Tag Archives: Rekosistem

Rekosistem Raih Pendanaan Senilai 75 Miliar Rupiah Dipimpin Skystar Capital [UPDATED]

Startup climate-tech Rekosistem mengumumkan perolehan pendanaan senilai US$5 juta atau lebih dari Rp75 miliar yang dipimpin oleh Skystar Capital, diikuti oleh East Ventures, Provident, dan investor lainnya. Rencananya, dana segar ini akan difokuskan untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampah Rekosistem hingga lebih dari 20 ribu ton metrik sampah per bulan dalam 2 tahun ke depan.

Untuk mewujudkan target ini, Rekosistem menggencarkan serangkaian langkah strategis, mulai dari pengembangan sistem pengelolaan sampah, juga memperluas penerapan teknologi Internet of Things (IoT) dan Machine Learning. Selain itu Rekosistem juga akan mengembangkan teknologi daur ulang dan meningkatkan fasilitas pemulihan material, yaitu Reko Waste Station dan Hub.

Melalui langkah strategis ini, Rekosistem akan memproses lebih dari 70% jenis sampah, menjadi bahan baku daur ulang dan energi baru terbarukan, ekspansi ke lebih banyak kota, dan menyediakan program Extended Producer Responsibility yang mendorong pengusaha bertanggung jawab atas dampak bisnisnya terhadap lingkungan.

Selain menargetkan untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampahnya, Rekosistem juga berencanan melibatkan lebih dari 5 ribu pekerja dan mitra bisnis ke dalam ekosistem digitalnya.

Didirikan pada 2018 oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino, Rekosistem mendorong penerapan ekonomi sirkular dalam rantai pasokan sampah dengan sistem pengelolaan sampah terintegrasi menggunakan Internet of Things (IoT) dan Machine Learning. Melalui solusi ini, perusahaan ingin menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi pengumpulan sampah sebesar 49%.

Co-Founder dan CEO Rekosistem Ernest Layman dalam keterangan resmi mengungkapkan tekadnya untuk membangun bisnis yang mampu menghadapi tiga tantangan terbesar di bisnis generasi saat ini terkait 3P, yaitu profit (keuntungan), people (manusia), dan planet.

“Melalui penerapan ekonomi sirkular di rantai pasok pengelolaan sampah, produk dan layanan yang kami tawarkan bertujuan membuat produksi dan konsumsi bertanggung jawab dapat diterapkan oleh bisnis dan semua orang,” ungkapnya.

Dalam menjangkau bisnis dan konsumen akhir, Rekosistem menggunakan model bisnis B2B dan B2B2C melalui aplikasi mobile dan web. Ada dua isu yang ingin diselesaikan oleh Rekosistem, yakni proses pengelolaan sampah yang masih nonformal, dan meningkatkan nilai di rantai pasok sampah.

Lima tahun beroperasi, Rekosistem telah berhasil meningkatkan produktivitas sampah menjadi material sebesar 523% untuk daur ulang, daur naik, dan sumber energi berbasis sampah. Di samping itu, sekaligus meningkatkan pendapatan pekerja sampah sebesar 117%.

Saat ini, ekosistem Rekosistem terdiri dari 300 pekerja sampah dan mitra bisnis, 10 Reko Hub, dan 33 Reko Waste Station. Perusahaan juga berhasil menggaet 100 pelanggan bisnis dan 20 ribu pelanggan rumah tangga, menjangkau lebih dari 100 ribu irang dan sudah mengelola lebih dari 2.500 ton metrik sampah per bulan.

Startup waste management di Indonesia

Isu pengelolaan sampah masih menjadi topik yang hangat dibicarakan di tengah masyarakat. Mulai dari proses yang masih nonformal, minimnya penegakan hukum untuk tindakan ilegal yang merusak lingkungan, serta anggaran untuk pembangunan hijau punya tingkat kegentingan masing-masing.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbulan sampah sepanjang 2022. Hal ini mendorong kehadiran sejumlah startup yang fokus untuk menggarap isu pengelolaa sampah.

