Tag Archives: rangkuman review

Rangkuman Review Cyberpunk 2077: Seharusnya Ditunda Lagi Saja

Hampir 8 tahun usai teaser trailer pertamanya dirilis dan setelah tiga kali ditunda peluncurannya, Cyberpunk 2077 akhirnya bakal benar-benar bisa dimainkan oleh publik secara luas pada tanggal 10 Desember mendatang. Bahkan saat artikel ini ditulis, saya pribadi sudah selesai melakukan pre-load Cyberpunk 2077 di Steam.

Seperti biasa, beberapa hari menjelang peluncurannya, lusinan media dipersilakan untuk memublikasikan ulasannya masing-masing. Di situs agregat OpenCritic, Cyberpunk 2077 sejauh ini mendapatkan skor rata-rata 91 dari 44 ulasan kritikus di media-media ternama, dan dari sekitar satu lusin ulasan yang sudah saya baca, responnya memang cukup positif.

GamesRadar+ memuji Night City (setting lokasi utama Cyberpunk 2077) sebagai dunia game paling immersive yang pernah ada. Begitu mengesankannya detail pada Night City, sang reviewer merasa akan terlalu banyak yang disia-siakan apabila pemain memilih untuk mengandalkan fast travel selama berpindah dari satu lokasi ke yang lainnya.

Game Informer di sisi lain sangat terpukau oleh berbagai karakter dalam Cyberpunk 2077. Bukan hanya karakter Johnny Silverhand yang diperankan oleh Keanu Reeves saja, tapi juga hampir semua NPC yang memberikan quest kepada sang protagonis, yang menurut sang reviewer benar-benar mengesankan perihal voice acting beserta animasinya.

Cyberpunk 2077

Developer CD Projekt Red (CDPR) selama ini sangat membanggakan bagaimana Cyberpunk 2077 sebagai sebuah RPG mampu menyajikan pilihan yang berlimpah kepada para pemainnya, dan klaim ini rupanya dikonfirmasi oleh ulasan dari IGN. Entah itu terkait opsi saat merespon percakapan dengan NPC, opsi pembuatan karakter, maupun bagaimana pemain bakal menjalani suatu misi, Cyberpunk 2077 benar-benar dibanjiri oleh segudang pilihan.

Seandainya The Witcher 3 bisa menjadi indikasi, narasi juga merupakan kekuatan utama Cyberpunk 2077. Dalam ulasannya, VGC menjelaskan bagaimana Cyberpunk 2077 dapat menyajikan jalan cerita yang benar-benar berkenang dibandingkan game lain yang sejenis, dan ini tidak hanya berlaku untuk jalan cerita utamanya, melainkan juga untuk sederet side quest yang tersedia.

Bagi yang menyukai genre RPG karena mekanik gameplay-nya yang kompleks, Cyberpunk 2077 semestinya bisa memenuhi hasrat tersebut kalau berdasarkan ulasan VG24/7. Perpaduan segudang pilihan senjata dan cyberware yang bervariasi, tidak ketinggalan pula segudang skill dan perk yang tersedia, membuat game ini sangat ekspansif perihal eksperimentasi build karakter.

CD Projekt Red masih punya banyak PR

Cyberpunk 2077

Namun seperti yang kita tahu, tidak ada satu game pun yang sempurna. Para reviewer ini boleh dibuat terkesan, tapi mereka juga sempat kesal akibat sederet bug yang membanjiri Cyberpunk 2077. Komentar soal bug ini bahkan bisa dibilang universal, sebab tidak ada satu pun reviewer yang tidak mengungkit soal betapa banyaknya bug teknis yang mampu merusak sensasi immersive yang didapat.

Ulasan dari PC Gamer contohnya, tidak hentinya membahas mengenai bug demi bug yang mereka temui hampir setiap saat. Mereka bahkan punya satu artikel khusus yang menjabarkan segudang bug yang sejauh ini belum diperbaiki oleh CDPR, dari yang sepele seperti bug visual, sampai yang krusial seperti dialog NPC yang menumpuk, yang tentu saja berdampak buruk terhadap penyajian cerita.

Sudut pandang lain yang juga menarik datang dari GamesBeat, yang menilai game ini seakan kurang bisa memaksimalkan potensinya. Ada banyak elemen dalam game yang seharusnya bisa dikembangkan lebih jauh lagi. Kesannya memang kelewat ambisius, tapi untuk game yang memang sudah terdengar begitu ambisius semacam ini, kenapa tidak sekalian saja digarap sampai bisa melampaui ekspektasi pemain, kira-kira begitu gagasannya.

Konsensus utama yang bisa kita simpulkan dari ulasan-ulasan para kritikus ini adalah, Cyberpunk 2077 merupakan game yang mengesankan, terutama berkat dunianya yang ekspansif, tapi kurang pantas dimainkan saat ini akibat begitu banyaknya bug teknis. Indikasinya bahkan bisa dilihat dari bagaimana ulasan-ulasan ini diterbitkan.

