In the last few months, I saw heaps of job vacancies with “UX” on their titles, both in Indonesia and abroad. Surely I am glad to see more and more companies are interested in UX and aware about potentials of UX to their businesses. However, I was astonished to find out how companies regard UX as the work of one person, not a team.
Tag Archives: Qonita Shahab
Manajemen Staf Divisi UX untuk Produk Piranti Lunak
Minggu lalu saya berkesempatan ngobrol dengan seorang kepala divisi Interaction Design di sebuah perusahaan pembuat piranti lunak (selanjutnya disebut “software”). Sebelumya divisi ini bernama divisi Usability. Saya memahami mengapa nama UX (User eXperience) tidak dipakai, karena memang cakupan pekerjaan mereka tidak lebih luas ketimbang Interaction Design.
Continue reading Manajemen Staf Divisi UX untuk Produk Piranti Lunak
[Guest Post] Apakah Multiply Meninggalkan Unsur Sosial?
Hanya terpaut satu tahun ketika saya menuliskan tentang dua faktor yang membuat aplikasi berbasis internet bisa sukses di Indonesia: mobile dan sosial. Multiply, sebuah layanan jejaring sosial, mendirikan kantor Asia Tenggara (SEA) di Jakarta tahun lalu, setelah mengubah arahan perusahaan mereka ke bisnis e-commerce. Langkah ini menjadikan Multiply sebagai situs jejaring sosial yang unik: “Sharing & Shopping with your Friends” (seperti yang tertulis di halaman muka situsnya).
Continue reading [Guest Post] Apakah Multiply Meninggalkan Unsur Sosial?
[Guest Post] Is Multiply Leaving the Social?
It was only last year that I wrote here about two factors for successful internet-based applications in Indonesia: mobile and social. Multiply, a social networking service, established its South East Asia office in Jakarta last year, after their move towards e-commerce business. This move caused Multiply to be a unique social networking site: “Sharing & Shopping with your Friends” (as written on its homepage).
Continue reading [Guest Post] Is Multiply Leaving the Social?
Information Architecture: Perkenalan
Artikel tentang UX ini berdasarkan pertanyaan seorang pembaca di artikel terdahulu tentang bedanya UX pada website statis dan website interaktif. Jawabannya terletak pada IA (Information Architecture).
IA tumbuh karena keberadaan World Wide Web (WWW), terutama sejak Web 2.0 mulai marak. Saat ini, banyak situs web yang merupakan Web 2.0, di mana pengguna ikut menciptakan isi dari situs tersebut, misalnya situs blog, video sharing, dan media sosial. IA yang baik tentu saja meningkatkan usability sebuah situs web.
Selanjutnya, IA menjadi salah satu dari komponen UX yang penting dalam produk situs web. Sebuah situs web hendaknya memprioritaskan bagaimana pengguna mencari informasi yang dibutuhkannya, berupa jawaban atas pertanyaan pengguna, bukan sekedar data.
Meng-UX-kan Diri Kita
Anda seorang pengembang teknologi yang ingin mempelajari UX? Tidak tahu mulai dari mana, sementara Anda harus terjun langsung menghadapi produk-produk teknologi yang sedang Anda kembangkan? Berikut ini sedikit tips dari pengalaman saya.
1. Mulai dari Empati
Sebagai penggemar gadget, ada kalanya kita cukup canggih dalam mengoperasikan produk-produk teknologi, sehingga tidak sadar kalau pengguna lain tidak sebaik kita. Dengan mudah muncul kata “gaptek” yang mengesankan bahwa mereka yang kesulitan mengoperasikan produk-produk teknologi adalah orang-orang bodoh. Padahal, bisa jadi mereka merupakan mayoritas.
Kita bisa memulai dari pertanyaan-pertanyaan sederhana terhadap mereka yang mengaku gaptek terhadap produk tertentu. Mintalah mereka menggunakan produk itu di depan Anda sambil menunjukkan apa yang menjadi kesulitannya atau apa salah persepsi mereka terhadap suatu fungsi / moda interaksi.
UX dalam Situs Berita: Detik dan Kompas
Ketika mengakses suatu situs online, pada awalnya pengguna akan dihadapkan pada tampilan awal “above the fold” sebelum melakukan scrolling ke bawah. Tampilan awal inilah tempat di mana sebaiknya pembuat situs meletakkan bagian-bagian yang dianggap penting oleh para pengguna.
Mari kita lihat contoh dengan melihat tampilan awal (untuk resolusi layar 1680×1050) dua situs berita: Detik dan Kompas. Penggunaan warna keduanya sudah cukup baik, karena tidak menggunakan terlalu banyak jenis warna untuk membedakan komponen-komponennya (dominan biru dan putih saja).
Yang Terlewat: Bahasa
Menakjubkan. Sebuah video di Youtube yang sudah beredar di Facebook tahun lalu, tiba-tiba tahun ini beredar lagi dan sampai membanjiri tiga situs media sosial yang saya ikuti. Video itu tampaknya diunduh oleh seseorang atau institusi di Indonesia yang kemudian menambah subtitle bahasa Indonesia. Hasilnya? Viral.
Mengapa? Karena pemahaman. Tanpa bahasa yang sesuai, tak mungkin suatu informasi menjadi menarik. Apalagi informasi yang mengandung unsur emosi seperti video tersebut. Di sini emosi menciptakan pengalaman dalam penggunaan produk: User eXperience.
Saat ini, pengguna internet di Indonesia bukan lagi orang-orang berpendidikan tinggi saja. Akses internet yang mudah tanpa perlu kepemilikan komputer pun memungkinkan siapapun mengaksesnya. Apalagi di era Web 2.0 ini, di mana pengguna ikut menciptakan pengalaman bagi pengguna lain, situs-situs berbahasa Indonesialah yang populer. Detik contohnya, adalah situs berita pertama yang memungkinkan pembaca berkomentar di situ. Lalu Kompasiana, menyediakan wadah bagi pembaca untuk menayangkan beritanya sendiri.
[Guest Post] Siapa Saja Yang Berpartisipasi Dalam UX?
Editor’s Note: Artikel kali ini adalah bagian dari seri tulisan tentang User Experience (UX), yang merupakan unsur penting dalam proses pengenalan produk ke pengguna. Kali ini penulis akan membahas tentang siapa yang perlu berpartisipasi dalam proses UX dan tingkatan partipasinya.
Seorang desainer User Experience (UX) pada dasarnya adalah seorang yang memiliki keahlian general. Keterampilan utama yang harus dimiliki adalah keterampilan komunikasi. Seorang desainer UX dibutuhkan untuk mengkomunikasikan -antara satu dengan yang lain- dari kebutuhan pengguna, keinginan stakeholder, dan keterbatasan pengembang. Sifat yang paling penting adalah bahwa ia harus memiliki kemampuan untuk berempati. Seorang desainer UX harus mampu memaparkan gambaran besar dari produk dalam bahasa pengguna, stakeholder, dan pengembang.
Dalam posting saya sebelumnya, saya menyebutkan berbagai bidang yang pada akhirnya menunjukkan jumlah keseluruhan bidang UX. Anda dapat menjadi Designer Interaksi, Usability Analyst, spesialis Komunikasi/Pemasaran, atau spesialis di bidang Teknologi. Belum lagi bahwa untuk bidang Teknologi terdiri dari beberapa keterampilan, tergantung dari produk itu sendiri. Dalam kasus produk berupa situs web, bidang dari UX meliputi Graphic/User Interface (UI) Designer, Software Developer, dll.
Continue reading [Guest Post] Siapa Saja Yang Berpartisipasi Dalam UX?