Tag Archives: rahmat waluyanto

Indodax's CEO, Oscar Darmawan

Indodax to Comply with Bappebti’s New Regulation for License

Indodax, the biggest crypto asset market platform in Indonesia, announced its main focus to comply with the new regulations issued by the Commodity Futures Trading Commission (Bappebti) on February, 12th.

Oscar Darmawan, Indodax’s CEO said the team wants the crypto asset market platform to acquire official license. Currently, Indodax is a company under PT Indodax Nasional Indonesia.

He admits some points to highlight as an issue. In his opinion, the required capital for business players to register as crypto asset sellers is quite high.

In the Bappebti’s Law No. 5 in 2019 of Technical Rules to Organize Crypto Asset Physical Market in the future market include (1) Capital for futures company of Rp1.5 trillion, (2) Capital for crypto asset storage of Rp1.2 trillion, and (3) Capital for crypto asset trading of Rp1 trillion.

“We’re running those three points, therefore we (need) three licenses. Our focus this year is to be a crypto asset market platform with license,” he said in the Indodax’s Badai Hadiah Pers Conference last time.

Darmawan said he’ll keep discussing with some parties including Bappebti to explore the new regulation. “We’re indeed trying to get permission. However [in terms of regulation] we let Bappebti to take control, we’ll try to comply and discuss,” he added.

Currently, Indodax have more than 30 digital assets to trade with 1.5 million members in Southeast Asia per December 2018. Last year’s income is claimed to have increased by two times from the previous year. He aims for an additional 500 thousand new users this year.

Meanwhile, Indodax’ Chief Technology Officer, William Sutanto said the team is trying to comply with the new regulation in terms of technology. One is to obtain ISO certification.

Included in the regulation, some required ISO certifications, such as ISO 27001 (Information Security Management System), ISO 27017 (cloud security), and 27018 (cloud privacy) if the crypto asset physical sellers are using cloud.

“This year, [certification] must be obtained. There will be further discussion,” he added.

Tokenized Economy Phenomenon

One of the concrete implication of cryptocurrency is tokenized economy realization in the future. All physical assets to financial can be converted to token in real time.

Rahmat Waluyanto, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia’s (KSEI) Chief Commissioner has predicted the tokenized economy to be a big phenomenon worldwide, at least in 5-10 years ahead.

He said the cryptocurrency market capitalization has reached $211 billion worldwide per 2018. The fundraising of Initial Coin Offerings (ICO) has exceeded $15 billion.

Currently, cryptocurrency is indeed illegitimate in Indonesia because it’s considered a commodity. Unless the other countries where crypto has been traded in the Securities and Exchange Commission (SEC) capital market.

“The token system is not very impactful, yet raises opportunities and implications, to build up financial system. In addition, to make advance access to financial inclusion,” he mentioned at the event.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Indodax Aturan Bappebti

Indodax Bakal Penuhi Syarat Aturan Baru Bappebti Demi Kantongi Izin

Indodax, platform perdagangan aset kripto terbesar di Indonesia, mengaku akan fokus memenuhi segala persyaratan dalam aturan baru yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) pada 12 Februari lalu.

Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan, pihaknya ingin platform perdagangan aset kripto miliknya mengantongi izin resmi. Diketahui, saat ini Indodax masih berstatus sebagai perusahaan umum biasa di bawah nama PT Indodax Nasional Indonesia.

Ia mengakui ada poin yang dianggap memberatkan dalam aturan tersebut. Menurutnya, modal yang diminta bagi pelaku usaha yang ingin mendaftar sebagai pedagang fisik aset kripto masih terlalu besar.

Dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka disebutkan (1) Modal untuk perusahaan berjangka Rp1,5 triliun, (2) Modal untuk penyimpanan aset kripto Rp1,2 triliun, dan (3) Modal untuk perdagangan aset kripto Rp 1 triliun.

“Nah kita menjalankan ketiga poin tersebut makanya kami [harus punya] tiga izin. Fokus kami tahun ini menjadi platform perdagangan aset kripto yang punya izin resmi,” ujarnya ditemui di Konferensi Pers Badai Hadiah Indodax beberapa waktu lalu.

Oscar mengaku masih akan terus berdialog dengan sejumlah pihak termasuk Bappebti untuk mempelajari aturan baru tersebut. “Kami memang sedang berusaha untuk memperoleh izin. Tapi [soal aturan] kami serahkan ke Bappebti, kami akan coba comply dan terus berdiskusi,” katanya.

Saat ini, Indodax memperdagangkan lebih dari 30 aset digital, dengan 1,5 juta member di Asia Tenggara per Desember 2018. Pendapatannya di 2018 diklaim naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Oscar membidik tambahan 500 ribu pengguna baru tahun ini.

