Tag Archives: Regi Wahyu

XPOS diawali untuk seluruh desa di Indonesia untuk membantu monetisasi aset digital dalam bentuk Hara Token

Hara dan Pundi X Siapkan XPOS, Point of Sales Berbasis Blockchain

Layanan agritech berbasis data Hara dan layanan fintech berbasis blockchain Pundi X menyiapkan XPOS, sebuah perangkat point of sales berbasis blockchain yang akan didistribusikan ke petani untuk memfasilitasi pengumpulan data dan inklusi keuangan yang diawali untuk seluruh desa di Indonesia. Nantinya perangkat ini akan dikembangkan untuk tujuh negara berkembang yang menjadi target pasarnya.

Hara selama ini mengumpulkan data secara real time tentang informasi pertanian dan memberikan insentif kepada pemain ekosistem dalam bentuk aset digital, berupa Hara Token. XPOS menjadi alat yang memfasilitasi transaksi menggunakan Hara Token ini.

XPOS segera didistribusikan ke setiap daerah yang berpartisipasi, dengan perkiraan pemakaian satu perangkat untuk setiap 200 petani. Tahun lalu Hara disebut telah mengumpulkan data pertanian dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.

Pemanfaatan XPOS sebagai cara monetisasi Hara Token diharapkan membantu mendorong inklusi finansial. Disebutkan banyak petani yang sampai sekarang masih unbanked dan tidak mampu mencari bantuan ke bank (misalnya karena membutuhkan jaminan sertifikat tanah atau kepemilikan NPWP) untuk mendorong peningkatan kualitas hidupnya.

Hara sendiri saat ini sedang melakukan proses ICO melalui Liquid ICO Market dan Tokenomy Launchpad.

Prioritas di tujuh negara berkembang

Selain Indonesia, Hara memiliki prioritas di tujuh pasar pertanian di wilayah Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika Timur. Mereka berharap bisa menjangkau hingga dua juta mitra pengguna di kawasan ini di masa depan.

Data pertanian tersebut dimanfaatkan, menggunakan teknologi big data dan IoT, untuk meningkatkan efisiensi sumberdaya pertanian dan menghindari pemborosan. Keuntungan tersebut diklaim secara langsung dapat menguntungkan para petani.

“Tujuan kami adalah untuk membawa manfaat teknologi blockchain dan pembayaran digital kepada konsumen yang tidak memiliki rekening bank serta meningkatkan inklusi keuangan dan kemandirian. Kami bangga XPOS akan segera diluncurkan diantara jaringan mitra pertanian HARA, serta mampu membantu memfasilitasi rencana mereka menjadi lebih baik, misalnya menjadi sektor yang siginifikan dalam berkontribusi di perekonomian dunia dan kehidupan ratusan juta orang bergantung pada sektor ini,” ujar Constantin Papadimitriou, Presiden dan Co-Founder Pundi X.

Regi Wahyu, CEO Hara, menambahkan, “Hara dibentuk dan didedikasikan untuk menghubungkan bagian yang hilang di pertanian global demi kepentingan semua orang yang terlibat dalam rantai pasok (supply chain). Data yang sudah kami kumpulkan dari petani membawa manfaat bagi sektor riil lainnya, seperti transportasi, konsumen, serta apapun kepentingan penjualan barang/jasa dan terutama kepada pemerintah.”

“Kehadiran XPOS dalam ekosistem kami, memungkinkan untuk menghubungkan mata rantai yang hilang, yaitu tahap proses pelayanan pembayaran digital untuk populasi yang sebagian besar tidak memiliki rekening bank dalam sektor yang ingin kami atasi, yakni sektor pertanian global.”

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here
Peresmian Indonesia Blockchain Hub / DailySocial

Peresmian Indonesia Blockchain Hub Jadi Langkah Awal Percepat Pertumbuhan Blockchain

Untuk mendukung percepatan pertumbuhan teknologi blockchain di Indonesia, KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), Asosiasi Blockchain Indonesia, Bekraf, dan HARA meresmikan Indonesia Blockchain Hub, sebuah wadah untuk menampung pegiat blockchain di Indonesia maupun global untuk saling berbagi dan belajar pengalaman.

