Tag Archives: ready to cook

Green Butcher brand khusus di bawah yang Burgreens khusus menangani distribusi daging nabati sebagai alternatif daging sapi dan ayam untuk konsumen vegan

Green Butcher dan Misinya Populerkan Makanan Vegan Daging Nabati

Founder Burgreens Helga Angelina Tjahjadi dan Max Mandias menyadari, adanya pandemi yang dimulai oleh virus yang ditransmisi melalui hewan, membawa suatu dorongan untuk beralih ke protein nabati karena memiliki keamanan makanan yang tinggi dan lebih ramah terhadap lingkungan. Oleh karenanya, pola makan harus segera diubah.

Akan tetapi, Burgreens yang merupakan restoran makanan sehat berbasis nabati, tidak bisa melakukan misi tersebut sendirian karena mereka belum bisa mengakomodasi kebutuhan protein untuk masak di rumah. Sehingga dibutuhkan brand baru yang khusus menangani segmen tersebut.

Dorongan tersebut juga datang dari eksternal, ia mengaku pihaknya mendapat banyak permintaan dari konsumen loyal Burgreen dan rekan bisnis restoran untuk bisa membeli alternatif daging sapi dan ayam yang selama ini baru bisa dinikmati saat berkunjung ke restoran Burgreens.

“Kami pun akhirnya meluncurkan Green Butcher di tengah pandemi, tepatnya di September 2020. Target konsumen kami adalah semua orang yang peduli kesehatan diri dan lingkungan, namun menyukai rasa daging,” ucap Helga dalam wawancara bersama DailySocial.

“Daging nabati” ini sebenarnya terbuat dari jamur, kedelai non-GMO, buncis, dan seitan (gluten gandum). Bahan-bahan lainnya diambil dari petani lokal di Indonesia, misalnya garam laut yang berasal dari Bali, rempah-rempah (i.e. kunyit, lengkuas, dan serai) dari Jawa, dan minyak kelapanya bersumber dari pohon kelapa yang tumbuh secara berkelanjutan di Riau.

Dari segi rasa, Green Butcher mengambil pendekatan seperti Burgreens yang mengambil cita rasa dari kuliner Indonesia dan Asia, seperti Beefless Rendang, Chick’n Satay Taichan, dan Chink’n Karage. Tak hanya itu, mereka juga meluncurkan Vegan Boba yang mendapat respons baik dari konsumen.

Seluruh menu ini adalah makanan kemasan (Consumer Packaged Goods/CPG) yang siap masak (ready-to-cook) oleh konsumen di dapurnya masing-masing. Ada dua jenis bisnis yang dijalankan oleh Green Butcher, yakni B2C dan B2B. Untuk B2C, perusahaan bekerja sama dengan jaringan supermarket di berbagai kota dan melalui kanal digital untuk distribusi ke konsumen.

“Kami memiliki Production Facility yang berfungsi sebagai distribution center. Dari sinilah semua produk Burgreens dan Green Butcher didistribusikan.”

Sementara dengan B2B, perusahaan bekerja sama dengan pemain restoran menjadi penyuplai untuk menu daging nabati. Salah satu yang sudah terealisasi adalah bersama Starbucks yang meluncurkan meatless pastry line menggunakan Beefless Chucks milik Green Butcher.

“Kami juga sedang menyiapkan peluncuran produk plant-based dengan dua grup F&B ternama di Indonesia yang sangat terkenal dengan meat selection dan japanese food mereka.”

Helga berharap para brand F&B ini ke depannya semakin banyak yang terlibat dalam gerakan menghadirkan menu plant-based untuk mengakomodasi lebih banyak konsumen yang ingin makan protein dengan sehat dan aman.

Co-Founder Burgreens Max Mandias & Helga Angelina / Burgreens
Co-Founder Burgreens Max Mandias & Helga Angelina / Burgreens

Terima pendanaan tahap awal

Menariknya, meski usia Green Butcher belum menginjak satu tahun, sudah mengantongi pendanaan tahap awal sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) yang dipimpin Unovis Asset Management, Teja Ventures, diikuti oleh SavEarth Fund yang berorientasi pada dampak lingkungan dari James dan Suzie Cameron, Phi Trust, C4D, dan investor individu Elisa Khong, Michal Klar, dan Simon Newstead.

