Tag Archives: Raspberry Pi

Raspberry Pi Zero 2 W Diungkap, Ukuran Sama Persis tapi Performa Naik 5x Lipat

Enam tahun sejak Raspberry Pi Zero diperkenalkan, single-board computer (SBC) berukuran mungil itu akhirnya mendapatkan upgrade yang signifikan. Bukan cuma konektivitas nirkabel semata seperti yang ditawarkan Pi Zero W, melainkan peningkatan performa yang amat drastis.

Dinamai Raspberry Pi Zero 2 W, ukurannya benar-benar sama persis seperti pendahulunya: 65 x 30 x 5 mm, dan itu berarti ia kompatibel dengan hampir seluruh casing dan aksesori yang dibuat untuk Pi Zero orisinal. Yang berubah adalah prosesornya; Pi Zero 2 W mengemas prosesor quad-core Broadcom BCM2710A1 berbasis Cortex-A53. Prosesor ini sama seperti yang tertanam di Raspberry Pi 3, akan tetapi di sini kecepatannya diturunkan menjadi 1 GHz.

Dari single-core menjadi quad-core, dan dari 32-bit menjadi 64-bit; Pi Zero 2 W benar-benar menawarkan peningkatan performa yang substansial jika dibandingkan dengan versi orisinalnya. Untuk tugas-tugas multithreaded seperti yang disimulasikan oleh sysbench misalnya, kinerjanya diklaim bisa sampai lima kali lebih kencang.

Panas tentu menjadi tantangan utama dalam menyematkan prosesor yang lebih bertenaga ke papan sirkuit sekecil ini. Itulah mengapa pengembangnya tak lupa menyelipkan lapisan tembaga tebal ke Pi Zero 2 W untuk membantu membuang hawa panas yang dihasilkan oleh prosesornya tanpa harus mengandalkan bantuan heatsink ataupun kipas. Alhasil, meski dimensinya sama persis seperti Pi Zero orisinal, bobotnya bertambah cukup lumayan.

Selebihnya, Pi Zero 2 W identik dengan pendahulunya. Perangkat masih menggunakan RAM 512 MB, Wi-Fi N, Bluetooth 4.2, dan ia juga masih mengemas satu port HDMI beserta dua port Micro USB (satu untuk daya, satu untuk data), plus sebuah slot kartu microSD. Dengan kata lain, kalau membutuhkan port yang lebih banyak sekaligus kinerja yang lebih gegas lagi, Raspberry Pi 4 masih belum tergantikan.

Raspberry Pi Zero 2 W saat ini sudah dipasarkan di beberapa negara dengan harga $15. Namun sehubungan dengan krisis suplai di industri semikonduktor, stoknya bakal agak terbatas; perkiraan sekitar 200 ribu unit sampai akhir tahun ini, dan 250 ribu unit lagi di babak pertama tahun 2022.

Kabar baiknya, Pi Zero orisinal dan Pi Zero W masih akan terus diproduksi dan dipasarkan seperti biasa, dengan banderol yang sama pula seperti sebelumnya, yakni $5 dan $10. Tentunya ini bisa jadi alternatif bagi yang tidak terlalu mementingkan performa dan ingin menghemat.

Sumber: Ars Technica dan Raspberry Pi Foundation.

Raspberry Pi Pico Adalah Microcontroller Pertama dari Sang Produsen Single-Board Computer

Di dunia elektronik DIY (do-it-yourself), nama Raspberry Pi dan Arduino sudah pasti terdengar tidak asing. Namun mereka yang baru mulai mendalami biasanya keliru dan menganggap kedua perangkat ini sama. Padahal, satu merupakan single-board computer (Raspberry Pi), dan satunya merupakan microcontroller (Arduino).

Menjelaskan perbedaan antara keduanya mungkin bisa jadi satu artikel sendiri, tapi gampangnya kurang lebih seperti ini: single-board computer seperti Raspberry Pi umumnya memiliki sistem operasinya sendiri dan dirancang untuk mengerjakan tugas-tugas komputasi, sedangkan microcontroller adalah yang bertugas mengatasi input analog. Tidak jarang keduanya pun digunakan secara bersamaan dalam suatu proyek DIY.