Selain untuk belajar, wadah ini juga menyediakan tempat pelatihan dan coworking space sehingga pada akhirnya dapat menciptakan talenta baru yang mahir di bidang blockchain dapat menyajikan ide baru untuk solusi berbasis blockchain. Indonesia Blockchain Hub ini terletak di kantor HARA, di kawasan Senopati, Jakarta.

“Kita ingin mendedikasikan tempat ini untuk tempat berkumpul orang-orang yang ingin belajar soal blockchain. Ke depannya bakal rutin diadakan meetup. Kami telah adakan meetup mendatangkan narasumber dari Taiwan dan Jepang,” terang Founder dan CEO HARA Regi Wahyu, Kamis (16/8).

Supervisory Board KADIN Yos Ginting menambahkan selama ini pemahaman orang Indonesia terhadap teknologi blockchain masih bisa dikatakan cukup awam. Ada yang menyamakan blockchain dengan bitcoin atau cryptocurrency. Pengetahuan yang kurang soal aplikasi blockchain untuk mengatasi tantangan yang menyangkut data, transaksi, keamanan, dan lain-lain.

“Hub ini bisa mendukung ekosistem blockchain untuk diaplikasikan secara nyata, seperti HARA lakukan. Bisa memberikan solusi baru yang selama ini belum dimungkinkan,” ujar Yos.

Masih sama-sama belajar

Lantaran pengetahuan orang Indonesia yang masih mendasar ini, menurut Regi, berdampak pada masih dasarnya fitur-fitur yang sudah diimplementasikan oleh berbagai industri. Namun baginya, hal ini justru bisa menjadi momen yang tepat untuk Indonesia bisa menjadi terdepan dalam implementasi blockchain.

Pasalnya, dunia saat ini berada di tahap yang sama terkait perkembangan blockchain. Setiap negara masih belajar, belum ada benchmark yang pas untuk dijadikan sebagai acuan dalam membuat regulasi. Satu-satunya negara yang terdepan dalam hal ini adalah Singapura.

Regi mencontohkan, salah satu bank yang sudah memanfaatkan blockchian adalah BNI. Bank ini meminta bantuan dari HARA untuk mendapatkan informasi tentang calon debitur dari kalangan petani dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

HARA kini memiliki 5 ribu data petani, 1.000 di antaranya mendapatkan pinjaman KUR dari BNI. Diklaim dengan blockchain ini, BNI melihat tingkat pengembalian kredit yang lebih lancar dibandingkan sebelumnya.

“Dari proyek kami dengan BNI, disebutkan pengembalian kredit dari para petani yang sudah menerima KUR cukup lancar. Tentunya ini jadi penyemangat kami untuk mengembangkan teknologi blockchain secara lebih advance.”

Di Korea Selatan, meski negara ini cukup maju dalam hal teknologi. Namun pemerintahnya juga masih belajar soal blockchain. Hal ini diterangkan oleh CCO Yello Digital Mobile Jonathan Lee. Dia menceritakan bahwa 55% transaksi perdagangan cryptocurrency di dunia itu berasal dari Negeri Gingseng tersebut.

Tingginya minat masyarakat Korea Selatan terhadap crypto, menurutnya disebabkan karena peredaran gosip orang tiba-tiba jadi kaya raya berkembang secara mouth-to-mouth.

“Hampir semua orang Korea tiba-tiba jadi familiar dengan crypto, apalagi didukung oleh penetrasi internet yang begitu baik dan fasilitas perbankan yang sudah maju jadi beberapa faktor penyebabnya,” terang Lee.

Yos Ginting menambahkan, “Karena keahlian kita yang sama dengan yang di luar negeri, diharapkan ke depannya masyarakat bisa lebih melihat manfaat yang dibawa blockchain daripada bahas teknologinya saja.”

CEO HARA Regi Wahyu dalam sebuah kesempatan roadshow / HARA

HARA Ingin Bantu Atasi Isu Perekonomian Lewat Pertukaran Data Berbasis Blockchain

Industri pertanian di Indonesia masih memiliki isu, salah satunya mengenai efisiensi produksi. Isu tersebut seringkali jadi masalah tersendiri lantaran minimnya informasi yang bisa didapatkan oleh para petani. Tak hanya itu, di sektor pangan yang notabenenya dekat dengan pertanian juga sama. McKinsey Research pernah merilis hasil penelitian yang menyatakan sekitar 30% produksi pertanian dan makanan terbuang sia-sia karena kurangnya informasi dan terjadi kerugian sekitar US$940 miliar setiap tahunnya.

