Tag Archives: Rama Raditya

Bioniqa

Startup Cleantech Bioniqa Peroleh Pendanaan Awal dari Bali Investment Club

Startup cleantech Bioniqa mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan dari Bali Investment Club (BIC). Pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk kebutuhan riset dan pengembangan produk.

Bioniqa mengembangkan fotobioreaktor yang dapat mengonversi jejak karbon menjadi kredit karbon dan oksigen. Mereka mengadopsi pendekatan lokal yang diklaim belum pernah ada sebelumnya di Indonesia dalam memerangi isu polusi udara di pusat perkotaan.

“Fotobioreaktif unik yang kami miliki dapat menampung alga dalam lingkungan terkendali, yang dapat menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen. Ini bukan hanya sebuah mesin, tetapi ekosistem yang dapat membersihkan udara yang kita hirup sehingga membuat kota menjadi lebih layak huni,” ujarnya Co-Founder dan President Bioniqa Andre Hutagalung lewat siaran resmi.

Bioniqa didirikan pada 2023 oleh RaMa Raditya dan Andre Hutagalung. Keduanya dikenal sebagai pendiri startup pengembang smart city Qlue. Saat ini, Bioniqa telah mengoperasikan instalasinya di tempat penitipan anak di wilayah Jakarta, dan targetnya akan dipasang secara agresif di sekolah-sekolah besar di sejumlah kota.

Bioniqa menyasar sektor B2C di segmen menengah ke atas, mencakup residensial mewah dan apartemen vertikal; sektor B2B, mencakup gedung perkantoran, ruang ritel; serta sektor B2G lewat kemitraan dengan fasilitas pemerintahan, dan ruang publik berlalu lintas tinggi.

Klaimnya, satu fotobioreaktor Bioniqa telah meningkatkan kualitas udara luar ruang sebesar 60%-80% pada area seluas 150 meter persegi dalam waktu 24 jam. Lalu, mesin ini dapat mengimbangi 165 hingga 240 kg emisi karbon setiap tahunnya, serta menghasilkan 6.800 liter oksigen setiap tahunnya.

Melalui pendanaan ini, Bioniqa akan mengembangkan laboratorium dan perkebunan alga, hingga meningkatkan kemampuan fotobioreaktor melalui teknologi IoT.

Nicolo Castiglione, Managing Partner Bali Investment Club mengatakan ini menjadi momentum tepat berinvestasi untuk merespons krisis polusi udara yang dihadapi Jakarta selama beberapa bulan terakhir.

“Per satu mesin saat ini setara dengan 80 pohon dalam produksi O2 dan 20 pohon untuk mengurangi CO2. Di kota padat seperti Jakarta, kita tidak bisa menanam pohon di sembarang tempat dan perlu waktu bertahun-tahun sebelum pohon itu tumbuh. Bioniqa hadir untuk memecahkan masalah ini dengan menggabungkan alam dan teknologi.”

Beberapa waktu lalu, pemerintah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), merespons target
Indonesia untuk mencapai pengurangan emisi karbon menjadi 31,89% pada 2030. Payung hukumnya juga telah diterbitkan melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 yang akan menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon.

Peluncuran Bursa Karbon Indonesia juga merespons berkembangnya kebutuhan terhadap solusi di bidang teknologi hijau (cleantech), khususnya dekarbonisasi, yang diikuti oleh kemunculan pengembang inovasi di bidang karbon.

Beberapa di antaranya Fairatmos yang mengembangkan platform untuk mengakselerasi penyerapan karbon, juga Jejak.in yang memanfaatkan teknologi IoT dan satelit dalam menganalisis jejak karbon.

Qlue Pendanaan ICMG

Qlue Umumkan Tambahan Pendanaan Seri B1 dari ICMG

Startup pengembang platform smart city “Qlue” mengumumkan tambahan pendanaan seri B1 dari Intellectual Capital Management Group (ICMG) Pte Ltd (Singapura) dengan nominal yang dirahasiakan.

Sebagai informasi, ICMG merupakan perusahaan yang berfokus pada co-create bisnis di vertikal smart city & smart villages, MaaS & logistic, healthcare & life science, energy & water, digital, dan sustainability (SDG).

“ICMG merupakan investor strategis bagi Qlue untuk scale up solusi kami di berbagai kota di Jepang,” ujar Founder & CEO Qlue RaMa Raditya dalam laman LinkedIn pribadinya.

Sebelumnya pada Juni 2021, Qlue menerima pendanaan seri B1 dari perusahaan telekomunikasi Jepang KDDI, Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), dan startup pengembang layanan biometrik ASLI RI. Diketahui pendanaan ini akan dipakai untuk menggenjot ekspansi agresif Qlue ke pasar Asia melalui pengembangan solusi smart city terintegrasi. Target pasar utamanya adalah Jepang, Malaysia, dan Filipina.

Kerja sama strategis juga dilakukan dengan para investor. Salah satunya adalah sinergi dengan KDDI, keduanya akan mengintegrasikan berbagai platform yang dikembangkan Qlue ke lini bisnis KDDI di Asia Tenggara.

