Tag Archives: Rachmat Kaimuddin

Segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah mayoritas penyumbang PDB terbesar. Sektor ini sedang diakselerasi adopsi teknologinya selama pandemi

Berlomba Merangkul Pasar Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Dengan kontribusinya yang tinggi, mencapai lebih dari 57,8% Pendapatan Domestik Bruto, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak hanya memberikan sumbangsih ekonomi, namun juga mampu mayoritas tenaga kerja di Indonesia (Badan Pusat Statistik / BPS, 2018). Meskipun demikian, manfaat teknologi belum terlalu dirasakan sebagian besar segmen ini.

“Sejak awal, Youtap memiliki visi untuk dapat hadir dan memberdayakan semua lini bisnis, mulai dari level enterprise hingga UMKM untuk mencapai pencapaian terbaik mereka melalui perkembangan digital. UMKM menjadi salah satu fokus dalam mengembangkan solusi serba bisa kami karena Youtap melihat potensi besar di sektor ini,” kata CEO Youtap Indonesia Herman Suharto.

Sementara menurut Co-Founder & Presiden BukuWarung Chinmay Chauhan, UMKM tidak hanya menjadi sumber ekonomi, tetapi juga penting bagi masyarakat lokal, terutama mereka yang tinggal di pedesaan. BukuWarung mencatat saat ini telah menjalin kemitraan dengan lebih dari 5 juta bisnis di 750 lokasi. Kebanyakan di antaranya berfungsi sebagai tempat orang berbelanja kebutuhan sehari-hari dan tempat mereka berinteraksi dengan tetangga.

“Tantangan operasional utama bagi bisnis mikro adalah ketergantungan mereka pada proses manual untuk melakukan pembukuan dan pembayaran kembali dengan pelanggan. Kami memperkirakan bahwa kurang dari 10% bisnis mikro menggunakan segala jenis perangkat digital untuk mengelola bisnis atau akunting mereka.”

Berangkat dari persoalan tersebut, perusahaan teknologi mencoba memainkan peran penting dalam mendukung upaya digitalisasi UMKM di Indonesia. Cara yang direkomendasikan Chinmay adalah tidak terlalu fokus ke inovasi dan disrupsi, tetapi lebih pada bagaimana operasional sehari-hari mereka, seperti pembukuan, pemenuhan stok dan penerimaan pembayaran dapat menjadi lebih mudah dan efisien.

Menurut Co-Founder & CEO BukuKas Krishnan Menon, belajar dari pengalamannya tinggal dan bekerja di Indonesia, UMKM merupakan tulang punggung bagi Indonesia. Meskipun demikian, belum banyak perusahaan teknologi yang fokus ke kebutuhan segmen ini. Kepada DailySocial, ia menyampaikan bahwa bisnisnya diposisikan sebagai perusahaan perangkat lunak digitalisasi UMKM yang akan berkembang menjadi pemain fintech.

“Para pedagang telah menyadari bahwa go digital sangat penting bagi bisnis mereka. Pedagang menghemat waktu 2-4 jam sehari, 20% biaya, dan meminimalisir kesalahan perhitungan manual. Kami juga memungkinkan pedagang untuk memulihkan kasbon 3 kali lebih cepat karena prosesnya otomatis.”

Mempercepat adopsi

Dalam laporan Social Impact 2020 yang dirilis Bukalapak disebutkan, UMKM di seluruh Indonesia menghadapi tantangan yang sangat besar saat pandemi. Bukalapak mencoba mengubah tantangan ini menjadi peluang. Karena pandemi membatasi pergerakan, mereka memberdayakan UMKM yang mampu menawarkan berbagai layanan, mulai dari menjual bahan makanan dan kebutuhan dasar hingga menawarkan pengiriman uang, tagihan pembayaran dan berbagai layanan keuangan dan produk virtual lainnya.

Langkah tersebut memungkinkan masyarakat umum untuk mendapatkan layanan dari toko konvensional yang juga merupakan mitra Bukalapak. Hingga tahun 2020 lalu, Bukalapak telah menambah sekitar 4 juta pelapak dan mitra Bukalapak. Secara keseluruhan saat ini terdapat 6,5 juta pelapak dan 7 juta mitra Bukalapak yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pandemi juga telah mempercepat akselerasi dan adopsi digital target pengguna. Menurut Chinmay, peran sosioekonomi tradisional UMKM di Indonesia tidak dapat dihiraukan keberadaannya. Indonesia, yang saat ini sedang mengalami digitalisasi sangat cepat selama pandemi, potensi ekonominya tidak dapat sepenuhnya direalisasikan jika perusahaan kecil tidak segera  melakukan transformasi digital.

“Indonesia kini menggandakan digitalisasi perusahaannya agar lebih produktif dan kompetitif di tengah pemulihan ekonomi, dengan fokus kepada segmen yang sebagian besar belum tersentuh seperti UMKM. Ini adalah tugas yang patut dipuji tetapi juga tugas yang monumental, karena ada sekitar 60 juta bisnis serupa yang tersebar di 6.000 pulau,” kata Chinmay.

Salah satu cara yang menjadi fokus untuk mempercepat adopsi memberikan edukasi. Masing-masing platform juga berupaya menghadirkan fitur yang dibutuhkan pengguna dengan teknologi yang mudah digunakan.

“Tidak dapat dipungkiri edukasi yang dilakukan di Jakarta, dibandingkan dengan kota-kota kecil di luar Jabodetabek, menjadi lebih mudah dilakukan. Untuk bisa melakukan edukasi secara mudah dan tentunya lebih merata, penting bagi para pemain untuk kemudian membangun produk yang sederhana yang dapat digunakan dengan mudah oleh pedagang,” kata Krishnan.

Dengan karakteristik unik, pasar Indonesia memang perlu sentuhan khusus. Hal tersebut yang juga dipercayai tim BukuKas. Untuk dapat menjangkau pengguna di kota-kota kecil, mereka menghadirkan fitur mode offline dengan sinkronisasi otomatis ketika pengguna berhasil terkoneksi ke jaringan internet.

Sementara Youtap melihat manfaat teknologi digital dalam membantu pelaku bisnis mempertahankan usahanya di masa pandemi. Para pemilik usaha secara beramai-ramai menggunakan layanan teknologi untuk meningkatkan penjualan mereka.

“Namun adaptasi teknologi hingga saat ini masih belum merata diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia. Padahal jika mampu beradaptasi, usaha mereka dapat melangkah lebih maju berkat kemampuan dan kefasihan teknologi yang sudah berkembang,” kata Herman.

Potensi pasar UMKM

Berdasarkan data BPS di tahun 2018, sektor UMKM masih menjadi salah satu penggerak roda perekonomian terbesar, dengan angka sebesar 64,2 juta. Meskipun demikian, tercatat baru sekitar 16% (Kementerian Koperasi dan UMKM, Desember 2020) yang sudah terhubung dengan ekosistem digital.

“Melihat besarnya angka ini, kami melihat bahwa pasar UMKM masih memiliki banyak peluang besar untuk lebih memaksimalkan penggunaan digital dalam usahanya. Tidak terbatas hanya untuk pengelolaan usaha saja, tapi juga banyak aspek-aspek lain yang bisa dikembangkan seperti pemasaran, pengelolaan keuangan dan pembayaran digital, terutama dengan adanya standarisasi pembayaran QR yang dilakukan Pemerintah,” kata Herman.

Untuk bisa memberikan layanan dan produk terbaik, BukuKas memiliki beberapa strategi. Salah satunya adalah fokus melihat seperti apa pain point mereka dan membangun solusi yang dibutuhkan.

“Kami memiliki tim terbaik dengan budaya produk inovatif dan DNA yang tidak dimiliki pemain lain di pasar. Inilah yang kemudian menjadi kekuatan inti kami. Kami tetap fokus pada pedagang daripada mengkhawatirkan persaingan,” kata Krishnan.

BukuWarung mengklaim satu-satunya pemain yang menghasilkan uang melalui pembayaran. Dalam hal ini mereka melihat, adopsi pembayaran sebagai pendorong strategis untuk memungkinkan monetisasi melalui kredit, tabungan, dan layanan keuangan lainnya pada tahap selanjutnya dari siklus bisnis pedagang.