Di tahun 2021 ini, Raspberry Pi rupanya sudah siap memperluas portofolio produknya. Mereka baru saja memperkenalkan Raspberry Pi Pico, microcontroller perdananya yang mengemas chip bikinan mereka sendiri. Chip yang dimaksud adalah RP2040, yang dideskripsikan sebagai chip mungil tapi berkinerja tinggi, dengan kapabilitas I/O yang fleksibel.

Di samping bahasa pemrograman C, Pico juga mendukung bahasa lain yang lebih spesifik seperti MicroPython. Total ada 30 pin GPIO pada tubuh Pico – empat di antaranya bisa digunakan sebagai input analog – dan ia turut dibekali port micro-USB yang mendukung mode mass storage.

Semua itu dikemas dalam PCB berukuran 21 x 51 mm. Di Amerika Serikat, satu unit Raspberry Pi Pico dihargai hanya $4 saja, dan seperti yang sudah menjadi tradisi Raspberry Pi selama ini, ada dokumentasi lengkap mengenai Pico yang dapat diakses di situsnya. Di situs marketplace Cytron, harga yang tertera untuk satu unit Pico adalah Rp74.426, atau Rp93.126 untuk varian yang pre-soldered.

Menariknya, ketimbang bersaing langsung dengan produsen microcontroller macam Arduino dan Adafruit, Raspberry Pi justru memilih untuk mengajak mereka bekerja sama. Chip RP2040 tadi bukanlah komponen eksklusif untuk Raspberry Pi Pico, tapi juga bisa kita jumpai pada sederet microcontroller baru bikinan Arduino, Adafruit, Pimoroni, maupun Sparkfun – salah satunya bahkan ada yang berwujud game console imut-imut.

Sumber: TechCrunch dan Raspberry Pi.

Raspberry Pi 400 Adalah Komputer yang Menyamar Sebagai Keyboard

Single-board computer seperti Raspberry Pi sering kali lebih terkesan seperti basis dari sebuah proyek DIY ketimbang produk yang ditujukan untuk konsumen umum. Namun kalau berdasarkan pengakuan Eben Upton sendiri selaku pendiri Raspberry Pi Foundation, jumlah orang yang menggunakan Raspberry Pi 4 meningkat drastis selama pandemi COVID-19.

Itu berarti tidak sedikit yang menggunakan komputer papan tunggal semacam ini untuk keperluan bekerja maupun belajar. Seandainya Raspberry Pi bisa dibuat jadi lebih user-friendly lagi, mungkin konsumen yang tertarik menggunakannya sebagai komputer utama bakal semakin banyak lagi.

Berangkat dari pola pikir seperti itu, lahirlah Raspberry Pi 400, sebuah keyboard yang juga merupakan komputer fungsional. Cukup sambungkan monitor, lalu pasangkan mouse dan kartu microSD, maka kita bisa langsung menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, di samping untuk belajar coding.

Komputer dalam wujud keyboard tentu bukanlah ide baru. Produk-produk legendaris seperti Commodore 64 atau Apple II sebenarnya juga merupakan komputer yang menyamar sebagai papan ketik, dan merekalah yang menjadi inspirasi utama Raspberry Pi 400. Tentu saja implementasinya jauh lebih mudah sekarang karena memang dimensi Raspberry Pi sangatlah mungil.

Secara teknis, jeroan yang dimiliki Raspberry Pi 400 sangat mirip seperti Raspberry Pi 4 yang diperkenalkan tahun lalu. Yang menjadi otaknya masih prosesor quad-core 64-bit ARM Cortex-A72, hanya saja yang memiliki clock speed sedikit lebih tinggi di angka 1.8 GHz, plus RAM LPDDR4 berkapasitas 4 GB.

Konektivitasnya pun sangat lengkap, mulai dari Bluetooth 5.0 sampai Wi-Fi AC, plus sambungan Ethernet jika perlu. Total ada dua port USB 3.0 dan satu port USB 2.0, dua port micro HDMI untuk menyambungkan dua monitor sekaligus, dan satu port USB-C yang berfungsi sebagai sumber dayanya. Berhubung ini masih merupakan Raspberry Pi, tentu saja masih ada sambungan GPIO 40-pin untuk menghubungkan berbagai macam sensor atau perangkat lainnya.