Ekspansi Qlue

Dalam keterangan terpisah, perwakilan ICMG mengungkap investasi ini penting dalam menghadirkan smart city yang aman dan terjamin, baik di Indonesia maupun negara-negara Asia lainnya. Pengembangan solusi ini dapat mendukung akuisisi pelanggan dan ekspansi Qlue lebih lanjut.

Di samping itu, ekspansi ini juga sejalan dengan peningkatan urbanisasi di seluruh dunia, di mana 70 persen penduduk dunia diproyeksi tinggal di wilayah perkotaan di 2050. Situasi ini tentu akan memunculkan persoalan baru, terkait masalah keamanan hingga peningkatan kualitas hidup dan ekonomi.

“Maka itu, kami berencana untuk memperluas solusi pemantauan AI perusahaan ke berbagai kota tier 1 dan tier 2 di Indonesia. Kami juga berencana memperluas ekspansi ke wilayah lain di Asia, dengan Vietnam, Filipina, Thailand, Jepang, sebagai tujuan utama,” tambahnya.

ICMG juga menyebut akan mendukung rencana ekspansi Qlue ke Jepang dengan memanfaatkan jaringannya ke perusahaan skala besar di Jepang. Selain itu, ICMG juga akan mendukung sinergi anak usaha dan afiliasi dari perusahaan Jepang yang akan ekspansi ke Indonesia.

Ke depan, Qlue akan memperkuat posisinya sebagai pengembang solusi pemantauan berbasis teknologi AI di Indonesia melalui kemitraan dengan segmen pemerintahan maupun korporasi.

Qlue mengembangkan solusi terintegrasi yang dapat mengotomatisasi aktivitas pemantauan dan meningkatkan produktivitas pekerja lewat solusi berbasis AI. Solusi-solusi ini dapat diimplementasikan di sektor pemerintah maupun bisnis untuk mendorong sejumlah efisiensi, seperti pengurangan biaya, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan peningkatan keamanan.

Solusi Qlue saat ini terdiri dari QlueApp (aplikasi pelaporan warga), QlueVision (analisis video CCTV berbasis kecerdasan buatan), QlueWork (mobile workforce management), QlueDashboard (platform visualisasi data), QlueSense (solusi produk berbasis IoT), dan QlueThermal (solusi pemindai suhu tubuh dan penggunaan masker otomatis).

Per Juni 2021, sekitar 120 kota/kabupaten telah memanfaatkan solusi Qlue. Beberapa solusi Qlue juga telah diimplementasi di sejumlah negara, termasuk Singapura, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, Rusia, Australia, dua negara di benua Eropa, dan empat negara di benua Amerika.

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri B1 Qlue

Selain KDDI, Pendanaan Seri B1 Qlue Didukung ASLI RI dan Telkomsel Mitra Inovasi

Qlue hari ini (04/6) mengumumkan perolehan pendanaan seri B1. Seperti diberitakan sebelumnya, Global Brain melalui KDDI Open Innovation Fund III memimpin putaran ini. Sementara investor lain yang turut terlibat adalah startup pengembang layanan biometrik ASLI RI dan juga Telkomsel Mitra Inovasi.

Founder & CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, masuknya investasi ini memungkinkan Qlue memiliki skalabilitas yang semakin tinggi dalam memberikan solusi smart city di berbagai kota di Indonesia. Selain itu pihaknya akan memanfaatkannya untuk penguatan kapabilitas AI dan IoT yang dimiliki platformnya.

“Kami sangat antusias dengan pendanaan dari KDDI [..] Sinergi ini terjalin karena Qlue dan KDDI memiliki visi yang sama dalam mengakselerasi pembangunan kota berbasis teknologi smart city. Dengan dukungan KDDI yang memiliki jaringan bisnis secara global ini akan mendorong penetrasi pasar Qlue di luar negeri,” ujar Rama.

Qlue akan menggarap pasar Asia secara agresif sebagai basis utama pengembangan solusi smart city, dengan menjadikan Jepang, Malaysia, dan Filipina sebagai fokus utama. Untuk pasar dalam negeri, peningkatan skalabilitas ini juga bisa mendorong perluasan industri ke sejumlah sektor, seperti jasa kesehatan, pengelola kawasan industri, perhotelan, pengembang properti, BUMN, hingga berbagai sektor lainnya.

Hadirnya ASLI RI juga menarik, sebelumnya mereka dikenal sebagai pengembang platform keamanan berbasis biometrik; mereka juga terkorelasi dengan startup pengembang layanan tanda tangan digital TekenAja. Masuknya ASLI RI akan menghadirkan sinergi tersendiri dalam penguatan ragam solusi smart city yang dikembangkan Qlue.

“Kemampuan teknologi Qlue dalam mencerdaskan kamera CCTV sangat strategis dengan rencana bisnis kami sehingga sinergi ini bisa memberikan nilai tambah baik bagi ASLI RI maupun Qlue. Kami yakin kemitraan strategis ini juga akan memberikan dampak positif bagi pelaku industri di Indonesia karena pemanfaatan teknologi akan semakin masif dalam beberapa tahun ke depan,” ujar COO ASLI RI Rionald Soerjanto.

