitung perwakilan per negara, maka perwakilan India jadi sangat tidak adil jika dibandingkan dengan negara lain, dengan 7 tim beranggotakan 39 orang atau sekitar 37% dari total keseluruhan peserta PMWL 2020 Season Zero – East Region berasal dari India, mengutip data Liquidpedia.
Apakah ini adil? Atau dalam konteks kompetisi, keadilan adalah jika negara dengan pemain terbanyak memiliki kesempatan lebih besar untuk dapat lolos ke kompetisi yang lebih tinggi? Agar sudut pandang kita tidak terbatas pada dunia kompetisi esports saja, mari kita mengintip sistem pembagian spot kualifikasi dari ekosistem kompetisi olahraga.
Bagaimana Sistem Pembagian Slot Kualifikasi Olahraga?
Dalam esports kita melihat MPL Invitational dan PMWL 2020 Season Zero – East Region yang jadi dua contoh kompetisi dengan proporsi perwakilan negara yang tidak seimbang. Lalu bagaimana kasusnya di dalam ekosistem olahraga?
Untuk itu, saya melihat dari sistem kompetisi sepak bola dan pertandingan festival olahraga SEA Games. Pertandingan sepak bola sengaja saya pilih, untuk mewakili sistem kompetisi tim vs tim, layaknya pada esports MLBB. Sementara festival olahraga seperti SEA Games saya pilih karena bisa dibilang punya sistem paling mendekati dengan pertandingan esports battle royale, yang menggunakan sistem peringkat serta poin.
Pada sepak bola saya mengambil FIFA World Cup 2018 sebagai contoh, karena merupakan ajang terbesar sepak bola terdekat yang baru selesai, sehingga bisa jadi patokan pembagian spot kualifikasi dalam pertandingan sepak bola antar-negara sejauh ini.
FIFA World Cup 2018 diikuti oleh 208 negara anggota asosiasi, yang dibagi ke dalam 6 zona kualifikasi, yaitu Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara, Tengah dan Kepulauan Karibia, Oseania, dan Amerika Selatan. Total ada 32 slot di pertandingan utama FIFA World Cup 2018, dengan 31 spot berasal dari kualifikasi, dan 1 spot spesial khusus Rusia selaku tuan rumah kompetisi.
Masing-masing kawasan memiliki jumlah slot yang berbeda-beda. Asia (termasuk Australia) memiliki 4,5 slot ditambah 0,5 slot dari kawasan Oseania (New Zealand dan kepulauan lainnya). Afrika memiliki 5 Slot, Amerika Utara, Tengah, dan Kepulauan Karibia memiliki 3,5 slot ditambah 4,5 slot dari Amerika Selatan. Pemilik kesempatan terbesar untuk menuju ke FIFA World Cup 2018 adalah kawasan Eropa, dengan total 13 slot, paling banyak dibanding kawasan lainnya.
Ternyata dalam kompetisi olahraga, praktik pembagian slot yang tidak proporsional juga terjadi. Apakah berarti praktik seperti demikian memang wajar? Lebih lanjut, mari kita intip SEA Games 2019.
Festival olahraga terbesar di Asia Tenggara tersebut mempertandingkan 56 jenis olahraga dengan total 529 event bermedali, mengutip dari Sport Business. Dalam gelaran festival olahraga seperti SEA Games 2019, negara dapat memilih untuk mengikuti suatu cabang olahraga atau tidak.
Hal ini jadi alasan kenapa setiap negara, punya jumlah kontingen atlet yang berbeda-beda. Menurut catatan Jawa Pos, Indonesia mengirimkan 841 atlet, dengan total 1303 orang jika menyertakan pelatih dan official. Malaysia mengirimkan 795 atlet dan 398 official, sedangkan Filipina selaku tuan rumah mengirimkan 1115 atlet ditambah 753 pelatih dan official, menurut catatan beberapa media lokal.
SEA Games juga melibatkan esports sebagai salah satu cabang bermedali. Bukti bahwa SEA Games membebaskan negara peserta untuk mengikuti suatu cabang atau tidak, bisa terlihat pada cabang esports.
SEA Games 2019 mempertandingkan 11 negara anggota Southeast Asian Games Federation (SEAGF), yaitu Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Timor Timur, dan Vietnam. Cabang esports mempertandingkan 6 game berbeda, yaitu MLBB, Arena of Valor, Dota 2, Hearthstone, StarCraft II, dan Tekken 7.