Bagian terbaiknya, seperti halnya semua Raspberry Pi, adalah harga yang terjangkau. Satu unit Raspberry Pi 400 dihargai $70, atau konsumen juga bisa membeli dalam bentuk bundel lengkap seharga $100. Bundel tersebut turut mencakup mouse, power supply USB-C, kartu microSD dengan sistem operasi Raspberry Pi OS pre-installed, kabel micro HDMI ke HDMI, dan sebuah buku panduan pemula. Kabarnya, Raspberry Pi 400 akan mulai tersedia di beberapa negara pada awal 2021.

Sumber: Raspberry Pi Foundation.

Lyra Ialah Handheld Console ala Switch yang Siap Hidangkan Pengalaman Retrogaming

Selain kombinasi game eksklusif dan judul-judul blockbuster populer, satu kekuatan lain dari Switch ialah fleksibilitas. Kita tahu bahwa sebagian besar orang mengakses game-game Switch di mode portable, tetapi tentu saja perangkat berkonsep hybrid ini bisa dinikmati seperti home console standar dari depan televisi. Kemampuan tersebut tidak bisa ditiru oleh produk-produk current-gen kompetitor.

Namun beberapa produsen masih melihat adanya kesempatan untuk bersaing dengan Switch. Salah satunya adalah Creoqode. Perusahaan desain dan teknologi asal London ini mencoba mengedepankan konsep retro dan nostalgia melalui produk bernama Lyra yang mereka ungkap di Kickstarter. Lyra merupakan console handheld yang ‘siap menghadirkan sejarah gaming di genggaman tangan Anda’.

Perangkat ini dirancang agar mampu mengemulasikan segala macam console yang pernah dirilis di era terdahulu. Itu artinya, Lyra mampu menjadi rumah bagi ratusan permainan klasik. Yang menariknya lagi adalah, Lyra punya sedikit kesamaan dengan Switch, yaitu ia dapat dihubungkan ke layar eksternal sehingga mempersilakan Anda untuk menikmati game bersama kawan. Hal ini tercapai berkat tersedianya konektivitas HDMI plus port USB buat menyambungkan controller tambahan.

Lyra mempunyai penampilan memanjang, menyajikan layar TFT selebar 5-inci 800x480p yang diapit oleh rangkaian tombol – directional-pad di kiri dan action button XYAB di kanan. Perangkat dipersenjatai oleh Raspberry Pi CM3L yang menyimpan CPU quad-core ARM Cortex-A53 1,4GHz. Hardware lainnya boleh dikatakan cukup ‘sederhana’. Ada RAM LPDDR2 1GB, penyimpanan berbasis microSD seluas 16GB (bisa Anda tambah lagi), serta ditenagai baterai 3000mAh.

Lyra 2

Selain disiapkan sebagai console handheld retro, Lyra juga bisa bekerja layaknya komputer personal. Dengannya, Anda bisa menjelajahi internet, mengirim email, menonton video, bahkan belajar mengenai coding. Kita hanya tinggal menyambungkan mouse dan keyboard, lalu Lyra berubah jadi PC portable.

Lyra 4

Salah satu aspek paling menarik dari Lyra adalah, Creoqode menyajikannya dalam dua jenis paket. Pertama ialah edisi RTG atau ready-to-go. Dengan memilih varian ini, perangkat bisa langsung digunakan ketika Anda mengeluarkannya dari bungkus. Namun jika Anda menginginkan sedikit tantangan, produsen juga menyediakan bundel DIY (do-it-yourself). Paket ini mempersilakan Anda untuk merakitnya sendiri. Jangan cemas, prosesnya tidak membutuhkan skill teknis khusus, hanya memakan waktu 15 menit.

Lyra 3

Saat ini Creoqode tengah melangsungkan kampanye penggalangan dana di Kickstarter. Di situs crowdfunding itu, Lyra dijajakan seharga mulai dari £ 150 atau kisaran US$ 187. Jika agenda Creoqode berjalan sesuai rencana, produk rencananya akan didistribusikan pada bulan Desember 2019.