Rama dan tim Qlue cukup yakin bahwa potensi smart city masih sangat besar. Di Indonesia sendiri, menurut data yang mereka kutip, prediksi pangsa pasarnya akan mencapai $820 miliar pada tahun 2025 mendatang.

Sejak didirikan pada tahun 2016 lalu, Qlue cukup agresif melakukan ekspansi bisnis. Kini mereka sudah diaplikasikan di 58 kota di Indonesia dan memiliki pengguna di luar negeri dengan jumlah total mencapai lebih dari 133 klien. Per 2020, bisnis Qlue juga diklaim mengalami pertumbuhan 70% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Application Information Will Show Up Here
KDDI Berinvestasi ke Qlue

Qlue Mendapat Investasi dari Perusahaan Telekomunikasi Jepang KDDI

Bertujuan untuk mendorong transformasi digital di pasar Asia Tenggara, khususnya Indonesia, KDDI yang dikenal sebagai perusahaan telekomunikasi Jepang mengumumkan investasinya kepada pengembang platform smart city Qlue. Keduanya akan mengintegrasikan berbagai platform yang dikembangkan Qlue dengan basis bisnis KDDI di Asia Tenggara, termasuk layanan infrastruktur teknologi yang dimiliki.

Tidak disebutkan nominal investasi yang diberikan. Pendanaan ini diberikan melalui KDDI Open Innovation Fund III, yakni dana ventura perusahaan yang difokuskan untuk mendukung berbagai startup di bidang hiburan, IoT, big data, dan fintech. Total dana kelolaannya mencapai 20 miliar yen atau setara 260 miliar Rupiah; dan telah diinvestasikan kepada 92 startup.

KDDI sendiri sebenarnya juga sudah memiliki unit di Jakarta, melalui PT KDDI Indonesia. Segmen bisnis mereka di kalangan B2B, B2B2X, dan B2G di berbagai bidang.

Salah satu fokus Qlue di Indonesia saat ini masih membantu digitalisasi layanan pemerintahan di berbagai kota. Teranyar pada April 2021 lalu, perusahaan mengumumkan telah mengimplementasikan solusi smart city yang dimiliki di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Berbagai solusi baru juga diluncurkan, termasuk rangkaian alat untuk membantu organisasi mendisiplinkan protokol kesehatan di tengah pandemi.

Solusi Qlue saat ini terdiri dari QlueApp (aplikasi pelaporan warga), QlueVision (analisis video CCTV berbasis kecerdasan buatan), QlueWork (mobile workforce management), QlueDashboard (platform visualisasi data), QlueSense (solusi produk berbasis IoT), dan QlueThermal (solusi pemindai suhu tubuh dan penggunaan masker otomatis).

Dalam sebuah kesempatan, Founder & CEO Qlue RaMa Raditya mengatakan, pada tahun 2020 bisnis mereka mencatatkan pertumbuhan 70% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini didorong meningkatnya antusias digitalisasi dan pemanfaatan solusi smart city di Indonesia.

Sejauh ini sudah ada sekitar 120 kota/kabupaten yang memanfaatkan solusi Qlue. Beberapa solusi mereka juga telah diimplementasikan klien dari luar negeri, termasuk di Singapura, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, Rusia, Australia, dua negara di benua Eropa, dan empat negara di benua Amerika. Klien Qlue datang dari sektor pemerintah dengan komposisi 70% dan sisanya swasta 30%.

Application Information Will Show Up Here
Qlue ungkap bisnis keseluruhan tumbuh 70% pada tahun lalu, Jumlah klien naik 32% menjadi 133 perusahaan, dominasi dari sektor pemerintah 70% dan swasta 30%

Qlue Klaim Bisnis Naik 70% Setahun Terakhir, Solusi Dipakai di Berbagai Negara

Startup penyedia solusi ekosistem smart city Qlue mengungkapkan bisnis secara keseluruhan tumbuh 70% dibandingkan tahun sebelumnya, melebihi target awal sebesar 50%. Pandemi menjadi faktor dibalik meningkatnya implementasi digitalisasi dan pemanfaatan solusi smart city yang semakin krusial dalam keberlangsungan usaha.

Co-Founder dan CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, integrasi solusi smart city dengan kebutuhan di masa pandemi bisa membantu berputarnya roda perekonomian agar tetap berjalan, dengan mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Hal itu juga sejalan dengan tren usaha saat ini juga berkembang ke arah operasional minim sentuhan dan tatap muka langsung.

“Kemampuan Qlue dalam membaca kecenderungan pasar itu juga menjadi pondasi utama dalam inovasi dan pengembangan solusi berkelanjutan oleh Qlue,” kata dia, Rabu (31/3).

Pada awal tahun lalu, sebenarnya perusahaan memiliki sejumlah rencana pengembangan teknologi. Akan tetapi pandemi berlangsung, yang akhirnya mengubah rencana perusahaan dan berinisiatif mengembangkan solusi baru yang berkaitan dengannya. Salah satunya adalah aplikasi pelaporan warga QlueApp, menambah enam kategori laporan baru terkait Covid-19 dan menjadi mitra strategis Pilkada Watch.