Dari cabang esports Anda bisa melihat bahwa beberapa game yang dipertandingkan hanya diikuti oleh beberapa negara saja. StarCraft II dan Hearthstone contohnya, yang hanya diikuti 6 negara saja yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. MLBB jadi cabang game esports dengan jumlah negara peserta terbanyak, yaitu 9 negara. Jadi, dari keseluruhan cabang esports di SEA Games 2019, hanya Timor Timur dan Brunei Darussalam saja yang tidak mengikuti cabang esports sama sekali.
Jika kita berasumsi Brunei Darussalam dan Timor Timur tidak bisa ikut cabang esports karena mereka tidak memiliki kontingen atlet, apakah SEA Games 2019 adil jika ada cabang pertandingan yang tidak bisa diikuti oleh suatu negara?
Apa Alasan Ketidakseimbangan Slot Kualifikasi Suatu Kompetisi?
Jika melihat kasus yang sudah ada, hampir tidak ada kompetisi yang menerapkan jumlah representasi yang seimbang. Tidak hanya terjadi di esports, FIFA World Cup ternyata menerapkan praktik serupa, karena memberi Eropa jumlah slot kualifikasi terbanyak yaitu sebanyak 13 slot. Sementara dalam SEA Games, kita melihat jumlah perwakilan atlet yang dikirimkan masing-masing negara berbeda-beda jumlahnya. Bahkan cabang esports pada SEA Games 2019 tidak diikuti oleh Brunei Darussalam dan Timor Timur, yang berarti memperkecil kemungkinan mereka untuk menjadi juara SEA Games 2019 secara keseluruhan.
Lalu apa sebenarnya alasan dari penerapan sistem seperti ini? Menurut opini saya, dasar argumennya mungkin seperti ini.
Orang terbaik dari 1000 kompetitor akan berbeda levelnya jika dibandingkan dengan yang terbaik dari 5 orang kompetitor. Sebagai contoh, saya menggunakan ujian sekolah sebagai analogi. Untuk menjadi yang terbaik dari Ujian Nasional 2019 yang diikuti oleh 8,3 juta peserta didik, Anda akan butuh nilai 90 atau mungkin 100. Tapi untuk menjadi yang terbaik dari satu kelas berisi 40 orang, Anda mungkin cuma butuh nilai 80-90 saja.
Tapi, level kompetisi tidak hanya ditentukan dengan melihat jumlah kompetitor saja. Kalau memang demikian, maka dalam pertandingan FIFA World Cup 2018, Asia yang punya 4 miliar penduduk seharusnya mendapat kesempatan lebih besar dibanding Eropa, yang cuma punya 700 juta penduduk.
Tapi nyatanya Eropa mendapat 13 slot, sementara Asia cuma mendapat 4,5 slot saja. Maka, satu faktor lain yang mungkin menjadi alasan adalah level kompetisi lokal di kawasan tersebut, dan prestasi-prestasi yang pernah didapat dari suatu kawasan.
Kembali membahas esports, mari coba kita urai ke dalam dua faktor tersebut, berdasarkan dua contoh turnamen esports yang saya sebut di atas. Kenapa Indonesia mendapat kesempatan lebih besar di dalam MPL Invitational 4 Regions Cup? Mengutip data dari Sensor Tower, Indonesia mencatatkan total 100,1 juta download, dan merupakan negara dengan jumlah pengunduh game MLBB terbanyak. Menyusul di belakangnya ada Filipina dengan 41,2 juta download, dan Vietnam dengan 21,3 juta download.
Selain dari itu, jika kita melihat secara level prestasi, Indonesia merupakan salah satu negara paling mencolok di skena MLBB. Walau gagal mendapat prestasi terbaik di MSC 2017, namun Indonesia mulai menunjukkan potensi di tahun-tahun berikutnya. MSC 2018, Indonesia berhasil mengamankan peringkat 3, walau gagal mendapat slot di babak Final. MSC 2019 adalah puncak prestasi Indonesia, ketika sorotan pertandingan jadi monopoli Indonesia berkat pertemuan ONIC Esports dengan Louvre Esports di babak Grand Final.