Selain Rekosistem, ada juga Duitin, sebuah pengembang layanan digital yang memfasilitasi daur ulang, memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Startup ini juga masuk sebagai salah satu lulusan Google for Startup Accelerator, program akselerator Google pertama yang diadakan di Indonesia.

Di samping itu, Waste4Change yang didirikan sejak 2014, mengadopsi pengelolaan sampah berwawasan lingkungan dan bertanggung jawab. Misinya adalah meningkatkan tingkat daur ulang dengan menetapkan standardisasi dalam pengumpulan dan prosedur daur ulang sampah, serta meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan operator.

Perusahaan telah mendapat pendanaan seri A dipimpin oleh AC Ventures dan PT Barito Mitra Investama senilai lebih dari Rp76 miliar. Belum lama ini, aktris ternama Indonesia Luna Maya juga bergabung dalam jajaran investor.  Waste4Change juga menggencarkan kerja sama investasi dengan berbagai pihak untuk mendorong proyek pengelolaan sampah berbasis teknologi.

Satu lagi startup greentech yang menerapkan ekonomi sirkular berbasis teknologi adalah OCTOPUS, platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Perusahaan diketahui telah bekerja sama dengan lebih dari 1700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan terverifikasi.

Semakin banyak pemain yang menyasar isu pengelolaan sampah mendorong keterlibatan banyak pihak untuk gencar mengatasi isu ini. Selain itu, solusi pengelolaan sampah juga bisa dikembangkan menjadi banyak hal, seperti yang dilakukan Rebricks dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan bangunan.

Startup Climate Change

15 Startup yang Mencoba Memberikan Solusi untuk Lingkungan

Isu lingkungan belakangan ini santer diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Pasalnya, perubahan iklim telah nyata-nyata memberikan dampak buruk kepada kehidupan — mulai dari gagal panen akibat cuaca buruk berkepanjangan sampai dengan flora-fauna yang kehilangan habitatnya.

Melihat permasalahan yang ada, sejumlah inovator lokal mencoba menghadirkan cara baru yang dapat membantu masyarakat berpartisipasi untuk mengurangi potensi isu akibat perubahan iklim. Salah satunya, para startup ini hadir membantu masyarakat untuk bisa mengetahui kondisi kesehatan udara di daerah sekitar dan memberikan alternatif energi yang ramah lingkungan.

Berikut ini beberapa inovasi startup lokal terkait perubahan iklim yang layak diektahui.

BLUE

BLUE (Bina Usaha Lintas Ekonomi) adalah salah satu startup di bidang energi terbarukan yang didirikan pada 2018 Oleh Abu Bakar Abdul Karim Almukmin.

BLUE ini menyediakan solusi satu atap untuk barang dan jasa energi terbarukan melalui pasar Warung Energi. Selain itu, BLUE juga mengembangkan solusi energi surya B2B untuk sistem energi surya komersial, industri, dan terpusat untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia.

Debut pendanaan BLUE sendiri berasal dari New Energy Nexus yang telah mendanai 16 Startup climate change maupun renewable energy.

BuMoon.io

Salah satu startup social yang bergerak pada bidang IoT (Internet of Things), Blockchain, dan Artificial Intelegences yaitu BuMoon.io memiliki project juga untuk mengatasi climate change melalui token crypto.

BuMoon.io sendiri didirikan pada tahun 2021 oleh Dian Agustian Hadi dan Adya Kemara. Selain climate change, BuMoon.io juga mengatasi limbah sampah plastik yang ada. Hal ini bisa dijadikan salah satu hal yang baik untuk diikuti.

Konsep dari BuMoon.io ini sangat unik yaitu mereka memberlakukan “Eco Living Token”, pengguna dapat menyetor sampah ke BuMonn.io setelah itu kita akan mendapatkan benefit (uang, token, dan semacamnya). Model bisnis yang satu ini dilakukan secara periodik.

Tidak hanya Eco Living Token saja, BuMoon.io memliki proyek untuk pemasangan panel surya yang diambil dari data carbon trading, sehingga menjadi salah satu transaksi program yang cukup menarik.

Carboon Addons

Startup ini didirikan pada Agustus 2020. Carboon Addons menghadirkan solusi untuk menggerkakan dampak limbah serta startup untuk mengimbangi emisi karbon dari setiap pembelian seperti produk online dan tiket transportasi melalui add-on sebelum memeriksa produk.

Carbon Addons ini memungkinkan pengguna untuk mengimbangi jejak karbon dari pembelian produk/layanan mereka dengan menambahkan dana karbon tambahan sebelum checkout melalui plugin aplikasi perangkat lunak yang dapat diintegrasikan dengan platform seperti e-commerce.

Carboon Addons sendiri didirikan oleh Mohamad Naufal. Dengan adanya Carboon Addons sendiri, Mohama Naufal yakin bisa meminimalisir kerusakan lingkungan yang ada sehingga kita bisa menikmati keindahan alam terutama di Indonesia.

Duitin

Salah satu startup dengan waste management system yang aman adalah Duitin. Duitin adalah gerakan memilah, mengumpulkan, dan mengelola sampah agar bisa mendapatkan ‘kehidupan kedua’ melalui proses daur ulang.

Jadi Duitin, startup pengumpulan sampah, khususnya sampah anorganik. Apalagi, kampanye pengumpulan sampah anorganik – termasuk pemilahan sampah – terus berlanjut hingga saat ini.

Startup waste management yang satu ini didirikan oleh empat founder yaitu Agy (CEO), Adjiyo Prakoso (COO), Astriani L(CFO), dan Danni Fajariadi (CMO) yang pastinya akan membantu masyarakat Indonesia dalam mengelola limbah sampah dengan baik menggunakan Aplikasi Mobile yang terintegarasi yakni Duitin.

Gringgo

Salah satu startup waste management yang ada di Bali ini dapat menjadi salah satu perusahaan yang dapat berdampak pada lingkungan. Gringgo didirikan oleh Oliver Pouillon (CEO) dan Febriadi Pratama (CTO) pada tahun 2014.

Cara kerja dari Gringgo sendiri adalah memfasilitasi pengelolaan sampah dengan menggunakan website based application yang terintegrasi antara satu sama lain. Hal ini agar para user dapat mengangkut sampahnya melalui aplikasi Gringgo. Namun, pengangkutan sampah ini ada tujuannya yaitu Gringgo ingin membangun sebuah layanan network untuk waste collection.

Pastinya hal tersebut dapat menjadi hal yang baik untuk bank sampah dan kolektor sampah sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik.

Pada tahun 2019, Gringgo sendiri mendapatkan pendanaan sekitar $500.000 dari Google untuk mengekspansi bisnisnya ke beberapa wilayah kota seperti Jakarta dan Bali tentunya.

Hijauku.com

Hijauku.com adalah green portal yang menyediakan informasi terkini tentang gaya hidup hijau dan sehat. Startup climate change yang satu ini berisi ide-ide konten untuk penghijauan yang dibagikan menggunakan lisensi Creative Commons untuk mengedukasi orang-orang dan lebih jauh lagi menghijaukan bisnis dan kehidupan sehari-hari mereka.

Selain itu Hijauku.id ini adalah salah satu startup  yang bisa digunakan untuk mengetahui emisi karbon di daerah sekitarnya. Hijauku sendiri berdiri pada Maret 2011 didirikan oleh Hizbullah Arief. 

Selain emisi karbon, Hijauku.com juga memprediksi perubahan cuaca dan Iklim di Indonesia. Hal ini untuk mengetahui gambaran dasar yang baik untuk kamu gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan beraktivitas.

Jangjo

Jangjo adalah startup baru di Indonesia. Startup yang satu ini ingin menciptakan ekosistem sinergi yang dapat mengintegrasikan setiap pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Mulai dari rumah tangga, pemulung, perusahaan operator hingga industri.

Stakeholder yang dimaksud antara lain penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat penampungan sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri).

Untuk mengatasi permasalahan di atas, kata dia, Jangjo mengembangkan solusi utama yaitu edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang terdidik memilah sampah bisa menggunakan jasa angkut sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan door to door untuk kawasan pemukiman. Kemudian, Jangjo Rangers akan merekam data sampah yang telah dipilah melalui aplikasi.

Platform waste management ini didirikan oleh 4 Co-Founder Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO) pada tahun 2019.

Startup waste management yang satu ini mendapatkan seed funding dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Dengan Investasi yang satu ini Jangjo akan mengekspansi bisnisnya dan memodernisasi aplikasinya.

Jejak.in

Jejak.in merupakan salah satu startup climate change yang menggunakan teknologi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelegences). Startup ini awalnya adalah berbentuk FMCG yang didirikan oleh Arfan Alandra pada tahun 2018.

Jejak.in memiliki misi untuk menginisiasi aksi iklim melalui solusi berbasis AI dan IoT. Salah satu produk andalan mereka adalah Tree and Carbon Storage Monitoring Platform, sebuah platform yang memanfaatkan teknologi seluler, drone, sensor IoT, LiDAR, dan satelit untuk mengumpulkan dan menganalisis data ekologi lingkungan. 

Jejak.in ini sangat bagus untuk dimanfaatkan dengan baik karena dengan adanya aplikasi ini masyarakat mampu mengetahui perkembangan climate change serta emisi karbon dengan real time.

Selain itu, ada fitur lain yang berfungsi untuk mengukur dampak penyerapan karbon, infiltrasi udara, kondisi tanah dan udara, serta keanekaragaman hayati.

Nafas

Didirikan oleh Ex-CMO Gojek Piotr Jakubowski dan Zulu Nathan Roestandy pada tahun 2018. Startup climate change yang satu ini memiliki perbedaan dibandingkan dengan startup climate change yang lain. Nafas bisa menghadirkan kondisi dan situasi iklim serta kadar emisi karbon yang tepat secara real time dan akurasinyas sangat jitu.

Nafas sudah memasang 46 sensor yang tersebar di Jabodetabek. Sensor mereka dapat memperbarui data kualitas udara setiap 20 menit. Adapun data yang disajikan dalam aplikasi nafas berupa kadar Air Quality Index (AQI) dan Particulate Matter (PM) 2,5. Mereka juga kini menjual produk pembersih udara Aria.

OCTOPUS

Octopus adalah  platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Layanan ini telah memulai operasionalnya di kota lapis 2 dan 3.

Octopus didirikan pada tahun 2020 oleh Dimas Ario Rubianto, Hamish Daud Wyllie, Niko Adi Nugroho, Moehammad Ichsan. Octopus juga sudah melayani ampir 200 ribu pengguna yang tersebar di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Bali, dan Makassar. OCTOPUS juga telah bekerja sama dengan lebih dari 1.700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan terverifikasi (mereka menyebutnya dengan “pelestari”).

Saat ini Octopus telah mendalami fokus bisnisnya untuk mengembangkan hal tersebut. Salah satunya melakukan membukukan pendanaan awal dari Openspace Ventures.

Plumelabs

Plume Labs, sebuah startup yang khusus untuk mengukur kualitas udara, baru-baru ini meluncurkan API Plume.io berbayar yang memungkinkan siapa saja untuk menambahkan kualitas udara ke layanan pembeli API mereka. Sebelumnya Plume Labs telah mengembangkan aplikasi mobile dan pengukur kualitas udara.

Plume Labs sendiri didirikan oleh Romain Lacombe pada tahun 2021. Pastinya Plume Labs ini akan menahadirkan startup climate change yang berbeda dengan yang lainnya. 

Rekosistem

Startup Zero Waste Management ini didirikan pada tahun 2018 oleh Ernest Layman dan Joshua Valentin. Rekosistem sendiri tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan Zero Waste Management terkemuka dan termutakhir.

Produk dan layanan dari Rekosistem ini cukup banyak model bisnisnya sangat luas di B2B serta B2C dan layanan dan produk rekosistem ini komperhensif seperti edukasi pengelolaan sampah, Mengirim dan menerima sampah agar mudah diolah serta energi terbaharukan seperti Biogas dan sebagainya.