HARA pun hadir dengan semangat mengatasi isu tersebut. Secara operasional, perusahaan hadir di Indonesia sejak 2015 sebagai wilayah proyek percontohan. HARA memiliki kantor di Singapura yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis dan kerja sama.

Di Indonesia, HARA melakukan pengembangan dan penyebaran aplikasi dengan menjalin kerja sama dengan antar lembaga. Seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LSM atau NGO), instansi keuangan, dan aktif melakukan penelitian pertanian di beberapa daerah.

Kepada DailySocial, CEO HARA Regi Wahyu menuturkan pihaknya membangun HARA untuk mewujudkan kesejahteraan perekonomian melalui pertukaran data (data-exchange) terdesentralisasi berbasis teknologi blockchain. Dengan demikian dapat menunjang keputusan berdasarkan data dan informasi yang tepat dan bermakna bagi masyarakat.

“Dengan fokus awal di sektor pangan dan pertanian, HARA adalah solusi berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan dalam pasar pertukaran data untuk sektor-sektor yang paling memiliki dampak sosial di dunia,” terang Regi.

Model bisnis

HARA memanfaatkan data terdekat (near time data) yang dinilai akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan menciptakan efisiensi pasar. Dalam prosesnya, tim HARA mengumpulkan data dari berbagai pemangku kepentingan selama dua tahun terakhir.

Mereka terdiri dari penyedia data (data provider) yang menyerahkan data mereka di HARA; pembeli data (data buyer) yang membutuhkan data untuk proses pengambilan keputusan. Selain itu ada juga penilai data (data qualifier) untuk menjamin kualitas data; dan terakhir ada layanan yang membantu pengguna mengubah data menjadi informasi rujukan dan laporan.

Ada insentif yang diberikan dalam platform HARA untuk memotivasi penyedia data dalam mengajukan data dan menghasilkan skalabilitas yang tepat. Penyedia data akan dihargai dengan insentif berupa token dan poin loyalitas, setelah mereka menyumbangkan data faktual seputar informasi tentang tanah, prakiraan cuaca, dan data KYC di seluruh Indonesia.

Kios penukaran poin loyalitas / HARA
Kios penukaran poin loyalitas / HARA

Pada tahap lebih lanjut, HARA akan menggunakan smart contract untuk memastikan terpenuhinya segala hal yang tercantum dalam persetujuan dari pemilik data berdasarkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang dianut Uni Eropa.

HARA dapat diakses melalui aplikasi dan dashboard dengan fungsi yang berbeda. Aplikasi digunakan untuk mempercepat akuisisi data bagi perusahaan data, agen lapangan, dan petani. Sementara dashboard memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan produktivitas antara 20%-30%.

Berkat model bisnis ini, sekaligus menjadi diferensiasi antara HARA dengan pemain sejenis. Regi menilai, dengan blockchain yang terdesentralisasi dapat menciptakan dampak sosial. Untuk itu, pihaknya memulai dari sektor pangan dan pertanian, berikutnya menjalar ke sektor lainnya yang paling berdampak bagi masyarakat. Contohnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan hiburan.

Di samping itu, proyek percontohan yang sudah dijalankan diklaim sudah menunjukkan hasil awal yang menjanjikan khususnya bagi petani. Beda halnya dengan perusahaan lainnya yang masih berada di tahap konsep.

“Kami merupakan inisiatif dari para pendiri dan tenaga ahli teknologi dari Dattabot yang sudah berpengalaman di bidang big data analytics sejak 2003. Kami juga berkolaborasi dengan penasihat dan mitra berkaliber tinggi berskala global.”

Untuk pendanaannya, HARA menggelar penjualan pribadi Initial Coin Offering (ICO) dengan token ERC20 yang bakal digelar pada akhir Juni 2018. HARA menawarkan 1,2 juta keping token, harapannya dana yang terkumpul berkisar antara US$5 juta sampai US$25 juta.

Dana tersebut akan digunakan untuk implementasi proyek (45%), pengembangan produk (37%), pengembangan bisnis (8%), dan sisanya untuk operasional dan cadangan.

Tantangan dan rencana berikutnya

Regi melanjutkan tantangan yang saat ini masih dihadapi HARA mengenai tahap implementasi itu sendiri. Setiap desa menurutnya memiliki karakter dan keunikan masing-masing, serta lanskap tanaman pangan kebanyakan didominasi oleh petani berskala kecil.

Untuk itu, pihaknya melakukan kolaborasi dengan mitra strategis seperti LSM dan pemerintah yang memiliki pemahaman tentang lanskap pertanian daerah.

Pada tahun ini HARA menargetkan dapat memperluas wilayah proyek percobaan hingga ke Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Timur dengan total 400 wilayah baru. Selain Indonesia, HARA ingin ekspansi ke negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Kenya, Uganda, Meksiko, dan Peru.

“Kami menargetkan untuk menjangkau 2 juta petani untuk tergabung dalam ekosistem HARA di 2020 mendatang,” tutupnya.

Di Balik Pergantian Identitas Mediatrac Menjadi Dattabot

Ada yang baru dari salah satu perusahaan Big Data Analytics terkemuka di Indonesia, Mediatrac. Per tanggal 30 Agustus 2016 kemarin yang bertepatan dengan festival Data for Life, nama Mediatrac sudah berganti menjadi Dattabot. Identitas baru tersebut menggambarkan nilai tambah perusahaan bagi klien mereka sebagai asisten cerdas yang membantu proses penanganan dan pengolahan data.

Dalam dunia bisnis, perubahan adalah hal yang wajar terjadi dan yang paling sering dibicarakan adalah ketika perusahaan memutuskan untuk berganti nama, ataupun logo yang menjadi “wajah” mereka di depan khalayak umum.

Jika Anda mau menelusuri, Anda akan menemukan bahwa merek-merek ternama pun melakukannya. Nokia, Nike, Apple, Facebook, Uber, Microsoft, juga Google sudah melakukannya berkali-kali. Itu semua demi beradaptasi dengan perubahan  keadaaan pasar dan permintaannya yang dinamis.

Hal yang sama pun terjadi di Indonesia dan kali ini perubahan itu dilakukan oleh salah satu perusahaan dalam bidang Big Data Analytics yang dahulu bernama Mediatrac. Kini, nama tersebut sudah berganti menjadi Dattabot untuk lebih merefleksikan bisnis mereka di bidang big data.

[Baca jugaMakna Brand Ambassador Bagi Semangat Baru elevenia]

CEO Dattabot Regi Wahyu kepada DailySocial menyampaikan, “Kami memutuskan mengganti nama menjadi Dattabot untuk lebih merefleksikan bisnis kami saat ini, yaitu sebagai perusahaan Big Data Analytics dan visi kami untuk menghubungkan semua data pada tingkat yang paling kecil (granuler).”

“Mediatrac merupakan brand lama yang merefleksikan bisnis awal kami sebagai perusahaan Media Monitoring pada tahun 2003. Seiring berjalannya waktu, kami mulai mengumpulkan data di luar Media Cetak dan Online/Digital, seperti data geo-demografi, Points of Interests, dan lain – lain. Untuk itu kami perlu membangun kapasitas untuk mengelola dan menganalisis data yang semakin besar, bervariasi, dan bertambah dengan cepat. Teknologi Big Data kemudian menjadi jawaban atas kebutuhan kami.”

“Pada tahun 2010 kami melakukan pivot menjadi perusahaan Consulting yang berbasiskan data dan akhirnya pada 2013 menjadi perusahaan Big Data Analytics,” lanjutnya.

Nama Dattabot sendiri juga mewakili ambisi perusahaan untuk menciptakan sebuah platform yang mempunyai kemampuan untuk membersihkan, memperkaya, dan menggabungkan data secara otomatis. Prosesnya rebranding-nya sendiri, disampaikan Regi, mendapat bantuan dari Thinkingroom.

Hal yang menarik dari nama Dattabot adalah arti yang ada di baliknya. Regi mengungkapkan bahwa nama Dattabot sebenarnya terdiri dari tiga elemen, yaitu Data, Bot, dan huruf “T” dalam penulisan Datta.

[Baca jugaBlibli Hadirkan “NIKE Official Store”]

“Data menggambarkan bisnis kami sebagai perusahaan Data Analytics, Bot yang merupakan kependekan robot menggambarkan kemampuan Artificial Intelligence (AI) kami untuk secara otomatis mengolah data, dan penulisan Datta dengan dua ‘T’ untuk melambangkan tiga founding partner kami, karena Datta dalam mitologi Hindu adalah inkarnasi dari tiga dewa utama [Brahma, Wisnu, dan Shiva],” jelas Regi.

Sebagai informasi, tiga founding partner Mediatrac yang kini bernama Dattabot adalah Imron Zuhri, Regi Wahyu, dan Tom Malik.

Meski telah berganti nama, visi yang dibawa oleh Dattabot tidak berbeda dengan sebelumnya, begitu juga dengan nama resmi (legal) perusahaan yang tetap menggunakan nama PT Mediatrac Sistem Komunikasi.

Satu pernyataan yang tersisa, dengan brand baru ini, apa yang ingin dicapai oleh perusahaan ke depannya?

Regi mengatakan, “Ke depannya kami akan fokus ke model bisnis baru kami sebagai platformasaservice [PaaS] yang menawarkan layanan Data Analytics. Kami ingin platform Dattabot bisa bermanfaat tidak saja untuk berbagai sektor bisnis, tapi juga untuk pemerintah dan masyarakat luas.”

Menggali Potensi Big Data untuk Kehidupan di Konferensi “Data for Life 2016”

Akhir bulan Agustus 2016 ditutup dengan manis oleh kabar baik yang datang dari dunia teknologi Indonesia. Selain berita pendanaan untuk para startup yang beroperasi di Indonesia, ada pula dua konferensi besar yang digelar. Konferensi pertama datang dari dunia fintech lewat IFFC 2016 dan konferensi kedua datang dari dunia big data lewat Data for Life 2016 yang digelar oleh Mediatrac pada hari ini (30/8) di Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta.

Konferensi Data for Life 2016 sendiri adalah festival big data kedua bagi Mediatrac setelah sebelumnya sukses menggelar Big Data Week pada 2015 silam. Melalui konferensi ini, Mediatrac ingin berbagai wawasan akan manfaat big data dalam memajukan kemanusiaan melalui berbagai rangkaian acara untuk semua kalangan. Konferensi Data for Life sendiri merupakan puncak dari rangkaian acara yang telah berlangsung sejak 27 Agustus 2016 dan akan digelar selama dua hari, mulai dari 30-31 Agustus 2016.

Suasana panel diskusi fintech dan big data di Data for Life 2016 / DailySocial
Suasana panel diskusi fintech dan big data di Data for Life 2016 / DailySocial

CEO Mediatrac Regi Wahyu mengatakan, “Festival ini kami adakan untuk membangun sebuah ekosistem kolaborasi yang dapat membantu terbangunnya masa depan yang lebih baik. Kami mengajak berbagai pihak untuk berbagi dan menggali wawasan [big data] dengan para pemikir terbaik dari seluruh dunia dan membuktikan bahwa bangsa kita bisa berinovasi dan bersaing dalam bidang teknologi yang masih baru ini.”

Dalam festival ini, Meditrac menghadirkan beberapa pembicara terkemuka di bidangnya  untuk saling bertukar pikiran mengenai manfaat penerapan big data untuk kehidupan yang lebih baik. Beberapa  yang hadir di hari pertama adalah Marc Goodman (Pengarang Buku Future Crimes), Sangeet Choudary (CEO Platform Thinking Labs), Venzha Christiawan (New Media Artist), Sunita Kaur (Managing Director Spotify Asia), para pelaku startup teknologi Indonesia seperti Aidil Zulkilfi (UangTeman) dan Belva Devara (RuangGuru), hingga Bupati Bojonegoro Drs. H Suyoto, M.Si.

Soyuto sendiri menyampaikan presentasi yang cukup menarik mengenai bagaimana Bojonegoro menerapkan Open Government Process untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya yang kini juga bekerja sama dengan Mediatrac. Mulai dari memanfaatkan platform SMS, Facebook, Radio, hingga Sistem LAPOR dan Open Data untuk mendengar berbagai keluhan masyarakat dan transparasi data.

Roadmap Open Government Process yang disampaikan Suyoto di Data for Life 2016 / DailySocial
Roadmap Open Government Process yang disampaikan Suyoto di Data for Life 2016 / DailySocial

Salah satu dampak yang terasa adalah pertumbuhan ekonomi Bojonegoro yang pada tahun 2015 mencapai 19,47 persen. Bahkan menurut Suyoto pada Agustus tahun lalu lalu World Bank melaporkan hasil studinya yang menyebutkan Bojonegoro termasuk 10 kabupaten yang berkemampuan tercepat mengurangi kemiskinan.

Hal menarik lainnya yang akan hadir dalam festival big data kedua Mediatrac datang dari keterlibatan seni yang memanfaatkan teknologi. Data for Life 2016 sendiri direncanakan akan ditutup dengan Tech-Art Exhibition yang memadukan data, teknologi, dan seni. Pameran akan berlangsung  dari 31 Agustus 2016 hingga 6 September 2016 dengan tema “Visualizing The Invisible” dan menampilkan berbagai karya seniman seperti Mioon (Korea), Hysteria (Indonesia), Angki Purbandono (Indonesia), hingga Sey Min (Korea).

“Kenapa ada komponen art? […] Karena seorang artis tidak ada bedanya dengan data scientist dalam membuat karya. […] Buat saya, antara art dan teknologi itu mempunya hubungan yang sangat erat. Bukan hanya dari sisi visualisasinya saja, tetapi juga dari sisi proses, kedekatan metodologi, dan passion-nya. […] Bikin seni itu tidak bisa sembarangan atau tiba-tiba, ada riset untuk mempelajari background dan referensinya dulu,” ujar Regi.

Booth Showcase karya tiga finalis Sci-Fi Hardware Hackathon di Data for Life 2016 / DailySocial
Booth Showcase karya tiga finalis Sci-Fi Hardware Hackathon di Data for Life 2016 / DailySocial

Selain konferensi dan pameran seni, Data for Life 2016 juga menampilkan karya dari tiga finalis yang telah mengikuti kompetisi Sci-Fi Hardware Hackathon pada 27-28 Agustus 2016 silam. Hackathon ini sendiri diklaim telah diikuti oleh 375 peserta dari berbagai kalangan dengan rentang usia mulai dari 5-40 tahun.

Tim MANTIS (Marine Technology Scientist) yang berhasil keluar sebagai pemenang utama kompetisi hackathon dengan model kubah koloni mengapung adalah tim yang berhak mendapatkan hadiah uang tunai sebesar 15 juta rupiah. Di samping itu, mereka juga akan dikirimkan untuk mengikuti hardware hackathon di LV Prasad Eye Institute Innovation Center di Hyderabad, India. Regi pun berjanji akan menjadi mentor mereka untuk mempersiapkan diri dan juga pengembangan bisnisnya nanti.

_

Disclosure: Dailysocial adalah media partner dari Data for Life 2016

Mediatrac Siap Gelar Festival Data For Life 2016

Big data sudah menjadi pembicaraan hangat dalam industri teknologi selama beberapa tahun belakangan, termasuk di Indonesia. Sebagai salah satu pemainnya di Indonesia, Mediatrac berencana untuk menggelar festival Data For Life 2016 yang akan digelar dari 27-31 Agustus 2016 di Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta. Ini adalah langkah strategis dari Mediatrac untuk berkolaborasi dengan berbagai institusi lain dalam membangun ekosistem dan membuka wawasan mengenai potensi big data analytics dan Internet of Things dalam memajukan kehidupan manusia.

Teknologi big data sendiri saat ini mulai dimanfaatkan oleh berbagai sektor bisnis sebagai sarana meningkatkan penghasilan,mengoptimalisasi proses, menggali insight untuk membantu dalam mengambil keputusan, dan masih banyak lagi.

Pun demikian, CEO Mediatrac Regi Wahyu menyebutkan bahwa sebenarnya masih banyak yang belum menyadari bahwa teknologi yang sama juga bisa dimanfaatkan untuk aspek kehidupan sehari-hari. Bahkan sudah ada yang menyentuh, seperti dalam pemanfaatan sistem smart city yang tengah digalakkan pemerintah.