Raspberry Pi 4 Janjikan Performa Sekelas Komputer Desktop Tanpa Korbankan Fleksibilitasnya

Ada kejutan dari Raspberry Pi Foundation. Mereka baru saja merilis generasi teranyar dari komputer papan tunggalnya, yakni Raspberry Pi 4. Kalau dilihat sepintas, ia memang punya banyak kemiripan dengan pendahulunya, akan tetapi jika ditelusuri secara mendalam, ternyata pembaruan yang dibawanya begitu komprehensif.

Yang paling kentara adalah peningkatan dari segi performa. Berbekal prosesor quad-core 64-bit ARM Cortex-A72 berkecepatan 1,5 GHz, performa Raspberry Pi sudah cukup pantas dimasukkan ke kategori komputer desktop, dan peningkatannya pun bisa mencapai tiga kali lipat jika dibandingkan generasi sebelumnya.

Spesifikasinya semakin dimatangkan oleh pilihan RAM DDR4 berkapasitas 1 GB, 2 GB atau 4 GB, tidak ketinggalan pula chip grafis VideoCore VI yang mendukung hardware decoding video 4K 60 fps dengan codec HEVC. Sepasang monitor 4K pun juga dapat dihubungkan via sambungan HDMI.

Raspberry Pi 4 Model B

Lanjut ke konektivitas, Raspberry Pi 4 sudah mengikuti standar terbaru dengan mengemas Bluetooth 5.0 dan Wi-Fi AC. Selain sepasang port micro HDMI itu tadi, masih ada port USB 3.0 dan USB 2.0 yang masing-masing berjumlah sepasang, serta tentu saja sebuah port Gigabit Ethernet dan port USB-C untuk power.

Semua itu disematkan di atas PCB (printed circuit board) yang dimensinya kurang lebih sama seperti generasi sebelumnya. Peningkatan performa dan penyempurnaan konektivitas ini juga sama sekali tidak berpengaruh terhadap kadar hackability Raspberry Pi 4, dan pengembangnya pun menjamin kompatibilitas yang sama lengkapnya seperti generasi sebelumnya.

Ini penting mengingat fungsi utama Raspberry Pi 4 bukanlah untuk kebutuhan hiburan maupun produktivitas secara umum, melainkan untuk mengotaki beragam kreasi komunitas maker. Kebetulan saja generasi keempatnya ini semakin kencang dalam hal performa, sehingga bisa dipergunakan sebagai pengganti komputer desktop jika memang diperlukan.

Raspberry Pi 4 Model B

Hal positif lain yang turut dipertahankan Raspberry Pi 4 adalah soal harga. Banderolnya masih dipatok di angka $35 untuk varian dengan RAM 1 GB, atau masing-masing $45 dan $55 untuk varian 2 GB dan 4 GB. Dari sisi software, Raspberry Pi 4 bakal ditemani sistem operasi baru pula, yaitu Raspbian Buster.

Juga tak kalah menarik adalah bundel Raspberry Pi 4 Desktop Kit yang dipasarkan seharga $120. Bundel ini mencakup Raspberry Pi 4 dengan RAM 4 GB, sebuah case, power supply unit, mouse dan keyboard, sepasang kabel HDMI, buku panduan pemula, serta kartu microSD 16 GB.

Sumber: Raspberry Pi Foundation.

Kano Computer Kit Touch Ajak Anak-Anak Belajar Merakit Komputer Sekaligus Coding

Maraknya tren STEM toy (Science, Technology, Engineering, Math) memicu kemunculan berbagai jenis permainan edukatif dari sejumlah startup. Jenis permainan seperti ini umumnya dirancang untuk merangsang ketertarikan anak-anak, membuka pintu gerbang pembelajaran yang berkaitan dengan ilmu komputer bagi mereka.