Level kompetisi MLBB di tingkat lokal Indonesia juga terbilang cukup keras keras. MPL Indonesia memiliki juara baru setiap musimnya, sampai akhirnya pola tersebut dihentikan oleh RRQ, yang berhasil mendapatkan gelar juara MPL keduanya pada MPL ID Season 5 kemarin. Semakin tinggi level kompetisinya, tim yang bertanding harus lebih baik lagi, dan harus sudah melalui kompetisi yang keras. Jadi, melihat faktor-faktor tersebut di atas, tidak heran jika negara kita mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk turnamen internasional.
Bagaimana dengan PUBG Mobile? Secara jumlah pemain, India memang merupakan negara dengan jumlah donwload PUBG Mobile terbanyak. India mencatatkan jumlah 175 juta download dengan proporsi sebesar 24% dari total keseluruhan download, mengutip dari data Sensor Tower awal Juli 2020 lalu. Jumlah download PUBG Mobile di India bahkan menyalip jumlah downloadPeacekeeper Elite (PUBG Mobile versi Tiongkok). Lebih lanjut Sensor Tower mengatakan bahwa Tiongkok berada di peringkat kedua dengan 16,7% dari keseluruhan download, dan AS di peringkat ketiga dengan 6,4% dari total keseluruhan download.
Jumlah pemain, mungkin jadi salah satu alasan kenapa India mendapat kesempatan yang lebih besar untuk menuju gelaran PMWL 2020 Season Zero – East Region. Lalu jika kita melihat dari sisi prestasi, Bigetron RA padahal merupakan juara dunia PUBG Mobile lewat gelaran PMCO 2019 lalu, kenapa Indonesia tidak mendapatkan kesempatan lebih banyak di turnamen PMWL 2020 Season Zero – East Region?
Jawabannya mungkin karena level kompetisi lokal Indonesia yang belum sebanding dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Kalau kita membandingkan perolehan skor yang dikumpulkan di akhir babak Regular Season PMPL dari masing-masing negara Asia Tenggara, Anda bisa melihat bagaimana level kompetisi di Indonesia masih sangatlah timpang.
Pada PMPL ID Season 1, selisih skor antara Bigetron RA sang juara liga, dengan AURA Esports yang berada di peringkat 2 sangatlah jauh yaitu sebesar 445 poin. Sementara pada PMPL MYSG, PMPL Thailand, dan PMPL Vietnam, beda skor pada posisi top 4 terbilang tipis-tipis, setidaknya tidak lebih dari 300 poin. Jika landasannya adalah selisih skor di PMPL, maka mungkin kawasan South Asia jadi turnamen dengan level kompetisi tertinggi, karena selisih poin cuma mencapai angka puluhan saja pada peringkat top 4.
Terlebih, saya merasa Tencent terbilang sudah cukup adil dalam membagi slot kualifikasi menuju PMWL 2020 Season Zero – East Region untuk negara-negara Asia Tenggara. Masing-masing negara mendapat satu slot menuju PMWL yang diberikan kepada pemenang liga lokal, dan satu slot lagi diperebutkan melalui PMPL SEA Finals 2020. Cuma saja, Thailand memang terbukti bermain lebih baik dibanding negara lainnya. Alhasil negara mereka punya 3 wakil (1 wakil lebih banyak dibanding Indonesia dan Malaysia) di PMWL 2020 Season Zero – East Region.
—
Di luar dari soal mana yang lebih adil, hal lain yang tidak bisa kita lepaskan dalam sebuah kompetisi tentunya adalah kepentingan penyelenggara. Penyelenggara turnamen tentu ingin acaranya menarik minat banyak orang. Cara menarik minat tersebut mungkin bisa diambil dari dua hal, memberikan kesempatan lebih besar kepada negara/kawasan dengan jumlah penggemar terbanyak, serta menyajikan kompetisi yang keras.
Dalam kasus MPL Invitational Anda bisa melihat sendiri bagaimana turnamen tersebut menarik minat banyak orang, gara-gara tim dari Indonesia. Buktinya pertandingan antar dua tim Indonesia, RRQ vs EVOS, adalah pertandingan dengan jumlah viewer terbanyak sepanjang gelaran MPL Invitational, dengan jumlah penonton mencapai 1 juta orang. Jumlah penonton Indonesia pun tidak kira-kira, mencapai angka 971 ribu pada pertandingan tanggal 3 Juli 2020, mengutip Esports Charts.
Namun, mungkin satu pembeda terbesar antara esports dengan olahraga tradisional adalah, penentuan slot dalam pertandingan esports tingkat internasional masih jadi wewenang mutlak sang penyelenggara. Semoga saja asosiasi seperti GEF atau IESF bisa menjadi pihak yang menengahi dalam hal ini, layaknya asosiasi seperti FIFA atau SEAGF dalam ekosistem olahraga.