Regi mengatakan, “Perkembangan teknologi big data sangat potensial, tidak hanya untuk bisnis tapi juga untuk meningkatkan kehidupan manusia secara umum. Teknologi baru ini memungkinkan Indonesia untuk bisa bersaing setara dengan negara-negara maju karena mereka juga masih belajar. Oleh karena itu kami tergerak mengajak berbagai pihak untuk membuka wawasan mengenai hal ini agar dapat memanfaatkan potensi big data dalam mendorong kemajuan di negara kita.”

“Yang menarik [dalam perhelatan kali ini] adalah kami coba ambil angle bukan hanya dari sisi teknologi. Ini mungkin pertama kalinya di Indonesia digelar International art and technology festival. Kenapa art? […] Karena ternyata proses menghasilkan karya antara art dan teknologi big data tidak jauh berbeda,” lanjut Regi menjelaskan.

Beberapa pembicara yang akan hadir dan berbagi wawasan adalah Marc Goodman (Pakar Cybersecurity dan Pengarang Buku Future Crimes), Sangeet Choudary (CEO Platform Thinking Labs), Sey Min (Data Visualization Artist), Sunita Kaur (Managing Director Spotify Asia), Julie Freeman (Artist & TED Fellow), Venzha Christiawan (Artist & Founder House of Natural Fiber), dan masih banyak lagi.

Rangkaian acara Data for Life 2016 sendiri akan terdiri dari Data for Life Conference, Sci-Fi Hardware Hackathon, Student Session, SETI Symposium, Technology & Business Workshop, dan Tech –Art Exhibition.

Data for Life merupakan festival big data yang digelar oleh Mediatrac sebagai langkah strategis untuk berkolaborasi dalam membangun ekosistem. Festival ini merupakan kelanjutan dari festival Big Data Week yang sukses di gelar pada tahun 2015 silam. Untuk informasi lebih lengkap dan reservasi tiket, Anda bisa mengunjungi tautan ini.

_

Disclosure: Dailysocial adalah media partner dari Data for Life 2016

DScussion #50: Regi Wahyu dan Prediksi Tren Big Data Analytics

Masih bersama Founder dan CEO Mediatrac Regi Wahyu, DScussion kali ini mengupas lebih jauh tentang solusi data integration milik Mediatrac dan inovasi terkini yang rencananya akan segera dirilis oleh Mediatrac dalam waktu dekat. Regi Wahyu juga berbagi prediksi mengenai tren big data analytics secara global ke depannya. Simak wawancara lengkapnya berikut ini.

DScussion #49: Mediatrac dan Industri Big Data Analytics di Indonesia

Big data dan big data analytics adalah dua hal yang menjadi hype dalam tren teknologi korporasi beberapa tahun terakhir ini. Kami berbincang dengan Regi Wahyu, CEO Mediatrac, sebuah layanan big data analytics,: tentang bagaimana industri big data analytics di Indonesia saat ini, bagaimana data ini diperoleh, dan sektor apa saja yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap teknologi.

Berikut ini adalah perbincangan DScussion dengan Regi.

Alpha JWC Ventures Soroti Fintech dan Big Data Menjadi Tren Inovasi Digital di Indonesia

Kemarin (30/3) venture capital Alpha JWC Ventures menggelar konfrensi di Hotel Kempinski, Jakarta dengan tema “Next Wave of Technology Disruption in Indonesia”. Dalam konfrensi tersebut ada dua sektor yang disorot Alpha JWC Ventures untuk jadi tren inovasi digital berikutnya di Indonesia, yakni fintech dan big data.

Konfrensi tersebut juga dihadiri oleh beberapa tokoh dan pemimpin bisnis di sektornya masing-masing. Beberapa di antaranya yaitu Mentri Perdagangan Indonesia Thomas Lempbong, Veteran Bankir Arwin Rasyid, CEO Net Mediatama Wishnutama Kusubandio, CEO Mediatrac Regi Wahyu, CTO Mediatrac Imron Zuhri dan beberapa perusahaan portofolio Alpha JWC Ventures.

Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Jefrey Joe dalam sesinya menjelaskan bahwa e-commerce dan marketplace saat ini adalah sektor yang paling diminiati di Indonesia dengan masing-masing persentasi yaitu 21 dan 17 persen. Pun begitu, fintech dan big data menunjukkan peningkatan yang signifikan di angka 10 persen dan 7 persen.

Teknologi finansial dan industri perbankan

IMG_20160330_145259

Dalam sesi panel diskusi pertama yang fokus pada teknologi finansial, veteran bankir Arwin Rasyid percaya bahwa saat ini bank di Indonesia sedang dalam masa rumit karena perkembangan teknologi. Arwin juga menuturkan bila saat ini bank masih enggan masuk ke ranah mobile maka itu sama saja dia sudah keluar dari kompetisi.

Arwin mengatakan, “Generasi milenial yang akan membentuk bagaimana bank beroperasi [di Indonesia], karena mereka digital savvy. […] Bank itu sudah mapan dan penuh dengan aturan, itulah mengapa bank harusnya merangkul startup fintech. […] Bank jangan melihat mereka [startup fintech] sebagai rival, tetapi lihat sebagai pelengkap. Bukan ide yang baik bila bank harus berkompetisi dengan startup fintech.”

Sementara itu Co-founder dan Managing Partner Will Ongkowidjaja menyebutkan bahwa penting bagi startup di bidang finansial untuk mencari investor yang berpengalaman di bidang yang sama. Dari sana, selain nantinya dapat dibantu untuk membentuk model bisnsi yang baik, startup juga dapat dibantu untuk duduk bersama dan berdiskusi dengan para regulator.

Big data dan dampak pada berbagai perusahaan

20160330_154134

Di panel diskusi kedua, topik yang dibahas adalah mengenai big data dan dampaknya ke berbagai industri. Disebutkan oleh CEO Mediatrac Regi Wahyu, saat ini data masih didominasi oleh konsumen internet, tetapi ke depannya akan segera bergerak ke industrial consumer, dan akan diikuti dengan pemerintahaan berbasis internet.

Big data technology memang sedang terjadi di Indonesia saat ini, meski belum menjadi hype sebesar e-commerce. Tantangannya saat ini adalah bagaimana perusahaan mengoptimalkan data yang dimiliki untuk memberikan dampak yang positif.

Pendiri Sepulsa Ananto Wibisono percaya bahwa implementasi big data pada perusahaan bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Pun begitu, ia juga yakin bahwa big data itu sendiri merupakan investasi jangka panjang yang baik bagi perusahaan.

Pendiri dan CEO NET Mediatama Wishnutama Kusubandio mengatakan bahwa media yang akan bertahan dalam lima tahun ke depan adalah yang bisa memanfaatkan big data seoptimal mungkin. Wishnu percaya bahwa big data akan berguna untuk tiap konten yang dibuat oleh media, bukan hanya untuk pendistribusian tepat sasaran, tetapi juga untuk monetisasi.

Alpha JWC Ventures adalah perusahaan modal ventura institusional dan independen yang berinvestasi pada perusahaan teknologi tahap awal atau berkembang dengan fokus pasar utama di Indonesia. Tak ada sektor khusus yang dibidik, Alpha JWC Ventures hanya berupaya menjadi nilai tambah bagi pendiri perusahaan rintisan dalam membangun perusahaannya. Beberapa portofolio dari Alpha JWC Ventures di antaranya yaitu, Mediatrac, Kredivo, Modalku, Sepulsa, Jualo, UangTeman dan Asmaraku.

Mediatrac Jalin Kemitraan dengan Yello Digital Marketing dan Cloudera

20150728_200732

Perusahaan yang bergerak dalam bidang Big Data Analytics di Indonesia, Mediatrac, malam kemarin (28/7) mengumumkan kerja sama mereka dengan dua rekan barunya, yakni Yello Digital Marketing dan Cloudera. Kerja sama ini bertujuan untuk untuk meningkatkan kapabilitas Big Data Analytics di perusahaan-perusahaan Asia Tenggara. Langkah ini bersifat strategis bagi masing-masing perusahaan dalam upaya memperluas pasarnya di tingkat Asia.

Continue reading Mediatrac Jalin Kemitraan dengan Yello Digital Marketing dan Cloudera