Sejauh ini tidak ada satu pun media yang diperbolehkan menayangkan rekaman gameplay mereka, dan mungkin asumsinya CDPR tidak mau reputasi Cyberpunk 2077 mendadak anjlok karena betapa banyaknya problem visual dan teknis yang tampak. Semua reviewer juga memainkan Cyberpunk 2077 di PC, dan fakta ini memicu pemikiran bahwa performa game ini cukup buruk di console current-gen (PS4 dan Xbox One).

Bahkan performanya di PC pun jauh dari kata mengesankan. Tom’s Hardware sempat menguji Cyberpunk 2077 dengan berbagai kartu grafis, dan performanya bisa dibilang jauh dari kata optimal. Hal ini agak mengejutkan mengingat spesifikasi PC yang disarankan sebelumnya tergolong cukup rendah.

Pun demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa para reviewer memainkannya tanpa meng-install driver versi terbaru dari Nvidia maupun AMD, yang umumnya baru akan dirilis di hari peluncuran suatu game AAA. Versi yang dimainkan para reviewer juga memiliki DRM Denuvo – yang terkenal punya pengaruh buruk terhadap performa game – sedangkan versi final yang akan dirilis pada tanggal 10 Desember nanti dipastikan tidak punya DRM sama sekali.

Cyberpunk 2077

Singkat cerita, CDPR masih punya banyak PR (pekerjaan rumah) untuk mengoptimalkan Cyberpunk 2077 sehingga dapat menyuguhkan pengalaman yang istimewa. Di titik ini, Cyberpunk 2077 terkesan seperti game keluaran Bethesda yang dikenal begitu buggy di hari perilisannya.

Namun yang namanya bug teknis semestinya bisa diatasi dan hanya masalah waktu saja. The Witcher 3 pada saat dirilis lima tahun lalu juga jauh dari kata sempurna, tapi seiring berjalannya waktu, CDPR akhirnya berhasil mengatasi sejumlah problem teknis sehingga game tersebut layak mendapat predikat salah satu game terbaik sepanjang masa.

Untuk Cyberpunk 2077, kemungkinan memang prosesnya bakal lebih lama karena pandemi dan keterbatasan yang dihadapi tim developer selama bekerja dari kediamannya masing-masing. Pasalnya, seperti yang bisa kita lihat, penundaan perilisan sebanyak tiga kali pun masih belum cukup bagi CDPR untuk mengeliminasi sebagian besar bug pada Cyberpunk 2077.

Saran saya, seandainya Anda masih disibukkan dengan game AAA lain seperti Assassin’s Creed Valhalla atau Godfall, ada baiknya Anda menunda memainkan Cyberpunk 2077 di hari perilisannya sembari menunggu CDPR meluncurkan patch demi patch yang bakal menyempurnakan Cyberpunk 2077 secara berkala.

Marvel’s Spider-Man Sabet Gelar Game Super-Hero Terbaik di Tahun Ini

Meski sudah memasuki periode akhir siklus hidupnya, PlayStation 4 terus menunjukkan keperkasaannya. Di bulan Agustus kemarin, penjualan console current-gen Sony itu kabarnya telah melampaui 82 juta unit, dan tidak sulit menebak bahwa game-game eksklusif di sana merupakan faktor utama yang mendorong angka adopsi produk di kalangan konsumen.

Di tahun 2018, PlayStation 4 berjaya melalui dukungan judul-judul seperti God of War, Shadow of the Colossus, Yakuza Kiwami 2 hingga Dragon Quest XI. Dan di bulan September ini, gamer sangat menanti kehadiran Marvel’s Spider-Man, yang merupakan proyek besar kolaborasi Marvel Studios dan Sony Interactive Entertainment. Permainan rencananya akan dirilis besok, tetapi puluhan media sudah diperkenankan memainkan serta memublikasikan artikel review. Respons mereka ternyata sangat positif.

Destructoid menyampaikan bahwa Spider-Man bukan hanya merupakan permainan super-hero yang luar biasa, namun sebuah pembuktian bagi developer Insomniac. Proyek ini memperlihatkan kemampuan studio membangun beragam jagat permainan, termasuk Marvel. Spider-Man memang tidak bebas dari kekurangan, tetapi tetap direkomendasikan baik untuk gamer maupun fans komik. Destructoid memberinya skor 9.

GamesBeat bahkan memberi penilaian yang lebih tinggi lagi: 9.5 dari 10. Sang reviewer memuji Marvel’s Spider-Man sebagai permainan super-hero terbaik sejak Batman: Arkham Asylum dirilis – dengan meneruskan tradisi Spider-Man 2. Kombinasi dari sensasi mengayun dari gedung ke gedung pencakar langit di kota New York dan adegan pertempuran mampu menghadirkan pengalaman sejati bermain jadi sang Manusia Laba-Laba.

Bagi IGN, debut Imsoniac menggarap dunia Marvel dan menyuguhkan pemain pengalaman jadi Spider-Man sama sekali tidak mengecewakan. Dan kejutan menyenangkan di sana adalah bagaimana permainaan ini tak lupa mengekspos kehidupan sehari-hari Peter Parker. Meski demikian, IGN tetap melihat adanya sejumlah masalah kecil, terutama pada alur narasi serta kualitas misi-misi opsional yang tidak sebaik jalan cerita utamanya. Mereka menyodorkan skor 8,7.

GameSpot menjelaskan bahwa walaupun dahulu sejumlah game Spider-Man berformula open world sempat meluncur, belum ada dari mereka yang betul-betul memukau serta berkarakter seperti permainan ini. Insomniac berhasil menciptakan pengalaman menjadi Spider-Man yang superior, baik ditakar dari aspek pertempuran, eksplorasi, hingga penyampaian cerita. GameSpot tak ragu-ragu menghadiahkannya nilai 9.0.

Sejauh ini, penilaian terburuk buat Marvel’s Spider-Man diberikan oleh The Guardian. Game hanya mendapatkan 3 dari 5 bintang. Beberapa aspek yang dikritisi reviewer meliputi kurang menariknya musuh-musuh Spider-Man, sesi pertempuran melawan boss yang membingungkan dan kadang mengecewakan, serta penyusunan alur cerita yang kurang optimal – menyebabkan bagian akhir game jadi terasa terburu-buru.

Berdasarkan data dari situs agregat review  OpenCritic, Marvel’s Spider-Man berhasil mengamankan skor rata-rata sementara 88 berdasarkan 86 ulasan, menempatkannya dalam urutan ketiga game eksklusif PlayStation 4 terbaik di tahun 2018.

God of War Langkahi Shadow of the Colossus Sebagai Game Terbaik (Sementara) di 2018

Rivalitas Microsoft dan Sony telah berlangsung sejak era console generasi ketujuh, tapi mulai tahun 2017, sistem game baru Nintendo terbukti menjadi kompetitor berat. Dari sisi skor, game-game seperti Super Mario Odyssey dan Breath of the Wild berada di atas Horizon Zero Dawn dan Persona 5. Namun perubahan bisa kita mulai rasakan dalam empat bulan memasuki 2018 ini.

Tak lama setelah Monster Hunter World dirilis, remake Shadow of the Colossus segera melucuti gelar ‘game terbaik sementar 2018′ yang sempat dipegang RPG Capcom tersebut. Dan di bulan April ini, fans Sony kembali berteriak girang berkat pencapaian satu judul eksklusif PlayStation 4. Lebih dari seminggu sebelum God of War dirilis, media-media game ternama telah memublikasikan ulusannya, dan mayoritas dari mereka memberi penilaian yang sangat positif buat permainan action baru itu.

God of War memperoleh skor sempurna dari DualShockers. Reviewer bilang bahwa permainan ini adalah contoh sempurna bagaimana developer merevolusi satu seri yang begitu dicintai fans sembari meningkatkan kualitasnya. Para pemain akan merasakan bagaimana penyempurnaan diimplementasikan pada mekanisme game, narasi, sembari secara efektif menumbuhkan rasa simpati pada karakter-karakternya.

IGN juga memberikan game ini skor 10/10. IGN sudah menduga God of War akan menyuguhkan petualangan seru, namun pengulas tidak menyangka semua kontennya saling menopang dan menghasilkan satu mahakarya. Mereka memuji perkembangan tokoh Kratos. Di permainan ini, karakteristiknya jadi lebih kompleks. Ia digambarkan sebagai seorang ayah, pejuang, bahkan monster.

Walaupun tidak mendapatkan badge Essential, Eurogamer tetap merekomendasikan permainan ini. Mereka melihat bagaimana Santa Monica Studio berhasil memanfaatkan teknologi terbaru untuk menyuguhkan kepuasan bermain yang sederhana, tapi itu berarti developer sebetulnya juga tidak banyak menerapkan ide-ide baru. Efeknya, meski visualnya terlihat cantik, God of War tak benar-benar memberikan terobosan.

VentureBeat malah punya pendapat berbeda. Menurut reviewer, sistem pertempuran metodis yang menggantikan pertarungan berbasis combo adalah perubahan terbesar di game ini. Langkahnya terbilang cukup beresiko, tapi hasil akhirnya ternyata memuaskan. Melalui God of War, Sony berhasil mengangkat Kratos sebagai salah satu ikon terbesar PlayStation yang dicintai gamer.

Buat GameSpot, God of War tetap terasa seperti pendahulu-pendahulunya. Ia merupakan permainan action spektakuler berisi adegan-adegan serta skenario mencengangkan yang menghabiskan banyak dana dalam proses pengembangannya. Namun elemen narasinya jadi kejutan menyenangkan. Ada banyak perbaikan dibubuhkan di sana, dan kini, Kratos bukan lagi karakter brutal yang gampang diprediksi. GameSpot memberinya nilai 9/10.

Di situs agregat review  OpenCritic, God of War saat ini berhasil memperoleh skor rata-rata sementara 95 dari sekitar 70 ulasan. Angka ini berada di atas Shadow of the Colossus (92) dan Monster Hunter World (90).