Tanggal 11-12 Juli 2020 lalu, gelaran PUBG Mobile World League 2020 Season Zero dibuka lewat sajian Opening Weekend. Pertandingan ini menggunakan format online, dan merupakan pengganti dari PMWL yang seharusnya dipertandingkan secara tatap muka di studio ESL. Pertandingan dibagi menjadi dua bagian, ada PMWL East yang mempertandingkan berbagai im dari kawasan Asia, dan PWML West yang mempertandingkan negara-negara barat seperti Amerika, Eropa, dan CIS,
Pada PMWL East, Bigetron RA menunjukkan dominasinya yang sangat kuat, dan berkat ini, Indonesia menjadi konsumen tayangan PMWL terbesar kedua di dunia. Data tersebut dikumpulkan oleh Esports Charts, yang menunjukkan seberapa banyak jumlah penonton serta total jam konten dikonsumsi untuk PMWL, baik East ataupun West.
Dalam laporan tersebut, Esports Charts juga menunjukkan tingkat popularitas PMWL berdasarkan bahasa tayangan pertandingan. Untuk PMWL East, India, Indonesia, dan Malaysia menjadi tiga negara yang paling banyak mengkonsumsi tayangan turnamen. India berada di peringkat pertama, yang mencatatkan total konsumsi konten (Total Watch Hours) sebesar 1,23 juta jam. Indonesia mengikuti di belakangnya dengan total konsumsi konten sebanyak 1,18 juta jam. Malaysia di peringkat ketiga dengan total konsumsi konten sebanyak 673 ribu jam.
Kesimpulan sementara dari Esports Charts terkait banyaknya jumlah penonton adalah, karena Indonesia adalah salah satu negara yang punya sederet prestasi di PUBG Mobile. Pada Opening Weekend, Indonesia memang menjadi sorotan utama karena Bigetron RA berhasil mengisi peringkat puncak. Prestasi tersebut tidak bisa diremehkan, karena mereka menghadapi lawan yang berat seperti RRQ Athena dari Thailand atau Orange Rock dari India.
Terakhir kali, Bigetron RA juga merupakan juara dunia kancah PUBG Mobile setelah mereka berhasil menjadi juara dalam gelaran PMCO Global Finals 2019. Secara keseluruhan PMWL East 2020 – Opening Weekend sendiri sudah dikonsumsi sebanyak 3,2 juta jam, dengan jumlah 728 ribu penonton terbanyak di saat bersamaan (Peak Viewers).
Jumlah tersebut sangat timpang dibandingkan dengan PMWL West yang hanya dikonsumsi sebanyak 210 ribu jam, dengan 39 ribu penonton terbanyak dalam saat bersamaan. Terkait popularitas konten secara bahasa, PMWL West ternyata paling populer bagi penonton berbahasa Rusia dan Spanyol. Bahasa Inggris justru mengisi peringkat ke empat, dengan total konsumsi sebanyak 28 ribu jam.
Melihat ini, popularitas PUBG Mobile di kawasan Asia sepertinya memang tidak bisa ditampik lagi. Tetapi jika melihat ketimpangan yang begitu besar, Tencent Games sepertinya harus usaha lebih keras lagi agar mobile esports bisa menjadi santapan utama bagi gamers dari kawasan barat.
Seri game PUBG Mobile saat ini memang menjadi salah satu fenomena esports global. Kesuksesan game PUBG Mobile mulai menarik perhatian beberapa organisasi esports dari Eropa dengan turnamen berskala global dan jumlah pemain yang tidak kalah banyak dari seri yang dirilis di PC.
Melalui rilis resminya, tim Alliance memperkenalkan skuad PUBG Mobile mereka. Baru-baru ini, tim yang dipimpin Alesandr “sunrise” Yurkovskiy bergabung menjadi bagian dari organisasi tim asal Swedia tersebut.
Inisiatif yang dilakukan organisasi epsorts Alliance diambil dalam rangka ekspansi ke region CIS. Selain ingin lebih mendekatkan diri dengan fans dari Rusia, secara historis memang region CIS adalah tempat bertumbuhnya banyak atlet esports berprestasi.