Sementara itu Chief Technology Officer Indodax William Sutanto mengungkap bahwa pihaknya juga berupaya untuk comply dengan aturan baru ini dari sisi teknologi. Salah satunya adalah memenuhi sertifikasi ISO.

Dalam aturan tersebut, sejumlah sertifikasi ISO yang wajib dipenuhi antara lain ISO 27001 (Information Security Management System), serta ISO 27017 (cloud security) dan 27018 (cloud privacy) apabila pedagang fisik aset kripto menggunakan cloud.

“Tahun ini [sertifikasi] harus dipenuhi. Nanti bakal ada diskusi lebih lanjut,” kata William.

Fenomena tokenized economy

Salah satu implikasi konkret terhadap mata uang kripto (cryptocurrency) adalah terwujudnya tokenized economy di masa depan. Segala macam aset fisik hingga keuangan dapat dikonversi dalam bentuk token dalam dunia yang sesungguhnya.

Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Rahmat Waluyanto bahkan memprediksi tokenized economy bakal menjadi fenomena besar di dunia setidaknya dalam kurun 5-10 tahun lagi.

Ia menyebut kapitalisasi pasar mata uang kripto telah mencapai $211 miliar di dunia per 2018. Pengumpulan dana dari hasil Initial Coin Offerings (ICO) juga telah menembus angka $15 miliar

Memang saat ini kripto memang belum menjadi mata uang yang sah di Indonesia karena masih dianggap sebagai komoditi. Berbeda dengan di luar negeri di mana kripto telah diperdagangkan di pasar modal Securities and Exchange Comission (SEC).

“Sistem token sebetulnya tidak memberikan dampak banyak, tetapi memunculkan peluang dan implikasi, yakni memperkuat sistem keuangan. Selain itu, mendorong akses ke inklusi keuangan,” tuturnya yang turut hadir di acara.

Berikut Ini Klasifikasi Fintech yang Akan Diatur OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjabarkan ada dua penggolongan fintech yang akan masuk ke dalam ranah pengawasan OJK. Mereka adalah Fintech 2.0 Digital LJK dan Digital Banking dan Fintech 3.0-3.5 Startup Companies. Kedua kategori tersebut nantinya harus mematuhi segala aturan yang dibuat oleh OJK. Pada akhir tahun rencananya Peraturan OJK (POJK) untuk fintech akan terbit.

Dijabarkan bahwa kategori Fintech 2.0 melingkupi tiga ranah sektor industri diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB). Untuk perbankan, ranah bisnis yang akan diatur mulai dari E-banking, Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Digital Branch, dan Banking Anywhere (Omnichannel).

Sementara, untuk pasar modal yakni E-stocks, Bonds, Mutual Funds, dan Trading. Terakhir, dalam IKNB yang akan diatur adalah E-Gadai, E-LKM, E-Penjaminan, dan E-Asuransi.

Kategori berikutnya, Fintech 3.0-3.5 khusus mengatur perusahaan startup fintech non lembaga jasa keuangan (LJK), dengan ranah bisnis yang akan diatur adalah koperasi, bursa berjangka, dan loan-based crowdfunding (P2P Lending).

Di sisi lain, Bank Indonesia akan menaungi dan mengatur Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK), E-Money, Telco Money, Blockchain (Bitcoin), dan National Payment Gateway (NPG). Sementara ini jumlah fintech yang masuk otorisasi OJK mencapai 120 perusahaan. Angka itu di luar perhitungan fintech bidang sistem pembayaran yang akan diatur oleh Bank Indonesia.

Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, menerangkan aturan yang akan diterbitkan oleh OJK tersebut nantinya hanya mengatur manajemen risiko, governance, kecukupan modal, hingga likuiditas. Namun, standar pendekatannya tidak akan sedetil peraturan yang ada di perbankan maupun asuransi.

“Peraturannya akan dibuat sesuai kondisi fintech, misal di bank ada standar kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk aturan likuiditasnya. Tidak akan sedetil CAR, namun tujuannya sama, ingin mengatur tingkat likuiditas fintech karena ini menyangkut perlindungan konsumen,” ujarnya beberapa waktu lalu.

[Baca juga: OJK Jadi Penerbit Sertifikat Tanda Tangan Digital]

Dia menambahkan fintech pun ke depannya memang harus diatur karena ke depannya masyarakat Indonesia beserta industri akan semakin bergantung pada teknologi informasi, baik dalam perdagangan sekuritas, bisnis perbankan, asuransi, dan lainnya.

POJK tersebut nantinya akan memastikan bahwa layanan fintech didukung oleh undang-undang pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Poin yang akan masuk dalam POJK ada empat hal, yakni fintech innovation HUB, Certificate Authority (CA), penerbitan Sandbox Regulatory, kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan, dan kajian Vulnerability Assessment Tersentralisasi.

BI terbitkan aturan fintech bulan ini

BI menyatakan pada pertengahan bulan ini akan segera mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait Penyelenggaraan Transaksi Pembayaran (PTP). Dalam aturan tersebut, akan mengatur penyelenggaraan aktivitas usaha dalam model bisnis fintech seperti penyedia payment gateway, penyelenggara e-wallet, hingga penyelenggara penunjang seperti terminal ATM/EDC, dan point of sales (POS).

Berikutnya, akan ada regulatory sandbox dan fintech office untuk penyelenggarannya. “Nanti akan kita grand launching pertengahan Oktober ini. Regulatory sandbox itu kita berdiri bareng dengan pelaku fintech, mereka melakuakan inovasi di bawah supervisi kita. Kalau oke, kita lihat potensinya lalu akan diatur dengan baik,” ujar Pungky Wibowo, Direktur Kebijakan Sistem Pembayaran BI.

Menurutnya, saat ini regulator dan pemerintah sedang dalam tahap menciptakan ekosistem fintech. Regulator pun harus berhati-hati dalam mendorong akses finanseal sembari memperhatikan risiko dari perkembangan teknologi.

BI juga sedang mengkaji dan menyiapkan rancangan PBI terkait upaya meregulasi fintech yang berpotensi memicu praktik pencucian uang (money laundering).

OJK Jadi Penerbit Sertifikat Tanda Tangan Digital

Transaksi keuangan berbasis elektronik, kini dianggap hal tidak asing untuk masyarakat Indonesia. Namun, dari segi keamanannya masih banyak yang meragukannya, belum lagi masih banyak perusahaan yang menerapkan tanda tangan basah untuk keabsahan dokumen transaksi. Untuk menanggulangi itu, kini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi otoritas sertifikat digital (certificate authority/CA).

Dalam aturan mainnya, OJK sebagai CA dapat bertindak sebagai pihak penerbit sertifikat suatu tanda tangan digital pelaku jasa keuangan. OJK dapat menjamin bahwa suatu transaksi yang ditandatangani secara digital telah diamankan dan berkekuatan hukum sesuai ketentuan yang ada di Indonesia.

Tujuan dari dorongan ini adalah mengatasi isu perlindungan konsumen dan kepentingan nasional. Sekaligus, mencegah fintech asing melakukan data mining.

“Pemberlakuan tanda tangan digital ini, adalah tindak lanjut dari perjanjian bersama Kemenkoinfo sebelumnya. Jadi OJK sebagai penerbit sertifikat digital signature untuk industri jasa keuangan,” ujar Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Kamis (6/10).

Pelaku industri yang diwajibkan memiliki sertifikat ini adalah para pelaku fintech yang bergerak di jasa keuangan, termasuk perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank (IKNB), hingga startup fintech.

Dorongan penerapan tanda tangan digital, sambung Rahmat, pada akhirnya akan menjadi mandat untuk dipatuhi seluruh industri jasa keuangan. Pasalnya, OJK akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) untuk hal ini.

“Nanti akan ada aturan sebab pada akhirnya OJK akan mewajibkan seluruh industri jasa keuangan memakai tanda tangan digital. Saat ini kami masih sosialisasi ke berbagai pelaku, tahun depan baru terbitkan aturannya.”

Rencana lainnya yang masuk ke dalam pipeline OJK adalah peluncuran Fintech Innovation Hub sebagai sentra pengembangan dan menjadi one stop contact fintech nasional untuk berhubungan dan bekerja sama dengan institusi dan lembaga yang menjadi pendukung ekosistem keuangan digital.

Kemudian, penerbitan Sandbox Regulatory untuk fintech. Peraturan ini akan mengatur hal-hal yang minimal agar perkembangan fintech memiliki landasan hukum untuk menarik investasi, efisiensi, melindungi kepentingan konsumen, dan tumbuh berkelanjutan.

Berikutnya, kajian mengenai implementasi standar pengamanan data dan informasi dalam pengelolaan industri fintech dan kebutuhan Pusat Pelaporan Insiden Keamanan Informasi di industri jasa keuangan.

Terakhir, kajian Vulnerability Assessment Tersentralisasi. Hal ini untuk memastikan postur serta keamanan atau kesiapan penanganan keamanan informasi selalu terjaga guna menekan risiko serta ancaman keamanan informasi pada industri jasa keuangan.

Dari kajian OJK, angka sementara perusahaan fintech yang masuk dalam otorisasi OJK adalah 120 perusahaan yang beroperasi di Indonesia.