Salah satu permainan STEM baru yang cukup menarik datang dari Kano, startup yang sudah cukup lama menggeluti bidang ini, dan yang sempat memperoleh pendanaan dari pemodal ventura (VC) grup Sesame Street. Produk terbaru mereka adalah Computer Kit Touch, set komputer DIY (do-it-yourself) yang ditujukan untuk anak-anak berusia 6 tahun ke atas.

Kano Computer Kit Touch

Computer Kit Touch sejatinya merupakan penyempurnaan dari Computer Kit Complete yang dirilis tahun lalu. Embel-embel “Touch” menandakan bahwa ia datang bersama sebuah layar sentuh, dan karena konsepnya DIY, komputernya harus dirakit terlebih dulu sebelum bisa digunakan.

Dipandu oleh buku manual yang penuh gambar, anak-anak bisa mulai merakit komponen-komponennya, yang mencakup sebuah komputer papan tunggal Raspberry Pi. Kabel warna-warni diperlukan untuk menghubungkan satu komponen dengan yang lain, dan warnanya sengaja disamakan dengan tiap-tiap komponen; contohnya, kabel biru adalah untuk menyambungkan modul speaker yang juga berwarna sama.

Kano Computer Kit Touch

Yang tidak perlu dirakit hanyalah layar sentuh dan keyboard beserta touchpad-nya. Begitu jeroannya selesai dirakit, anak-anak tinggal menambatkan layar beserta rangka plastik transparannya ke atasnya, dan komputer pun siap digunakan. Layarnya sendiri memiliki bentang diagonal 10,1 inci dengan resolusi HD.

Usai komputer dinyalakan, anak-anak akan langsung disambut oleh sistem operasi Kano OS. Sejumlah aplikasi seperti YouTube, Google Maps atau Wikipedia bisa mereka akses, tapi bukan itu yang dicari dari permainan ini. Yang dicari adalah sederet tantangan coding yang memadukan bahasa pemrograman berbasis teks sekaligus blok.

Kano Computer Kit Touch

Anak-anak akan diajari cara membuat game sederhana macam Pong atau Snake – game jadul yang kita kenal lewat ponsel-ponsel Nokia lawas – serta cara menciptakan mod untuk Minecraft. Eksperimen dengan seni juga dapat mereka lakukan lewat program seperti Chrome Music Lab, dan masih banyak lagi tantangan interaktif lainnya.

Singkat cerita, Kano Computer Kit Touch menawarkan pengalaman bermain dan belajar dasar-dasar ilmu komputer yang cukup menyeluruh, mulai dari proses perakitan hardware sampai ke proses pembuatan software-nya (coding). Di Amerika Serikat, perangkat ini sudah dipasarkan seharga $280.

Sumber: VentureBeat dan Kano.

[Video] Memutar Musik via Perintah Suara di Smart Speaker Itu Praktis, Tapi Kurang Keren

Di era smart speaker ini, memutar musik dapat dilakukan semudah mengucapkan judul lagunya saja. Kendati demikian, kepraktisan yang ditawarkan smart speaker rupanya belum bisa membuat seorang geek dengan nickname “hoveeman” lepas dari jeratan nostalgia masa-masa keemasan perangkat jukebox.

Dia memutuskan untuk membangun sebuah sistem unik di mana musik dapat diputar di Google Home dengan cara seperti mengoperasikan jukebox. Hasilnya sangat keren, kreatif, dan patut mendapatkan apresiasi, termasuk dari mereka yang kurang bisa memahami cara kerja teknisnya.

Dalam video di bawah, tampak bahwa musik akan langsung diputar di tiga speaker (sebuah soundbar yang mendukung Chromecast, Google Home dan Google Home Mini) sesaat setelah selembar kartu didekatkan ke sisi meja. Kartu yang digunakan tentu bukan sembarangan, melainkan yang dilengkapi chip RFID (radio frequency identification).

RFID bisa dianggap sebagai metode untuk mengenali suatu objek berdasarkan gelombang radionya. Teknologi NFC yang lebih dikenal sejatinya memiliki cara kerja yang hampir sama, dan memang dibangun dengan basis protokol yang sama dengan RFID.