Sebelum Membeli, Simak Dulu Pendapat Reviewer Mengenai Middle-earth: Shadow of War

Middle-earth: Shadow of Mordor merupakan kejutan tak terduga di tahun 2014 sekaligus bukti bahwa tak selamanya game adaptasi dari film berakhir mengecewakan. Permainan dibekali fitur unik bernama Nemesis System, menyuguhkan sensasi perburuan musuh yang seru dan dinamis. Fitur ini kabarnya disempurnakan lagi dalam sekuelnya, Shadow of War, bersama dengan update pada grafis dan sistem pertempuran.

Shadow of War memang baru akan dirilis pada tanggal 10 Oktober nanti, tapi media-media yang sudah mencobanya telah memublikasikan review mereka. Jika Anda kebetulan punya rencana untuk membelinya, sebaiknya Anda menyimak rangkuman ulasan ini lebih dulu

Mari kita mulai dari review dengan skor terendah: 7/10 dari GameSpot. Salah satu hal yang paling di kritik Justin Haywald ialah store, tempat Anda bisa menukarkan uang sungguhan buat membeli loot box. Bagian ini tidak perlu ada dan malah menodai penyajian konten permainan yang sebetulnya sangat menyenangkan dan mengagumkan, karena hanya di Shadow of War Anda bisa merasakan kisah berbeda di jagat Middle-earth.

Andy Kelly dari PC Gamer memberikan nilai hampir serupa GameSpot, hanya 7,3. Menurutnya, potensi Shadow of War buat bersinar ditutupi oleh sejumlah masalah: terlalu banyak menu memenuhi layar, terlalu banyak fitur-fitur setengah matang, lalu bagian map ‘dikotori’ beragam icon hingga sulit untuk menikmati ceritanya. PC Gamer mengerti developer ingin membuat Shadow of War lebih besar, tapi lebih besar belum tentu lebih baik.

Respons yang lebih positif diungkapkan oleh IGN. Reviewer membandingkan game ini dengan Batman: Arkham City. Shadow of War terasa lebih besar serta ambisius, dan IGN memuji bagaimana Monolith mengekspansi Nemesis System sehingga karakter-karakter sekunder lebih menonjol serta membuat pertempuran jadi tak terlupakan. IGN menyodorkan skor 90 dan meminta Anda untuk mengabaikan microtransaction-nya.

GamesRadar juga punya pendapat senada dan menghadiahkan nilai 4,5/5 bintang. Bagi sang pengulas, Middle-earth: Shadow of War menghidangkan pengalaman bermain yang masif dan kaya. Dunia permainan diisi oleh lokasi-lokasi yang bervariasi, lalu bertarung melawan anak buah Sauron selalu terasa menyenangkan. Reviewer menjumpai sensasi Assassin’s Creed di sana, menyajikan menara-menara untuk dipanjat serta item-item buat Anda koleksi.

Dalam ulasan dengan skor 7,5, Polygon mengakui bahwa Shadow of War adalah game yang luar biasa, terutama pada ambisi developer memastikannya kaya akan konten dan pada aspek kompleksitasnya. Namun permainan juga terasa berantakan. Polygon menjelaskan, luapan konten membuat mereka kewalahan dan kelelahan. Kemudian, ketidaksempurnaan pada sejumlah fitur menyebabkan sekuel ini terkesan belum matang.

Di situs agregat review  OpenCritic, Middle-earth: Shadow of Mordor memperoleh skor rata-rata sementara 84.

Kehadiran Microtransaction Jadi Kekhawatiran Utama Para Gamer Destiny 2

Destiny 2 bukan saja menjadi salah satu permainan paling dinanti di tahun 2017, tapi ia merupakan game pertama di seri Destiny yang tersedia di Windows, membuatnya jadi perhatian kalangan gamer PC. Untuk sekarang, Destiny 2 baru tersedia di PlayStation 4 dan Xbox One, meluncur di tanggal 6 September kemarin. Gamer PC harus menunggu hingga 24 Oktober nanti.

Saat artikel ini ditulis, baru ada beberapa media yang memublikasikan ulasan dengan skor. Sejauh ini, penilaian mereka terhadap Destiny 2 cukup positif. Di situs agregat review OpenCritic, Destiny 2 memperoleh skor rata-rata sementara 83. Namun tulisan-tulisan reviewer sedikit mengindikasikan sedikit kekecewaan karena permainan tersaji kurang optimal dan adanya skema microtransaction pay-to-win.

Attack of the Fanboy ialah salah satu media yang memberikan Destiny skor tertinggi, yaitu 4,5 dari 5 bintang. Menurut sang pengulas, game ini menyajikan peningkatan signifikan dibanding pendahulunya, lalu perluasan pada konten dinilai ‘lebih masuk akal’. Mode campaign, multiplayer kooperatif, serta mode kompetitifnya tergabung sempurna, membentuk sebuah pengalaman bermain yang fokus dan utuh.

