Tag Archives: Razer

Razer Fintech dan E2Pay menawarkan teknologi payment gateway dan platform e-money

Razer Fintech Akuisisi E2Pay untuk Perluas Layanan di Indonesia

Lebih dikenal sebagai perusahaan pengembang hardware, khususnya untuk gaming, Razer merilis entitas terpisah Razer Fintech untuk melayani segmen finansial.

Razer Fintech mengklaim saat ini sudah menjadi salah satu jaringan pembayaran digital O2O terkemuka di Asia Tenggara. Perusahaan disebutkan telah memproses lebih dari miliaran dolar untuk total nilai pembayaran.

“Kami memiliki teknologi yang bisa menghadirkan fraud detection, risk management, dan lainnya. Memudahkan merchant untuk melakukan integrasi hanya dalam satu platform, sehingga tidak perlu lagi untuk mencari mitra [fintech] lebih dari satu,” kata CEO Razer Fintech Lee Li Meng.

Kepada DailySocial, Li Meng mengungkapkan, untuk memperluas bisnis mereka di pasar Indonesia, Razer Fintech melakukan akuisisi terhadap PT E2Pay Global Utama (E2Pay), salah satu fasilitator pembayaran digital B2B2C dan pemilik lisensi e-money.

Platform yang telah mendapatkan izin Bank Indonesia sejak tahun 2018 ini dikenal sebagai pengembang solusi payment gateway. Membidik segmentasi B2B, E2Pay menyajikan solusi yang dapat diintegrasikan untuk sistem pembayaran berbagai sumber, mulai dari internet/mobile banking, kartu kredit, e-money, hingga virtual account.

“Akuisisi E2Pay memungkinkan mempercepat masuknya kami ke Indonesia, salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat ekonomi digital di Asia Tenggara. Juga dapat melayani kebutuhan pembayaran digital dengan lebih baik dari merchant regional dan global kami,” kata Li Meng.

Melalui akuisisi ini, Razer Fintech dan E2Pay berupaya memberikan kontribusi bagi GMV Indonesia yang diharapkan mencapai $124 Miliar pada tahun 2025.

“Kami berharap sinergi antara E2Pay dan Razer Fintech akan memungkinkan kedua organisasi memanfaatkan para merchant kami untuk tumbuh, memperluas, dan meningkatkan jangkauan platform kami di seluruh Asia Tenggara,” kata Chairman E2Pay Rudy Danandjaja.

Selain solusi payment gateway E2Pay yang sudah digunakan banyak platform markeplace, mereka juga memiliki solusi M-Bayar sebagai platform e-money. Salah satu mitra terpopuler M-Bayar adalah platform transfer antar bank Flip.

Setelah Indonesia, Razer Fintech memiliki rencana mengakuisisi mitra baru di Bangladesh untuk memperkuat posisi perusahaan di kawasan regional.

[Review] Mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, Nyaman Untuk Main Game dan Kerja

Salah satu yang membuat saya tertarik dengan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bukan endorse dari Faker di halaman resmi atau di kotaknya, meski itu adalah tambahan yang menarik. Melainkan adalah dual feature yang hadir pada koneksi wireless-nya yang tersedia dalam dua pilihan, serta dua pilihan juga untuk mengisi baterai. 

Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah mouse dengan fitur-fitur yang cukup lengkap untuk sebuah mouse. Mulai dari desain yang ergonomis, dual wireless feature – yang salah satunya adalah highspeed, pilihan baterai AA dan AAA, mechanical switches gen 2 khas Razer, 7 tombol yang bisa diprogram (7 tombol ini termasuk right – left click dan roller), serta aplikasi untuk kustomisasi yang juga bisa ‘menempel’ di mouse via HyperShift. 

Desain Razer Deathadder V2 x Hyperspeed

Mari kita bahas dulu dari sisi desain. Sebelum beralih ke Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, saya menggunakan Logitech wireless G903 Lightspeed yang memang untuk gaming ,serta untuk kerja menggunakan Logitech MX Master 2s. Keduanya hadir dengan harga yang relatif cukup premium meski tidak ‘semurah’ mouse Razer yang saya coba ini. 

Mengapa saya memasukan mouse yang bukan untuk gaming sebagai perbandingan, karena saya ingin membandingkan dalam penggunaannya, mouse Razer yang ada di tangan saya ini tidak hanya akan saya gunakan untuk bermian game tetapi juga untuk kegiatan sehari-hari, termasuk bekerja. 

Jika Razer mengklain ergonomis dan comfort dalam halaman resminya, serta mencantumkan bahwa desain ini adalah desain yang mendapatkan penghargaan, maka klaim itu memang bisa dirasakan dalam produknya secara nyata. 

Bentuk mouse ini memang tidak simetris utnuk bagian kiri dan bagian kanan (oh ya, mouse ini tidak untuk Anda yang kidal karena beberapa bagian desainnya memang diperuntukkan buat tangan kanan). Bagian kiri agak menjorok dengan akses dua tombol yang bisa dijangkau oleh ibu jari. Sedangkan bagian kanan tetap agak melengkung tetapi tidak sedalam bagian kiri. Desain seperti ini surprisingly cukup nyaman, terutama Anda yang memang punya preferensi bentuk mouse seperti Razer Deathadder V2 x Hyperspeed. Bagian ibu jari bisa agak menjorok dengan pangkalnya tertahan di ujung kiri mouse, yang menjadikan ibu jari seperti ditempatkan di rumah yang pas di bagian lekukan mouse. Akses button juga bisa dijalankan tanpa masalah. 