“Fokus kami adalah lebih kepada pemahaman mendalam tentang pedagang kami agar membantu membantu kami tetap terdepan, terbukti dari bagaimana produk dan fitur kami telah menjadi standar untuk pemain lain,” kata Chinmay.

Sementara bagi Bukalapak, perusahaan masih bervisi membangun ekonomi melalui UMKM. Dimulai sebagai marketplace, saat ini Bukalapak telah tumbuh menjadi platform perdagangan yang melayani pasar online dan offline.

“Untuk memastikan tidak ada UMKM tertinggal, pada tahun 2016 kami mulai memberikan solusi untuk melayani kebutuhan pasar offline meliputi warung, kios tradisional dan perorangan agen, memungkinkan mereka untuk menjual di luar barang FMCG,” kata CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Bukalapak Reportedly Aims for IPO, Enhancing Business Diversification

The news about a local unicorn planning for an IPO has spread, it’s coming to Bukalapak. According to a Bloomberg source, it started to explore the potential to go public on the IDX (at low shares), then continue to take it on the US stock exchange through the SPAC scheme. The company is said to be in discussion with several blank check companies and has started working with investment banks to explore.

Through SPAC, Bukalapak’s valuation is to reach $4-5 billion from the current value at $3.5 billion. Apart from Ant Group, GIC, and EMTEK Group, Bukalapak is supported by a number of investors and corporations including GIC, Naver Corp, Microsoft, and Standard Chartered. In Indonesia itself, according to research findings, Bukalapak is in third place after Shopee and Tokopedia – with an online marketplace high-tension competition with fast business dynamics.

In order to confirm, DailySocial is in contact with Bukapalak’s President, Teddy Oetomo. However, he avoids commenting on this matter. Meanwhile, the company representative said that after 11 years of operation, they are now focused on building a sustainable business to create a long-term impact on MSMEs and the Indonesian people through reliable online and online-to-offline platforms.

The news surfaced after Bukalapak’s CEO, Rachmat Kaimuddin said on an occasion, “We still want to be independent and run Bukalapak as a standalone company. IPO is an option to be able to obtain funds and technology companies will eventually want to IPO. We are open to that option and are now preparing the infrastructure.”

In his writing, Bukapak’s founder and former President Fajrin Rasyid signaled his support for Indonesian startups for an IPO. One thing he emphasized was that the net benefit for this country would be better if the IPO was conducted domestically, or at least a dual listing at home and abroad.

Business Diversification

Bukalapak is still on track to pursue profitability by exploring various sectors outside its core business as an e-commerce service. For example, through a subsidiary called Buka Investasi Bersama, it’s to deepen the mutual fund investment business, especially targeting the underserved. On a general note, this investment instrument is getting its momentum along with the increase in financial literacy of various circles of society.

Through the LinkedIn post, Bukalapak’s COO, Willix Halim published that his team was recruiting various strategic positions for a new business unit. He wrote that the ability to speak Tagalog (the native language of the Philippines) will be prioritized. Rumor has it that Bukalapak is trying to explore the Philippine market with a new business. We tried to confirm with Bukalapak regarding this issue, however, they avoid making further comments.

Business diversification is an important strategy in Bukalapak. Related to e-commerce supporting businesses, the stall partnership program “Mitra Bukalapak” has found quite strong performance – it is considered to be one of the most significant innovations. Throughout 2020, Rachmat said, the growth of this line will reach 50%. The business unit under the legal name “Buka Mitra Indonesia” has its own CEO, Howard Gani. Currently, Bukalapak has 100 million users with 7 million partners.

Bukalapak is the fourth unicorn that is reportedly taking the floor on the stock exchange. Previously, Gojek, Tokopedia, and Traveloka had been widely discussed regarding their plans for an IPO through SPAC. In addition to the rapidly growing business, currently, it is considered to be the right momentum to take this corporate action – considering market conditions and readiness.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
IPO Bukalapak

Bukalapak Dikabarkan Mulai Pertimbangkan IPO, Terus Upayakan Diversifikasi Bisnis

Kabar mengenai unicorn lokal yang berencana melakukan IPO kembali mencuat, kali ini giliran Bukalapak. Menurut sumber Bloomberg, mereka sudah mulai menjajaki potensi go-public di BEI (dengan sebagian kecil saham), lalu akan dilanjutkan melantai di bursa Amerika Serikat lewat mekanisme SPAC. Perusahaan dikatakan tengah dalam pembicaraan awal dengan beberapa perusahaan cek kosong dan sudah mulai menjalin kerja sama dengan investment bank untuk mengeksplorasi.

Lewat SPAC, diperkirakan valuasi Bukalapak akan terdongkrak menjadi $4-5 miliar dari posisi saat ini sekitar $3,5 miliar. Selain Ant Group, GIC, dan EMTEK Group, Bukalapak didukung sejumlah investor dan korporasi termasuk GIC, Naver Corp, Microsoft, dan Standard Chartered. Di Indonesia sendiri, menurut beberapa temuan riset, Bukalapak berada di posisi ketiga setelah Shopee dan Tokopedia — persaingan di lanskap online marketplace bertensi tinggi dengan dinamika bisnis yang kencang.

Untuk mengonfirmasi rencana tersebut, DailySocial sempat menghubungi Presiden Bukapalak Teddy Oetomo. Namun ia masih enggan memberikan komentar. Sementara perwakilan perusahaan mengatakan, setelah beroperasi selama 11 tahun kini fokusnya adalah membangun bisnis yang berkelanjutan untuk menciptakan dampak jangka panjang kepada UMKM dan masyarakat Indonesia melalui platform online dan online-to-offline yang dapat diandalkan.

Kabar ini mencuat setelah sebelumnya CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam sebuah kesempatan mengatakan, “Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai standalone company. IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya.”

Dalam tulisannya, pendiri sekaligus mantan Presiden Bukapak Fajrin Rasyid mengisyaratkan dukungannya bagi startup Indonesia untuk IPO. Satu hal yang ia tekankan, bahwa net benefit bagi negara ini akan lebih baik apabila IPO tersebut dilakukan di dalam negeri, atau setidaknya dual listing di dalam dan di luar negeri.

Upayakan diversifikasi bisnis

Bukalapak masih berusaha terus mengejar profitabilitas dengan mengeksplorasi berbagai sektor di luar bisnis intinya sebagai layanan e-commerce. Misalnya lewat anak usaha yang dinamai Buka Investasi Bersama, mereka hendak mendalami bisnis investasi reksa dana, khususnya menyasar kalangan undeserved. Seperti diketahui, instrumen investasi tersebut kini lambat laun mulai populer seiring peningkatan literasi finansial berbagai kalangan masyarakat.

Dalam sebuah unggahan di LinkedIn, COO Bukalapak Willix Halim mempublikasikan bahwa pihaknya tengah melakukan perekrutan untuk berbagai posisi strategis untuk sebuah unit bisnis baru. Dalam kalimatnya, ia menuliskan kemampuan berbahasa Tagalog (bahasa asli Filipina) akan diprioritaskan. Spekulasi yang beredar, Bukalapak tengah coba mengeksplorasi pasar Filipina dengan sebuah bisnis baru. Terkait ini, kami juga sudah mencoba mengonfirmasi ke pihak Bukalapak, namun mereka memilih tidak berkomentar.

Diversifikasi bisnis menjadi strategi penting bagi Bukalapak. Kaitannya dengan bisnis pendukung e-commerce, program kemitraan warung “Mitra Bukalapak” yang dimiliki mendapati performa cukup kuat – bahkan bisa dikatakan menjadi salah satu yang paling signifikan. Sepanjang tahun 2020, disampaikan Rachmat, pertumbuhan lini ini mencapai 50%. Unit bisnis dengan nama legal “Buka Mitra Indonesia” tersebut juga sudah memiliki CEO sendiri, yakni Howard Gani. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna dengan 7 juta Mitra.