Cheat Code Central juga menyodorkan skor tinggi, yakni 88. Reviewer memuji aspek visual, terutama tiap kali pemain mengunjungi planet-planet baru. Di sana, ada banyak lokasi menarik untuk dijelajahi dan item-item buat dikumpulkan. Meski jalan ceritanya tidak revolusioner, narasi menyempurnakan pengalaman bermain secara keseluruhan. Lalu kombinasi dari campaign, side quest dan event komunitas membuat dunia permainan jadi hidup.

Gadgets 360 punya pendapat berbeda. Destiny 2 memang menawarkan banyak hal untuk dilakukan, apalagi setelah mode co-op-nya (Strikes dan Raid) aktif tanggal 13 September besok. Bungie juga dipuji karena berhasil memperkokoh aspek yang jadi kekuatan di permaian sebelumnya. Namun Gadgets 360 belum merasa yakin developer bisa berkomitmen menjaga kualitas game pasca-rilis. Buat sekarang, reviewer mengeluhkan bug (banyaknya laporan crash di PS4 Pro) dan sistem pay-to-win di dalam permainan.

Bagi Destructoid, Destiny 2 belum layak disebut sebagai sekuel sejati dan memanggilnya ‘Destiny 1.5’. Sisi positifnya, tak seperti game pertama, eksplorasi dalam Destiny 2 lebih terasa memuaskan. Namun seperti Gadgets 360, Destructoid juga menyayangkan adanya sistem pay-to-win. Destiny 2 merupakan game premium dengan season pass. Kehadiran micropayment yang berpotensi merusak keseimbangan gameplay sulit ditolerir.

Dalam artikel review-in-progress, VentureBeat memberikan penilaian positif untuk Destiny 2. Sejauh ini pengalaman bermainnya cukup menakjubkan, dan Destiny 2 berhasil memperbaiki segala kekurangan yang ada pada game sebelumnya. Meski begitu, reviewer belum tahu apakah mode multiplayer Crucible bisa menjaga gameplay tetap menyegarkan, terutama buat gamer yang telah menikmatinya lebih dari 40 jam.

Uncharted: The Lost Legacy Buktikan Bahwa Franchise Ini Baik-Baik Saja Tanpa Kehadiran Nathan Drake

Uncharted 4 menutup perjalanan pajang petualang Nathan Drake yang dimulai dalam Drake’s Fortune sepuluh tahun silam. Tapi jangan kita kira Naughty Dog siap mengucapkan selamat tinggal pada franchise action-adventure populer itu. Setelah proyek A Thief’s End rampung, developer segera mengerjakan Uncharted: The Lost Legacy, expansion pack standalone di seri ini.

Uncharted: The Lost Legacy fokus pada dua tokoh protagonis ‘baru’, yakni Chloe Frazer dan Nadine Ross. Chloe sendiri bukanlah karakter yang benar-benar baru. Para gamer telah berkenalan dengannya dalam Uncharted 2: Among Thieves. Respons awal saat The Lost Lagacy diumumkan memang tidak sehangat Uncharted 4, namun menurut para reviewer, game ini ternyata berhasil membuktikan bahwa seri Uncharted akan baik-baik saja tanpa kehadiran Nathan Drake.

GameSpot merupakan media yang merespons peluncuran The Lost Legacy dengan antusias. Menurut mereka, game ini memberikan sebuah perspektif baru, dan dua karakter utamanya – Chloe serta Nadine – menghidangkannya secara sempurna. Setting berbeda tersebut dikemas dalam ‘paket’ yang familier, akan mengingatkan kita pada setting dan adegan khas Uncharted klasik, dipadu mekanisme gameplay modern ala Uncharted 4.

Skor terendah yang sejauh ini bisa saya temukan ialah 7.0 dari Digitally Downloaded. Menurut Matt Sainsbury, The Lost Legacy tersuguh sangat baik sehingga sulit mengkritik desain level serta gameplay-nya. Kualitas kreasi baru Naughty Dog ini sangat tinggi, namun sang reviewer masih belum puas dengan elemen narasi dan teka-tekinya. Baginya, satu hal yang tak dimiliki The Lost Legacy adalah ‘tujuan’ mengapa game ini dibuat.

Trusted Reviews punya opini berbeda dari Digitally Downloaded. Mereka berpendapat, petualangan di The Lost Legacy memang singkat, namun permainan ini kembali jadi contoh bagaimana Naughty Dog sukses menciptakan standar baru. Reviewer Stuart Andrews tak menyangka Chloe dan Nadine bisa jadi pasangan serasi dalam formula familer berdurasi 10 jam. Baginya, The Lost Legacy merupakan salah satu permainan blockbuster terbaik di musim panas tahun ini.

Polygon mengungkapkan pandangan serupa Trusted Reviews. Reviewer Philip Kollar menyampaikan bahwa game ini ialah kejutan tak terduga, setelah ia mengira hanya akan mendapatkan petualangan yang ‘tak terlalu berat’. The Lost Legacy mewakilkan seluruh hal positif dari Uncharted, menjadi salah satu judul terkuat di franchise ini, juga memberikan kita gambaran mengenai masa depan seri tersebut.