Desain menjorok ini juga secara tidak langsung mendukung cara saya memegang mouse yang secara default membelok, ke arah laptop atau monitor jika Anda menggunakan PC atau monitor tambahan.Desain yang menjorok ini terasa mendukung dengan posisi lengan yang melengkung, baik saat bermain game atau menggunakan mouse untuk kegiatan produktivitas untuk waktu yang lama. 

Jadi kalau misalnya ada gambar Faker terpampang jelas dan menyebutkan bahwa mouse ini layak jadi pilihan. Kalau dari sisi desain, itu cukup terlihat. 

Dari sisi tampilan, mouse ini memang tidak tampak berlebihan malah terkesan down to earth. Warna hitam doff, tanpa elemen RGB dan hanya ada lampu indikator teramat kecil di bagian tengah. Logo Razer pun tidak terlalu terlihat. Desain low profile seperti ingin menyembunyikan kemampuan yang cukup baik di balik body-nya. 

Desain minimalis ini agak bersebrangan dengan Logitech wireless G903  lightspeed yang terasa ‘ramai’ dengan berbagai elemen yang beberapa ada juga yang bisa di-swap

Untuk bobot perangkat. Awalnya saya agak ragu karena ketika membuka dari kotaknya terasa terlalu ringan. Malah terkesan agak murahan, tetapi itu semua berubah ketika saya memasukan baterai. Saya kebetulan menggunakan 1 baterai AA, dan ketika baterai itu masuk di tempatnya maka bobot mouse terasa pas. Tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat. Tambahan beban dari baterai ini seperti sudah diperhitungkan, jadi ketika akan digunakan, mouse tetap terasa nyaman dan tidak terlalu berat. 

Untuk button sendiri selain 3 button utama, right dan left click serta scroll wheel, ada 4 button tambahan yang lokasinya, dua di sebelah left click dan satu lagi di area sandaran punggung ibu jari. Semua fungsi button bisa diatur sesuka selera lewat aplikasi Razer Synape 3 dengan fitur Hypershift.

Untuk pengaturan dan mapping button sebenarnya tidak ada masalah. Meski kebutuhan akan berbeda-beda untuk pengguna – saya sendiri mendapatkan ada beberapa pengaturan yang tidak bisa saya lakukan untuk urusan produktivitas – namun Anda setidaknya bisa melakukan berbagai pengaturan seperti memodifikasi semua button yang tersedia di mouse ini untuk berbagai keperluan,  mengatur performa DPI mouse untuk sensitivitas, mengatur konsumsi daya. Dan jika Anda menggunakan mousepad dari Razer, Anda bisa mengkalibrasi untuk mendapatkan pengalaman yang terbaik. 

Untuk urusan fungsi button, terutana untuk kegiatan kerja, jika membandingkan Logitech MX Master 2s tentunya mouse Razer yang saya coba ini agak kalah. Saya bisa maklum karena memang bukan peruntukkannya. Seri MX dari Logitech dikenal powerfull untuk kerja, bukan hanya karena sensivitasnya tetapi ada beberapa fungsi button dan peletakan yang mendukung produktivitas. 

Ada yang ingin saya bahas agak detail yaitu tentang penempatan 2 button di bagian yang dekat dengan left click. Karena posisinya cukup berada di ujung kiri mouse, ketika mencoba perangkat ini saya mendapatkan bahwa button ini secara tidak sengaja sering kepencet. Bukan oleh jari saya tetapi karena terbentur sisi ujung mouse dengan ujung keyboard. Jika biasanya benturan tidak menggagu fungsi karena bagian mouse yang berbenturan adalah body saja, namun di razer ini yang terbentur adalah button. Sehingga sering kali mapping button yang saya lakukan berubah di tengah jalan karena button-nya kepencet. 

Bisa jadi pengalaman ini akan berbeda dengan pengalaman penguna lain, terutama jika meja kerja atau meja bermain game Anda cukup luas.

Fitur lain yang juga cukup menyenangkan adalah adanya dua pilihan koneksi bluetooth langsung dari mouse ke perangkat atau menggunakan donggle yang memiliki kecepatan 2.4G. Pilihan ini tentunya menarik, untuk pengaturan bermain game bisa menggunakan dongle tetapi ketika untuk penggunaan di luar rumah misalnya, saat jauh dari PC dan menggunakan laptop dengan slot USB terbatas, bisa menggunakan bluetooth saja. 

Untuk spesifikasi sendiri, yang belum di bahas di atas,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed mencantumkan daya tahan clik perangkat ini sampai dengan 60 juta klik (yang tentunya akan tergantung penggunaan masing-masing) lalu untuk sensornya adalah optical, max sensitivity 14000 DPI, max speed 300 IPS, max acceleration 35G dan tersedia 7 tombol yang bisa dikustomisasai. Untuk tipe switch-nya sendiri adalah Razer™ Mechanical Gen-2 Mouse Switches sedangkan mouse feet alias bagian bawah peranglat adalah undyed 100% PTFE. 