Bukalapak menjadi unicorn keempat yang dikabarkan segera melantai di bursa. Sebelumnya Gojek, Tokopedia, dan Traveloka telah terlebih dulu santer diperbincangkan terkait rencananya untuk IPO lewat SPAC. Selain bisnis yang memang sudah berkembang pesat, saat ini dinilai menjadi momentum tepat untuk melakukan aksi korporasi tersebut – ditinjau dari kondisi dan kesiapan pasar.

Application Information Will Show Up Here
Kerja Sama Bukalapak dan Standard Chartered

Standard Chartered Jalin Kemitraan Strategis dengan Bukalapak, Dikabarkan Gelontorkan Investasi 2,8 Triliun Rupiah (UPDATE)

Standard Chartered Bank hari ini (14/1) mengumumkan kemitraan strategisnya dengan Bukalapak untuk meluncurkan inovasi perbankan digital. Realisasinya adalah dengan mengintegrasikan nexus, layanan banking-as-a-services (BaaS) milik bank tersebut, ke platform Bukalapak untuk menjangkau pengguna yang lebih luas.

Secara spesifik perusahaan menyatakan, ada dua area yang akan difokuskan. Pertama, menghadirkan inovasi di bidang finansial dan e-commerce melalui ekosistem Bukalapak. Kedua, mendorong inklusi keuangan menjangkau 100 juta pengguna dan 13,5 juta UKM yang ada di platform Bukalapak.

Kami sudah mencoba mengonfirmasi, apakah melalui kerja sama ini ada komitmen investasi yang digulirkan. Namun pihak Bukalapak masih enggan memberikan tanggapan.

Namun menurut sumber Kumparan, dari hasil kerja sama ini Bukapalak menerima pendanaan senilai $200 juta atau setara 2,8 triliun Rupiah dari Standard Chartered. Dana sebesar itu dikabarkan akan digunakan untuk ekspansi.

Sebelumnya Bukalapak juga menjalin kerja sama strategis serupa dengan Microsoft untuk optimasi layanan komputasi awan dan program literasi digital – dilanjutkan dengan komitmen investasi Microsoft ke Bukalapak.

“Kemitraan strategis ini menunjukkan kepercayaan Standard Chartered terhadap misi dan komitmen Bukalapak dalam menciptakan dampak di seluruh Indonesia. Perdagangan dan jasa keuangan merupakan aspek penting dari kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu kemitraan ini meningkatkan semangat kami untuk mewujudkan ekonomi yang adil di Indonesia. Dengan jaringan perbankan global yang kuat dan bisnis layanan keuangan yang bergengsi, partisipasi Standard Chartered di Bukalapak akan semakin memperkuat jajaran pemegang saham dan mitra strategis kami saat ini,” sambut CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Oktober 2020 lalu, Standard Chartered juga mengumumkan kolaborasi serupa dengan beauty commerce Sociolla. Realisasinya sama, akan mengimplementasikan nexus sehingga memungkinkan pengguna Sociolla untuk mendapatkan layanan finansial seperti pembukaan rekening tabungan, pengajuan pinjaman, dan kartu kredit. Targetnya, layanan tersebut akan live pada akhir 2021.

Produk BaaS nexus sendiri sudah mulai diinisiasi sejak Maret 2020 lalu di bawah unit ventura Standard Chartered, yakni SC Ventures. Mereka cukup agresif mengembangkan solusi digital, baik secara mandiri maupun melalui kolaborasi dengan perusahaan lain. Selain nexus ada juga mox (bank virtual), solv (platform UMKM), dan zodia (kustodian aset digital) yang saat ini menjadi portofolio. SC Ventures juga berinvestasi di startup fintech global, mulai dari SoCash, Metaco, Symphony, sampai Ripple.

Andrew Chia selaku Cluster CEO Indonesia & ASEAN Markets Standard Chartered berujar, “Kemitraan perdana kami dengan Bukalapak menegaskan kembali komitmen Standard Chartered untuk mengembangkan jejak kami secara lokal. Kami yakin bahwa kemitraan kami dengan salah satu unicorn pertama dan pemain e-commerce terkemuka di Indonesia akan memungkinkan kami untuk bersama-sama menciptakan solusi yang mendorong inklusi keuangan di Indonesia.”

Kerja sama antara perbankan dengan platform digital mulai banyak diinisiasi. Sebelumnya ada juga kemitraan dari BRI dan Grab, memungkinkan pengguna untuk membuka rekening lewat platform ride-hailing tersebut. Lebih lagi, saat ini raksasa teknologi di Asia Tenggara juga mulai seriusi bisnis finansial. Tidak cukup di segmen digital wallet saja, namun arahnya menuju bank digital. Sebut saja yang dilakukan Gojek dengan berinvestasi di Bank Jago. Atau aksi korporasi Sea mengakuisisi Bank Kesejahteraan Ekonomi.

Update: kami melakukan pembaruan judul dan isi artikel dengan penambahan informasi seputar pendanaan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gambar Header: Depositphotos.com

Bukalapak fokus memberdayakan UMKM / Bukalapak

Fokus Bukalapak Ekspansi Merchant di 2021; Buka Opsi Pendanaan Lewat IPO

Bukalapak memaparkan pencapaiannya di 2020. Dalam jumpa media yang diadakan virtual, Bukalapak menyoroti bagaimana pandemi Covid-19 memicu tren baru dan pergeseran perilaku konsumen di sepanjang tahun ini.

Pandemi mengakselerasi pertumbuhan pengguna internet di Indonesia. Sebagaimana disampaikan CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam paparannya, terdapat penambahan pengguna internet baru dengan pertumbuhan 37%, sebanyak 56% berasal dari luar perkotaan.

Dari krisis kesehatan global ini, ia menyimpulkan tiga tren baru, yakni (1) orang menjadi lebih sadar pentingnya kesehatan, (2) mobilisasi terpusat di daerah rumah (home-centric), dan (3) pandemi mengakibatkan resesi yang membuat masyarakat lebih berhati-hati mengeluarkan uang.

Tentu bagi Rachmat, sektor e-commerce termasuk satu dari sekian sektor yang diuntungkan karena pandemi. Ia mencatat ada pertumbuhan GMV signifikan pada periode 2018-2020, yakni sebesar 200%.

Selama periode tersebut, perusahaan mampu mencapai pertumbuhan EBITDA 80% sebagai hasil dari juga upaya mengurangi cashburn. Saat ini, Bukalapak telah mengantongi 100 juta pengguna dengan 7 juta Mitra.

Dengan meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, ujar Rachmat, ini menandakan bahwa platform digital memiliki peran signifikan terutama di situasi saat ini. Ia mengaku optimistis dengan pertumbuhan dan pengembangan Bukalapak di 2021.

“Kami tetap berkomitmen untuk melayani segmen underserved, tidak hanya customer sophisticated atau mereka yang melek digital dan tinggal di kota tier 1. Fokus kami menjangkau segmen tersebut karena dua pertiga dari transaksi Bukalapak berasal dari luar kota tier 1,” papar Rachmat.

Fokus 2021, ekspansi merchant hingga pengembangan inovasi

Ada tiga pilar utama yang menjadi fokus Bukalapak di 2021 antara lain talent atau SDM, pertumbuhan bisnis, dan permodalan. Dari sisi bisnis online marketplace, fokus utama Bukalapak adalah memperbanyak jumlah merchant baik C2C maupun B2C.

Bukalapak mencatat pertumbuhan signifikan, terutama dari segmen B2C melalui Bukamall dengan pertumbuhan 17% setiap bulan di sepanjang 2020. Per Desember 2020, transaksi Bukamall tumbuh 3,1 kali dibandingkan tahun lalu.

VP of Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada mengatakan bahwa pandemi membuat tren pasar jauh lebih cepat berubah dibandingkan tahun lalu. Perubahan tren produk bisa berubah dalam rentang waktu satu minggu.

Untuk mengantisipasi tren ini sekaligus mempermudah akuisisi merchant, Bukalapak menawarkan merchant fee sebesar 0,5% yang diklaim terendah dibandingkan platform sejenis. Penawaran ini mulai berlaku pada 11 Januari 2021 melalui program Super Seller.