Destructoid menegaskan bahwa Naughty Dog sebetulnya tidak membutuhkan Nathan Drake untuk menjaga Uncharted tetap hidup. Permainan ini terasa familier di setiap aspek, tapi juga mewakilkan berbagai penyempurnaan sejak Uncharted diperkenalkan di tahun 2007. The Lost Legacy mengukuhkan Uncharted sebagai franchise permainan action-adventure paling andal saat ini. Destructoid menyodorkan skor 9 dari 10.

Di situs aggregat review OpenCritic, Uncharted: The Lost Legacy saat ini berhasil mengumpulkan rata-rata skor sementara 87 dari 100.

Mass Effect: Andromeda Tidak Sebaik yang Banyak Orang Harapkan

Mass Effect: Andromeda boleh dikatakan sebagai game terbesar BioWare. Buat menggarapnya, tim developer asal Kanada itu mengerahkan tenaga dari tiga studio miliknya, dan rumor mengatakan mereka telah mengeluarkan modal US$ 40 juta. Tapi dari sejak permainan itu tersedia di EA Access, Anda mungkin sudah mendengar kabar kurang baik mengenainya.

Saat itu, mayoritas mereka yang sudah mencoba Andromeda mengeluhkan buruknya animasi dan adanya glitch di sana-sini – menyebabkan game diolok-olok penghuni internet. Dan setelah dirilis, ternyata kualitas Mass Effect: Andromeda tidak sebaik yang selama ini BioWare janjikan. Silakan simak rangkuman dari para reviewer di bawah.

Menurut Polygon, sensasi bermain Mass Effect: Andromeda terasa bercampur aduk. Di satu sisi, banyaknya kendala teknis – walaupun tidak merusak gameplay – ternyata cukup mengganggu. Namun di sisi lain, sang pengulas penasaran pada misteri dunia fiksi yang BioWare bangun, dan setelah menyelesaikan game tersebut, ia tak sabar ingin berpetualang di galaksi baru itu dalam permainan selanjutnya. Polygon memberi game ini skor 7,5.

PC Gamer memberi respons hampir senada, dengan nilai yang sedikit lebih tinggi: 80. Menurut Chris Thursten, Mass Effect: Andromeda dinodai ketidak-konsistensian dan tampak tidak dipoles optimal, tetapi game masih mampu menyajikan sensasi bereksplorasi. PC Gamer mengapresiasi dunia petualangannya luas, spektakuler dan menyegarkan; juga memuji BioWare karena mereka tidak lupa menyempurnakan sistem pertempuran.

Bagi Destructoid, Mass Effect: Andromeda bukanlah permainan Mass Effect sejati – malah terkesan seperti spin-off. Game seolah-olah dibuat oleh studio berbeda yang tidak yakin terhadap arahan baru yang ingin diambil. Dunia baru di sana memang menarik, tapi sayang kontennya tidak banyak. Selanjutnya, masalah-masalah teknis juga sulit untuk diabaikan. Destructoid hanya menyodorkan skor 6,5 buat permainan ini.

Dan Stapleton dari IGN berpendapat, jalan cerita bermutu dan karakter menarik di Mass Effect: Andromeda mampu mengurangi kekecewaan gamer terhadap ketiadaan ras alien yang betul-betul baru, sistem kustomisasi companion, dan problem di sisi teknis. Di beberapa skenario, game ini mampu menyuguhkan elemen-elemen terbaik trilogi Mass Effect terdahulu, dipadu pertempuran seru dan efek suara fantastis. Andromeda memperoleh nilai 7,7 dari IGN.

Dari pengamatan GameSpot, visi di belakang penciptaan Andromeda hanya terpenuhi separuhnya. Kontennya memang banyak, tetapi kualitasnya tidak konsekuen. Pertempuran dan dunia permainan merupakan bagian terkuat dari permainan, namun mereka tidak bisa menutupi kekurangannya di segi narasi, serta rendahnya mutu penyampaian ‘politik dan moral’ – yang sebelumnya merupakan faktor unggulan seri Mass Effect.

Via situs agregat review  OpenCritic, Mass Effect: Andromeda memperoleh skor rata-rata sementara 75. Angka ini fluktuatif, bisa berubah tipis seiring munculnya lebih banyak ulasan.

The Legend of Zelda: Breath of the Wild Jadi Salah Satu Game Dengan Rating Tertinggi Sepanjang Masa

Akan lebih bijaksana jika kita tidak buru-buru meminang Nintendo Switch. Di masa perilisannya ini, jumlah game-nya belum banyak, dan dari pengalaman hands-on, reviewer masih menemui sejumlah kendala teknis. Namun wajar jika godaan membeli Switch sulit ditahan. Pasalnya, salah satu game andalan Nintendo berhasil jadi permainan dengan skor rata-rata tertinggi sepanjang masa: The Legend of Zelda: Breath of the Wild.

Klaim ini tidak berlebihan, bisa Anda lihat sendiri dengan mengunjungi platform-platform agregat skor seperti OpenCritic dan Metacritic. Di kedua situs tersebut, Breath of the Wild memperoleh angka yang sangat tinggi, kemungkinan sulit disusul oleh judul-judul lain, baik blockbuster maupun indie. Game action-adventure ke-19 di seri Zelda itu mengamankan angka 98 dari 100.

Saat artikel ini ditulis, 90 ialah skor ‘paling rendah’ yang diperoleh Breath of the Wild. Alice Bell dari Video Gamer, salah satu reviewer yang memberikan nilai 90, memuji tiga faktor di permainan: game menyajikan pengalaman epik nan heroik, dunianya sangat hidup serta indah tapi tidak dipadati oleh hal-hal tak bermakna, lalu elemen survival di sana memberikan kesan bahwa Anda betul-betul sedang berpetualang.

PC Mag juga memberikan nilai serupa Video Gamer, yakni 4,5 dari 5 bintang. Di ulasannya, Will Greenwald menyampaikan bahwa Breath of the Wild merupakan permainan Zelda terbesar dan paling mengagumkan. Pengulas mengacungkan jempol pada luasnya dunia permainan – kontennya sangat beragam dan sangat menarik untuk dijelajahi. Anda bisa mengerjakan banyak aktivitas dan disuguhkan bermacam-macam puzzle berkualitas.

Menyodorkan skor sempurna, menurut DualShockers, Breath of the Wild bukanlah game Zelda biasa. Karya digital ini menunjukkan kecakapan Nintendo dalam menangani IP kebanggaan mereka. Apakah Breath of the Wild merupakan game terbaik di franchise itu? Mungkin tidak, tetapi ia tak kesulitan menyaingi launch title legendaris lain seperti Super Mario 64 atau Halo: Combat Evolved. Breath of the Wild adalah sebuah mahakarya.

Senada dengan DualShockers, Destructoid setuju bahwa The Legend of Zelda: Breath of the Wild bukanlah upaya murahan developer buat mencetak uang. Konten permainan merupakan sebuah hasil percampuran dari filosofi gaming yang dianut developer Barat dan Timur, dituangkan dalam ‘cetak biru’ baru. Masalah-masalah kecil seperti minimnya elemen stealth dan kendala frame rate tidak mengurangi mutu game.

Bagi Polygon, Breath of the Wild merepresentasikan keberanian Nintendo untuk mengubah struktur Zelda yang sudah lama jadi andalannya. Kini sang developer betul-betul menghormati para gamer karena memperlakukan mereka sebagai individu-individu yang cerdas. Tapi di tengah perubahan besar tersebut, Breath of the Wild tetap terasa seperti permainan Zelda sejati. Dan kesan itu tetap tidak hilang setelah franchise ini diperkenalkan puluhan tahun lalu.

DualShockers dan Polygon juga sama-sama memberikan The Legend of Zelda: Breath of the Wild skor 10 dari 10.

Arahan Baru Resident Evil 7: Biohazard Membuat Game Horor Ini Terasa Menyegarkan

Ternyata Yakuza 0 bukanlah satu-satunya game yang memperoleh sambutan hangat dari para reviewer di bulan Januari ini. Berdasarkan sejumlah ulasan media-media game terkemuka, upaya Capcom kembali ke tema survival horror sejati merupakan langkah tepat bagi permainan Resident Evil 7. Formulanya sangat kontras dari Resident Evil 6 yang lebih menitikberatkan action.

Resident Evil 7: Biohazard ialah permainan pertama di seri ini yang dikemas dalam sudut pandang orang pertama. Berdasarkan playable teaser Beginning Hour dan demo Lantern di Gamescom 2016, banyak orang melihat kemiripan game dengan P.T. Silent Hills, Sweet Home (permainan horor buatan Capcom, dirilis di tahun 1989), serta Alien: Isolation. Lalu seperti apa versi retail-nya? Ayo simak rangkuman review di bawah ini.

Lewat ulasan tanpa skor, Eurogamer memuji segi penyampaian cerita dan upaya Capcom mentransformasi lokasi permainan. Namun alasan mengapa reviewer tidak memberikan badge esensial adalah narasi anti-klimaks di bagian akhir game dan kurangnya orisinalitas gameplay. Saat sudah mengetahui taktik permainan dalam menyampaikan kejutan, Anda tidak akan lagi takut pada pintu-pintu dan lorong gelap yang awalnya tampak mengerikan.

Bagi PC Gamer, Resident Evil 7 adalah salah satu game yang mereka beri skor tertinggi di tahun ini, 9 dari 10. Meski bukan terobosan besar, Andy Kelly memuji Capcom karena RE7 kembali menyuguhkan formula-formula yang membuat game pertamanya begitu menegangkan tanpa ragu mengambil inspirasi dari permainan-permainan modern lain. Dan dengan memperkenalkan tokoh-tokoh baru, Resident Evil 7 bisa dinikmati baik oleh para veteran serta bersahabat bagi pendatang baru di seri ini.