Selain itu, lini produk IoT mengembangkan QlueThermal untuk mendeteksi suhu tubuh, penggunaan masker, dan dilengkapi fitur absensi. “Pengembangan berikutnya juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar sehingga dapat digunakan untuk sistem absensi, akses kontrol, dan integrasi dengan RFID,” tambah Co-Founder dan CTO Qlue Andre Hutagalung.

QlueThermal kini sudah memasuki pengembangan versi kedua dan sedang persiapan menuju versi ketiga yang bakal dirilis pada Mei 2021. Salah satu penggunanya adalah PT Pertamina (Persero).

Sejauh ini Qlue memiliki enam produk smart city. Selain QlueThermal, ada QlueApp, QlueWork, QlueVision, QlueSense, dan QlueDashboard. Masing-masing produk ini punya fungsi, misalnya QlueWork dipakai oleh tenaga lapangan untuk menindaklanjuti laporan yang dikirimkan oleh QlueDashboard.

Rama menuturkan solusi Qlue berhasil menarik pihaknya untuk memboyong ke luar negeri dan diimplementasikan di sana. Disebutkan, perolehan penghargaan dari luar negeri dan mengikuti berbagai program akselerator dan jaringan global, termasuk salah satu faktor pendukung dibalik masifnya pergerakan solusi Qlue secara global.

Menurut salah satu riset yang ia kutip, potensi smart city secara global pada 2025 mendatang diprediksi tembus $820 miliar dengan pertumbuhan 14,8% per tahun. “Pasar utama kami masih Indonesia karena peluang di sini masih sangat besar, tapi mampu ekspansi global juga salah satu target kami. Harapannya bisa semakin mendunia, meski kebanyakan proyek masih di Asia.”

Beberapa lokasi yang sudah memanfaatkan solusi Qlue adalah Singapura, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, Rusia, Australia, dua negara di benua Eropa, dan empat negara di benua Amerika. Di Indonesia saja, kota-kota yang sudah memanfaatkan solusinya ada lebih dari 75 kota, dengan penambahan 43 kota pada 2020 saja.

Jumlah klien Qlue pada tahun lalu naik 32% menjadi 133 perusahaan dari sebelumnya 101 perusahaan. Sementara, pertumbuhan mitra dan channel untuk mendistribusikan solusinya naik 20% menjadi 126 mitra dari sebelumnya 105 mitra.

Klien Qlue datang dari sektor pemerintah dengan komposisi 70% dan sisanya swasta 30%. Pada tahun lalu, sektor pemerintah juga mendominasi tapi komposisinya 55% terhadap sektor swasta 45%. Bila melihat dari komposisi sumber pendapatan Qlue, sektor pemerintah berkontribusi terhadap 80% total keseluruhan dan sisanya dari sektor swasta 20%.

Presiden Qlue Maya Arvini menuturkan, sektor usaha yang memanfaatkan solusi Qlue di masa pandemi cukup bervariasi, ada yang datang dari, properti, rumah sakit, retail perbankan, perhotelan, industri hiburan sampai ke instansi pemerintah level pusat dan daerah.

Solusi smart city teranyar

Andre melanjutkan pada tahun ini perusahaan akan melanjutkan pengembangan solusi pendukung smart city lainnya yang sudah direncanakan dalam rancangan kerja. Ada dua solusi yang telah disiapkan, yakni Smart Environment yang difokuskan untuk memperbaiki kualitas udara dan Smart Traffic Management untuk meningkatkan mobilitas di perkotaan.

Terkait solusi yang kedua, sambungnya, nantinya lampu lalu lintas akan ditenagai dengan teknologi AI untuk membaca situasi lalu lintas terkini. Durasi lampu akan lebih fleksibel tergantung jumlah kendaraan, bukan lagi ditentukan berdasarkan jadwal.

Solusi tersebut telah diujicobakan di dua lokasi, salah satunya di Alam Sutera. Diklaim, Qlue mampu mengurangi tingkat kemacetan di persimpangan jalan hingga 25%. “Lampu lalu lintas ini juga buat mengatur para penyeberang sehingga mengurangi risiko kecelakaan. Kami akan lebih banyak bekerja sama dengan DISHUB untuk memakai solusi ini.”

Selain itu, Qlue sedang mengembangkan sebuah platform untuk permudah penggunaan solusi AI agar dapat dijangkau pelaku bisnis UKM hingga skala besar sesuai kebutuhan masing-masing. Rencananya solusi tersebut akan dirilis dalam kurun tahun ini.

Delman Big Data Startup Secures 23.6 Billion Rupiah Funding from Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue

Big data management platform startup, Delman, today (26/5) announced the seed funding worth of US $1.6 million or equivalent to 23.6 billion Rupiah. This investment round was led by Intudo Ventures, with the participation of Prasetia Dwidharma Ventures and startup smart city solution developer Qlue.

The funds raised will be focused on business expansion, by developing a big data management ecosystem that can be used by clients to make predictions and business decisions, and build the Delman R&D Center in Surabaya this year.

“We found that some companies spent US$ 200 thousand and 70% of their time cleansing and classifying data into a database (warehousing). There is a lot of data with a non-uniform, irregular shape, and typos, making it difficult for scientist data to process the data and make it an accurate analysis in real-time,” Delman’s Founder & CEO, Surya Halim explained.