Selain itu, Bukalapak yang baru saja memigrasikan infrastrukturnya ke cloud juga akan meningkatkan fitur baik untuk pelapak maupun pembeli. “Kami berencana mengembangkan fitur untuk mempermudah mitra berjualan, mulai dari meningkatkan kapabilitas untuk manage pembeli hingga analytic dashboard yang lebih baik untuk profiling pembeli,” jelas Kurnia.

Sementara itu CEO Buka Mitra Indonesia Howard Gani mengaku optimistis untuk mendorong pertumbuhan bisnisnya di 2021. Ia melihat peluang besar untuk menginovasikan mitra warung ke digital, terutama jika mengacu pada penetrasi pasar yang selama ini masih didominasi oleh transaksi konvensional.

President BukaFinancial and Digital Victor Lesmana juga menyebutkan demikian. Peluang ini tercermin dari tingginya transaksi produk virtual dan finansial di sepanjang 2020.

“Ini menjadi strategi penting mengingat stickyness dan loyalitas dapat terbangun lewat satu aplikasi. Dengan begitu, ini dapat meningkatkan pendapatan mitra tanpa perlu repot mencari cara lain,” ujar Victor.

Adapun, perusahaan mencatat kenaikan jumlah Mitra Bukalapak hingga 50%. Dari kategori Digital Marketplace, Bukalapak mengantongi sebanyak 50 ribu pengguna dengan 100 ribu transaksi. Perusahaan juga mengalami peningkatan penggunaan QRIS untuk bertransaksi hingga dua kali lipat selama dua kuartal di 2020.

Soal IPO dan konsolidasi

Terkait isu konsolidasi yang tengah ramai dibicarakan, Rachmat menegaskan bahwa pihaknya belum terpikirkan untuk merealisasikan hal tersebut. Dengan target bisnis yang dimiliki tahun ini, pihaknya masih berkomitmen untuk tumbuh dan mengejar profitabilitas. “Kami masih ingin berdikari dan menjalankan Bukalapak sebagai stand alone company,” paparnya.

Kendati demikian, Rachmat menyebut bahwa pihaknya terbuka terhadap opsi IPO. “IPO adalah salah satu opsi untuk bisa mendapatkan dana dan memang perusahaan teknologi di masa tertentu ingin IPO. Kami terbuka dengan opsi itu dan sekarang sedang siapkan infrastrukturnya,” tuturnya.

Hal ini wajar mengingat Bukalapak berencana mengembangkan banyak inovasi di tahun ini. Rachmat mengakui bahwa pihaknya tengah fokus memperkuat basis permodalan dan infrastruktur sejak tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Microsoft ke Bukalapak

Microsoft akan Berinvestasi ke Bukalapak

Hari ini (03/11), startup unicorn Bukalapak mengumumkan peresmian kemitraan strategisnya dengan raksasa teknologi Microsoft. Ada dua agenda utama yang akan dilakukan, pertama rencana adopsi layanan komputasi awan Microsoft Azure di lingkungan pengembangan Bukalapak. Kemudian yang kedua, Microsoft akan melakukan investasi strategis di Bukalapak.

Sejak pertengahan tahun, Bukalapak memang dirumorkan tengah menggalang dana baru hingga $100 juta atau sekitar 1,4 triliun Rupiah. Bahkan menurut sumber, investor terdahulunya yakni Emtek dan GIC telah memulai menyuntikkan dana di putaran baru ini sejak Maret 2020. Belum diketahui pasti agenda yang dicanangkan perusahaan dengan dana baru ini. Pihak Bukalapak pun masih enggan memberikan komentar soal rumor yang beredar.

Valuasi Bukalapak saat ini ditaksirkan bernilai $2,5 s/d $3 miliar. Masuknya Microsoft dalam putaran terbaru membuat perusahaan cukup optimis. Karena sempat dikabarkan juga total dana yang ditargetkan sampai $200 juta untuk mendukung ekspansi.

Sebagai perusahaan global, Microsoft memang cukup aktif terlibat dalam putaran pendanaan startup digital dengan agenda serupa. Menjelang akhir 2018 lalu, Microsoft mengumumkan kerja sama strategis dengan Grab; memberikan pendanaan dan membantu Grab untuk mengadopsi layanan komputasi awan mereka.

Dan model seperti ini bukanlah hal baru, ambil contoh gelontoran investasi Alibaba ke Tokopedia tahun 2017 membuat online marketplace yang dipimpin William Tanuwijaya tersebut mengadopsi layanan komputasi awan Alibaba Cloud untuk menunjang infrastruktur server mereka.

Sebelumnya perusahaan global lain yang juga berinvestasi di startup lokal adalah Google. Dikabarkan mereka tengah berinvestasi ke Tokopedia dan merencanakan sejumlah kolaborasi strategis.

Rencana-rencana lainnya

Selain dua hal di atas, Bukalapak dan Microsoft akan berkolaborasi untuk beberapa inisiatif lain. Di antaranya menjembatani kesenjangan digital dan meningkatkan kompetensi (literasi digital) bagi karyawan dan para mitra Bukalapak.

“Sebagai pemimpin teknologi global, kepercayaan Microsoft terhadap Bukalapak menunjukkan posisi kami sebagai pemain teknologi lokal terkemuka di Indonesia dan tujuan berkelanjutan kami untuk menciptakan dampak positif bagi negara dan pelanggan kami,” sambut CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Dari data yang disampaikan, saat ini Bukalapak mengklaim telah merangkul 12 juta UKM di Indonesia, melayani 100 juta pelanggan yang tersebar di berbagai kota. Namun demikian, menurut data yang dihimpun iPrice sepanjang Q2 2020 posisi Bukalapak masih ada di peringkat ketiga, di bawah Shopee dan Tokopedia. Persaingan di layanan e-commerce di Indonesia memang cukup sengit dewasa ini.

“Bukalapak dan layanannya memiliki dampak nyata jangka panjang bagi masyarakat Indonesia, dan pola pikir inovasi mereka di pasar yang berubah cepat akan menciptakan peluang baru bagi pelapak, bisnis, dan konsumen […] Melalui kerja sama ini, pelapak dan konsumen akan mendapatkan pengalaman jual beli yang lebih efisien dan andal, yang pada akhirnya menciptakan ketahanan bisnis dan membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia,” ujar Presiden Direktur Microsoft Indonesia Haris Izmee.

Application Information Will Show Up Here

Burn Less Money, Bukalapak Is on The Right Track to Profitability

Bukalapak sets foot in the right position as a sustainable company and towards profitability as a local unicorn compared to its competitors. The company’s business sources are said to be dominated by outside first-tier cities, through its business units, Buka Procurement, Bukalapak Partners, and virtual products.

In Bukalapak’s performance review for the second quarter of this year, Bukalapak’s President, Teddy Oetomo, explained the total processing value (TPV) growth for almost 400% compared to the first quarter of 2018. It is claimed that more than 50% came from transactions outside the first-tier cities.

Related to EBITDA, it was said to increase by more than 60% compared to the fourth quarter of 2018. The company’s burn rate is still in a rational rate. This means that the company continues to make efforts to acquire new users by providing promotions, but in rational numbers. In terms of growth, market share is said to remain stable even during the pandemic.

“Our main key is healthy growth that is in line with the industry and what we have done for 18 months is to continue to increase monetization, rationalize spending so that our income can be more robust,” he explained during a virtual press conference, Friday (11/9).

In terms of the burn-money strategy, Teddy mentioned that promotion is not a bad thing. All newly opened stores must use this strategy. The thing is, too much promotion can be an issue. He said a business considered successful when it can provide the services that users need.

“The key is in added value. Promotions can accelerate growth, but if you are not disciplined you will definitely get headaches. [..] There are our peers who maybe what they spent in that month, is enough for us for a year. ”

Bukalapak CEO Rachmat Kaimuddin also emphasized, “Not all businesses only focused on growth. The solution is to provide added value to encourage the company’s sustainability. ”

Teddy continued, with the company’s focus on Mitra Bukalapak – in line with the plan for the next five years – is in accordance with the current conditions. That e-commerce services are really needed by consumers who are in lower-tier cities, not in the first tier.