Berikut adalah roster line up dari tim Alliance:
Aleksandr “sunrise” Yurkovskiy (captain) Klim “diskrim” Galitskiy Aleksandr “rud3r” Alhovik Roman “headache” Dolgih
Colleen “Aura” Allyson (manager)
Memasuki pertengahan tahun ini, tim PUBG Mobile Alliance mungkin akan kekurangan panggung untuk menunjukkan kemampuan bermain mereka. Meskipun demikian skena mobile esports di region CIS dan Eropa tengah bergeliat.
Lebih jauh lagi tentang tim yang baru bergabung, sebelumnya mereka sudah menjadi formasi yang stabil selama satu tahun secara kompetitif. Chemistry sebagai tim tentunya sudah terbentuk bagi sunrise dan kawan-kawan. Dalam perjalanan setahun juga, mereka juga sudah memiliki basis penggemar.
Sebagai debutnya, beberapa waktu yang lalau juga mereka bisa tampil sebagai juara dari turnamen minor yang diadakan PUBG Corporation dan perusahaan telekomunikasi asal Rusia Altel.
Selain itu masih ada juga risk tim yang dibentuk tidak memberikan performa yang diinginkan. Dengan akuisisi, biaya investasi membentuk dan mengembangkan tim esports dari awal bisa dikurangi sedemikian rupa.
Secara sekilas skena PUBG Mobile di Eropa memang sedang bertumbuh. Hal ini dapat terlihat dengan disiapkannya stadion baru khusus PUBG Mobile di Katowice, Polandia. Stadion itu adalah buah kerja sama antara PUBG Corporation dan ESL.
Setelah rangkaian PMPL ID dan PMPL SEA selesai, seharusnya pertandingan berlanjut ke PUBG Mobile World League (PMWL). Maka dari itu, Tencent baru-baru ini mengumumkan PUBG Mobile World League: Season Zero, yang memperebutkan total hadiah sebesar US$850 ribu (Rp12 juta). PMWL Season Zero menjadi musim kompetisi yang spesial, mengingat keadaan internasional yang sedang dilanda pandemi COVID-19.
James Yang, the Director of the @PUBGMOBILE Global Esports makes a special announcement with the upcoming World League #PMWL structure adjustments, major reveal of 850,000 USD prize pool and much more!https://t.co/utaOGeIO1t
Namun karena keadaan internasional yang belum sepenuhnya aman dari pandemi COVID-19, maka PMWL Season Zero akan diadakan secara online, mengikuti seperti apa yang dilakukan oleh banyak ekosistem game esports lainnya.
Pertandingan PMWL Season Zero tetap dibagi menjadi dua regional, yaitu PMWL East untuk negara-negara Asia, dan PMWL West untuk negara barat seperti Eropa dan Amerika Serikat. Indonesia juga turut mengikuti kompetisi ini, yang diwakili oleh juara dunia PUBG Mobile tahun lalu, Bigetron Red Aliens, ditambah tim besutan Reza Arap, MORPH Team.
Untuk PMWL East, selain penambahan MORPH Team untuk mewakili Indonesia, satu yang menarik juga adalah penambahan RRQ Athena ke dalam kompetisi. Ini terjadi karena ada penambahan dua slot untuk PMWL East, dari yang tadinya mempertandingkan 18 tim menjadi 20 setelah perubahan format terjadi. Penambahan RRQ Athena tentu akan memberi dampak kepada kompetisi, mengingat tim tersebut adalah juara dunia PUBG Mobile tahun 2018, yang merupakan kontestan terberat bagi Bigetron Red Aliens.
PMWL East League direncanakan hadir mulai 10 Juli hingga 8 Agustus 2020 mendatang. Setelah PMWL, seharusnya masih ada PUBG Mobile World Championship, jika mengacu kepada rencana ekosistem esports PUBG Mobile yang direncanakan tahun 2020 ini.
Semoga saja keadaan segera membaik agar PMWC bisa tetap terlaksana, dan melihat wakil Indonesia memberikan usaha terbaiknya untuk menjadi juara di kancah internasional.
PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020 Season 1 kini sudah memasuki pekan ketiga. Pertandingan 24 tim PUBG Mobile profesional dari berbagai belahan Indonesia kini jadi semakin sengit, walau Bigetron RA sedang di atas angin dengan perolehan poin yang cukup jauh dibanding para pesaingnya.