Di balik sisi mejanya, terpasang perangkat RFID reader yang menyambung ke Raspberry Pi 3. Raspberry Pi inilah yang pada akhirnya mengirim instruksi ke speaker untuk memutar lagu dari layanan Google Play Music, dengan bantuan platform automasi Home Assistant.

Jujur saya salut dengan niat dan kreativitas orang ini. Apalagi ternyata dia juga berbaik hati membagikan panduan lengkapnya via GitHub buat mereka yang tertarik membangun sistem serupa.

Sumber: Android Police.

Beocreate Merupakan Solusi DIY untuk Menyulap Speaker Antik Menjadi Wireless

Dalam industri perangkat audio, kinerja suatu produk tidak bisa ditakar dari tahun pembuatannya: speaker yang dirilis baru minggu lalu pun belum tentu suaranya seenak speaker keluaran tahun 90-an. Lain halnya dengan smartphone, di mana yang terbaru pasti mengemas layar dan performa yang terbaik.

Itulah mengapa menyimpan koleksi speaker atau headphone zaman lawas merupakan hal yang sangat wajar. Yang dilewatkan hanyalah fitur-fitur modern seperti konektivitas wireless, tapi itu pun ternyata bisa didapat dengan bantuan perangkat seperti Chromecast Audio. Atau, kalau Anda lebih suka mengutak-atik sendiri, perangkat bernama Beocreate berikut bisa menjadi opsi alternatif.

Beocreate merupakan buah kolaborasi antara Bang & Olufsen dan HiFiBerry. Ia merupakan sebuah amplifier digital yang dirancang untuk speaker pasif (yang semestinya membutuhkan amplifier eksternal), sekaligus bertugas membubuhkan konektivitas wireless dengan bantuan Raspberry Pi (opsional).

Beocreate

Melihat wujudnya yang hanya sebatas papan sirkuit biasa, pengguna memang diharuskan untuk membongkar speaker sendiri untuk memasangnya. HiFiBerry sejauh ini sudah menyiapkan panduan langkah demi langkah untuk memasang Beocreate di speaker Beovox CX100 dan CX50 – speaker lain sebenarnya juga bisa kalau Anda paham struktur jeroannya.

Beocreate mengemas amplifier 4-channel (2 x 30W dan 2 x 60W). Satu papan sirkuit ini sanggup menenagai hingga empat speaker dengan impedansi 4 – 8 ohm dan sample rate 192 kHz. HiFiBerry turut menyertakan software open-source yang akan mengaktifkan kapabilitas wireless-nya, sehingga speaker bisa memutar musik via Bluetooth, AirPlay atau Spotify.

Dibanderol $189, Beocreate pada dasarnya bisa menjadi salah satu alasan untuk mengeluarkan speaker antik dari gudang. Daripada speaker tersebut duduk menganggur selagi diselimuti debu, lebih baik dibedah dan disulap menjadi speaker wireless.

Sumber: The Verge.

Google Luncurkan AIY Vision Kit, Perangkat Computer Vision DIY Berbasis Raspberry Pi

Usai memperkenalkan VR headset super-simpel Cardboard di tahun 2014, Google kembali bereksperimen dengan karton. Namun demikian, proyeknya kali ini jauh lebih kompleks karena melibatkan sederet komponen elektronik, dan lagi material karton di sini hanya bersifat kosmetik saja.

Namanya AIY Vision Kit, dan perangkat ini merupakan bagian dari salah satu program eksperimental terbaru Google, yaitu AIY Project. Sebelumnya, Google memulai debut program ini melalui AIY Voice Kit, yang premisnya menawarkan dukungan perintah suara dan integrasi Google Assistant pada perangkat berbasis Raspberry Pi.

Untuk Vision Kit, premisnya tidak jauh berbeda dan masih mengandalkan Raspberry Pi. Hanya saja, topik yang menjadi fokus kali ini adalah computer vision. Google melihat proyek ini sebagai cara murah dan sederhana untuk menerapkan teknologi computer vision tanpa perlu mengandalkan koneksi ke jaringan cloud.

AIY Vision Kit

Vision Kit ditujukan untuk penghobi DIY alias do-it-yourself. Paket penjualannya mencakup casing karton, papan sirkuit VisionBonnet, tombol arcade RGB, speaker piezoelektrik, lensa wide-angle dan makro, mur untuk menyambungkan ke tripod dan beragam komponen penyambung lain.