“Since 3-4 years ago, we started to make partners in Bukalapak because they need financial inclusion. People just come to the shop to pay for virtual products. In Indonesia alone, there are 5 million stalls. ”

Bukalapak’s main business contributor

On this occasion, also participated in the officials of each Bukalapak’s main business. Regarding Mitra Bukalapak, in the last year, the number of stalls and individuals joining has tripled to a total of around 5 million partners.

The majority of them are still concentrated in Java with 4.5 million partners, then Sumatra (550 thousand partners), East Indonesia (226 thousand partners), and Kalimantan (128 thousand partners). This expansion is supported by additional wholesale stock distribution coverage to more than 50 cities, working with national and local distributors to ensure the availability of goods for partners.

In terms of payment innovation, transactions at Mitra stalls using the QRIS payment method increased by more than 50%. “We have also launched products based on financial inclusion, therefore, our hope goes with product diversification in the shop partners can get more turnover and become agents of change,” Howard Gani, SVP of Mitra Bukalapak said.

Virtual products are the second flagship product at Bukalapak. During the pandemic, the average growth of virtual products reached more than 60% compared to before the pandemic period. This increase occurred for pulses and data packages, bill payments, streaming vouchers, study vouchers for online courses, and gift card purchases.

The company alone provides more than 30 types of digital products, which are available on the marketplace platform or the Bukalapak Partners application. This virtual product category includes investment products; bill payments, credit cards, and BPJS; travel, purchase of credit and electricity tokens; and credit loans.

“There are various kinds of virtual products, some have dropped due to the impact of the pandemic, such as travel tickets, events, and transportation,” Bukalapak’s Director of Payment, Fintech & Virtual Products, Victor Putra Lesmana said.

Moreover, there is BukaPengadaan product that has been released since 2017. The director of BukaPengadaan Hita Supranjaya said that the growth in the number of customers was more than 48% and more than 32% of sellers who joined from the beginning of the year to August 2020. The most sought-after products were MRO tools. , masks, disinfectants, PPE & rapid tests, electricity vouchers, pulses, shopping vouchers, smartphones, and laptops.

“As well as supporting products for lifestyle such as bicycles and medical devices are the list of top corporate or government needs that are fulfilled by SME players,” he explained.

Eventually, the marketplace becomes the oldest service at Bukalapak. VP of Marketplace at Bukalapak. Kurnia Rosyada said, during this pandemic, the company was recorded as receiving around 20 thousand new traders who registered every week. Now it is noted that Bukalapak has around 6 million pelapak and users of more than 90 million people. The platform has also been integrated with 26 financial institutions and 12 logistics partners.

Regarding shopping trends, Kurnia explained that there is currently a shift in online shopping time activity. Before the pandemic, the biggest increase was at night when I came home from work, now it is evenly distributed every day. Even the products that are widely purchased are also more dynamic, the beginning of a pandemic, the most sought-after products are health-related.

“The currently rising products are in the category of bicycles, sports equipment, games for children, such as tents, swimming pools, and gardening tools. This cycle of market changes is much faster than before the pandemic,” he concluded.

Competitor’s performance

Bukalapak’s enthusiasm is quite different from its competitors. Shopee is the closest, considering that the company also boasted of its achievements in the second quarter of 2020.

In the performance exposure of Shopee’s parent company, SEA, it is said that the company’s adjusted revenue growth was $ 510.6 million, up 187.7% YoY from the same period in the previous year.

Indonesia is Shopee’s biggest source of business, recording more than 260 million transactions during the second quarter. On average, Shopee manages to record more than 2.8 million transactions a day. Compared to the second quarter of 2019, Shopee recorded an increase of more than 130%.

However, the company is yet to be profitable. It is due to the adjusted loss at $305.5 million or greater than the previous year’s $248.3 million. However, the company is making progress towards profitability, adjusted EBITDA loss per order from $1.01 to $ 0.5.

Looking at the GMV number, there was a drastic growth of 109.9% or $ 8 billion, compared to the previous quarter in the first quarter with an increase of 74.3% YoY.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Bisnis Bukalapak

Kurangi Bakar Uang, Bukalapak Dalam Posisi Tepat Menuju Profitabilitas

Bukalapak membuktikan posisinya dalam posisi yang tepat sebagai perusahaan berkelanjutan dan menuju arah profitabilitas sebagai unicorn lokal dibandingkan kompetitornya. Sumber bisnis perusahaan dikatakan didominasi dari kota-kota di luar tier 1, melalui unit-unit bisnisnya yakni Buka Pengadaan, Mitra Bukalapak, dan produk virtual.

Dalam paparan kinerja Bukalapak untuk periode kuartal II tahun ini, President Bukalapak Teddy Oetomo menerangkan pertumbuhan total processing value (TPV) hampir 400% dibandingkan dari kuartal pertama 2018. Diklaim pertumbuhan TPV ini mayoritas lebih dari 50% datang dari transaksi yang berasal di luar kota tier 1.

Berikutnya, terkait EBITDA tercatat naik hingga lebih dari 60% dibandingkan kuartal IV 2018. Burn rate perusahaan berada dalam posisi yang masih rasional. Artinya, perusahaan tetap melakukan upaya akuisisi pengguna baru dengan memberikan promosi, akan tetapi dalam angka yang rasional. Dari sisi pertumbuhan marketshare dikatakan tetap stabil walau di masa pandemi.

“Kunci utama kami adalah pertumbuhan sehat yang selaras dengan industri dan yang kita lakukan selama 18 bulan adalah terus meningkatkan monetisasi, merasionalkan pengeluaran sehingga penghasilan kita bisa lebih robust,” terangnya saat konferensi pers secara virtual, Jumat (11/9).

Terkait strategi bakar uang, Teddy bilang bahwa memberikan promosi itu bukanlah hal yang salah. Semua toko yang baru buka pasti menggunakan strategi tersebut. Hanya saja, promosi yang kebablasan tersebut bisa menjadi masalah. Menurutnya, bisnis yang berhasil itu kalau kita bisa memberikan layanan yang dibutuhkan pengguna.

“Kuncinya ada di value added. Untuk percepat pertumbuhan bisa dengan promosi, tapi kalau enggak disiplin pasti akan pusing kepala. [..] Ada peers kita yang mungkin apa yang mereka spent dalam sebulan itu, cukup buat kita selama setahun.”

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin turut menegaskan, “Enggak selalu bisnis berharap ke growth semata. Solusinya adalah memberikan nilai tambah yang bisa membuat perusahaan dapat sustain.”

Teddy melanjutkan, dengan fokusnya perusahaan ke Mitra Bukalapak -sesuai dengan rencana sampai lima tahun mendatang- telah sesuai dengan kondisi apa yang paling dibutuhkan konsumen. Bahwa sejatinya layanan e-commerce ini sangat dibutuhkan konsumen yang berada di kota lapis bawah, bukan di tier 1.

“Sejak 3-4 tahun lalu kita mulai bergerak dengan membuat Mitra Bukalapak karena mereka butuh inklusi keuangan. Masyarakat tinggal datang ke warung untuk bayar produk virtual. Di Indonesia sendiri ada 5 juta warung.”

Kontributor bisnis utama Bukalapak

Dalam kesempatan ini turut hadir dalam paparan tersebut oleh petinggi di masing-masing bisnis utama Bukalapak. Untuk Mitra Bukalapak, dalam setahun terakhir jumlah warung dan individu yang bergabung naik hingga tiga kali lipat dengan total sekitar 5 juta mitra.

Lokasinya mayoritas masih terpusat di Jawa dengan angka 4,5 juta mitra, lalu Sumatera (550 ribu mitra), Indonesia Timur (226 ribu mitra), dan Kalimantan (128 ribu mitra). Perluasan ini didukung oleh tambahan cakupan distribusi stok grosir ke lebih dari 50 kota, bekerja sama dengan distributor nasional dan lokal untuk memastikan ketersediaan barang untuk para mitra.