Produk utama yang ditawarkan Rekosistem antara lain Layanan Penjemputan (Repickup Service) dan Penyetoran Sampah ke Tempat Sampah (Redrop Service). Layanan penjemputan ulang meliputi layanan pengumpulan dan penjemputan sampah untuk rumah tangga atau perumahan, bisnis, perkantoran, sekolah, fasilitas umum, fasilitas olahraga, dan tempat komersial.

Rekosistem juga mendapatkan pendanaan dari  Bali Investment Club dan menjalin kerja sama strategis dengan Marubeni. Hal ini digunakan untuk melakukan eskpansi bisnis ke ranah yang lebih meluas lagi.

Sampangan

Salah satu startup waste management selanjutnya adalah Sampangan. Startup yang satu ini didirikan oleh Muhammad Fauzal Rizki (CEO) dengan Hana Punawarman (CPO) pada tahun 2019. Startup ini membantu para pengepul untuk mengelolaan sampah agar lebih berguna.

SamPangan ini memiliki magic box yaitu Carbonized Technlogy untuk pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berharga, yaitu mengubah sampah menjadi karbon secara berkala.

Carbonized Technology ini merupakan kombinasi proses Pyrolis dan Gasifikasi. Ini adalah proses penguraian materi menggunakan radiasi panas tanpa adanya oksigen (sehingga tidak ada pembakaran dan tidak ada polusi).

Magic Box ini beroperasi pada 100-400 derajat celcius dibandingkan dengan 700 dan 1200 derajat celcius untuk masing-masing diproses secara tradisional. Sumber energi adalah input limbah yang energi potensialnya diubah menjadi energi panas dalam prosesnya.

Secara sederhana konsepnya mirip dengan rice cooker atau oven. Tidak ada api. Hanya radiasi panas. Limbah masuk, karbon aktif + produk organik dan aman lainnya keluar.

Jadi secara tidak langsung sampang juga dapat mempengaruhi dan memperbaiki kualitas udara melalui pembakaran sampah dan limbah.

Waste4Change

Waste4Change adalah perusahaan pengelola sampah yang bertanggung jawab yang didirikan oleh Mohamad Bijaksana Junerosano pada tahun 2014 di Bekasi, Jawa Barat.

Waste4Change memberikan solusi pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir yang terdiri dari 4 jalur, yaitu: Konsultasi : Penelitian dan kajian terkait persampahan Kampanye : Peningkatan kapasitas, edukasi, dan pendampingan Kumpulkan : Pengangkutan dan pengolahan sampah harian untuk zero waste to landfill Create : Daur ulang sampah dan program EPR (Extended Producer Responsibility).

Hingga saat ini, Waste4Change telah berhasil mengelola 5.400 ton sampah dan mengurangi 52% sampah yang berakhir di TPA. Saat ini, layanan pengelolaan sampah Waste4Change mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Bandung, dan Medan.

Zerowaste

Zero Waste Indonesia (ZWID) adalah komunitas berbasis online yang didirikan pada tahun 2018 oleh Maurilla Imron dan Kirana Agustina dengan tujuan mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalani gaya hidup zero waste. Zero Waste Lifestyle merupakan gaya hidup untuk meminimalkan produksi sampah yang dihasilkan dari setiap individu yang akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dalam upaya melestarikan lingkungan.

ZWID berperan aktif untuk terus menyebarkan kesadaran penerapan pola pikir bijak dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan 6R (Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, dan Rot) dengan memberikan tips gaya zero waste yang bermanfaat dan informasi isu-isu pengelolaan sampah. dan kaitannya dengan kelestarian lingkungan.

Mengusung visi sebagai one-stop-solution platform dan payung informasi gaya hidup minim sampah di nusantara, ZWID juga menjadi wadah berkumpulnya individu, penggiat lingkungan, komunitas, dan semua pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.

Sesi #SelasaStartup DailySocial.id bersama CEO Rekosistem

Strategi Rekosistem Menjadi Startup Berdampak yang Berkelanjutan

Perusahaan rintisan berbasis impact kian banyak ditemui di tengah masyarakat. Salah satunya adalah Rekosistem, startup cleantech yang menawarkan jasa pengelolaan sampah, termasuk di dalamnya pengumpulan, pemilahan, serta daur ulang.