Sementara para pemain berjuang keras demi mendapatkan kesempatan bertanding di babak Playoff serta gengsi menjadi tim PUBG Mobile terbaik di Indonesia, Anda para penonton setia PMPL ID 2020 Season 1 juga bisa turut berkontribusi dan berpartisipasi dalam keseruan tersebut.
Terlebih dengan berkontribusi, Anda para penggemar setia tayangan PMPL ID 2020 Season 1 juga bisa mendapatkan hadiah berupa skin senjata Melee Pan, skin senjata SMG UMP45, dan sebuah Outfit bertema militer. Bagaimana caranya? Untuk mendapatkan salah satu dari hadiah tersebut Anda dapat tap ikon berbentuk kotak hadiah yang ada di pojok kanan bawah menu utama.
Setelah itu pilih tab Recommended yang ada di bagian atas, pilih PMPL Rewards, lalu tap gambar untuk melaju ke laman aktivitas PMPL ID 2020 Season 1. Pertama-tama, Anda pilih dulu skin hadiah yang Anda inginkan.
Kemudian, Anda akan dilempar kepada tab Mission, yang berisikan berbagai kegiatan yang bisa Anda lakukan untuk mendapatkan Energy Drink.
Ada berbagai kegiatan yang bisa Anda lakukan di sana. Setiap kegiatan yang Anda lakukan, Anda akan mendapatkan 10 Energy Drink. Jika sudah mendapatkannya, setlahnya Anda perlu tap Charge Energy untuk penuhi jumlah Energy Drink yang dibutuhkan untuk skin yang diinginkan.
Tak hanya itu, kontribusi terpenting yang bisa Anda lakukan adalah dengan memberi dukungan kepada tim favorit Anda di gelaran PMPL ID 2020 Season 1. Berikut cara pilih tim PMPL ID 2020 Season 1 favorit Anda. Pertama-tama pilih tab Cheer For Crew yang ada di bagian atas laman PMPL Rewards. Setelah itu pilih menu region ID. Setelahnya tinggal pilih tim PMPL ID 2020 Season 1 Favorit Anda.
Dalam satu hari, satu akun hanya bisa mendukung satu tim saja. Jika Anda ingin tim dukungan Anda juara, maka Anda harus konsisten. Vote terus tim Andalan Anda selama periode voting berjalan selama periode 20 Maret hingga 5 April 2020 mendatang.
Tim yang memenangkan voting akan mendapat gelar berupa Most Popular Team Honor Rewards dan mendapat hadiah berupa uang tunai sebesar US$3000 (sekitar Rp47 juta). Jangan lupa ajak kawan- kawan Anda untuk voting tim favorit mereka masing-masing. Kenapa? Karena ada Weekly Milestone. Jika dalam satu pekan jumlah voting keseluruhan bisa mencapai target yang diberikan, maka Anda para penggemar yang melakukan voting akan mendapat hadiah berupa box berisi skin yang akan membuat karakter Anda tampil lebih keren.
Jadi tunggu apalagi, segera voting agar tim jagoan Anda menjadi juara, dan dapatkan hadiah berupa skin keren yang membuat karakter Anda tampil semakin rupawan.
Tahun 2020, menjadi lembaran baru bagi skena kompetitif PUBG Mobile. Salah satunya adalah kehadiran PUBG Mobile Pro League (PMPL), liga PUBG Mobile yang akan diselenggarakan secara lokal untuk masing-masing negara. PMPL Indonesia 2020 Season 1 sendiri sudah akan segera dimulai. Menyambut hal tersebut, Tencent pun berkolaborasi dengan band Arah untuk membuat lagu tema bertajuk “Be The One”.
Band Arah, yang sempat mengisi soundtrack film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, merupakan kelompok musik yang berisikan selebriti ternama di dunia entertainment Indonesia. Band ini digawangi oleh Aktor Tanta Ginting sebagai pemain Gitar dan Backing Vocal, bersama dengan Aktor Roy Sungkono yang mengisi bagian Lead Vocal, musisi Gilbert Pohan sebagai pemain Bass, serta News Anchor Azizah Hanum sebagai pemain Drum.
Menariknya, beberapa personil band Arah ternyata juga bermain PUBG Mobile. Hal ini mereka ceritakan sendiri saat sedang proses shoot Music Video (MV) Lagu Tema PMPL Indonesia 2020 Season 1. Roy Sungkono sang vokalis bahkan merasa kesempatan kolaborasi membuat soundtrack untuk PMPL Indonesia 2020 Season 1 seperti mimpi jadi nyata.
“Jadi pengisi musik untuk game yang gue mainkan itu rasanya nggak kepikiran sama sekali! Kebetulan gue juga gamers sedari dulu dan main PUBG Mobile juga. Mendapat kesempatan mengisi soundtrack untuk PUBG Mobile itu seperti mimpi jadi nyata.” ucap Roy.
Perbincangan lalu berlanjut kepada soal proses kreatif pembuatan lagu Be The One. Tanta Ginting ketika itu mengaku, bahwa proses pembuatan lagu Be The One sebenarnya hanya dua minggu saja. “Waktu itu diajak Tencent untuk membuat lagu tema PUBG Mobile Pro League. Sebagai fans dan juga pemain PUBG Mobile, gue sontak bilang ‘AYO!’ ucapnya “Lalu setelah itu diberi tahu bahwa waktunya cuma dua minggu, tambah kaget lagi gue! Langsung gue kontak teman-teman, mereka ternyata juga excited dengan ajakan ini.”
Gilbert Pohan yang berada di Jogja saat membuat lagu ini lalu menceritakan proses pembuatan Be The One. “Ketika dapat kabar dan waktunya cuma dua minggu, gue langsung semangat! Jiwa kreatif gue langsung bergejolak saat sedang terdesak. Proses pembuatannya betul-betul mengalir. Gue bayangkan saja seperti lagi sedang main PUBG. Setiap menemukan inspirasi, gue rekam sedapatnya pakai voice note, lalu kirim ke kawan-kawan Arah. Jadi kalau dihitung-hitung, proses mulai dari demo, workshop, sampai akhirnya full satu lagu kami kerjakan cuma dalam satu minggu saja.”
Azizah Hanum sang pemain drum lalu kembali melanjutkan ceritanya. “Untuk bikin lagu ini, kita workshop 3 hari berturut-turut selama 6 sampai 7 jam setiap harinya!” ucap sosok pembawa berita di salah satu media nasional ternama tersebut. “Awalnya gue agak buta sama PUBG, tapi gue tanya-tanya ke Roy dan Tanta soal istilah di PUBG. Gara-gara itu juga, istilah-istilah PUBG masuk ke dalam lirik lagu seperti ‘take your best shot’, atau ‘final zone closing’.
Dalam satu bagian lagu, ada teriakan Winner-Winner Chicken Dinner yang bisa membuat para pendengarnya jadi membara dengan semangat kompetisi. Azizah Hanum yang menggagas bagian ini lalu menceritakan. “Jadi itu sebentulnya gara-gara gue sering banget mendengar Roy dan Tanta teriak kata-kata itu. Jadi saat ada bagian lagu di mana tempo musik melambat, gue teriak ‘Winner-Winner Chicken Dinner!’ sampai akhirnya semua setuju bagian itu masuk ke dalam lagu.”
Be The One akan menjadi theme song gelaran PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020 Season 1. Liga PUBG Mobile pertama di Indonesia ini akan memperebutkan hadiah sebesar US$150.000 (sekitar Rp2,2 miliar), babak Regular Season akan diselenggarakan mulai dari tanggal 6 Maret 2020 sampai 29 Maret 2020 mendatang, dan diselenggarakan secara offline di Studio Sepat 72, Pasar Minggu, Jakarta.
24 tim peserta PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020 akan bertanding memperebutkan slot 16 besar untuk bertanding di gelaran puncak PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020 yang akan diselenggarakan tanggal 4 sampai 5 April 2020 mendatang.
Terkait kolaborasi ini, Agung Chaniago PUBG Mobile Esports Manager Indonesia juga turut memberikan komentarnya. “Kolaborasi ini bertujuan sebagai bukti bahwa PUBG Mobile mendukung seluruh kreatifitas para penggunanya. Personil band Arah merupakan pemain PUBG Mobile juga, berangkat dari sana kami akhirnya memutuskan untuk melakukan kolaborasi ini. Theme song PMPL Indonesia 2020 buatan Arah yang bertajuk Be The One ini sangat bagus. Menurut saya, lagu ini mewakili perjalanan para esportsplayer yang ingin mengejar mimpinya menjadi juara. Kombinasi musik dan suara in-game memberikan makna yang sangat kuat, khususnya bagi para gamers dan pecinta musik di Indonesia.”