Pengalaman penggunaan

Nah, untuk pengalaman penggunaan perangkat ini saya sengaja melakukan dua uji utama, tidak hanya fokus untuk bermain game tetapi juga untuk bekerja sehari-hari.

Untuk penggunaan sehari-hari serta untuk mendukung produktivitas, jenis tombol switch dari mouse ini terasa cukup menyenangkan. Cukup clicky memang kalau dari sisi bunyi, namun pengalaman menekan tombol utama mouse cukup menyenangkan, tidak terlalu berat tetapi tidak sangat ringan juga. 

Bobotnya yang pas juga menyenangkan untuk menggunakannya setiap hari atau pun untuk bermain game. Nah untuk bermain game, perangkat ini bisa cukup diandalkan, tidak hanya dari sisi koneksi, tetapi dari sisi kenyamanan serta switch yang menyenangkan untuk dipakai. Meski demikian, saya hanya mencoba dengan judul game yang memang tidak perlu banyak pengaturan atau makro, lebih ke game FPS. Jadi pengalaman yang dirasakan lebih ke switch click, koneksi ke perangkat dan pengaturan DPI. 

Sedangkan pengaturan untuk button lebih saya coba ketika menggunakan mouse untuk produktivitas. Mengatur beberapa button agar bisa lebih cepat melakukan fungsi atau membuat aplikasi bawaan windows tertentu. 

Untuk bisa menjalankan fungsi pengaturan dan mengaksesnya langsung dari mouse, Anda harus selalu menyalakan aplikasi Razer Synapse.

Kesimpulan 

Menggunakan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah salau satu pengalaman yang cukup menyenangkan. Bukan karena mouse ini di branding cukup prestisius dengan berbagai atlit esports terkenal di halaman resmi dan juga kotak perangkat, tetapi memang karena desain yang diesekusi dengan pas, dan cukup efisien. Dengan endorsement serta fitur yang dibawanya, dari sisi harga perangkat ini juga bisa dibilang cukup terjangkau (di Tokopedia perangkat ini dijual seharga 1 juta kurang 1 rupiah).

Tampilannya memang cenderung polos, tetapi bagi yang suka dengan selera gaming mouse minimalis dan fokus pada pengalaman penggunaannya, termasuk fitur dan fungsi,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bisa jadi pilihan.

Sparks

  • Nyaman digunakan dari sisi eksekusi desain
  • Bobot yang pas termasuk baterai
  • Minimalis
  • Switch mechanical nyaman

Slacks

  • Desain ‘terlalu’ polos
  • Button lokasi depan sering tidak sengaja kepencet
  • Masih menggunakan baterai eksternal

CES 2022: Razer Umumkan Konsep Meja Gaming Radikal dan Sejumlah Produk Baru Lainnya

Event teknologi tahunan CES terasa kurang afdal tanpa konsep gadget liar dari Razer. Brand periferal tersebut bahkan sudah memulai tradisi ini sejak tahun 2014, tepatnya ketika mereka memperkenalkan sebuah konsep PC modular bernama Project Christine.

Konsep tersebut memang tidak pernah terealisasi, namun itu tidak mencegah Razer untuk terus mengeksplorasi ide-ide liarnya. Di CES 2022, mereka kembali memperkenalkan sebuah konsep PC modular yang tidak kalah ambisius. Menurut saya, Project Christine bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan konsep baru bernama Project Sophia ini.

Bukan, gambar di atas bukanlah sebuah laptop gaming berukuran jumbo yang dibekali dua pasang kaki. Secara sederhana, Project Sophia dapat dideskripsikan sebagai meja gaming futuristis yang mendukung kustomisasi tingkat ekstrem berkat rancangan modularnya.

Secara total, Project Sophia bisa diisi dengan 13 modul yang berbeda. Modul utamanya adalah sebuah custom PCB yang mengemas komponen-komponen inti seperti prosesor dan kartu grafis. Modul tersebut menancap ke bagian bawah meja secara magnetis, dan saat tiba waktunya untuk upgrade, pengguna bisa melepasnya dengan mudah, lalu mencopot komponen-komponennya untuk diganti dengan yang lebih baru.

Modul-modul lainnya sangat bervariasi dan sengaja dirancang untuk mengakomodasi kebutuhan pengguna yang berbeda-beda. Anda seorang desainer grafis? Pasang saja modul pen tablet di ujung kanan bawah. Anda bekerja di bidang produksi musik? Ada modul audio mixer yang menanti untuk dipasang. Ya, skenario-skenario yang saya sebutkan ini memang tidak ada sangkut-pautnya dengan gaming sama sekali, tapi justru itulah nilai praktis yang Project Sophia tawarkan: satu meja untuk memenuhi segala macam aktivitas yang melibatkan komputer.

Seperti halnya konsep-konsep rancangan Razer lain, tidak ada jaminan Project Sophia bakal terus dikembangkan hingga menjadi produk yang siap rilis. Ide akan sebuah meja yang bisa dijejali komponen-komponen PC sendiri bukanlah hal baru, dan siapa tahu ke depannya eksekusinya bisa selevel Project Sophia.

Razer Enki Pro HyperSense

Project Sophia bukan satu-satunya perangkat konsep yang Razer umumkan di CES 2022. Konsep lainnya adalah kursi gaming Enki Pro HyperSense, yang lebih mungkin untuk direalisasikan dalam waktu dekat.

Kursi ini pada dasarnya sama seperti yang Razer perkenalkan Oktober lalu, tapi yang sudah ditandemkan dengan teknologi haptic feedback bikinan D-BOX demi menyajikan sensasi immersive selama bermain. Unit aktuatornya diposisikan di bagian dasar kursi, akan tetapi sensasi getarannya dapat dirasakan di bagian bokong sekaligus punggung. Selain bergetar, bagian dudukannya juga bisa miring ke empat arah yang berbeda.

Semuanya berlangsung secara real-time, dengan tingkat respons sampai secepat 5 milidetik kalau kata Razer. Agar bisa bekerja dengan baik, tentu saja game yang dimainkan harus dibuat jadi kompatibel lebih dulu. Namun seandainya memainkan game yang tidak kompatibel, pengguna masih bisa merasakan feedback berdasarkan input dari controller, mouse, ataupun keyboard.

Selain game, aktuatornya juga dirancang untuk bereaksi selagi pengguna menonton film atau mendengarkan musik. Razer bilang ada lebih dari 2.200 judul game, film, dan lagu yang kompatibel dengan sistem haptic feedback milik Enki Pro HyperSense.

Razer X Fossil Gen 6

Konsep sudah, saatnya membahas produk-produk baru yang akan segera Razer pasarkan dalam beberapa bulan ke depan. Kita mulai dari Razer X Fossil Gen 6 terlebih dulu. Bukan, ini bukan smartwatch gaming, melainkan kolaborasi antara Razer dan Fossil untuk menciptakan edisi spesial dari smartwatch Fossil Gen 6.

Spesifikasinya identik dengan Fossil Gen 6 versi standar: diameter 44 mm, layar AMOLED 1,28 inci beresolusi 416 x 416, serta diotaki chipset Snapdragon Wear 4100+. Bodinya terbuat dari bahan stainless steel, dan perangkat secara keseluruhan tahan air hingga kedalaman 30 meter. Yang berbeda, edisi spesial ini dibekali tiga watch face eksklusif Razer, serta dua opsi warna strap khas Razer.

Rencananya, Razer X Fossil Gen 6 akan segera dijual dengan harga $329, tapi dalam jumlah yang terbatas saja, persisnya 1.337 unit.

Versi baru Razer Blade 14, Blade 15, dan Blade 17

Sehubungan dengan diluncurkannya prosesor-prosesor laptop baru dari AMD dan Intel sekaligus, belum lagi kartu grafis laptop anyar besutan Nvidia, Razer pun dengan sigap mengumumkan versi baru dari trio laptop gaming-nya yang sudah menerima penyegaran spesifikasi dan sejumlah penyempurnaan lain.

Pada versi terbarunya, Razer Blade 14, Blade 15, dan Blade 17 kini menawarkan RTX 3070 Ti maupun RTX 3080 Ti sebagai opsi GPU-nya. Untuk prosesor, Blade 14 mengandalkan Ryzen 9 6900HX, sementara Blade 15 dan Blade 17 mengandalkan penawaran dari kubu Intel, spesifiknya Core i9-12900H pada konfigurasi termahalnya. Ketiga laptop ini juga mengemas RAM DDR5, tapi khusus untuk Blade 14, RAM-nya tidak upgradeable.

Selain mengunggulkan komponen-komponen terbaru, trio Razer Blade anyar ini juga hadir dengan beberapa penyempurnaan seperti keyboard yang berukuran lebih besar, laser-cut speaker, rancangan engsel yang lebih tipis, serta ventilasi ekstra guna semakin mengoptimalkan sirkulasi udaranya.

Di pasar Amerika Serikat, ketiga laptop baru ini akan dipasarkan pada kuartal pertama 2022. Untuk harganya, Blade 14 dibanderol mulai $2.000, Blade 15 mulai $2.500, dan Blade 17 mulai $2.700.

Sumber: Razer.

Razer Luncurkan Kipas Pendingin untuk Smartphone, Ada Versi iPhone (MagSafe) dan Universal

Agar suatu perangkat gaming bisa konsisten kinerjanya, dibutuhkan sistem pendingin yang efektif, tidak terkecuali untuk smartphone. Problemnya, ponsel tidak punya cukup ruang untuk mengemas kipas yang bisa membantu membuang panas yang dihasilkan. Solusinya, kita butuh bantuan aksesori eksternal.

Kipas pendingin untuk smartphone sepintas mungkin terdengar konyol, tapi kategori produk ini sebenarnya sudah eksis sejak lama, dan sekarang Razer pun juga tidak ingin ketinggalan. Dijuluki Razer Phone Cooler Chroma, ini merupakan solusi pendingin yang dirancang untuk menemani smartphone selama sesi gaming berlangsung secara intensif.

Untuk menjalankan tugasnya, perangkat ini mengandalkan sistem pendingin termoelektrik, heat sink aluminium, dan kipas dengan tujuh bilah yang mampu berputar dalam kecepatan maksimum 6.400 RPM. Selagi bekerja, suara yang dihasilkan oleh kipasnya diklaim tidak akan lebih dari 30 dB. Tentu saja, sebuah aksesori gaming tidak akan lengkap tanpa adanya sistem pencahayaan RGB yang bisa diprogram.

Meski dirancang untuk perangkat mobile, aksesori ini tidak bisa dibilang portabel. Pasalnya, ia tidak memiliki modul baterai, dan harus selalu dicolokkan ke sumber listrik via kabel USB-C.

Mungkin Razer memang sengaja menargetkan produk ini untuk konsumen yang terbiasa bermain sambil ponselnya di-charge. Seperti yang kita tahu, skenario seperti ini sering kali berujung pada panas berlebih di bodi ponsel, terutama ketika harus menjalankan game-game yang berat macam Genshin Impact, dan itulah problem yang hendak diatasi oleh kipas pendingin smartphone besutan Razer ini.

Razer Phone Cooler Chroma hadir dalam dua versi; satu yang bisa menempel secara magnetis ke punggung seri iPhone 12 ataupun 13 (MagSafe), satu lagi yang dilengkapi penjepit universal untuk ponsel Android maupun iPhone yang tidak mendukung MagSafe. Keduanya sama-sama dijual seharga $60, atau kurang lebih sekitar 860 ribu rupiah.

Bukan, ini bukan aksesori smartphone teraneh yang pernah Razer buat, sebab mereka juga punya sarung jempol untuk gaming. Namun kembali lagi, kecil kemungkinan produsen menciptakan produk jika tidak ada pasarnya.

Sumber: The Verge.

Lebih dari Smartphone Gaming, Qualcomm Punya Chipset Snapdragon G3x Gen 1 Untuk Perangkat Gaming Handheld

ASUS ROG Phone 5, Xiaomi Black Shark 4S Pro, Lenovo Legion Duel 2, dan ZTE nubia Red Magic 6s Pro adalah beberapa nama smartphone gaming keluaran 2021 yang ditenagai chipset Qualcomm Snapdragon 888 series. Tahun depan, tentu giliran Snapdragon 8 Gen 1 yang akan menenagai smartphone flagship dan gaming 2022.

Di antara smartphone gaming dan konsol rumah seperti PlayStation dan Xbox, terdapat perangkat gaming handheld atau konsol genggam seperti Nintendo Switch atau Steam Deck dan Qualcomm telah mengumumkan chipset khusus yang dirancang untuk perangkat semacam itu.

Snapdragon G3x Gen 1 namanya, platform berbasis Android yang memungkinkan para gamer memiliki perangkat terbaik untuk bermain game Android, streaming game dari konsol di rumah atau PC Anda, serta bermain game melalui layanan cloud gaming.

Dasar dari platform gaming ini adalah chipset Snapdragon G3x Gen 1 dengan GPU Adreno dan teknologi Snapdragon Elite Gaming yang memungkinkan bermain game hingga 144 fps dan 10-bit HDR.

Chipset ini mendukung konektivitas Qualcomm FastConnect 6900 Mobile Connectivity yang membawa WiFi 6 dan 6E, serta 5G mmWave dan sub-6. Dengan teknologi Snapdragon Sound yang dapat mengurangi latensi saat bermain game menggunakan TWS.

Perangkat gaming dengan Snapdragon G3x Gen 1 juga bisa dihubungkan ke layar lain yang lebih besar seperti TV dan monitor dengan output 4K. Serta, mendukung tethering ke headset mixed reality melalui port USB-C.

Selain itu, dukungan dari AKSys memberikan sentuhan presisi pada controller mapping technology yang memungkinkan penggunaan pengontrol bawaan pada beragam game.

Untuk menunjukkan platform tersebut, Qualcomm bekerja sama dengan Razer untuk membangun Snapdragon G3x handheld gaming developer kit pertama yang tersedia secara eksklusif untuk para developer mulai hari ini.

Perangkat handheld developer kit khusus ini dirancang untuk platform Snapdragon G3x untuk menghasilkan kinerja tanpa kompromi. Hadir dengan layar OLED 6,65 inci Full HD+ HDR 10-bit dan refresh rate 120hz.

Memiliki webcam 5MP/1080p60 dengan dua mikrofon yang dapat digunakan oleh gamer untuk live streaming. Konektivitas 5G mmWave dan sub-6, serta WiFi 6E untuk memberikan koneksi tercepat dengan latensi rendah.

Juga hadir dengan kontrol yang seimbang dan mudah digenggam, untuk permainan yang nyaman dalam durasi yang lama. Semoga saja, OEM lain dapat segera mengadopsi chipset Snapdragon G3x Gen 1 dan merilis konsol genggam tahun depan.