Polygon punya penilaian serupa PC Gamer. Menurut Philip Kollar, transisi ke tampilan first-person mungkin membuat beberapa orang enggan memainkannya, namun perubahan ini sempurna dalam penyajian dunia game dan material-material permainan kreasi Capcom. Mungkin sulit menerka apakah Resident Evil 7 bisa jadi selegendaris game pertamanya ataupun Resident Evil 4, namun menilai dari kualitasnya, Capcom telah mengambil arahan yang tepat.

Memberikan nilai 7.7, IGN mengapresiasi usaha Capcom mencampur elemen-elemen yang membuat permainan pertama Resident Evil begitu mengagumkan bersama formula baru. Resident Evil 7 lebih menyerupai game petualangan dibanding shooter, dan reviewer menemukan banyak kesamaan antara Resident Evil 7 dengan pendahulunya itu – terutama pada puzzle. Sayangnya, beberapa hal terasa terlalu disederhanakan atau tidak pada tempatnya.

Destructoid menghadiahkan skor sempurna untuk Resident Evil 7, 10 dari 10. Menakarnya dari aspek produksi, ia merupakan game terbaik Capcom, baik dari sisi acting hingga audio. Dengan atau tanpa PlayStation VR, developer berhasil menciptakan atmosfer horor yang begitu menegangkan. Kekurangan pada minimnya variasi musuh terbayarkan oleh pertempuran seru melawan boss serta gameplay spektakuler. Bagi Destructoid, RE7 benar-benar di luar dugaan.

Di situs agregat review  OpenCritic, Resident Evil 7: Biohazard mendapatkan skor sementara 87.

Masalah Desain dan Teknis Nodai Ide Cemerlang The Last Guardian

Seperti Final Fantasy XV, The Last Guardian ialah salah satu permainan dengan waktu pengembangan yang lama, dimulai sembilan tahun silam. Fans akhirnya bisa bernafas lega saat Sony mengumumkan waktu pelepasannya di tahun ini, meski ada sedikit penundaan untuk membersihkan bug. Dan tepat di tanggal 6 Desember 2017, The Last Guardian resmi meluncur di PlayStation 4.

Sebagai game yang paling dinanti-nanti, respons para reviewer tampak terbagi. Beberapa media tak segan memberikan The Last Guardian nilai sempurna, tapi tak sedikit dari mereka menyodorkan skor rendah. Alasannya hampir senada: masalah teknis dan desain, serta kurang mulusnya eksekusi.

Salah satu media yang memberikan skor tertinggi adalah Hardcore Gamer. Bagi sang reviewer, The Last Guardian merupakan mahakarya Team Ico. Semua ilmu mereka dituangkan dalam game demi menciptakan sebuah petulangan terbesar. Permainan ini menghidangkan pengalaman gaming jempolan di PlayStation 4, dengan skala tak tertandingi serta grafis terbaik di console. Memang ada sedikit kekurangan, tapi hal itu tidak mengurangi kualitasnya.

Melalui ulasan tanpa skor, Christian Donlan dari Eurogamer mempunyai pendapat serupa. Baginya, The Last Guardian ialah permainan esensial, pewaris sejati Shadow of the Colossus. Dan meskipun Anda bisa melihat banyak benang merah dengan sang pendahulu, permainan ini secara percaya diri menyuguhkan kisah baru, fokus pada hubungan antara seorang bocah dengan makhluk raksasa. Di sisi teknis sendiri, Eurogamer mengeluhkan kendala pada kamera.

Game Informer juga merasa puas pada mutu The Last Guardian. Sang reviewer menyatakan bahwa game ini menitikberatkan kerja sama dan tema persahabatan, serta bukan permainan yang sekedar memberikan Anda misi buat diselesaikan. Game ini membuat Anda tersenyum saat melihat Trico melakukan kekonyolan, memicu rasa iba sewaktu ia disakiti musuh, serta memunculkan rasa lega ketika makhluk raksasa ini muncul dan membantu Anda di momen yang tepat.

Jim Sterling (via Jimquisition) sendiri tampak kurang puas pada faktor teknis, hanya menyodorkan skor 6,5. Baginya, The Last Guardian seharusnya sudah dirilis 10 tahun silam karena game mengusung desain gameplay kuno dan AI yang kurang pintar. Ditakar dari perspektif permainan puzzle, The Last Guardian sangatlah buruk, untungnya aspek negatif tersebut tertutupi oleh cerita tentang persahabatan. Terlepas dari kekurangan itu, Sterling berpendapat bahwa kita tetap harus angkat topi pada kerja keras tim developer-nya.

Sejauh ini, nilai terendah diberikan oleh iDigitalTimes, yaitu dua dari lima bitang. Pengulas bilang, dalam The Last Guardian, rasa kagum dan frustasi tercampur aduk. Menurutnya, game ini tidak menyenangkan buat dimainkan, dan gameplay-nya tampak sengaja dirancang buat menghalagi progres. Ditambah masalah pada kamera, pengalamannya jadi lebih buruk lagi.Tapi iDigitalTimes juga mengakui bahwa ada momen-momen indah di sana, dan animasi Trico sangatlah mengagumkan.

Saat artikel ini ditulis, The Last Guardian memperoleh skor rata-rata sementara 78 di situs agregat review OpenCritic.