Dari sisi inovasi pembayaran, transaksi di warung Mitra yang menggunakan metode pembayaran QRIS naik lebih dari 50%. “Kami juga meluncurkan produk-produk berbasis inklusi keuangan, sehingga harapan kami dengan adanya diversifikasi produk di warung, mitra bisa mendapatkan omzet lebih banyak dan jadi agen perubahan,” kata SVP of Mitra Bukalapak Howard Gani.

Produk virtual menjadi produk andalan kedua di Bukalapak. Selama pandemi berlangsung, pertumbuhan rata-rata produk virtual mencapai lebih dari 60% dibandingkan sebelum masa pandemi. Kenaikan ini terjadi untuk produk pulsa dan paket data, pembayaran tagihan, voucher streaming, voucher belajar untuk kursus online, dan pembelian gift card.

Perusahaan sendiri menyediakan lebih dari 30 jenis produk digital, yang tersedia di platform marketplace ataupun aplikasi Mitra Bukalapak. Kategori produk virtual ini mencakup produk investasi; pembayaran tagihan, kartu kredit, dan BPJS; perjalanan, pembelian pulsa dan token listrik; dan pinjaman kredit.

“Produk virtual ini beraneka macam, ada juga yang turun karena berdampak pada pandemi, seperti tiket perjalanan, event, dan transportasi,” tutur Director of Payment, Fintech & Virtual Products Bukalapak Victor Putra Lesmana.

Berikutnya adalah produk BukaPengadaan yang telah dirilis sejak 2017. Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya mengatakan, pertumbuhan jumlah pelanggan lebih dari 48% dan lebih dari 32% penjual yang bergabung dari awal tahun hingga Agustus 2020. Produk-produk yang paling banyak dicari adalah alat-alat MRO, masker, desinfektan, APD & rapid test, voucher listrik, pulsa, voucher belanja, smartphone dan laptop.

“Serta pendukung gaya hidup seperti sepeda dan alat-alat kesehatan menjadi daftar kebutuhan teratas korporasi atau pemerintah yang dipenuhi oleh para pelaku UMKM,” terangnya.

Terakhir untuk produk marketplace yang menjadi produk tertua di Bukalapak. VP of Marketplace Bukalapak Kurnia Rosyada mengatakan, hingga pandemi ini tercatat perusahaan menerima sekitar 20 ribu pelapak baru yang mendaftar setiap minggunya. Kini tercatat Bukalapak memiliki sekitar 6 juta pelapak dan pengguna lebih dari 90 juta orang. Platformnya juga telah terintegrasi dengan 26 institusi keuangan dan 12 mitra logistik.

Terkait tren belanja, Kurnia memaparkan bahwa saat ini terjadi pergeseran waktu belanja online. Sebelum pandemi, kenaikan terbesar adalah saat malam hari ketika pulang kerja, sekarang justru lebih merata setiap harinya. Pun dari produk yang banyak dibeli juga lebih dinamis, awal pandemi produk yang paling banyak dicari berkaitan dengan kesehatan.

“Sekarang yang naik justru kategori sepeda, alat-alat olahraga, permainan untuk anak, seperti tenda, kolam renang, dan alat berkebun banyak dicari. Siklus perubahan pasar ini jauh lebih cepat daripada sebelum pandemi,” tutup dia.

Kinerja kompetitor

Semangat yang digelorakan Bukalapak memang berbeda dengan apa yang terjadi di kompetitornya. Shopee menjadi yang terdekat, mengingat perusahaan tersebut juga sempat sesumbar dengan pencapaiannya di kuartal II 2020.

Dalam paparan kinerja induk Shopee, Sea, dikatakan pertumbuhan pendapatan yang disesuaikan (adjusted revenue) perusahaan sebesar $510,6 juta atau naik 187,7% secara yoy dari periode yang sama di tahun sebelumnya.

Indonesia menjadi sumber bisnis terbesar Shopee, mencatatkan pencapaian transaksi lebih dari 260 juta transaksi selama kuartal II. Jika di rata-rata dalam sehari Shopee berhasil mencatatkan lebih dari 2,8 juta transaksi. Dibandingkan dari kuartal II 2019, Shopee mencatat adanya peningkatan lebih dari 130%.

Kendati demikian, perusahaan ini masih mencatat rugi. Lantaran, kerugian yang disesuaikan (adjusted loss) sebesar $305,5 juta atau lebih besar dari tahun sebelumnya $248,3 juta. Tetapi perusahaan membuat ada kemajuan untuk menuju profitabilitas, kerugian EBITDA yang disesuaikan per pesanan dari $1,01 menjadi $0,5.

Melihat dari angka GMV, tercatat terjadi pertumbuhan yang drastis mencapai 109,9% atau senilai $8 miliar, dibandingkan sebelumnya pada kuartal pertama dengan kenaikan 74,3% secara yoy.

Application Information Will Show Up Here
Menurut para pemimpin startup, komitmen besar sangat diperlukan untuk menerapkan Full Remote Working (FRW) sepenuhnya

Pandangan Bukalapak, Warung Pintar, dan Ralali tentang Konsep “Full Remote Working” Permanen

Sejak Juni lalu, perusahaan di Indonesia memulai adaptasi terhadap situasi new normal. Sejumlah perusahaan sudah mulai membuka kembali kantornya dengan mematuhi protokol kesehatan, namun masih banyak perusahaan yang tetap menerapkan kebijakan Work From Home (WFH).

Bagi sejumlah perusahaan, penerapan WFH menjadi tantangan besar untuk mengelola sumber daya dan produktivitas yang sama seperti bekerja di kantor. Padahal situasi ini kemungkinan bakal terus berlanjut, bahkan menjadi permanen.

Muncul konsep baru, yang sedikit berbeda dengan WFH, yang disebut Full Remote Working (FRW). Laporan Gartner per Maret 2020 yang menyurvei 317 senior finance leader menyebutkan sebanyak 74 persen responden berencana shifting untuk menerapkan FRW secara permanen selama dan pasca pandemi Covid-19.

Apakah FRW menjadi jawaban bagi tren bekerja ke depan?

FRW vs WFH

Secara umum, baik FRW maupun WFH memampukan para pekerja profesional untuk bekerja di luar lingkungan perkantoran. Kedua term ini seringkali dianggap sebagai konsep kerja yang sama. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan mendasar, yakni lokasi dan jam kerja.

WFH secara harafiah dapat berarti bekerja dari tempat tinggal mereka, baik itu rumah, apartemen, atau residensi lain. Model kerja ini kian familiar pasca-pemerintah menetapkan kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial empat bulan lalu.

Sebaliknya, FRW banyak diadopsi full time freelancer yang jam kerjanya tidak terikat waktu dan dapat dilakukan di mana saja. FRW juga populer di kalangan industri startup sebagai salah satu cara mereka untuk mendorong agility pada pengembangan produk/inovasi.

Seiring berkembangnya teknologi digital, pandangan terhadap konsep FRW dan WFH semakin kabur. Hal ini karena semakin banyak kehadiran platform digital yang mendukung produktivitas bekerja WFH dan FRW, misalnya Google Meet, Zoom, Slack, dan Asana.

Di sesi “Life After COVID-19: Indonesian Startup Adapts to Full Remote Work Permanently”, CEO Campaign.com William Gondokusumo menilai perbedaan kedua model kerja ini tidak sebatas pada lokasi dan jam kerja. Misalnya jam kerja WFH terikat jam kantor, kegiatan meeting WFH umumnya dilakukan secara lisan melalui video call, dan pengenalan tim/proyek juga memakan waktu lalu karena perlu ada briefing.

Sementara FRW fokus pada kualitas kerja dengan jam kerja yang disesuaikan dengan waktu masing-masing sesuai kebijakan kantor (termasuk apabila jika ada perbedaan zona waktu). Proses rekrutmen pun dilakukan sepenuhnya secara remote.

Perbedaan mencolok lainnya adalah kegiatan meeting dapat dilakukan secara tertulis menggunakan Slack atau Google Docs. Bahkan meeting dapat diikuti semua orang secara online meskipun berada di tempat yang sama.