Sumber: Qualcomm, TheVerge

Razer Pro Click Mini dan Pro Type Ultra Sasar Pekerja Profesional Ketimbang Gamer

Setahun lalu, Razer meluncurkan mouse dan keyboard non-gaming bernama Pro Click dan Pro Type. Melanjutkan upayanya menembus pasar pekerja profesional tersebut, Razer kembali memperkenalkan mouse dan keyboard nirkabel yang lebih ditujukan untuk menunjang produktivitas ketimbang untuk mengincar headshot di Valorant, yakni Pro Click Mini dan Pro Type Ultra.

Sesuai namanya, Pro Click Mini punya dimensi yang ringkas: 100 x 63 x 34 mm. Desainnya simetris dan low-profile, membuat saya langsung teringat pada Logitech MX Anywhere 3. Supaya terasa mantap dalam genggaman, Razer tak lupa menyematkan lapisan karet bertekstur pada sisi kiri dan kanannya.

Pro Click Mini punya setidaknya dua fitur unggulan. Yang pertama adalah switch yang taktil tapi senyap, dengan estimasi ketahanan hingga 15 juta kali klik. Yang kedua adalah scroll wheel yang bisa berganti mode antara Tactile atau Free-Spin, persis seperti milik Razer Basilisk V3 yang dirilis belum lama ini. Untuk berganti antara kedua mode tersebut, cukup tekan tombol di bawah scroll wheel-nya.

Mouse ini dapat terhubung ke total empat perangkat sekaligus; tiga via Bluetooth, satu via dongle USB 2,4 GHz, dengan tombol untuk berpindah koneksi di bagian dasar mouse. Menggunakan dua baterai AA, baterainya diyakini mampu bertahan hingga 725 jam dalam mode Bluetooth, atau 465 jam dalam mode wireless 2,4 GHz. Kalau mouse dirasa terlalu berat, pengguna juga bisa menyelipkan satu baterai saja, akan tetapi daya tahannya tentu tidak akan selama itu.

Terkait performanya, Pro Click Mini mengandalkan sensor optik dengan sensitivitas maksimum 12.000 DPI, sangat tinggi untuk ukuran mouse non-gaming. Ia juga dibekali mouse feet berbahan PTFE agar pergerakannya bisa terasa mulus di atas meja. Kebetulan, Razer juga punya varian mouse pad baru, yaitu Pro Glide XXL yang berukuran 94 x 41 cm.

Beralih ke Pro Type Ultra, keyboard ini juga mengunggulkan mechanical switch yang tidak berisik saat ditekan, menjadikannya sebagai pendamping yang ideal buat Pro Click Mini tadi. Masing-masing keycap-nya terbuat dari bahan ABS, tapi Razer telah melapisinya dengan soft-touch coating supaya terasa empuk pada jari-jari.

Agar semakin nyaman, ia juga datang bersama wrist rest dengan bantalan empuk berlapis kulit sintetis. Seperti mouse-nya tadi, keyboard ini juga dapat terhubung ke empat perangkat yang berbeda via Bluetooth dan dongle USB. Berbekal teknologi HyperSpeed, satu dongle saja sebenarnya sudah bisa menghubungkan Pro Click Mini dan Pro Type Ultra sekaligus ke PC atau laptop.

Dalam sekali pengisian, Pro Type Ultra diklaim mampu beroperasi selama lebih dari 200 jam, baik dalam mode Bluetooth ataupun wireless 2,4 GHz, tapi dengan catatan LED backlight-nya dimatikan. Kalau dinyalakan dalam posisi paling terang, maka daya tahan baterainya anjlok menjadi 13 jam saja. Beruntung ia masih tetap bisa digunakan selagi di-charge.

Di Amerika Serikat, Razer Pro Click Mini saat ini sudah bisa dibeli dengan harga $80, sedangkan Pro Type Ultra dijadwalkan bakal segera menyusul di kuartal keempat tahun ini juga seharga $160. Untuk mouse pad Pro Glide XXL, Razer mematok harga $30.

Sumber: Razer.

Razer DeathAdder V2 X HyperSpeed Ramaikan Pasar Mouse Gaming Wireless di Bawah 1 Juta Rupiah

Razer kembali meluncurkan mouse gaming baru. Kali ini dari keluarga mouse terlarisnya, DeathAdder. Dinamai DeathAdder V2 X HyperSpeed, produk ini bisa jadi alternatif menarik bagi yang tengah mengincar mouse gaming wireless dengan bujet tidak lebih dari 1 juta rupiah.

Sebagai bagian dari lini DeathAdder, mouse ini mengunggulkan desain yang sudah terbukti sangat ergonomis selama lebih dari satu dekade. Fisiknya hampir identik seperti DeathAdder V2 maupun DeathAdder V2 Pro, akan tetapi ia tidak dilengkapi karet pelapis sama sekali di sisi kiri dan kanannya.

Namun yang langsung kelihatan berbeda adalah letak dua tombol yang secara default berfungsi untuk mengatur sensitivitas sensornya (DPI). Pada DeathAdder V2 X HyperSpeed, kedua tombol itu ditempatkan di ujung tombol klik kiri, bukan di bawah scroll wheel seperti pada kedua saudaranya.