Dimulai sebagai UMKM hingga akhirnya mendirikan badan hukum dan merek perusahaan sendiri, startup yang didirikan oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino pada 2019 ini menyediakan produk dan jasa inovatif untuk mengatasi masalah pengelolaan sampah di Indonesia.

Sesuai dengan tema diskusi #SelasaStartup pekan lalu, terkait bisnis berdampak yang berkelanjutan, Ernest mengungkapkan bahwa model bisnis yang sustainable menurutnya tidak hanya memikirkan profit, melainkan juga people dan planet.

Rekosistem sendiri tidak hanya bertujuan menjadi perusahaan yang berkelanjutan tetapi juga membantu perusahaan lain untuk bisa menerapkan model bisnis yang berkelanjutan.

Dalam menjalankan model bisnis berdampak, ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan selain sampah, misalnya misi terkait keanekaragaman hayati, perubahan iklim, energi terbarukan dan lainnya. Dalam hal ini, Rekosistem memilih untuk memosisikan diri sebagai perusahaan teknologi yang ingin membantu menjembatani setiap aktivitas dari pemangku kepentingan yang ada dalam ekosistem pengolahan sampah di Indonesia.

Beroperasi untuk layanan B2B sekaligus B2C, Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Layanan ini memiliki tiga produk utama yaitu Repickup Service, Repickup Rumah, dan Redrop (Setor Sampah). Misi utama Rekosistem adalah untuk berkontribusi dalam meningkatkan penyerapan sampah daur ulang sekaligus memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan di Indonesia.

CEO Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan, “Zero waste itu bukan tentang tidak menciptakan sampah atau menghilangkan sampah. Namun, keadaan itu akan tercipta ketika kita bisa bertanggung jawab dengan sampah yang kita ciptakan sehingga tidak menimbun masalah.”

Menyederhanakan proses

Ernest juga mengaku bahwa di masa awalnya sangat sulit untuk bisa meyakinkan orang bahwa pengelolaan sampah yang baik dan benar itu esensial dalam kehidupan. Mengurus sampah bukan hanya tentang mengumpulkan dan membuang sampah ke tempatnya. Lebih dari itu, mengurus sampah artinya bertanggungjawab akan sampah kita.

Sampah kita tidak semuanya harus berhenti di tempat pembuangan akhir. Ada sampah yang masih bisa dikelola untuk kembali digunakan dan dikelola untuk didaur ulang. Dari sini, pihaknya berinisiatif membuat produk yang tepat guna sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.

Dalam proses pengelolaan itu sendiri, ada banyak hal yang sering kali membuat orang menjadi urung untuk memilah sampahnya. Rekosistem ingin menyederhanakan proses baik dari sisi penghasil sampah, pengelola sampah, hingga pada hasil akhirnya. Pada 21 Februari 2021, Rekosistem meluncurkan aplikasi yang berguna untuk menukarkan sampah dengan reward point bagi pengguna.

Manfaatnya sendiri bisa dirasakan oleh masing-masing stakeholder. Ada nilai ekonomis yang bisa dirasakan oleh para pengguna layanan baik supplier atau pendaur ulang. Selain itu, para pekerja di lapangan juga dimudahkan dengan rute atau jadwal pengambilan sampah yang lebih tertata. Selain itu, untuk supplier/perusahaan daur ulang juga dimudahkan dengan mendapat pasokan sampah yang sudah terpilah.

Sebagai perusahaan teknologi, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk memonopoli pasar. Perusahaan memosisikan diri sebagai jembatan yang bisa menghubungkan semua stakeholder. “Kita berharap bisa meningkatkan produktivitas setiap layanan turunan dari pengelolaan sampah ini,” tambah Ernest.

Mengedepankan kolaborasi

Dalam menjalankan misinya, Rekosistem mengaku tidak berusaha untuk menggantikan ekosistem pengelolaan sampah yang sudah ada. Melainkan, pihaknya ingin menjembatani para pemangku kepentingan yang terlibat di sektor ini dengan dibantu oleh teknologi. Perusahaan menjalankan model bisnis yang mengedepankan kolaborasi.