Kendati FRW menawarkan banyak nilai tambah, William menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen kuat dan kesiapan infrastruktur yang matang. FRW juga dinilai tidak bisa diaplikasikan begitu saja bagi sejumlah sektor bisnis.

We should not bring office to home. Ketika bekerja, kita sudah mengganti pola pikir. FRW itu orientasinya sudah sepenuhnya kerja berbasis online. Makanya, FRW menjadi sebuah komitmen besar,” ungkapnya.

Pada kesempatan sama, HR Podcaster askHRlah Monica Anggar menilai WFH menawarkan nilai tambah karena karyawan karena mengurangi biaya transportasi dan menekan stres akibat macet di perjalanan.

Namun, WFH memiliki kekurangan karena perusahaan belum siap mengeluarkan aset (komputer, kamera, dan lain0lain) ke luar kantor dalam jangka waktu lama, adanya pengeluaran biaya lebih (pulsa telepon dan paket data), dan kesulitan menghasilkan output kerja yang sama dengan bekerja di kantor.

Komunikasi paling utama

Sejumlah perusahaan, baik korporasi maupun startup, sama-sama menerapkan WFH atau FRW sebagai bentuk penyesuaian terhadap situasi pembatasan sosial. Bagaimana startup Indonesia merefleksi penerapan WFH?

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, saat ini pihaknya masih menerapkan kebijakan WFH/FRW dan bekerja dari kantor dengan ketentuan protokol new-normal. Sebelum pandemi, operasional Bukalapak dijalankan melalui kantor. Kebijakan bekerja dari kantor saat itu dinilai  dapat menambah efektivitas kinerja dan efisiensi komunikasi, mengingat kantor Bukalapak sempat berada di 28 titik berbeda.

Selama WFH/FRW, pihaknya fokus membantu lebih banyak lagi UMKM untuk onboard, dan melengkapi SKU–baik itu barang maupun jasa. Kehadiran platform/aplikasi digital sangat bermanfaat untuk berkomunikasi saat WFH/FRW maupun membuat perencanaan dan evaluasi rutin meski tidak bertemu tatap muka dalam bekerja.

“Kami menyadari bahwa melakukan komunikasi secara intensif dan optimistis baik kepada para pelapak, mitra maupun karyawan Bukalapak merupakan salah satu upaya kami dalam menjaga performa bisnis,” ujarnya kepada DailySocial.

Pada pengalaman Warung Pintar, perusahaan telah menerapkan kebijakan remote working pada level senior di divisi Engineering dan Product sejak lama. Dengan catatan, karyawan harus tetap berkoordinasi selama Work From Anywhere (WFA) dan remote working. Sekitar 10 persen dari total 109 karyawan di Engineering dan Product telah menjalankan remote working sebelum pandemi karena infrastruktur pendukung sudah siap.

Selama periode tersebut, CEO & Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro juga menyoroti pentingnya komunikasi terhadap keberlangsungan WFH/FRW. Ia menilai terlalu banyak komunikasi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Pada awal penerapan WFH/FRW di divisi non-operasional, tantangannya lebih banyak terasa karena ada penyesuaian terhadap pola kerja karyawan. Contoh paling banyak ditemui adalah ruang kerja dan koneksi yang kurang mumpuni, menghambat komunikasi. Ada juga masalah pendekatan ke user bagi tim yang tidak biasa turun ke lapangan.

Sementara CEO Ralali Josep Aditya juga menyoroti bagaimana mengatur ekspektasi bersama selama masa pandemi. Ekspektasi ini untuk memaksimalkan KPI dengan tolok ukur yang lebih result-driven. Artinya, perusahaan tidak lagi berkutat pada aspek kehadiran sehingga kegiatan meeting menjadi lebih efisien.

Selain itu, Joseph juga melihat bagaimana kegiatan bisnis belum terbiasa dengan distance culture. Pada aktivitas yang berkaitan dengan legal, seperti tanda tangan nota kesepakatan, interaksi tatap muka sangat diutamakan.

“Demikian halnya dengan investor. Untuk mencapai decision making, biasanya beberapa investor dari negara Asia masih mengutamakan tatap muka. Dengan kondisi pandemi, kami harus lakukan penyesuaian,” ungkap Joseph.

Ralali telah menerapkan remote working untuk divisi Tech. Namun, kebijakan ini baru diberlakukan untuk divisi lain selama periode Maret-Mei. Sekarang, semua karyawan bekerja di kantor dengan protokol kesehatan.

Tren FRW bagi pelaku startup

Menurut Bukalapak, tren FRW bisa saja diterapkan asalkan menggunakan metode parsial. Artinya, perusahaan memberikan opsi untuk bekerja di rumah atau kantor apabila dibutuhkan. Rachmat mengungkap, metode ini dapat menjadi satu solusi untuk mengombinasikan model kerja terbaik, terutama di situasi semacam ini.

Menurutnya, model ini sangat memungkinkan bagi perusahaan mengingat Bukalapak kini telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan. Dengan kata lain, karyawan memiliki kesempatan bekerja remote secara terbatas.

“Selama empat bulan terakhir ini kami telah beradaptasi dan melakukan pembelajaran dalam melakukan remote working. Ada dampak positif terhadap  karyawan. Tapi kami sadar mereka juga butuh interaksi sosial. Jadi kami memberikan kesempatan face to face meeting, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan kebersihan di kantor,” jelas Rachmat.

Bagi Warung Pintar, Agung mengaku tak menutup kemungkinan tren bekerja bakal bergeser ke depannya. Menurutnya, tren ini dapat dirangkul selama perubahan tersebut bisa  berdampak positif bagi perusahaan, kesejahteraan Juragan, dan produktivitas karyawan. Itupun dengan catatan adaptasinya tidak berdasar pada satu skenario saja, tetapi juga beragam skenario yang tidak dapat dikontrol.

Menurutnya, perusahaan perlu adaptif, relevan, dan efisien demi menunjang produktivitas dan pertumbuhan bisnis. “Bagi kami, komunikasi lisan maupun tertulis, masih menjadi kunci utama terciptanya kondisi kerja yang ideal, terlepas WFH/FRW atau tidak. Dengan sistem squad dan tribe yang telah kami miliki, koordinasi proyek menjadi lebih cepat tanpa perlu ada centralized order,” pungkasnya.

Joseph menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen besar dari setiap divisi/departemen untuk mempersiapkan infrastruktur dan proses bisnis. Meskipun demikian, konsep FRW berpotensi untuk dijalankan mengingat penyesuaian sangat diperlukan sesuai kondisi pekerjaan dan tuntutan zaman.

“Dalam satu hingga dua tahun ke depan, kami masih menggali dan belajar apakah sistem [remote working] ini relevan dengan berbagai role dan fungsi pekerjaan terkait,” papar Joseph.

Kebanyakan startup Indonesia mengaku telah menerapkan kesetaraan gender, mendukung kebutuhan dan kemudahan perempuan bekerja

“Femtech” dan Pemimpin Perempuan di Mata Mitra Gender

Peranan perempuan, yang awalnya “hanya” menjadi pasar dan pengguna, kini sudah bergeser. Makin banyak perempuan yang berkecimpung di industri teknologi dan menghadirkan platform yang bermanfaat untuk semua. Tercatat, sejak tahun 2014, sekitar 844 pendiri startup perempuan telah mendapatkan pendanaan untuk mengembangkan bisnis mereka di Asia Tenggara. Beberapa di antaranya bahkan berhasil menghadirkan layanan yang mampu mengubah kebiasaan dan gaya hidup orang banyak.

Meskipun teknologi telah membuka peluang untuk perempuan mendirikan bisnis, tidak bisa dipungkiri masih banyak tantangan yang ditemui. Meskipun demikian, perspektif perempuan telah terbukti sangat berharga dan membantu keberhasilan mereka menapaki karier di industri ini. Hal tersebut menciptakan peluang bagi perempuan di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, untuk mengembangkan bisnis yang sebelumnya hanya didominasi kaum adam.