Juga sangat berbeda adalah permukaan atas DeathAdder V2 X HyperSpeed yang dapat dilepas-pasang dengan mudah. Ini penting mengingat mouse ini mengandalkan baterai AA atau AAA sebagai suplai dayanya, bukan baterai internal yang rechargeable seperti milik DeathAdder V2 Pro.

Slot baterainya sendiri ada dua seperti milik Razer Orochi V2, dan ini lagi-lagi dimaksudkan agar pengguna bisa dengan bebas memilih antara daya tahan baterai yang lebih awet (AA), atau bobot mouse yang lebih ringan secara keseluruhan (AAA).

Menggunakan baterai AA, mouse ini diklaim mampu beroperasi sampai selama 235 jam jika menggunakan koneksi wireless 2,4 GHz (via dongle USB), atau sampai 615 jam kalau memakai koneksi Bluetooth.

Perbedaan yang selanjutnya ada di performanya. Mouse ini menggunakan sensor yang lebih inferior daripada kedua saudaranya, dengan sensitivitas maksimum 14.000 DPI dan kecepatan tracking maksimum 300 IPS. Bandingkan dengan sensor milik DeathAdder V2 dan DeathAdder V2 Pro yang menawarkan sensitivitas 20.000 DPI dan kecepatan tracking 650 IPS.

Fitur unggulan lain yang absen pada DeathAdder V2 X HyperSpeed adalah optical switch. Sebagai gantinya, ia masih mengandalkan mechanical switch standar dengan estimasi ketahanan hingga 60 juta klik.

Di Indonesia, Razer DeathAdder V2 X HyperSpeed saat ini sudah bisa dipesan seharga Rp989.000, alias tidak sampai separuh harga DeathAdder V2 Pro.

Sumber: Ars Technica.

Razer Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro Hadir Sebagai Alternatif Bagi Streamer yang Perlu Upgrade Mikrofon

Kabar gembira bagi para streamer yang berencana meng-upgrade perlengkapannya, Razer baru saja meluncurkan dua mikrofon USB anyar, yakni Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro. Keduanya punya sejumlah kemiripan, tapi tentu saja yang Pro mengemas beberapa kelebihan tersendiri.

Untuk Seiren V2 X, perangkat ini merupakan penerus dari Seiren X yang dirilis empat tahun silam. Ia merupakan sebuah condenser mic 25 mm dengan pola penangkapan supercardioid, yang dipercaya dapat mengisolasi suara pengguna dari sekitarnya dengan lebih baik.

Seiren V2 Pro di sisi lain menggantikan posisi Seiren Elite di kelas profesional. Secara teknis, ia merupakan sebuah dynamic microphone 30 mm dengan high pass filter yang bertugas untuk mengeliminasi suara-suara pengganggu di frekuensi rendah, macam dengung kipas komputer misalnya. Pengguna mikrofon ini bakal terdengar seperti sedang berada di studio kedap suara kalau kata Razer.

Kedua perangkat sama-sama dibekali analog gain limiter yang akan mengatur gain secara otomatis demi meminimalkan distorsi. Namun seandainya perlu mengatur secara manual, pengguna bisa melakukannya via kenop di bawah tombol mute. Khusus Seiren V2 Pro, tersedia pula kenop untuk mengatur volume.

Razer tidak lupa menjejalkan colokan 3,5 mm supaya pengguna dapat memonitor suaranya sendiri. Baik Seiren V2 X maupun Seiren V2 Pro sama-sama mendukung fitur mixing yang cukup lengkap dengan memanfaatkan software Razer Synapse. Resolusi audio yang bisa ditangkap sendiri adalah 24-bit/96kHz.

Secara desain, kedua mikrofon ini memang kelihatan mirip. Meski begitu, Seiren V2 Pro menawarkan fleksibilitas ekstra perihal penempatan, sementara Seiren V2 X cuma bisa diberdirikan selagi mic-nya menghadap ke atas saja.

Keduanya saat ini sudah dipasarkan secara resmi di Indonesia. Razer Seiren V2 X dihargai Rp1.699.000, sementara Seiren V2 Pro dibanderol Rp2.499.000. Berbeda dari Seiren Mini yang ditawarkan dalam tiga pilihan warna, Seiren V2 X dan Seiren V2 Pro hanya tersedia dalam warna hitam saja.

Sumber: Engadget.

RazerCon 2021: Razer Makin Serius di Bisnis Komponen PC, Plus Ungkap Kursi Gaming Baru

Di titik ini, kita semua semestinya sudah menyadari kalau Razer bukan lagi sebatas produsen periferal. Portofolio produknya sudah meluas ke banyak kategori, bahkan sampai ke ranah masker elektronik sekalipun.

Namun Razer rupanya masih belum puas. Agenda terbarunya adalah mengusik pasar komponen PC. Tanda-tandanya sebenarnya sudah bisa diendus sejak tahun lalu, tepatnya ketika mereka merilis casing PC pertamanya, dan sekarang upaya tersebut terus dilanjutkan hingga mencakup lebih banyak kategori seperti all-in-one (AIO) liquid cooler, kipas casing, dan power supply unit (PSU).