Since founded in 2018, Delman has been working with Qlue to help big data management in various companies and government agencies. The solutions consist of combining, cleaning, and classifying data; to visualize data in the form of a dashboard that is easy to understand.

Meanwhile, Qlue’s Founder & CEO, Rama Raditya said, in the midst of a pandemic, his company continued to actively invest in startups with great potential. He believes Delman, as a newcomer, will become a major player in the big data industry and push big data to a higher level in Indonesia. Previously, Qlue also participated in the Nodeflux’s seed funding.

“The big data market in Indonesia will continue to grow and the on-demand solution has shifted to local companies because it can provide solutions in line with the needs of Indonesian companies. In addition, there are many Indonesia companies planning for digital transformation, but yet to optimize big data processing and analyzing,” Rama said.

Intudo Ventures Founding Partner, Eddy Chan said, “Since the meeting with Delman founding team in Silicon Valley in 2017, we have seen their growth as solid management and we will continue to support them going forward.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup big Data Delman

Startup Big Data “Delman” Dapatkan Pendanaan 23,6 Miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue

Startup pengembang platform manajemen big data, Delman, hari ini (26/5) mengumumkan penerimaan pendanaan tahap awal senilai US$1,6 juta atau setara dengan 23,6 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung Prasetia Dwidharma Ventures dan startup pengembang solusi smart city Qlue.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk ekspansi bisnis, dengan mengembangkan ekosistem manajemen big data yang dapat digunakan klien untuk membuat prediksi dan keputusan bisnis, serta membangun Delman R&D Center di Surabaya tahun ini.

“Kami menemukan bahwa rata-rata perusahaan mengeluarkan US$200 ribu dan 70% waktunya untuk membersihkan (cleansing) dan mengklasifikasikan data menjadi sebuah database (warehousing). Banyak data yang bentuknya tidak seragam, tidak beraturan, hingga salah ketik, sehingga menyulitkan data scientist untuk mengolah data tersebut dan menjadikannya analisis yang tepat secara real-time,” jelas Founder & CEO Delman Surya Halim.

Sejak berdiri di tahun 2018, Delman sudah bekerja sama dengan Qlue untuk membantu manajemen big data berbagai perusahaan dan instansi pemerintah. Adapun solusi yang akan dihadirkan mulai dari menggabungkan, membersihkan, dan mengklasifikasi data; hingga memvisualisasikan data dalam bentuk dasbor yang mudah dipahami.

Sementara itu, Founder & CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, di tengah pandemi perusahaannya tetap secara aktif melakukan investasi di startup yang memiliki potensi besar. Ia percaya, sebagai pendatang baru Delman akan menjadi pemain utama di industri big data dan mendorong big data ke level yang lebih tinggi di Indonesia. Sebelumnya Qlue juga sempat berpartisipasi dalam putaran pendanaan awal Nodeflux

“Pasar big data di Indonesia akan terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan solusi pun mulai bergeser ke perusahaan lokal karena solusi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan perusahaan Indonesia. Selain itu kami melihat banyak perusahaan di Indonesia yang ingin melakukan transformasi digital, namun belum optimal dalam mengolah dan menganalisis big data,” ungkap Rama.

Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan mengatakan, “Sejak bertemu dengan founding team Delman di Silicon Valley pada tahun 2017, kami telah melihat pertumbuhan mereka sebagai manajemen yang solid dan kami akan terus mendukung mereka ke depannya.”

Startup pemula memiliki ruang gerak terbatas untuk membangun bisnis di situasi sekarang. Perlu beberapa cara untuk memastikan bisnis tetap berjalan

Mengatasi Tantangan Produktivitas Startup Pemula di Situasi “New Normal”

Sudah hampir dua bulan terakhir, ekosistem digital di Indonesia mulai beradaptasi terhadap kondisi “new normal” ini. Startup mulai melakukan manuver dengan mengembangkan fitur atau layanan baru demi menyesuaikan diri terhadap perubahan perilaku konsumen.

Dari sisi investasi, DailySocial melihat aktivitas pendanaan masih terlihat cukup normal. Bahkan ada beberapa startup yang mengumumkan pendanaan baru di sepanjang April ini. Namun, kita belum dapat memastikan apakah kondisi ini dapat tetap berlanjut dalam tiga bulan ke depan.

Kami tidak bilang bahwa startup di fase growth atau later stage terdampak minimal dari situasi ini. Namun, kita bisa sepakat bahwa 2020 menjadi tahun yang sulit bagi para pelaku startup tahap awal (early stage) yang baru memulai membangun bisnisnya.

Mengapa demikian? Menurut Founder dan CEO Startup Spider Beatrice Kessler, startup di fase ini umumnya masih mengandalkan pendanaan dari kantong sendiri, dana keluarga, atau dari crowdfunding. Bisnisnya belum stabil karena masih mencari traction dari produk/layanan yang dirilis.

Dengan likuiditas terbatas, sulit bagi pelaku bisnis untuk bertahan dalam beberapa minggu atau bulan ke depan. Malah, founder pemula bisa jadi tidak menggaji diri sendiri demi efisiensi. Ruang gerak startup untuk membangun bisnisnya juga semakin sempit karena minim SDM dan jaringan bisnis.