Sisanya, pengguna harus menyiapkannya sendiri, mulai dari Raspberry Pi Zero W, kamera Raspberry Pi, SD card, dan power supply. Kalau sudah lengkap, barulah Vision Kit siap diprogram lebih lanjut.

AIY Vision Kit

Komponen utama Vision Kit adalah papan sirkuit VisionBonnet itu tadi, yang mengemas chip Intel Movidius MA2450. Chip ini punya konsumsi daya yang amat kecil, akan tetapi sanggup menerapkan computer vision dengan menjalankan sejumlah neural network secara lokal, alias tanpa sambungan internet.

Google sendiri menyediakan tiga model neural network yang bisa langsung dipakai. Yang pertama untuk mengenali ribuan benda umum. Yang kedua untuk mengenali wajah dan ekspresinya. Yang terakhir untuk mendeteksi manusia, kucing atau anjing. Selebihnya, pengguna bebas ‘melatih’ model neural network-nya sendiri menggunakan software open-source TensorFlow.

AIY Vision Kit

Sejauh ini Anda mungkin bertanya, “apa manfaat praktisnya?” Banyak, salah satunya untuk mengidentifikasi beragam jenis tanaman maupun hewan. Selain itu, Vision Kit juga bisa dimanfaatkan untuk mengecek apakah anjing Anda kabur dari halaman belakang, atau mengecek apakah tamu-tamu yang datang tampak terkesan dengan dekorasi rumah Anda berdasarkan ekspresi mukanya.

Google berencana memasarkan AIY Vision Kit ke komunitas maker mulai awal Desember ini. Harganya dipatok $45, sekali lagi belum termasuk chip Raspberry Pi dkk yang saya sebutkan tadi.

Sumber: Google.

Pi-Top Adalah Laptop Raspberry Pi yang Dirancang untuk Mempelajari Hardware dan Software Sekaligus

Sejak awal diciptakan, Raspberry Pi sudah ditujukan untuk membantu pembelajaran ilmu komputer. Di tahun 2014, sempat muncul sebuah laptop bernama Pi-Top di Indiegogo. Menggunakan Raspberry Pi sebagai otaknya, Pi-Top dirancang untuk mengajarkan dasar-dasar elektronika sekaligus coding. Wujudnya memang jauh dari laptop standar, tapi idenya tetap menarik untuk dieksekusi.

Kini pengembangnya sudah punya versi baru Pi-Top yang jauh lebih matang. Desainnya kini lebih mirip laptop tradisional, dengan trackpad yang diposisikan di bawah dan layar 14 inci beresolusi 1080p yang dapat dilipat 180 derajat.

Pi-Top

Versi baru ini juga lebih mudah dirakit ketimbang sebelumnya, dan yang paling menarik, keyboard-nya dapat digeser ke bawah untuk mengoprek jeroannya. Saat terbuka, tampak sebuah Raspberry Pi 3 diikuti oleh sepasang rel magnetik yang didesain untuk memudahkan pengguna menambahkan komponen dan aksesori baru.

Aksesorinya dibundel ke dalam Inventor’s Kit, yang terdiri dari tiga set modul: Music Maker, Space Race dan Smart Robot. Semuanya melibatkan penggunaan LED, tombol, resistor, dan berbagai macam komponen lainnya guna memberikan pengalaman belajar dasar-dasar elektronika yang menarik.

Pi-Top

Modul-modul itu bisa langsung diprogram dari Pi-Top, yang berarti pengguna dapat mempelajari kesinambungan hardware dan software secara bersamaan. Pi-Top menjalankan sistem operasi khusus bernama Pi-TopOS Polaris, dan pengguna dapat mengakses sejumlah software standar seperti browser Chromium, LibraOffice atau memainkan Minecraft Pi Edition.

Pi-Top saat ini sudah dipasarkan seharga $320, cukup mahal mengingat Raspberry Pi 3 sendiri bisa didapat dengan modal sekitar $35 saja.

Sumber: Engadget.