Kita awali dari AIO liquid cooler-nya terlebih dulu, yakni Razer Hanbo. Seperti produk serupa dari banyak brand lain, Hanbo merupakan hasil kolaborasi Razer bersama Asetek. Artinya, kalau Anda sudah familier dengan mayoritas AIO liquid cooler yang beredar di pasaran, Anda pasti tidak akan kesulitan memasang Hanbo di PC Anda.

Hanbo hadir dalam dua ukuran radiator: 240 mm atau 360 mm. Wujudnya secara keseluruhan tampak sleek, khas produk-produk Razer pada umumnya. Lucunya, berhubung logo Razer tidak bisa kita bolak-balik dan akan tetap terlihat normal dalam orientasi apapun, posisi pompanya pun tidak terbatas pada satu konfigurasi casing saja.

Agar PC Anda bisa terlihat semakin meriah, ada kipas Razer Kunai yang hadir dalam ukuran 120 mm atau 140 mm. Layaknya kipas komputer modern, Kunai juga mengadopsi teknologi pulse width modulator (PWM), dan Razer pun turut menawarkan aksesori opsional PWM PC Fan Controller yang bisa mengakomodasi hingga 8 unit Kunai sekaligus. Pengaturan fan curve-nya dapat langsung diakses melalui software Razer Synapse.

Selanjutnya, ada PSU modular Razer Katana yang tingkat efisiensinya memenuhi standar 80 Plus Platinum. Razer tidak bilang siapa produsen aslinya (OEM), tapi yang pasti Katana tersedia dalam berbagai kapasitas, mulai dari 750 sampai 1.200 watt. Buat yang bujetnya tidak terbatas, tersedia pula varian 1.600 watt dengan efisiensi 80 Plus Titanium.

Kecuali Katana, Razer bakal memasarkan produk-produk komponen barunya ini di antara bulan Oktober-November tahun ini juga. Sejauh ini yang sudah punya harga resmi barulah Kunai (mulai $45) dan PWM PC Fan Controller ($50). Harga tersebut menempatkannya di segmen premium, dan saya tidak akan terkejut seandainya Hanbo dan Katana juga demikian.

Razer cukup serius menghadapi pasar komponen PC ini. Saking seriusnya, mereka tidak segan merekrut Richard Hashim untuk memimpin divisi barunya ini. Buat yang tidak tahu, Richard Hashim merupakan salah satu karyawan pertama yang direkrut oleh Corsair di tahun 1995. Pengalamannya di bidang komponen PC tentu sudah tidak perlu diragukan lagi.

Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, bukan tidak mungkin kita bisa merakit PC sepenuhnya menggunakan produk-produk Razer.

Lineup kursi gaming baru: Razer Enki

Dalam kesempatan yang sama, Razer turut memperkenalkan lineup kursi gaming anyar bernama Enki. Kursi ini terdiri dari tiga model yang berbeda (urut dari yang paling murah): Enki X, Enki, dan Enki Pro.

Berbeda dari Razer Iskur yang berfokus pada aspek ergonomi untuk memberikan postur duduk terbaik, Enki sepenuhnya memprioritaskan aspek kenyamanan. Jadi, kalau Anda mau duduk dalam posisi yang ideal, pilih Iskur. Namun kalau Anda ingin duduk selama berjam-jam nonstop, Enki bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.

Menurut Razer, rahasianya terletak pada distribusi berat yang optimal. Bagian dudukan Enki telah dirancang supaya tekanan pada area panggul bisa merata di antara sisi kiri dan kanan, dan ini diyakini bisa membuat pengguna lebih nyaman duduk berlama-lama tanpa perlu mengubah posisinya.

Lebih lanjut, area dudukan Enki cukup lebar di angka 21 inci, dan kadar empuk bantalannya berbeda dari yang disematkan di bagian sandaran. Bagian yang menempel ke punggung ini sendiri tetap dilengkapi penopang lumbar, meski memang tidak adjustable seperti milik Iskur. Kemiringannya (recline) bisa diatur sampai 152°.

Enki memiliki sandaran punggung yang cukup lebar dan berkontur. Di bagian kepala, terdapat bantalan memory foam yang bisa dilepas-pasang. Untuk materialnya, Enki menggunakan kain sekaligus kulit sintetis. Lalu untuk sandaran tangannya, Enki sudah dibekali 4D armrest.

Kalau mau material yang lebih premium, maka konsumen bisa melirik Enki Pro yang menukar bahan kain tersebut dengan alcantara. Bantalan di sandaran punggungnya juga mempunyai tingkat kepadatan yang berbeda; agak keras di bagian pinggir, tapi lebih empuk di area tengah. Agar lebih praktis, bantalan untuk kepalanya bisa dilepas-pasang secara magnetis ketimbang mengandalkan strap.

Selisih harga di antara keduanya cukup jauh; Enki dibanderol $399, sementara Enki Pro dipatok $999. Alternatifnya, tersedia pula Enki X yang dihargai cuma $299. Khusus model termurah ini, ia tidak punya bantalan kepala dan hanya dibekali dengan 2D armrest.

Sumber: Razer.