Paparan di atas juga diperkuat oleh survei yang dirilis 500 Startups bertajuk “The Impact of COVID-19 on the Early-Stage Investment”. Sebanyak 32,2 persen responden melihat dampak negatif akan sangat terasa bagi startup early stage.

Bahkan sebanyak 62,6 persen responden memprediksi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada iklim investasi dan bisnis startup early-stage selama 1-2 tahun, sedangkan 20,1 persen responden meyakini dampaknya bakal terasa hanya 0-1 tahun.

Untuk menghadapi situasi ini, responden merekomendasikan sejumlah strategi bernavigasi bagi startup pemula. Cara yang paling banyak diusulkan adalah (1) mengurangi biaya, diikuti (2) meningkatkan runway, (3) fokus pada customer rentention, (4) membatasi ekspansi pasar, (5) menutup deal pendanaan dalam 3 bulan atau sebelumnya, dan (6) membatasi penggunaan tim non-core.

Langkah mitigasi startup early-stage Indonesia

Cara-cara di atas, sebagian besar juga direkomendasikan oleh Founder dan CEO Qlue Rama Raditya untuk bisa bertahan di situasi saat ini. Meskipun Qlue sudah masuk dalam growth stage, upaya berikut sebetulnya juga berlaku bagi startup di fase apapun.

Paling utama adalah disiplin keuangan. Langkah ini sangat krusial mengingat startup pemula memiliki runway yang pendek. Maka itu, sebaiknya pelaku bisnis jangan terburu- buru menghabiskannya di awal. Sisihkan pendanaan dalam bentuk alokasi bulanan.

Rama juga merekomendasikan diversifikasi produk untuk memudahkan startup melakukan manuver lebih lincah. Pada kasus Gojek dan Grab, mereka tetap dapat mengoperasikan kategori layanan lain meski layanan utamanya, yakni ride-hailing, ditutup sementara.

Lalu, bagaimana soal tantangan produktivitas dengan keterbatasan SDM dan ruang gerak?

Startup early stage Legalku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk meningkatkan efisiensi pendanaan tanpa mengurangi target traction. Langkah mitigasi ini berfokus pada dua hal, yakni pengembangan produk dengan timeline cepat dan deliverable jasa tetap on-time.

Founder dan CEO Legalku Muhamad Philosophi mengungkap, pihaknya memprioritaskan pengembangan produk/layanan yang dapat segera dijual ke konsumen korporasi. Bagi layanan yang bersifat complementary, pihaknya akan menunda pengembangannya hingga beban kerja tim teknologinya berkurang.

“Untuk mengefisiensikan pengelolaan, kami menunda pengembangan beberapa fitur atau layanan yang tidak in line dengan pendapatan,” paparnya kepada DailySocial.

Kemudian, perusahaan juga meningkatkan deliverable jasa supaya tetap on-time karena situasi ini memaksa koordinasi dilakukan secara remote dan banyak institusi pemerintahaan tutup. Dengan pembatasan sosial ini, pihaknya berupaya mengurangi waktu perjalanan dokumen untuk mendapatkan persetujuan dari klien melalui pengembangan fitur e-signature.

“Tadinya kami memprioritas pengembangan aplikasi mobile, baru lanjut pada fitur e-signature yang ditargetkan meluncur bulan Mei ini. Namun, untuk menyesuaikan di situasi ini, akhirnya pengembangan e-signature kami dahulukan,” ujar pria yang karib disapa Philo ini.

Sementara itu, startup early-stage di bidang P2P Lending Akseleran mengungkap bahwa produktivitas pada pengembangan produk tetap berjalan sesuai rencana sehingga perusahaan dapat langsung berlari cepat ketika situasi sudah pulih.

Co-founder dan CEO Akseleran Ivan Tambunan menyebut ada beberapa strategi untuk mendisiplinkan pengeluaran, antara lain selektif dalam menambah SDM baru selama belum ada urgensi, menghentikan layanan yang tidak banyak digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan, dan selektif mengeluarkan budget marketing hanya yang dapat memberikan nilai Customer Lifetime Value to Customer Acquisition (LTV:CAC) yang baik.

“Kami berupaya megefisiensikan operasional dan tetap sustain aktivitas yang kami lakukan. Fokus kami saat ini bukan lagi pada ekspansi, tetapi mempertahankan bisnis,” ujar Ivan.

Belajar dari Founder dan CEO Qlue Rama Raditya di sesi #SelasaStartup tentang agilitas di situasi pandemi

3 Catatan Penting Bagi Startup Pemula untuk “Agile” di Situasi Pandemi

Bagi pelaku startup, metode agile bukan lagi hal baru. Startup telah terbiasa menerapkan metode ini dalam pengembangan produknya. Metode ini memungkinan startup untuk lebih luwes dan dinamis dengan keterbatasan SDM dan pendanaan.

Namun lain cerita jika startup menerapkan agile di situasi pandemi sekarang ini. Ini bukan lagi masalah keterbatasan SDM dan pendanaan, tetapi kondisi semacam ini semakin mempersulit ruang gerak startup–terutama tahap pemula atau early stage–untuk bisa bertahan.

Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Founder dan CEO Qlue Rama Raditya berbagi tips bagi startup yang dapat menjadi pelajaran di situasi semacam ini ke depannya.

Menanam mindset disiplin keuangan

Ibarat menabung, disiplin keuangan juga wajib dilakukan oleh pelaku startup. Mindset ini idealnya ditanamkan sejak awal membangun bisnis. Jika situasi semacam ini terjadi di masa depan, startup sudah lebih dulu menyiapkan cadangan.

Salah satu bentuk disiplin keuangan ini, misalnya, jangan terburu-buru menghabiskan belanja modal (capex) di awal. Tipsnya, startup dapat mengalokasikan modal per bulannya selama beberapa bulan ke depan.

Contoh lainnya, startup perlu berhati-hati dalam menyepakati kontrak penagihan pembayaran dengan klien enterprise. Jika tidak disepakati sesuai kondisi keuangan, bisa-bisa runway startup keburu habis karena klien tidak kunjung membayar.

“Jangan berekspektasi investor selalu menyelamatkan. Kita mungkin berpikir investor selalu ada. Tapi, seiring waktu, investor akan semakin selektif meskipun punya modal besar. Mereka harus exit dalam 3-4 tahun,” ujar Rama.

Jangan “kepepet” galang pendanaan baru

Menggalang dana baru membutuhkan waktu lama. Menurut Rama, due diligence-nya saja bisa memakan lima bulan. Maka itu, startup sebaiknya jangan baru menggalang dana ketika modalnya sudah mau habis. “Selalu raise money saat tidak butuh, kalau perlu sembilan bulan sebelum habis,” tambahnya.

Ia juga merekomendasikan pelaku startup yang baru mengantongi pendanaan untuk menyisihkan modal dalam 5-6 bulan ke depan dan kalau perlu dalam bentuk mata uang dollar.

Trik ini akan membantu startup mengingat situasi sekarang tidak banyak memberikan opsi. Seluruh pelaku bisnis mengalami kondisi keuangan serupa sehingga sulit bagi startup untuk menjaga kinerja keuangan.

“Satu hal, startup early stage selalu maintain hubungan baik dengan bank. Ketika investor tidak bisa membantu dan klien sulit ditagih, kita punya opsi untuk menarik pinjaman dari bank,” jelas Rama.

Jangan terpaku pada pengembangan satu produk

Rama juga menekankan pentingnya melakukan diversifikasi produk dan ekosistem. Hal ini dapat berguna di kemudian hari apabila ada satu layanan utama startup terdampak besar dari situasi semacam ini .

“Kita bisa manuver lebih lincah karena terbantu dari diversifikasi layanan. Untuk mengembangkannya, coba cari masalah yang ingin diatasi,” ungkap Rama.

Tentu untuk melakukan strategi ini, startup perlu menganalisis sejumlah metrik untuk memilah seberapa besar masalah yang ingin diatasi. Hal ini dapat membantu pelaku startup untuk lebih fokus tanpa perlu melibatkan banyak SDM terlalu banyak.

“Situasi ini dapat menjadi momentum bagi startup untuk bertumbuh, karena setelah pandemi berakhir, solusinya akan tetap berjalan. Pada intinya, setiap entrepreneur yang committed harus mencari jalan keluar di setiap situasi. ini menjadi momen pengujian agar founder lebih mantap,” tutupnya.

Berikut ini cerita beberapa Founder untuk terus mengembangkan diri. Mentoring, buku, dan kelas online bisa jadi pilihan

Pengalaman Mengembangkan Diri Para Founder Startup

Sebagai sebuah bisnis, startup diwajibkan untuk tetap bergerak maju. Menggenjot pertumbuhan adalah hal yang dipikirkan sehari-hari. Banyak kejadian baru yang memaksa orang-orang di dalamnya turut hanyut dalam laju perkembangan. Ketika bisnis meroket, orang-orang di dalamnya kenyang dengan pengalaman dan keterampilan.

Bagi seorang founder, CEO, atau orang-orang yang bertanggung jawab memikirkan arah pergerakan bisnis, gerak cepat bisnis harus dibarengi dengan laju pengembangan diri. Itulah mengapa founder startup membutuhkan mentor atau sumber belajar lainnya. Di era serba mudah, di mana mencari tahu informasi hanya dibatas mau atau tidak mau, media belajar kini banyak bentuknya. Buku, audio, video, dan semacamnya sudah gampang ditemui. Tinggal bagaimana preferensi kita terhadap hal itu.

DailySocial mewawancarai sejumlah founder startup tentang bagaimana kebiasaan mereka dalam mengembangkan diri. Hasilnya beragam. Judul buku yang mereka baca, orang-orang yang mereka temui, dan mentor-mentor dalam jaringan mereka berperan dalam setiap perkembangan diri mereka.

Ada yang suka mengambil inspirasi dari buku yang mereka baca. Misalnya Irzan Raditya, CEO Kata.ai. Ia menyebutkan kalau dia akan membaca buku untuk topik-topik yang ingin dia kuasai, misalnya soal human resource atau penjualan. Ia juga tak segan untuk lari mencari online course yang sekiranya bisa membuka wawasannya tentang sebuah topik yang berguna saat menjalankan bisnisnya.