Teja Ventures merupakan salah satu investor Burgreens yang turut masuk dalam sejumlah putaran investasi yang digelar.

Dalam keterangan resmi, Managing Director Unovis Asset Management Kim Odhner mengungkapkan rasa terhormatnya karena bisa mendukung pekerjaan penting yang sedang dilakukan Green Butcher.

“Helga Angelina dan seluruh tim telah membuat kemajuan yang mengesankan selama setahun terakhir, dan Unovis bertujuan untuk memanfaatkan pengalaman unik dan posisi industrinya untuk membantu meluncurkan pembangkit tenaga listrik nabati yang inovatif ini kepada khalayak global,” terang Odhner.

Helga menyebut, dana segar akan dimanfaatkan perusahaan untuk mengembangkan tim R&D, meningkatkan produksi, dan masuk ke jaringan pengecer utama pada Q2 2021.

Secara terpisah, Helga mengatakan Unovis adalah investor global terdepan khusus di industri alternatif protein. Nantinya mereka akan membantu proses peluncuran Green Butcher sebagai brand global. “Kami sangat bersyukur bisa bekerja dengan highly experienced investor seperti Unovis,” tutupnya.

Brambang ReadyToEat

Startup Agritech Brambang Kenalkan “ReadyToEat”, Layanan Pemesanan Bahan Makanan Siap Masak

Setelah hadir sejak 2017 lalu menawarkan produk bawang merah, cabai, kentang, dan kebutuhan dapur lainnya, platform agritech Brambang kini mulai menjajah lini produk lainnya. Yang baru diluncurkan adalah layanan pesan-antar makanan siap saji “ReadyToEat”.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Brambang Dustin Haliman mengungkapkan, perusahaan melihat adanya peluang untuk menghadirkan ReadyToEat sebagai solusi makanan yang praktis di tengah kesibukan.

“Zaman sekarang banyak orang tidak ada waktu untuk masak di rumah. Pergi makan keluar atau delivery (pesan-antar) belum tentu praktis dan ideal. Produk ReadyToEat dapat disimpan di kulkas, siap setiap saat, dan memungkinkan konsumen untuk menikmati makanan enak tanpa repot masak.”

Saat ini layanan ReadyToEat Brambang hanya tersedia di Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, Bekasi dan Kabupaten Bekasi (hanya kecamatan Cikarang Selatan dan Tambun Selatan). Untuk memastikan kualitas makanan terpantau dengan baik kondisinya, Brambang tidak memanfaatkan konsep cloud kitchen. Semua produksi dilakaukan secara langsung di central kitchen milik mereka.

“Kondisi saat ini membuat setiap orang berjaga-jaga tidak terkecuali dalam memilih makanan, hal itu yang mendorong Brambang’s Kitchen menghadirkan makanan ReadyToEat sehingga masyarakat tidak perlu khawatir saat hendak menyantapnya,” ujar Dustin.

Layanan pesan antar makanan siap masak dan siap saji yang sebelumnya sudah hadir di antaranya adalah CooklabHomeadeKulina, GorryGourmet dan Yummybox.

Pandemi mendorong akselerasi layanan baru

Salah satu faktor penunjang bagi Brambang untuk kemudian meluncurkan layanan ReadyToEat adalah, pandemi yang mendorong lebih banyak masyarakat untuk melakukan pembelian secara online. Meskipun tidak meninggalkan produk terdahulu, saat ini fokus dari Brambang adalah memperkenalkan lebih luas lagi layanan ReadyToEat.

“Seperti pada umumnya selama pandemi banyak orang mentransisi ke pembelanjaan secara online untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk pembelian produk makanan. Kami di Brambang senantiasa berinovasi untuk membuat makanan yang enak, bermutu, dan praktis menjadi aksesibel pada masyarakat,” kata Dustin.

Tidak disebutkan lebih lanjut seperti apa strategi monetisasi yang dilancarkan dan berapa jumlah pengguna aktif Brambang hingga tahun 2021 ini. Namun perusahaan menjamin semua produk yang dijual di Brambang telah melewati proses kontrol mutu internal dan dikirim dengan fasilitas pendingin untuk menjamin kesegaran produk saat diterima oleh konsumen. Untuk memudahkan proses pembelian, Brambang juga telah meluncurkan aplikasi versi Android yang kini bisa diunduh oleh pengguna.

“Target Brambang adalah untuk memperkenalkan produk ReadyToEat kepada masyarakat secara luas dan untuk terus mengembangkan pilihan-pilihan makanan ReadyToEat,” kata Dustin.

Application Information Will Show Up Here
Homade menawarkan katering online dengan pilihan menu beragam dengan harga terjangkau / Homade

Katering Online Homade Manfaatkan Mitra Masyarakat, Siapkan Makanan “Ready to Cook”

Besarnya potensi bisnis kuliner juga dimanfaatkan sejumlah startup untuk mengembangkan berbagai layanan. Layanan yang dilirik startup adalah katering online berbahan ready to cook dengan memanfaatkan mitra masyarakat umum. Startup yang mencoba menyasar layanan tersebut adalah Homade.

Didirikan pada tahun 2017 lalu, Homade sudah menjual rata-rata lebih dari 7 ribu order per bulannya. Layanan ini sudah tersedia di Jakarta, Bekasi, dan Pekalongan dengan mitra ibu-ibu rumah tangga yang berjumlah lebih dari 300 orang. Kepada DailySocial, CEO dan Founder Homade Munsi Liano mengungkapkan, Homade dibangun dengan konsep sociopreneur. Homade mengklaim tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga menyejahterakan masyarakat.

“Homade bergerak di dalam industri makanan (katering) yang memiliki standar kesehatan, rasa, kualitas yang tinggi, namun harganya sangat terjangkau. Homade menghilangkan biaya terbesar dalam bisnis kuliner, yaitu tempat dapur dan koki masak.”

Cara kerja Homade

Untuk memastikan produk yang dimiliki memiliki kualitas dan harga yang terbaik, Homade menerapkan tiga langkah saat menyiapkan produk makanannya, diawali dengan pre-preparation. Pada tahapan ini, tim menyiapkan bahan makanan dan bumbu dalam bentuk RTC (Ready to Cook) dengan panduan rasa, kualitas, dan kebersihan yang tinggi.

Proses berikutnya adalah food assembly. Di proses ini tim produksi menyimpan bahan RTC, mengontrol kualitas makanan yang sudah siap kemas, dan mengemas makanan siap jadi ke konsumen.

Ibu-ibu rumah tangga yang sudah dapat info order akan mengambil bahan RTC dan mengolahnya menjadi makanan di dapur pribadi mereka yang sudah diawasi dan dikontrol tim Homade sesuai standar yang dipilih.

Home chef lalu mengantarkan makanan yang telah dimasak kembali ke lokasi food assembly. Di sana dilakukan pengujian makanan, mengambil sample makanan untuk diperiksa, menjamin kebersihan makanan yang dikemas, dan memastikan aman dan bebas dari debu sebelum semua paket dikirim kepada konsumen.

“Kemudian food assembly melakukan perakitan dan pengemasan makanan dengan standar yang tinggi sebelum dikirim ke pelanggan. Ini adalah tahapan terakhir kami,” kata Musni.

Perluasan wilayah layanan

Disinggung tentang apa yang membedakan layanan Homade dengan layanan serupa yang sudah banyak tersedia di Jakarta (Berrykitchen, Gorry Gourmet, Kulina), Musni menegaskan Homade memberikan harga yang terjangkau dan ideal untuk berbagai kalangan, baikkalangan menengah ke bawah maupun perusahaan yang membutuhkan layanan katering makanan dalam jumlah besar.

“Dengan harga tersebut pelanggan sudah bisa mendapatkan menu lengkap yang bisa dipesan menggunakan aplikasi Homade,” kata Musni.

Terkait strategi monetisasi, Homade mendapatkan keuntungan dari penjualan makanan dengan net profit 12% di tahun 2018. Melihat perkembangan yang ada, tahun depan Homade akan menerapkan 23% komisi dari mitra. Masih fokus ke pengembangan produk, Homade menjadi salah satu startup yang masuk dalam program GnB Accelerator batch keempat.

“Rencana kami sampai Juni 2019 adalah membuka 35 cabang di 5 kota besar dengan target penjualan kami mencapai 40 ribu order per bulannya,” tutup Musni.

Application Information Will Show Up Here

Luncurkan Program Berlangganan, BlackGarlic Berharap Jaring 20 Ribu Pengguna Aktif

Setahun sudahBlack Garlic resmi berdiri. Di umur yang masih mudanya ini, fokus utama kini masih terpaku bagaimana caranya bisa mendapatkan pengguna aktif sebanyak-banyaknya. Sejak September lalu BlackGarlic memperkenalkan layanan terbarunya yakni program berlangganan.

Kepada DailySocial, Michael Saputra selaku CEO dan Founder BlackGarlic menerangkan mendapatkan pelanggan baru adalah tantangan terbesar perusahaan. Michael menyebutkan program berlangganan ini ditargetkan dapat menjaring 20 ribu pelanggan sampai dua tahun mendatang.

Selain itu, pihaknya juga akan menambah cakupan wilayah operasi. Kota yang akan disasar dalam waktu dekat adalah Bandung. Sementara ini, Black Garlic baru beroperasi di kawasan Jabodetabek.

Tak hanya itu, BlackGarlic juga akan menempuh jalur pemasaran secara offline. Kebanyakan konsumen BlackGarlic adalah kalangan ibu rumah tangga yang belum terlalu memahami berbelanja secara online.

“Tantangan terbesarnya adalah akuisisi konsumen baru. Harus ada penyesuaian marketing channel. Jadinya kami juga banyak mengadakan kegiatan secara offline. Ini fokus utama kami,” terangnya.

BlackGarlic juga akan gencar menjalin kemitraaan dengan perusahaan fast-moving consumer goods (FMCG) untuk joint marketing. Rencananya, tahun depan BlackGarlic akan meluncurkan aplikasi smartphone untuk Android.

Sepanjang tahun ini, sambung Michael, BlackGarlic telah mengembangkan menu. Kini tersedia 11 varian menu yang akan selalu diperbarui tiap minggunya, untuk sarapan, makan siang, malam, menu bekal anak, hingga pencuci mulut. Untuk skema pemesanannya, konsumen bisa memanfaatkan fitur berlangganan secara harian atau mingguan.

Mereka bisa dengan leluasa memilih jumlah menu dan porsi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bila konsumen memesan selama satu pekan, akan mendapat satu boks yang isinya berbagai macam menu sesuai pesanan mereka. Tersedia juga instruksi memasak yang mudah diaplikasikan dan siap santap kurang dari 30 menit.

Michael memberikan jaminan seluruh porsi makanan yang disediakan sudah memenuhi takaran untuk satu resep, sehingga tidak ada sisa makanan yang terbuang. “Sejak pertama kali berdiri, ada banyak penambahan produk. Awalnya kami masih berupa layanan untuk makan malam saja dengan model a la carte, sekarang sudah banyak menu lebih variatif.”

Dia menerangkan, seluruh proses pemilihan menu, hingga pengemasan dilakukan oleh tim Black Garlic. Sementara, untuk pengirimannya dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Salah satu perusahaan logistik yang sudah menjadi mitra BlackGarlic adalah NinjaExpress.

Untuk pengadaan bahan makanan, BlackGarlic bekerja sama dengan supplier spesifik. Misalnya, daging ayam membeli ke salah satu anak usaha Japfa, untuk sayuran membeli langsung ke petani di Lembang, Bandung.

“Untuk pengadaan bahan, kami spesifik bekerja sama dengan supplier yang memang khusus menyediakan bahan-bahan tertentu.”

Kompetitor yang head to head dengan BlackGarlic untuk layanan seperti ini adalah Berry Kitchen. Startup tersebut memiliki menu layanan Ready to Cook, sama seperti produk utama yang dimiliki oleh BlackGarlic.

Dalam perkembangannya untuk memperluas fasilitas produksi perusahaan dan meningkatkan upaya pemasaran, BlackGarlic telah mendapatkan investasi awal dari Skystar Capital dan Convergence Ventures pada Januari lalu.

BerryKitchen Luncurkan Layanan Pengiriman Makanan Siap Masak

Tidak lama setelah mendapatkan pendanaan seri-A, startup delivery makanan siap santap BerryKitchen secara resmi mengumumkan peluncurkan produk terbaru yaitu Ready-to-cook. Alih-alih mengirimkan makanan siap santap, BerryKitchen yang semula fokus di layanan katering online, kini melakukan diversifikasi dengan melakukan pengiriman untuk bahan baku, bumbu dan resep siap masak.

Layanan ini mentargetkan masyarakat modern yang tetap menghargai makanan rumahan yang dimasak sendiri, namun memiliki keterbatasan waktu untuk berbelanja bahan baku dan bumbu. “Kami melihat bahwa banyak warga Jakarta, terutama para wanita muda, yang ingin memasak di rumah namun memiliki keterbatasan waktu untuk belanja bahan, memotong, mengukur jumlah takaran ataupun mencuci bahan-bahan makanan yang diperlukan untuk memasak,“ ujar Cynthia Tenggara, Co-Founder dan CEO BerryKitchen. “Ready-To-Cook memberikan solusi memasak yang mudah dan menyenangkan untuk dilakukan di dapur mereka sendiri”

Di Amerika Serikat, startup dengan model seperti ini, Blue Apron, memiliki valuasi hampir mencapai $2 milyar. Tidak mengherankan jika investor lokal menginginkan hal yang serupa di Indonesia. Apalagi mengingat potensi bisnis katering online yang sangat menjanjikan, bahkan pemain dari negara tetangga-pun mulai melirik untuk masuk.

Tidak lama setelah membukukan pendanaan dari Sovereign Capital dua bulan lalu, tim DailySocial mengunjungi BerryKitchen dan berbincang dengan CEO Cynthia Tenggara. Simak pembicaraan kami dengan Cynthia di seri DScussion berikut:

Suka Memasak tapi Malas Menyiapkan Bahan? Manfaatkan Layanan Baru dari BerryKitchen

Saat kita menonton acara memasak di televisi, seringkali kegiatan dapur tersebut terlihat begitu menyenangkan. Kok bisa? Karena sang host hanya perlu menerapkan keahliannya sembari menjalani langkah demi langkah yang ada pada resep; semua bahan yang diperlukan telah disiapkan dalam takaran yang pas. Continue reading Suka Memasak tapi Malas Menyiapkan Bahan? Manfaatkan Layanan Baru dari BerryKitchen

Layanan Pengantaran Bahan Makanan Siap Masak Black Garlic Targetkan Perolehan Seed Funding Akhir Tahun Ini

Black Garlic ingin memperoleh keuntungan first mover di segmen pengantaran bahan makan siap masak / DailySocial

Segar setelah mengundurkan dari Klik-eat, Michael Saputra dan Willy Haryanto tak membuang-buang waktu dan langsung mendirikan startup baru Black Garlic sejak 2 Juli lalu. Black Garlic menyediakan layanan preplan home meal kit delivery, atau pengantaran bahan-bahan makanan siap masak. Mereka menggandeng Olivia Wongso, anak ahli kuliner William Wongso sebagai salah satu co-founder. William Wongso sendiri terlibat di Black Garlic sebagai advisor.

Continue reading Layanan Pengantaran Bahan Makanan Siap Masak Black Garlic Targetkan Perolehan Seed Funding Akhir Tahun Ini