Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) merilis pusat data Fintech Data Center (FDC) untuk mempermudah penyedia layanan p2p dalam melakukan credit assessment saat menyalurkan kredit. FDC memiliki kesamaan fungsi dengan BI Checking dari Bank Indonesia dan SLIK dari OJK. Perilisan FDC sekaligus bersamaan dengan hari jadi AFPI yang pertama.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menerangkan, tujuan dibentuknya FDC adalah membuat data para anggota AFPI lebih terintegrasi. Hal ini sekaligus memperjelas peran dan fungsi AFPI sebagai self regulatory organization yang mewadahi industri fintech p2p lending.
FDC juga memastikan industri p2p lending di Indonesia lebih sehat karena menghindari potensi kredit macet, penipuan, dan penyaluran kredit yang berlebihan. Untuk itu AFPI mewajibkan seluruh penyelenggara yang terdaftar di bawah OJK untuk menyerahkan data pelanggan untuk dimasukkan ke data center tersebut.
“Setiap ada borrower atau peminjam yang mau ambil pinjaman, penyelenggara wajib cek data mereka di FDC. Jika peminjam pernah bermasalah atau tidaknya, baru setelah itu baru ambil keputusan. Ini wajib dilakukan oleh penyelenggara,” terangnya, Senin (11/11).
Adapun data nasabah yang dimasukkan dan bisa diakses di data center antara lain NPWP, KTP, dan kolektabilitas kredit. Nama penyelenggara dirahasiakan demi kepentingan bersama.
Adrian mencontohkan, saat ini ada 15 perusahaan yang berpartisipasi dalam uji coba FDC. Beberapa nama di antaranya adalah Amartha, Danamas, Dompet Kilat, Finmas, Investree, Kimo, KlikACC, KoinWorks, Kredit Pintar, KTA Kilat, Maucash, Modalku, Taralite, Tokomodal, dan UangTeman.
Dari situ ada beberapa statistik yang berhasil dikumpulkan, misalnya borrower individu yang meminjam lebih dari satu penyelenggara sekitar 800 ribu orang. Angka tersebut didapat dari pengurangan jumlah borrower 2,9 juta orang dan jumlah borrower unik 2,1 juta orang.
Begitupun untuk peminjam dari skala perusahaan. Mereka yang meminjam di lebih dari satu penyelenggara ada 3 ribuan perusahaan. Angka tersebut diambil dari pengurangan jumlah borrower 19.826 dengan borrower unik sebesar 16.129.
Dari data tersebut diperoleh data seperti ada yang meminjam di 73 penyelenggara namun gagal bayar di 21 penyelenggara atau meminjam ke 53 penyelenggara, tapi gagal bayar di 49 penyelenggara. Hal ini diharapkan bisa diantisipasi lebih baik lagi.
Tentu saja bukan berarti pinjam di lebih dari satu perusahaan selalu buruk. FDC mencatat ada satu peminjam yang telah meminjam hingga 111 kali tapi tidak memiliki kredit macet sama sekali.
Perkaya data dari sumber lain
Saat ini, seluruh data nasabah wajib disampaikan penyelenggara setiap hari menjelang akhir hari ke dua regulator, yakni pusat Pusdafil OJK dan FDC AFPI. Setelah itu data yang persis sama akan direkonsiliasi di OJK.
Berikutnya, para penyelenggara diwajibkan untuk mengecek data di FDC, berbasis situs, sebelum memberikan pinjaman ke peminjam. Di sini diharapkan dapat menghindari risiko kredit macet dan potensi penipuan.
Adrian menjelaskan, untuk menjaga data-data tersebut tidak disalahgunakan oleh penyelenggara, OJK dan AFPI hanya akan memberi izin pengecekan data bila data tersebut memang tengah mengajukan pinjaman atau tengah dalam proses peminjaman.
Bila ada pelanggaran, asosiasi tidak segan-segan mencabut akses FDC maupun mencabut keanggotaan. “Di luar dua alasan tersebut, tidak boleh melakukan pengecekan. Apabila terbukti melakukan, aksesnya kami cabut dan tidak bisa jadi anggota AFPI lagi.”
Asosiasi akan mewajibkan seluruh penyelenggara yang terdaftar di bawah OJK untuk menyerahkan data nasabah paling lambat sampai akhir November 2019. OJK mencatat ada 144 penyelenggara yang terdaftar. “Kalau belum ada sampai akhir November, ya kita akan berikan warning.”
Mengingat seluruh data yang diinput menjelang akhir hari setiap harinya, alhasil data yang diakses penyelenggara tidaklah real time. Dia menyebut ke depannya, asosiasi akan mempersiapkan FDC agar dapat menyajikan data secara real time, paling lambat pada kuartal pertama 2020 mendatang.
Berikutnya FDC akan dilengkapi dengan sumber data dari pihak lain, seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, asuransi, multifinance, perbankan, dan pasar modal. Saat ini FDC dapat diintegrasikan dengan BI Checking dan SLIK.