“Indonesia saat ini tengah berada pada kondisi startup booming. Pertumbuhan startup yang didirikan oleh perempuan merupakan hal yang menarik untuk diamati. Teknologi pada prinsipnya adalah cara untuk membuka peluang semua kalangan meningkatkan kehidupan mereka, menjadi berita baik tentunya ketika startup yang didirikan perempuan makin bertambah jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan berada pada posisi yang setara untuk memimpin usaha yang bisa berkembang dan di masa mendatang,” kata Co-Founder StickEarn Archie Carlson.

Masih di edisi hari Kartini, DailySocial mencoba menggali pendapat dan pandangan para pendiri startup laki-laki di Indonesia, sebagai mitra gender, tentang peranan dan eksistensi para pemimpin perempuan di dunia startup teknologi.

Kesetaraan gender

Perkembangan teknologi yang dapat diakses siapapun dan di manapun saat ini mendorong kesetaraan kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya. Keterbukaan atas informasi menjadi pintu utama bagi perempuan untuk melakukan apa yang mereka ingin lakukan, termasuk mendirikan startup.

“Menurut saya bidang teknologi lebih mengutamakan technical dan leadership skills bisa lebih ‘genderless’ daripada bidang lain. Sehingga banyak perempuan, yang memang memiliki kemampuan secara technical maupun leadership, dapat mendirikan startup dan meyakinkan para investor untuk mengembangkan bisnisnya. Jadi teknologi itu membuka peluang buat semua orang, menghilangkan batas-batas, termasuk batas gender,” kata CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Kesetaraan gender memang sangat terasa di dunia startup dan teknologi. Kebanyakan kolega dan pimpinan laki-laki melihat potensi dan kemampuan pegawai dan pimpinan perempuan yang tidak kalah dengan mitra gendernya. Proses ini membantu mereka untuk berkembang dan menunjukkan kemampuan untuk berkontribusi kepada perusahaan.

“Menurut saya, daripada melihat dari sisi gender, ada baiknya kita melihat kemampuan dan kelebihan seseorang dari sisi individunya itu sendiri. Baik itu perempuan maupun laki-laki, hasil kerja yang diberikan seimbang hanya saja setiap orang pasti punya caranya masing-masing untuk mencapai hasil tersebut,” kata CEO Giladiskon Fandy Santoso.

Hal senada diungkapkan CEO Modalku Reynold Wijaya yang mengklaim telah mendukung segala kebutuhan pegawainya baik laki-laki maupun perempuan, asal kebutuhan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan sifatnya untuk kepentingan bersama.

“Secara umum saat ini untuk sisi kemampuan baik laki-laki atau perempuan sudah sama, tidak ada lagi perbedaan gender. Justru beberapa kali kelebihan dari perempuan dalam memimpin itu dikarenakan naluri ibu yang sangat membantu di saat tim membutuhkan motivasi lebih,” kata CEO Belimobilgue Johnny Widodo.

Kelebihan talenta perempuan


Salah satu kunci kesuksesan yang hanya dimiliki pegawai perempuan adalah kemampuan mereka melakukan segala pekerjaan secara multitasking.

Kami percaya bahwa perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki. Perempuan juga memiliki technical skills dan leadership yang baik, apalagi jika ditambah naluri perempuan yang mengayomi dan memperhatikan secara detil, sehingga perempuan biasanya juga lebih peka dan memahami kondisi anggota tim,” kata Rachmat.

Perempuan juga dinilai memiliki kemampuan untuk melihat semua hal secara detail dan memiliki keinginan untuk mencoba berbagai hal yang baru dan bersedia untuk bangkit kembali ketika menemui kegagalan. Sifat-sifat positif tersebut yang ternyata menjadi kekuatan bagi perempuan, ketika mendirikan bisnis hingga mengembangkan usaha mereka.

“Saya telah bekerja dengan banyak rekan kerja perempuan yang memiliki keinginan kuat untuk mengembangkan kemampuan mereka. Mungkin karena mereka lebih netral dan memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan. Namun saya juga melihat masih banyak di antara mereka yang belum memiliki kepercayaan diri dan keberanian untuk memulai usaha. Jika lebih banyak perempuan memiliki ambisi untuk mengembangkan bisnis, akan lebih besar peluang kesuksesan yang bisa diraih,” kata CEO Titik Pintar Robbert Deusing.

Berbagi pengalaman dan mendapatkan wawasan lebih ternyata tidak hanya dilakukan sesama pendiri startup laki-laki. Kesempatan tersebut juga banyak bisa diperoleh dari para pengusaha perempuan yang sudah mendirikan bisnis dengan kategori beragam.

“Dengan lebih banyaknya perempuan mendirikan bisnis, paling tidak bisa memperkaya ekosistem startup di Indonesia. Saya suka belajar dari sesama pendiri startup. Kami kebetulan berbagi kantor dengan Nalagenetics dan kami selalu belajar dari mereka,” kata Co-Founder Newman’s Anthony Suryaputra.

Ke depannya, untuk  membantu lebih banyak rekan kerja dan pemimpin perempuan bergerak lebih cepat, dibutuhkan dukungan yang lebih peka dan pemahaman yang baik. Tidak lagi cara-cara mendasar berbasis bias yang kerap muncul di suatu sistem. Menjadi penting bagi semua pihak yang terlibat untuk memberikan semua kesempatan secara adil.

“Kami percaya bahwa penting untuk merangkul keberagaman dan menciptakan tempat kerja yang inklusif. Mendukung lebih banyak perempuan masuk ke [industri] teknologi adalah menjadi bagian dari perjalanan kami untuk mempromosikan nilai keanekaragaman, inklusi, dan kesetaraan dalam teknologi,” kata Archie.

Dukungan perusahaan

Banyak cara yang dilakukan startup untuk mendukung perempuan bekerja. Mulai dari fasilitas khusus untuk perempuan hingga kesempatan bagi ibu rumah tangga yang bekerja di perusahaan. Hal tersebut dilihat mampu meningkatkan kepercayaan dan loyalitas yang akan berimbas kepada produktivitas bekerja.

“Di Modalku kami menyediakan fasilitas ruang ibu menyusui untuk para ibu bekerja. Pada hari International Women’s Day bulan Maret kemarin, Modalku memberikan fasilitas manicure untuk para karyawan perempuan sebagai wujud kami menghargai dan mendukung para perempuan bekerja,” kata Reynold.

Dukungan tersebut juga bisa ditunjukkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang beragam dan menerapkan kesetaraan gender. Hal tersebut diklaim telah diterapkan manajemen StickEarn.

“Mengingat peran khusus yang dipegang perempuan dalam kehidupan pribadi dan rumah tangga mereka, kami memahami ada kebutuhan tambahan yang dapat disediakan oleh perusahaan. Kami memberikan cuti hamil selama 3 bulan dan juga ruang perawatan di kantor baru kami. Hal ini kami lakukan untuk mendukung pekerjaan, tanpa harus meninggalkan peran mereka sebagai ibu,” kata Archie.

Penerapan diversity and inclusion juga telah dilakukan Belimobilgue. Salah satu contohnya memberikan kemudahan dan akses tertentu untuk pegawai perempuan, seperti monthly day off dan maternity leave.

Kesempatan untuk memiliki jenjang karier, self development, sampai kesetaraan mengungkapkan pendapat juga diterapkan di Bukalapak. Walaupun kadang masih ada stigma bahwa laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama, perusahaan menanamkan cara berpikir bahwa perempuan juga memiliki potensi yang sama.

“Kami memberikan ruang khusus bagi para perempuan untuk dapat sharing dengan seluruh Bukalapak Squad dalam berbagai kesempatan. Salah satunya adalah melalui program Bedah Buku special event Kartini di mana salah satu female leader di Bukalapak bercerita mengenai buku yang dia baca dan berbagi key takeaways yang didapatkan dari buku itu kepada Bukalapak Squad. Sebisa mungkin kami selalu melibatkan karyawan perempuan di ruang publik maupun acara yang dilakukan oleh Bukalapak, sehingga mereka bisa lebih mengekspresikan diri melalui perspektif perempuan dan karyawan lain bisa saling belajar dari perspektif tersebut,” kata Rachmat.