Mengakhiri percakapan, Tanta Ginting mewakili Band Arah lalu memberikan sedikit harapannya atas lagu yang telah mereka ciptakan untuk PUBG Mobile Pro League 2020. “Semoga semua pemain PUBG Mobile suka sama lagunya, dan bisa menjadi anthem song di berbagai momen kehidupan kalian, entah ketika sedang bermain PUBG Mobile atau pada kehidupan sehari-hari.”
Setelah melalui kualifikasi yang keras, akhir pekan lalu (29 Februari – 1 Maret 2020) menjadi puncak gelaran DG League 2020. Diselenggarakan di Basket Hall Senayan, Grand Final DG League 2020 berjalan dengan sengit. Setelah 8 ronde yang penuh peluh dari semua tim peserta, Morph Team akhirnya keluar sebagai juara DG League 2020 dengan perolehan 136 poin.
Sebelumnya, babak kualifikasi DG League sendiri telah digelar di 120 kota dan 64 kampus di Indonesia. Kualifikasi dibagi ke dalam empat kategori, yaitu Amateur Qualifier, Campus Qualifier, Online Qualifier, dan Pro Qualifier. Antusiasme para peserta terhadap gelaran ini sangat terasa, tercatat ada 6820 tim dengan lebih dari 34.000 pemain bertanding di dalam 2000 pertandingan. Posisi PUBG Mobile sebagai salah satu game esports paling populer di Indonesia, berhasil membuat tayangan DG League 2020 jadi ditonton lebih dari 3,8 juta watch time hours dengan total views mencapai lebih dari 20 juta penonton.
https://www.youtube.com/watch?v=EBOuszsbm7k
Pada babak Grand Final ada 16 tim bertanding untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp1,6 miliar. Berbagai tim profesional turut bertanding, mulai dari tim seperti AURA Esports, Victim Esports, Dranix Esports, Aerowolf, Morph, dan juga tentunya Bigetron Red Aliens sang juara dunia. Menariknya, performa tim juara dunia malah cenderung melesu di dalam gelaran ini, walau tetap berhasil mendapatkan peringkat kedua dengan perolehan 119 poin.
Sebaliknya, Morph Team yang dipimpin oleh Herli Juliansyah (Jeixy), malah mendominasi pertandingan sejak dari awal ronde. Sepanjang pertandingan, mereka mendapatkan 3 kali Chicken Dinner dengan jumlah kill yang juga bombastis. Menariknya, semua Chicken Dinner yang didapatkan Morph adalah pada ronde yang dimainkan di map Erangel. Hanya saja pada ronde terakhir, mereka harus rela Too Soon karena anomali terjadi pada arah Circle.
Sementara Morph Too Soon, 3 tim di bawahnya sebenarnya sudah membidik untuk dapat menggeser posisi Morph. Apalagi Bigetron RA, yang punya selisih poin cukup tipis dengan Morph Team. Untungnya, pada ronde terakhir Bigetron RA juga cukup kewalahan dengan anomali Circle yang terjadi. Akhirnya Bigetron RA harus rela tersingkir di peringkat 3 dan 6 kill, membuat mereka tidak mampu menyusul skor Morph Team. Dengan ini, maka berikut empat besar DG League 2020.
CHAMPION – Morph Team – 137 poin (Rp 200.000.000)
2nd Place – Bigetron RA – 118 poin (Rp 100.000.000)
3rd Place – RRQ Ryu – 107 poin (Rp 75.000.000)
4th Place – Aura Esports – 104 poin (Rp 50.000.000)
Kemenangan ini mungkin bisa dibilang baru menjadi pemanasan saja bagi Morph Team. Apalagi mengingat kompetisi PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020 yang akan hadir pada 6 Maret 2020 mendatang. Menanggapi hal tersebut, Morph Team yang diwakili Ariezky Haridjaya (Takanome), mengaku masih belum puas.
“Harus banyak improve sih menurut gue. Performa kami kali ini masih banyak sekali kekurangan, apalagi untuk skenario terburuk seperti apa yang terjadi saat ronde terakhir DG League barusan. Apalagi untuk map selain Erangel, saya merasa tim kami masih banyak kurangnya.” ucap Takanome.
Selamat untuk Morph Team atas kemenangannya di dalam gelaran DG League 2020! Semoga saja kemenangan ini bisa memberikan semangat positif bagi Morph Team untuk menghadapi PUBG Mobile Pro League Indonesia 2020!