Salah satu alasannya adalah efisiensi dari sisi operasional. Sebagai perusahaan teknologi yang menjalankan platform di tengah masyarakat, kolaborasi bisa memperluas jaringan perusahaan. Selain itu, edukasi terkait pengelolaan sampah yang baik dan benar juga tidak bisa berjalan sendiri, harus diiringi dengan pemeliharaan yang baik.

“Kita sebagai startup posisinya eksekutor untuk solusi. Perannya jadi penting untuk bisa mengakselerasi target-target yang dibuat secara global maupun lokal. Untuk produk akhir, kita punya mitra. Kita sebagai platform teknologi. Sebenarnya saat ini kita akhirnya bisa berkolaborasi adalah kita bukan mengganti, karena kita empower masing-masing stakeholder-nya,” ungkap Ernest

Rekosistem menjalin kerja sama dengan semua pihak yang memiliki visi dan misi yang sejalan untuk pengelolaan sampah yang lebih baik. Selama beroperasi, Rekosistem sudah menjalin kerja sama dengan beberapa institusi dengan tujuan menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang lebih baik. Bersama PT Pupuk Indonesia (Persero), perusahaan berkomitmen mengurangi peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui program pengelolaan sampah.

Sebelumnya, perusahaan juga sudah menjalin kerja sama dengan Lion Parcel (PT Lion Express), sebagai komitmen untuk terus menerapkan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Melalui kerja sama ini, Rekosistem akan membantu Lion Parcel dalam proses pengelolaan sampah di industri logistik secara end-to-end, mulai dari pengumpulan sampah, pemilahan, hingga proses daur ulangnya.

“Kalau sudah memutuskan untuk membangun bisnis yang sustainable,  sudah pasti harus berbanding lurus dengan dampak sosial dan lingkungan. Tinggal memikirkan nilai ekonominya saja,” ujar Ernest.

Salah satu kunci keberlangsungan bisnis berdampak adalah ketika pertumbuhan bisnis bisa selaras dengan dampak yang diciptakan. Dalam wawancara bersama Dondi Hananto, Partner dari Patamar Capital, perusahaan modal ventura global yang fokus mendanai startup berbasis impact, ia mengungkapkan bahwa dalam menjalankan model finansial berdampak, tidak disarankan untuk menciptakan dampak yang cost-structured, di mana dampak menciptakan cost baru di dalam bisnis.

Rekosistem Aplikasi Pengelolaan Sampah

Rekosistem Hadirkan Solusi Pengelolaan Sampah untuk Bisnis dan Rumah Tangga

Sampah adalah produk dari hasil konsumsi, sehingga tidak bisa dieliminasi dari proses kehidupan masyarakat, akan bertumbuh sesuai dengan kemampuan daya beli dan jumlah populasi. Sebagai negara dengan populasi terbanyak ke-4 di dunia, pengelolaan sampah di negara ini dinilai masih jauh dari kata ‘optimal’.

Rekosistem didirikan pada tahun 2018 oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino atas dasar kekhawatiran akan masalah pengelolaan sampah di Indonesia. Berawal dari usaha kecil berbentuk UMKM bernama “Kahiji (Khazanah Hijau Indonesia)”, layanan ini berkembang menjadi startup teknologi pengelolaan sampah yang inovatif.

Sesuai dengan namanya, Rekosistem diambil dari dua kata yaitu re-, mengacu pada aktivitas yang mendukung keberlanjutan (sustainability) seperti reuse, reduce, recycle, renewable, serta segala prinsip keberlanjutan lainnya yang diimplementasikan pada produk mereka. Lalu ekosistem, sebagai tujuan dari solusi untuk mendorong perubahan pola hidup menjadi ramah lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Produk utama yang ditawarkan Rekosistem meliputi Jemput Sampah (Repickup Service) dan Setor Sampah ke Waste Station (Redrop Service). Repickup Service mencakup layanan pengambilan dan penjemputan sampah untuk rumah tangga atau perumahan, bisnis, perkantoran, sekolah, sarana umum, sarana olahraga, dan tempat komersial.

Sedangkan Setor Sampah ke Waste Station adalah inovasi yang diluncurkan sebagai bentuk standar baru fasilitas pengumpulan sampah daur ulang. Rekosistem Waste Station dengan dimensi yang cukup besar dapat menampung sampah daur ulang dalam jumlah banyak dan mendorong masyarakat untuk memulai kebiasaan daur ulang sampah dengan memberikan reward point.

Beroperasi untuk layanan B2B sekaligus B2C, Rekosistem menawarkan jasa jemput dan setor sampah sesuai kebutuhan. Layanan ini berfokus pada penggunaan teknologi dalam aplikasinya, baik melalui web untuk pengambilan sampah secara berkala dari area pemukiman dan tempat komersial; maupun  lewat mobile app untuk pengguna individu yang menyetorkan sampah secara mandiri ke station Rekosistem yang tersedia.

Hingga saat ini, total sampah yang telah didaur ulang sudah melebihi 1.000 ton, berasal dari sekitar 50 korporasi dan 11 ribu rumah tangga. Untuk beberapa layanan Rekosistem masih tersedia terbatas di Jakarta dan Surabaya. Targetnya, tahun ini bisa ekspansi ke 5 kota dan memproses 10x lipat lebih banyak sampah di Indonesia.

Perusahaan memperkenalkan sistem reward point yang diberlakukan untuk per kilogram sampah yang disetorkan. Sampah-sampah dari berbagai titik pengangkutan dan pengumpulan Rekosistem akan dikirim ke Rekosistem Waste Hub (Material Recovery Facility) untuk dipilah menjadi lebih dari 50 kategori. Setiap pilahan sampah akan didistribusikan ke mitra daur ulang Rekosistem untuk diolah lebih lanjut sesuai dengan jenis masing-masing.

Co-Founder & CEO Rekosistem Ernest Layman mengungkapkan bahwa ada tiga hal yang membedakan Rekosistem dengan pemain cleantech lainnya. Pertama, dari sisi proses, perusahaan bekerja sama dengan pemain dari berbagai lini dalam lingkaran pengelolaan sampah yang ada. Lalu, sampah yang diterima juga tidak hanya yang bernilai, namun juga yang tercampur. Terakhir, Ia bersama tim menerapkan langkah edukasi yang sederhana agar bisa masuk ke semua kelas masyarakat.

Ernest yang dulu sempat menjadi pekerja profesional di perusahaan multinasional dan kini alih profesi menjadi wirusahawan sosial ini mengungkapkan, “Misi kami tidak hanya berfokus pada meningkatkan penyerapan sampah daur ulang di Indonesia, namun juga senantiasa memperkenalkan tren pola hidup ramah lingkungan kepada masyarakat.”

Investasi untuk startup berdampak

Seiring banyaknya perusahaan yang mulai bergerak ke arah impact, begitu pula investasi di ranah ini kian meningkat.  Belum lama ini, Rekosistem juga mengumumkan perolehan seed round dari Bali Investment Club serta penandatanganan kerja sama strategis dengan perusahaan asal Jepang, Marubeni, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sampah.

Selain Rekosistem, ada juga Duitin, pengembang layanan digital yang memfasilitasi daur ulang di Indonesia. Startup ini juga masuk sebagai salah satu lulusan Google for Startup Accelerator, program akselerator Google pertama yang diadakan di Indonesia.

Selain itu, Google sendiri juga memiliki inisiatif investasi untuk perusahaan yang bergerak di ranah impact. Melalui lengan nonprofit Google.org, mengumumkan dana kelolaan baru “Sustainability Seed Fund” yang difokuskan pada pendanaan hibah untuk startup impact di kawasan Asia Pasifik.

Perlahan tapi pasti, investasi berdampak  kian tumbuh di Indonesia. Tidak hanya Google, IIF yang dikelola oleh Mandiri Capital Indonesia, merupakan dana kelolaan social impact swasta pertama di Indonesia yang berbasis pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) dengan tujuan menciptakan kerja sama antar sektor publik dan swasta di dalam industri modal ventura.

Application Information Will Show Up Here