“Jadi pada dasarnya ketika kita mendirikan startup atau menjadi pegawai startup paling penting adalah growth mindset,” cerita Irzan.

Sementara bagi Founder Wahyoo Peter Shearer, proses pengembangan diri juga bisa didapatkan dari co-founder yang lain. Selain bisa menjadi partner dalam mengembangkan bisnis, co-founder bisa jadi salah satu cara untuk membuka wawasan, terutama untuk bidang-bidang krusial. Sedangkan untuk buku, Peter merekomendasikan sebuah buku karya Tony Hsieh.

“Saya suka buku Delivering Happiness yang ditulis oleh Tony Hsieh. Bagaimana dia meneritakan proses dia membangun Zappos sehingga bisa sukses dibeli oleh Microsoft sebesar 265 juta dollar,” ujarnya.

Membaca buku juga menjadi cara pengembangan diri favorit Co-Founder WarungPintar Agung Bezharie Hadinegoro dan Co-Founder TaniHub Michael Jovan.

Bagi Agung, salah satu hal utama dalam pengembangan diri adalah dengan stay curious. Perasaan ingin tahu akan mendorong individu tetap berkembang. Di samping itu, mendengarkan pengguna juga menjadi salah satu cara terbaik bagi Agung mendapatkan masukan tentang bisnis yang dijalaninya.

Agung juga termasuk dalam salah satu founder yang menjadikan buku sumber untuk upgrade diri. Salah satu buku yang dibaca Agung adalah The Art of Happiness dari Dalai Lama. Buku itu disebut Agung selalu menjadi pegangan dan selalu direkomendasikan kepada rekan-rekannya yang membutuhkan wawasan dalam pengembangan diri. Menurutnya, di dalam buku itu kita bisa memahami soal mengutamakan kebaikan, kasih sayang dan toleransi. Lengkap dengan implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja.

“Bagian dari buku ​The Art of Happiness yang tidak kalah menarik adalah bagian di mana kita diarahkan untuk memandang pekerjaan kita sebagai suatu panggilan, sehingga kita tetap berpegang teguh pada alasan awal mengapa kita terjun ke pekerjaan tersebut dan tidak mudah menyerah. It would give you a greater sense of purpose and resolve,” kisah Agung.

Sementara bagi Jovan, insipirasi dan ide bisa datang dari mana saja dan dalam bentu apa saja, baik langsung maupun tidak lagnsung. Itulah mengapa Jovan mempelajari banyak hal dari berbagai macam hal, seperti membaca, menonton film, hingga mengamati sebuah pertandingan sepakbola.

Hal-hal tersebut bisa memicunya untuk mencari tahu sesuatu lebih jauh lagi dengan mengetikkan kata kunci di mesin pencari atau membaca buku.

Jovan mengaku baru menyukai buku dalam tiga tahun terakhir ini. Buku-buku bertema peperangan, seperti Sun Tzu’s The Art of War dan Swordless Samurai termasuk daftar yang sudah ia tamatkan. Menurut pengakuannya, yang paling berkesan adalah Outliers yang ditulis oleh Malcolm Gladwell.

“Namun inti dari semuanya adalah saya selalu melebarkan wawasan saya dengan cara yang fun dan random. Dari cara ini seringkali menemuan berbagai benang merah dari berbagai informasi sebelumnya. Setelah mendapatkan insight ini, baru kemudian saya mencari buku yang relevan untuk memperdalam ilmunya,” papar Jovan.

Selain buku, semuanya sepakat bahwa “mendengarkan” adalah cara terbaik dalam proses mengembangkan diri. Mendengarkan ini bisa berarti mencari atau berbincang dengan para mentor, berdiskusi dengan sesama pelaku wirausaha, atau mendengar pengalaman mereka yang lebih dulu sukses.

Setidaknya hal itu yang dilakukan Rama Raditya selama menjalankan Qlue. Bukan buku atau kelas online, ia mengaku terinspirasi dari beberapa rekan sesama pendiri startup, salah satunya adalah Nadiem Makarim, pendiri Gojek. Ia juga cukup aktif mendengarkan arahan dari Martin Hartono dan Arya Setiadharma sebagai mentornya.

“Belajar itu kunci utama kalau kita menjalankan startup sih. Jadi kalau kita terlalu sibuk hanya untuk menjalankan bisnis as usual tanpa mengasah diri kita sendiri itu juga hasilnya tidak efektif, tidak efisien. Prinsip saya sih, dibanding kita harus menebang kayu dengan kapak yang sama selama 6 jam, lebih baik kita spend waktu untuk mengasah kapak sehingga bisa memotong kayu lebih cepat. Yang paling bahaya adalah ketika perusahaan kita lebih besar dari kita sendiri,” sambung Irzan.

Bagi mereka yang ingin mengembangkan diri melalui online course, DailySocial merangkum beberapa kelas yang bisa bermanfaat jika diikuti. Tak hanya soal teknologi, kelas-kelas dalam daftar juga berisi berbagai macam tema yang bisa dimanfaatkan seorang pendiri startup. Berikut ini daftarnya: