Tag Archives: Review Laptop

Review ROG Zephyrus G14: Si Laptop Ringkas nan Bertenaga

ROG Zephyrus G14 merupakan salah satu laptop yang sempat menarik cukup banyak perhatian gamers ataupun pecinta teknologi ketika diungkap dalam gelaran Consumer Electronic Show (CES) Januari 2020 lalu. Salah satu daya tarik terbesarnya adalah teknologi “Anime Matrix” yang memungkinkan pengguna mengkustomisasi penampilan back cover laptop sesuka hati. Kebetulan beberapa waktu lalu saya dipinjamkan unit ROG Zephyrus G14 untuk direview lebih lanjut. Selain teknologi Anime Matrix, apa lagi keistimewaan laptop ini? Simak ulasan dari Hybrid.co.id berikut.

 

Melihat ROG Zephyrus G14 Dari Kulit Luar: Build Quality, Anime Matrix, dan Lain Sebagainya

ROG Zephyrus G14 yang datang adalah yang berwarna putih. Dari segi build quality secara keseluruhan, ROG Zephyrus G14 terasa solid dan cukup premium. Sayangnya dengan banderol harga Rp23.999.000, ada satu sisi kekurangan build quality-nya.

Mari bicarakan soal kelebihannya dahulu. Sisi back cover laptop terlihat sangat minimalis, bersih, dan elegan bisa saya bilang sebagai salah satu kelebihan build quality laptop ini. Walau tentu saja back cover warna putih akan mudah kotor, terutama apabila Anda adalah tipe pengguna yang cenderung slebor. Seluruh bagian laptop juga terasa solid ketika digunakan. Tidak ada hinge laptop yang bergoyang saat terkena guncangan. Bagian body laptop juga menggunakan plastik berkualitas yang membuatnya terasa padat ketika dipegang, ditekan, atau diketuk-ketuk.

Review ROG Zephyrus G1400012
Hinge laptop yang menggunakan teknologi ErgoLift.
Review ROG Zephyrus G1400004
I/O Ports di sisi kiri.
Review ROG Zephyrus G1400003
I/O Ports di sisi kanan.

Selain itu kelebihan lain laptop ini menurut saya adalah ukurannya yang cukup ringkas. Zephyrus G14 merupakan laptop dengan layar 14 inci yang ukurannya lebih kecil dibanding kebanyakan laptop gaming yang biasanya berukuran bongsor. Selain ringkas, laptop ini juga cukup ringan. Bobotnya adalah 1.70 kg, lebih ringan dibanding kebanyakan laptop gaming yang biasanya memiliki bobot 2kg lebih dan cenderung lebih berat dibanding dengan laptop tipe ultrabook. Jadi bisa dikatakan bahwa ukuran ROG Zephyrus G14 punya ukuran dan bobot di tengah-tengah antara laptop gaming dengan laptop tipe ultrabook.

Lalu di mana letak kekurangan yang saya sebut di awal tadi? Kekurangannya ada di sisi keyboard. Keyboard laptop ini, menurut saya, kurang sesuai dengan banderol harga laptopnya. Secara keseluruhan, keyboard chiclet yang ada di ROG Zephyrus G14 tidak terasa premium dan tergolong biasa saja.

Memang keyboard sudah tergolong NKRO (N-Key Rollover), yang artinya Anda bisa menekan tombol sebanyak apapun dan tetap masuk sebagai input. Tapi sayangnya feel yang diberikan ketika menekan tuts keyboard terbilang kurang enak, keras, dengan tingkat kedalaman penekanan yang terlalu dalam untuk sebuah keyboard chiclet. Backlit keyboard yang tersedia juga hanya ada warna putih. Tidak ada warna backlit RGB yang biasanya jadi salah satu nilai jual laptop gaming.

Review ROG Zephyrus G1400005
Penampakan keyboard laptop secara keseluruhan.
Review ROG Zephyrus G1400007
Tomboh tambahan untuk volume, mute mic, dan membuka aplikasi ROG.
Review ROG Zephyrus G1400018
Backlit laptop yang hanya memiliki warna putih saja.

Review ROG Zephyrus G1400019

Keyboard laptop tergolong cukup nyaman jika digunakan untuk mengetik. Tetapi pada saat saya menggunakannya untuk bermain game, saya merasa feel keyboard jadi tidak menyenangkan terutama saat memainkan game yang melibatkan input menahan satu tombol.

Contohnya ketika bermain VALORANT. Pergerakan saya kadang tersendat ketika sedang menahan tombol W untuk berjalan maju. Setelah saya tilik, penyebab gerakan saya tersendat adalah karena saya kurang dalam menekan tombol W. Selain itu saya juga merasa aneh dengan bentuk rancangan tombol spasi. Menurut selera saya, bentuk tombol spasi di keyboard tidak menambah estetika, juga tidak praktis karena area yang bisa ditekan sebenarnya tetap berbentuk persegi panjang.

Teknologi Anime Matrix tentu saja merupakan gimmick kosmetik yang berfungsi sebagai fitur tambahan untuk memperindah laptop. Fitur tersebut mungkin bisa dianggap norak bagi beberapa orang. Namun saya rasa Asus menyajikan fitur tersebut secara adil untuk semua orang. Kenapa? Karena fitur tersebut memungkinkan penggunanya memilih penampilan back cover menjadi apapun yang diinginkan sang pengguna.

Review ROG Zephyrus G1400001
Lampu Anime Matrix dalam kondisi lampu ruangan.
Review ROG Zephyrus G1400015
Lampu Anime Matrix pada kondisi cahaya luar ruangan. Karena laptop berwarna putih, lampu Anime Matrix jadi tidak mencolok saat digunakan di luar ruangan.

Apabila Anda penyuka gaya minimalis nan elegan, Anime Matrix bisa dimatikan untuk menunjukkan back cover dari ROG Zephyrus G14 yang pada dasarnya sudah tampan luar biasa. Apabila Anda ingin tampil beda, Anda bisa menampilkan animasi bergerak pada bagian LED Anime Matrix. Kalau Anda ingin tampil beda tapi masih sedikit malu-malu, Anda juga bisa menyertakan gambar statis di sana. Semua kustomisasi tersebut bisa Anda akses melalui aplikasi Armoury Crate.

Terakhir, bagian laptop yang saya rasa juga perlu mendapat sorotan adalah sisi audio. ROG Zephyrus G14 menyematkan dua buah speaker di sisi kiri dan kanan yang menghadap ke atas. Speaker juga sudah ditenagai oleh teknologi Dolby Atmos. Karena hal tersebut, suara yang dihasilkan oleh speaker ROG Zephyrus G14 tergolong di atas rata-rata. Suara yang dihasilkan cenderung memiliki karakteristik warm, dengan suara menggelegar layaknya menggunakan sebuah speaker khusus.

 

Jeroan ROG Zephyrus G14 – Performa, Suhu, dan Kemampuan Baterai

Berikutnya adalah soal performa. ROG Zephyrus G14 yang saya review dibekali jeroan berupa CPU AMD Ryzen 4800HS dan GPU Nvidia Geforce 1650Ti. Performanya menurut saya cukup unik. Walau beberapa percobaan mencatatkan min FPS yang cukup rendah, namun game masih tetap terasa mulus secara visual. Hal unik lainnya ada dari segi suhu. Berdasarkan dari aplikasi monitoring, suhu Zephyrus G14 cukup stabil dan cepat untuk adem kembali. Tapi saya merasa suhu panas yang dikeluarkan cukup terasa di tangan saat sedang menggunakan laptop. Sebelum membahas lebih lanjut, mari lihat dulu spesifikasi teknis ROG Zephyrus G14 GA401.

OS

  • Windows 10 Home – ASUS recommends Windows 10 Pro for business

CPU/GPU

  • AMD Ryzen™ 7 4800HS Processor 2.9 GHz (8M Cache, up to 4.2 GHz)
  • NVIDIA® GeForce® GTX 1650 Ti 4GB GDDR6

Display

  • 14-inch
  • FHD (1920 x 1080) 16:9
  • anti-glare display
  • sRGB: 100%
  • Adobe: 75.35%
  • Pantone Validated
  • Refresh Rate: 120Hz
  • IPS-level

Memori

  • 8GB DDR4 on board
  • Max Capacity: 24GB

Penyimpanan

  • 512GB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD

Port I/O

  • 1x 3.5mm Combo Audio Jack
  • 1x HDMI 2.0b
  • 1x USB 3.2 Gen 2 Type-C support display / power delivery
  • 1x USB 3.2 Gen 2 Type-C
  • 2x USB 3.2 Gen 1 Type-A

Audio

  • Built-in array microphone
  • 2x 0.7W tweeter
  • 2x 2.5W speaker with Smart Amp Technology

Jaringan dan Komunikasi

  • Wi-Fi 6(802.11ax)+Bluetooth 5.0 (Dual band) 2*2;(*BT version may change with OS upgrades.)

Baterai

  • 76WHrs, 4S1P, 4-cell Li-ion
  • Suplai Daya: ø6.0, 180W AC Adapter, Output: 20V DC, 9A, 180W, Input: 100~240V AC, 50/60Hz universal TYPE-C, 65W AC Adapter, Output: 20V DC, 3.25A, 65W, Input: 100~240V AC 50/60Hz universal

Berat

  • 1.70 Kg (3.75 lbs)

Dimensi (L x D x T)

  • 32.4 x 22.0 x 1.99 ~ 1.99 cm (12.76″ x 8.66″ x 0.78″ ~ 0.78″)

Untuk gaming, saya menguji performa ROG Zephyrus G14 dengan dua jenis game seperti biasa. Ada game free to play dan game AAA. Untuk game free to play ada Dota 2 dan VALORANT. Sementara untuk game AAA ada Mafia: Definitve Edition dan World of Warcraft: Shadowlands.

Berhubung Dota 2 dan VALORANT tidak butuh spesifikasi hardware yang terlalu tinggi, maka saya mengharapkan laptop bisa menjalankan kedua game tersebut dengan lancar. Karena hal tersebut, saya juga mematok standar fps yang lebih tinggi. Untuk review ini, saya mematok 120 fps sebagai target mengingat display laptop yang memiliki refresh rate 120Hz.

Sayangnya Zephyrus G14 tidak berhasil mencapai target tersebut, walau catatan fps yang didapatkan terbilang tidak terlalu jauh dari target. Dengan menggunakan pengaturan rata kanan, Dota 2 mencapai rata-rata sebesar 92 fps. Memang tidak mencapai target, tapi saya masih merasa pergerakannya mulus di mata.

VALORANT berhasil mencapai target tersebut. Dengan preset grafis rata kanan, VALORANT mencatatkan rata-rata sebesar 125 fps. Saya cukup puas dengan performa laptop ini saat memainkan game free to play. Game tetap responsif serta punya aspek visual yang baik karena memberi catatan fps yang tinggi di pengaturan rata kanan. Catatan fps lebih lengkap bisa Anda lihat pada grafik di bawah ini.

Review ROG Zephyrus G14 Dota 2 Review ROG Zephyrus G14 VALORANT

Sayangnya ROG Zephyrus G14 mungkin masih belum bisa memuaskan kaum PC Master Race yang hobi bermain game AAA. Saya juga kurang puas dengan performanya saat menjalankan game AAA mengingat harga yang dipatok oleh laptop ini.

ROG Zephyrus G14 hanya bisa mencapai kisaran 40+ fps saja untuk titel AAA yang saya uji. World of Warcraft: Shadowlands mencatatkan fps rata-rata yang lumayan, yaitu 58 fps pada preset pengaturan grafis rata kanan. Namun ROG Zephyrus G14 sempat mencatatkan minimum framerate sebesar 21 fps dalam skenario open world, terutama di area Bastion yang memang cenderung intensif secara grafis.

ROG Zephyrus G14 juga cukup ngos-ngosan saat menjalankan Mafia: Definitive Edition. Pengujian saya lakukan pada adegan awal game yang berupa kejar-kejaran menggunakan mobil taksi. Dari pengujian tersebut, ROG Zephyrus mencatatkan rata-rata 40 fps pada preset pengaturan grafis High (rata kanan). Fps berangsur meningkat menjadi rata-rata 43 fps pada pengaturan Medium, sampai akhirnya menjadi rata-rata 60 fps pas pada pengaturan Mow.

Review ROG Zephyrus G14 Mafia Review ROG Zephyrus G14 Warcraft

Tetapi angka hanyalah angka. Sepanjang saya menguji kemampuan laptop dengan game-game tersebut, saya merasakan pengalaman bermain yang flawless. Walaupun ada catatan penurunan fps yang cukup jauh, game masih berjalan dengan stabil tanpa ada stutter yang benar-benar terasa. Pokoknya animasi game terasa mulus di mata sepanjang saya melakukan pengujian.

Beralih ke performa suhu, ROG Zephyrus punya kemampuan thermal yang cukup unik seperti apa yang saya tulis di awal sub-bagian ini. Catatan angka suhu CPU dan GPU masing-masing stabil di kisaran 90+ dan 70+ derajat celsius. Untuk catatan suhu secara lebih lengkap, Anda bisa melihat grafis di bawah ini yang menunjukkan suhu pada saat menjalankan pengujian pada  game yang saya sebut di atas.

Catatan suhu yang dibukukan memang bukan yang terbaik, tapi setidaknya suhu tidak menyentuh angka 100 derajat celsius. Ditambah lagi panas laptop juga bisa reda dengan cepat seperti yang Anda lihat pada histogram di atas. Dengan suhu seperti demikan, kekurangan dari laptop ini adalah rasa panas yang ternyata terasa sampai ke tangan ketika sedang mengoperasikan laptop. Karena itu bermain game berlama-lama di ROG Zephyrus G14 kadang menimbulkan rasa tidak nyaman.

Rancangan arah pembuangan udara panas laptop yang mungkin jadi biang kerok masalah tersebut. Pembuangan udara panas di belakang laptop terbagi jadi dua bagian, satu bagian mengarah ke atas, satu bagian mengarah ke bawah. Bagian yang mengarah ke atas bisa dikatakan sebagai sumber suhu panas yang membuat area keyboard jadi agak tidak nyaman saat digunakan dalam durasi lama. Selain itu Anda juga harus hati-hati, jangan sampai menyentuh bagian tersebut karena suhunya yang sangat panas.

Arah pembuangan udara panas yang mengarah ke atas. Dekat dengan monitor dan keyboard.
Arah pembuangan udara panas yang mengarah ke atas. Dekat dengan monitor dan keyboard.

Dari segi benchmarking, hasil skor 3DMark terpaut 2 ribu lebih jika dibandingkan dengan MSI Bravo 15 yang memiliki CPU sama, namun menggunakan GPU RX5500M. Apabila Anda penasaran, Anda mungkin bisa lihat sendiri pada tabel urutan kemampuan GPU dalam menjalankan 3DMark. Untuk hasil benchmark lebih lengkap, Anda bisa lihat rangkaian tangkapan gambar di bawah ini.

Terakhir adalah soal performa baterai. Untuk pengujiannya saya memutar video HD 1080p secara looping mulai dari baterai penuh hingga mati. Berdasarkan dari perkiraan sistem Windows 10, baterai laptop akan habis setelah 5 jam 15 menit. Ternyata perkiraan dari sistem Windows tidak jauh beda dengan kondisi sesungguhnya.

Catatan ketahanan baterai laptop ROG Zephyrus G14.
Catatan ketahanan baterai laptop ROG Zephyrus G14.

Pengujian dilakukan mulai pukul 17:35 dan laptop akhirnya mati pada pukul 22:44 (sekitar 5 jam 9 menit). Setelahnya saya memulai menguji kecepatan charging dari laptop. Sistem Windows 10 memperkirakan laptop akan terisi penuh dalam durasi 1 jam 26 menit. Pada kondisi sesungguhnya, saya memulai charging pada pukul 22:55 dan laptop ternyata selesai melakukan charging dari 0-80% (angka charging baterai optimal) pada pukul 00:00 (sekitar 1 jam 5 menit).

 

Kesimpulan

Dengan harga Rp23.999.000, ROG Zephyrus G14 GA401 bisa dibilang kurang worth it kalau kita hanya bicara performa saja. Lihat saja hasil pengujiannya. Performa ROG Zephyrus G14 GA401 sebenarnya juga bisa kita dapatkan pada laptop lainnya yang punya harga lebih murah.

Meski begitu ROG Zephyrus G14 GA401 punya nilai tambah yang cukup solid apabila kita ingin membicarakan laptop tersebut sebagai sebuah produk secara keseluruhan.

Build quality mantap, ukuran ringkas dengan performa bertenaga, performa thermal yang mampu mendinginkan laptop dengan cukup cepat, kualitas speaker yang luar biasa, dan tentunya teknologi Anime Matrix sebagai gimmick gemas menyenangkan menjadi poin-poin tambahan yang bisa Anda dapatkan dari laptop ini.

Jadi saya rasa apabila Anda sedang mencari laptop gaming yang berukuran ringkas dan punya penampilan ciamik, Zephyrus G14 bisa menjadi salah satu pilihannya.

Review MSI Bravo 15: Performa Mumpuni AMD Ryzen 7 dan RX 5500M

Ada banyak pilihan laptop gaming di pasaran sana, terutama pada range harga Rp10 hingga Rp15 juta. Tetapi kebanyakan laptop yang ditawarkan pada range harga tersebut adalah laptop dengan GPU Nvidia yang dikombinasikan dengan CPU Intel ataupun AMD.

Pada kesempatan kali ini saya mendapatkan untuk melakukan review terhadap satu unit laptop MSI Bravo 15 yang bisa saya bilang cukup unik. Kenapa unik? Salah satunya adalah karena laptop ini menggunakan GPU Radeon FX5500 yang terbilang cukup jarang ditemukan pada laptop gaming kisaran harga tersebut. Dikombinasikan dengan Ryzen 7 4800H, bagaimana performa GPU besutan AMD tersebut? Mari kita simak ulasan berikut ini.

 

Desain, Harga, dan Unsur Produktivitas MSI Bravo 15 Series

Mengutip dari MSI Official Store, laptop tersebut dibanderol dengan harga Rp14.999.000. Dengan harga tersebut, apa saja yang ditawarkan oleh MSI Bravo 15 A4DDR?

Sumber: MSI Official Website
Sumber: MSI Official Website

Kita bisa melihat bagaimana MSI masih mempertahankan rancangan khas laptop gaming kelas mid-range, dari kulit luarnya. Kombinasi warna hitam dengan merah masih dipertahankan pada MSI Bravo 15 ini. Sebagian besar body laptop berbahan brushed alumunium berwarna hitam.

Sementara itu warna merah bisa Anda dapatkan dari backlight LED Keyboard yang hanya memiliki satu warna saja. Ya, ketidakhadiran RGB ataupun kustomisasi warna LED backlight terbilang jadi salah satu kekurangan laptop ini. Namun saya rasa hal tersebut cukup adil mengingat harga yang ditawarkan. Apalagi hitam-merah terbilang sebagai salah satu kombinasi warna yang berpadu dengan baik dan sedap dipandang.

Keseluruhan body laptop terasa sangat solid karena bahan brushed alumunium. Dari semua bagian, LCD hinge terbilang jadi satu-satunya bagian yang kurang solid di laptop ini. LCD hinge masih kurang solid karena bergoyang apabila terkena guncangan ataupun ketika kita memindah-mindahkan posisi laptop. Dengan warna hitam pada keseluruhan body, salah satu perbedaan terbesar dari laptop ini mungkin adalah logo yang ada di bagian body belakang laptop. Bravo series tidak menggunakan lambang naga khas dari MSI. Laptop ini menggunakan logo thunderbird berwarna perak yang memberikan kesan gagah berani nan bijaksana.

foto log1 review msi bravo 15 foto log2 review msi bravo 15

Dari unsur penunjang produktivitas, MSI Bravo 15 memberikan keyboard chiclet keyboard yang solid dan mantap digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan produktivitas. Saya mengetik artikel ini dengan menggunakan keyboard laptop tersebut dan saya merasa nyaman dengan sensasi yang diberikan. Ukuran tuts tombol juga besar-besar yang dilengkapi dengan full-size arrow key walau tanpa kehadiran numpad.

keyboard 01 review msi bravo 15 keyboard 02 review msi bravo 15

Penampakan led keyboard pada kondisi dalam ruangan.
Penampakan led keyboard pada kondisi dalam ruangan.

Namun entah kenapa saya merasa kurang nyaman menggunakan keyboard ini untuk gaming. Mungkin karena saya sudah terlalu terbiasa menggunakan keyboard mechanical yang punya tingkat kedalaman penekanan tuts lebih jauh. Karena itu, bermain dengan keyboard chiclet MSI Bravo 15 rasanya… Mirip seperti menekan haptic button yang ada pada iPhone generasi lama. Saya tahu referensi saya mungkin agak sulit dibayangkan. Intinya adalah, tingkat kedalaman penekanan tuts yang lebih pendek serta tingkat kekerasan penekanan tombol yang cukup terasa membuat keyboard ini jadi kurang nikmat ketika digunakan untuk bermain game.

I/O Ports sebelah kanan laptop.
I/O Ports sebelah kanan laptop.
I/O Ports sebelah kiri laptop.
I/O Ports sebelah kiri laptop.

Dari sisi I/O ports, jumlah USB ports mungkin terbilang minim apabila Anda adalah golongan konvensional yang lebih suka colokan USB type A. Berada di sisi kanan laptop, MSI Bravo 15 hanya menyediakan dua buah Type-A USB3.2 Gen1. Sebagai tambahan, ada 2 colokan Type-C USB3.2 Gen1. Selain ports USB, ada juga Mic-in/Headphone-out Combo Jack 3.5mm dan colokan RJ45 untuk konektivitas internet dengan kabel. Sementara di sisi kiri ada colokan HDMI yang dapat digunakan hingga resolusi 4K dengan refresh-rate 30Hz.

Kecerahan monitor dalam kondisi dalam-ruangan.
Kecerahan monitor dalam kondisi dalam-ruangan.
Kecerahan monitor dalam kondisi luar-ruangan.
Kecerahan monitor dalam kondisi luar-ruangan.

Terakhir dari sisi layar, MSI Bravo 15 memiliki layar dengan bentangan sebesar 15.6″ IPS Level, resolusi  FHD 1080p, 144Hz refresh-rate, dan sudah mendukung teknologi AMD FreeSync.

Salah satu kekurangan dari layar ini adalah tingkat kecerahannya. Ulasan teknis dari NotebookCheck.net menemukan bahwa tingkat kecerahan layar 144Hz MSI Bravo 15 adalah sekitar 300 nits lebih. Angka tersebut terbilang sedikit lebih tinggi dari rata-rata. Walau begitu saya merasa laptop ini cukup kesulitan memenangkan pertarungan dengan cerahnya cahaya matahari walau dengan pengaturan tingkat kecerahan tertinggi sekalipun. Namun, saya merasa tingkat kecerahan sudah lebih di atas rata-rata apabila digunakan dalam kondisi indoor. Dengan tingkat kecerahan tertinggi, yaa… Kecerahannya cukup untuk membuat saya berlinang air mata saat terkena flash dari Phoenix di game VALORANT.

 

Gaming Experience dan Hasil Benchmark

Dari segi gaming experience, saya merasa kombinasi Ryzen 7 4800H dan Radeon RX 5500M terbilang sudah cukup memenuhi kebutuhan dari segi gaming. Seberapa cukup? Bayangan saya sih cukup untuk gamers tingkat menengah yang hobi memainkan game-game Free to Play seperti Dota 2 ataupun VALORANT.

Tapi jangan banyak berharap pada laptop ini apabila Anda adalah golongan PC Master Race, pecinta game AAA, atau golongan mending-mending. Karena posisi laptop ini yang terbilang kelas menengah, jadi cukup wajar kalau MSI Bravo 15 bisa menjalankan game AAA dengan secukupnya saja.

Untuk gaming experience, saya membaginya menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah game-game F2P dengan Dota 2 dan VALORANT sebagai sampel. Bagian kedua adalah game berbayar dengan Assassin’s Creed: Odyssey dan World of Warcraft: Shadowlands sebagai sampel.

Dengan spesifikasi yang diberikan, MSI Bravo 15 terbilang sudah sangat mumpuni untuk menjalankan Dota 2 dan VALORANT. Seberapa mumpuni? Mumpuni untuk mencapai 100 fps ++ dengan pengaturan grafis tertinggi sekalipun. Catatan fps yang saya dapatkan setelah melakukan test play dapat Anda lihat pada grafik di bawah ini.

2_grafik dota valorant msi bravo 15

Seperti yang Anda lihat, baik Dota 2 ataupun VALORANT bisa mendapat max fps hingga 112 dan 191 fps. Walau memang turunnya fps terbilang cukup jauh dengan catatan min fps hingga 60 fps untuk Dota 2 dan 53 untuk VALORANT. Namun jika berdasarkan pengalaman bermain, saya hampir merasa tidak terganggu dengan fps drop yang ada. Mungkin karena angka drop masih cukup bisa ditoleransi yaitu di sekitaran 60 fps.

Untuk gaming AAA saya hanya melakukan test play pada World of Warcraft: Shadowlands saja. Saya mencatat dua skenario test play pada Shadowlands, yaitu skenario berjalan-jalan dan melakukan quest di open world dan skenario PvP Arena Battleground 10 vs 10. Keduanya saya lakukan dengan menggunakan pengaturan rata kanan atau tepatnya preset grafis tingkat 10. Catatan fps yang saya dapatkan setelah test play dapat Anda lihat pada grafik di bawah ini.

3_grafik world of warcraft msi bravo 15

Angka drop fps di Shadowlands memang cukup jauh, yaitu 29 fps dalam skenario open world dan 41 fps pada skenario Arena. Walaupun fps-nya drop, MSI Bravo 15 tetap menjalakan game dengan sangat mulus tanpa ada stutter. Karena hal tersebut, fps drop yang dialami hampir tidak terasa parah di mata saya… Yaa masih tolerable.

Fps drop pun sebenarnya terjadi pada momen-momen khas game MMORPG. Untuk skenario open world, fps drop terjadi di kota utama yang ramai oleh pemain dengan segala dekorasi karakter/mount yang mereka miliki. Lalu pada skenario Arena 10 vs 10, fps drop juga terjadi pada kondisi yang wajar yaitu ketika semua pemain saling beradu dan mengeluarkan segala skill yang mereka miliki. Tapi lagi-lagi, karena tidak ada stutte, fps drop pun jadi tidak mengurangi tingkat kelancaran game pada pengalaman bermain saya.

Untuk Assassin’s Creed Odyssey, saya menggunakan in-game benchmark saja. Catatan hasil benchmark-nya bisa Anda lihat sendiri pada grafis serta data detail yang disajikan oleh game itu sendiri.

4_AC Oddysey msi bravo 15

Seperti tadi saya bilang, posisi MSI Bravo 15 yang tergolong kelas menengah membuat saya tidak bisa berharap terlalu banyak jika bicara gaming AAA. Anda bisa lihat sendiri dari catatan fps yang didapatkan. Dengan preset grafis ultra, MSI Bravo 15 hanya bisa mencatatkan 33 avg fps . Memang dia bisa berjalan hingga 54 max fps, tapi hal tersebut hanya terjadi pada kondisi yang kurang lazim seperti menatap langit ketika di dalam game. Sementara itu drop fps juga terbilang cukup jomplang, sampai mencatatkan 10 min fps.

Jadi bisa dibilang bahwa laptop ini hanya cukup sekadar bisa main saja jika Anda gunakan untuk main game AAA. Cukup bagi siapa? Bagi saya yang gamer kere-hore sih cukup. Tapi buat yang terbiasa dengan desktop gaming kelas menengah ke atas mungkin akan geram dan gemas bermain game AAA jika performanya seperti itu.

Lalu bagaimana jika bicara dari segi teknis? Berikut rentetan tangkapan gambar hasil benchmark saya menggunakan tiga software yaitu Cinebench R15, 3D Mark, dan PC Mark 10.

5_Open GL Cinebench msi bravo 15

6_CPU Cinebench msi bravo 15

 

Perbandingan skor PC Mark 10 berdasarkan laman resmi 3D Mark.
Perbandingan skor PC Mark 10 berdasarkan laman resmi 3D Mark.

Dari catatan yang didapatkan di atas, poin yang bisa saya jelaskan mungkin adalah dari sisi perbandingan resmi skor 3D Mark dan PC Mark 10. Seperti kita lihat dengan 4599 poin pada 3D Mark Time Spy dan 11.465 poin pada 3D Mark Fire Strike, MSI Bravo 15 terbilang masih kalah dengan gaming laptop 2020 menurut situs resmi 3D Mark.

Gaming laptop yang dimaksud sendiri adalah laptop dengan prosesor Intel i7 generasi 9 dan GeForce RTX 2060. Walaupun kalah, tapi yang menurut saya perlu jadi sorotan adalah angkanya yang terpaut tidak terlalu jauh. Padahal, laptop yang jadi bandingan 3D Mark sendiri dibanderol dengan harga Rp20 juta++ di Indonesia. Jadi bisa dikatakan bahwa dengan harga yang cukup terjangkau, MSI Bravo 15 bisa memberikan performa yang mumpuni bahkan hampir bersaing dengan laptop yang punya harga jauh lebih tinggi.

 

Catatan Suhu Tinggi tanda Performa Thermal yang Mengkhawatikan?

Dengan segala performa tersebut, sayangnya ada sedikit masalah pada performa thermal MSI Bravo 15. Performa thermal jadi agak mengkhawatirkan karena suhu CPU laptop yang sempat menyentuh angka 100 derajat celsius lebih pada beberapa keadaan.

Saya mencatatkan performa thermal secara berbarengan saat melakukan test play pada game-game yang saya sebutkan di atas. Lebih lanjutnya, Anda bisa lihat hasil performa thermal MSI Bravo 15 dari catatan saya di bawah ini.

Seperti yang bisa Anda lihat, MSI Bravo 15 selalu menyentuh suhu CPU di atas 100 derajat celsius di sesi test play yang saya lakukan. Namun demikian, catatan tersebut mungkin hanya terjadi satu atau dua kali saja. Sisanya, laptop berjalan dengan suhu yang lumayan stabil di kisaran 80-90 derajat. Yaaa… 80-90 derajat sih tidak sebegitu mengagumkan, tapi setidaknya tidak stabil di angka 100 derajat.

Berdasarkan pengalaman saya, suhu panasnya memang tidak mengganggu area keyboard yang biasanya digunakan untuk gaming (WASD dan sekitarnya). Tapi jika Anda menggeser tangan Anda ke atas tombol F1-F12, Anda bisa merasakan panas yang lumayan terasa tajam di sisi kiri atas laptop.

Padahal bila kita melihat struktur body laptop ini, saya merasa desain thermal MSI Bravo 15 terlihat sudah cukup baik setidaknya dari perancangan body luar. Bagian bawah laptop memiliki rongga ventilasi yang banyak dan besar-besar. Dari sana, Anda juga bisa melihat rancangan heat pipes yang sepertinya memang terkonsentrasi di bagian tengah laptop. Lebih lanjut, Anda bisa lihat gambar yang saya ambil di bawah ini.

Penampakan desain thermal pada body laptop MSI Bravo 15.
Penampakan desain thermal pada body laptop MSI Bravo 15.
Tampak dekat desain thermal body laptop MSI Bravo 15.
Tampak dekat desain thermal body laptop MSI Bravo 15.

Jadi mungkin saja fps drop yang dihasilkan terjadi karena performa thermal tersebut. Walaupun begitu, performa gaming MSI Bravo 15 terbilang tidak turun drastis walau digunakan untuk sesi gaming yang panjang sekalipun. Selain itu suara kipas juga terbilang cukup bising walau memang suaranya tidak sampai menembus gendang telinga apabila Anda sedang menggunakan headset saat bermain game.

 

Kesimpulan

Dengan banderol harga Rp14.999.000 saya merasa MSI Bravo 15 telah memberikan perbandingan price-to-performance yang maksimal. Anda mungkin akan dipaksa menerima kompromi-kompromi tertentu apabila Anda membayar sejumlah angka yang sama untuk laptop gaming merk lainnya.

Dari segi performa, saya terbilang puas dengan duet CPU dan GPU dari AMD di laptop MSI Bravo 15 ini. Walau mencatatkan penurunan fps cukup jauh, namun saya merasa pengalaman bermain game berjalan dengan sangat mulus tanpa ada sedikitpun stutter.

Terakhir, satu-satunya kekurangan laptop ini mungkin hanya ada dari segi performa thermal. Dengan panas yang cukup terasa tersebut, saya tidak tahu apakah usia laptop bisa bertahan lama apabila terus-terusan digeber bermain game dalam durasi yang panjang. Karena hal tersebut, mungkin Anda jadi harus rajin membersihkan debu-debu di sekitar fan laptop serta mengganti thermal paste secara berkala agar performa laptop bisa terus bertahan seperti apayang Anda inginkan.

Review Lenovo Legion 5: Rancangan Mantap Dengan Jeroan yang Tanggung

Selama situasi pandemi jumlah pemain game di PC memang dikabarkan meningkat lebih pesat dibanding dengan pemain game mobil. Apalagi protokol Physical Distancing dan himbauan untuk di rumah saja mungkin akan membuat Anda bosan setengah mati, jika Anda tidak memiliki sebuah perangkat untuk sarana hiburan atau produktivitas.

Dari sisi desktop, saya sudah sempat mengulas Acer Nitro N50-110, yang mungkin bisa jadi pertimbangan untuk dibeli jika Anda adalah tipe pengguna yang tak mau repot. Lalu bagaimana dari laptop? Mengingat beberapa waktu lalu Lenovo baru meluncurkan lini produk laptop gaming terbaru, mungkin Anda bisa menjadikan produk tersebut sebagai pertimbangan.

Kebetulan beberapa waktu lalu saya dipinjami Lenovo Legion 5 untuk di-review. Jika Anda penasaran apakah laptop ini bisa memenuhi kebutuhan gaming dan produktivitas Anda, simak ulasan berikut dari saya.

 

Tampilan, Desain, dan Lenovo Legion 5 Secara Keseluruhan

Saat membahas desktop saya sengaja menempatkan soal performa di bagian pertama, karena faktor itu yang lebih esensial. Namun berhubung kali ini barang yang saya review adalah laptop, saya merasa bagian soal tampilan dan desain jadi penting karena bisa dibilang sebagai nilai jual utama juga dari sebuah laptop. Jajaran produk laptop “gaming” dari Lenovo ini membawa jargon “Stylish Outside, Savage Inside”. Alhasil, Lenovo Legion 5 dan IdeaPad Gaming 3 yang diluncurkan pada 25 Juni 2020 kemarin tersaji dengan penampilan yang minimalis, elegan, dan profesional.

Desainnya jadi alasan kenapa saya menggunakan tanda kutip saat menyebut laptop gaming. Karena tampilan luarnya membuat laptop ini sebenarnya jadi tidak terlihat seperti kebanyakan laptop gaming lainnya.

Oh iya, sebelum lebih lanjut membahas soal tampilan, saya jelaskan dulu varian Lenovo Legion 5 dan IdeaPad Gaming 3 agar Anda tidak bingung. Lenovo Legion dan IdeaPad Gaming datang dengan dua varian. Lenovo Legion 5i menggunakan prosesor Intel, sementara Lenovo Legion 5 menggunakan prosesor AMD. IdeaPad Gaming juga sama, IdeaPad Gaming 3i menggunakan prosesor Intel, IdeaPad Gaming 3 menggunakan prosesor AMD. Unit yang saya review adalah Lenovo Legion 5, yang menggunakan prosesor AMD.

Secara penampilan, Lenovo Legion 5 tidak beda dari Lenovo Legion 5i, hanya jeroannya saja yang berbeda. Juga supaya Anda tidak bingung, berikut spesifikasi varian Lenovo Legion 5 yang saya review kali ini:

1- lenovo legion 5

Lanjut membahas tampilan, salah satu yang membuat saya merasa Lenovo Legion 5 tidak terlihat sebagai laptop gaming adalah warna hitam doff yang disebut sebagai “Phantom Black”. Seperti yang Anda tahu, laptop yang menggunakan embel-embel “gaming” biasanya tampil mencolok, entah dengan lampu RGB, warna-warna cerah, desain ala racing, atau gimmick tampilan lainnya.

Alih-alih menggunakan tampilan yang terkesan kekanak-kanakan, Lenovo Legion 5 malah tampil dewasa dan elegan. Warna tersebut dipermanis dengan logo Lenovo kecil yang nemplok di pojok kiri layaknya pembatas buku kecil, dan logo Legion di pojok kanan yang agak besar, namun tetap kalem dan minimalis. Dahulu logo ini menyala putih, kini diubah menjadi hanya bersifat iridescent, alias berubah warna saat terkena pantulan cahaya.

Oke, soal tampilan mungkin cukup segitu saja. Soal keyboard, mungkin jadi hal yang ingin saya bahas selanjutnya. Saat peluncuran, Lenovo gembar-gembor soal True Strike keyboard sebagai salah satu fitur unggulan. Hal ini membuat saya jadi penasaran dan bertanya “memangnya sebagus dan seenak apa sih True Strike keyboard?”

Ternyata setelah dicoba, saya bisa bilang bahwa keyboard Lenovo Legion 5 ini adalah yang paling enak dibanding dari kebanyakan keyboard laptop yang ada di pasaran. Saya sengaja bilang “enak” karena memang ini memang adalah pendapat subjektif. Seberapa enak? Ya cukup enak sampai membuat saya meninggalkan keyboard mekanik Anne Pro II yang menggunakan red switch, untuk pekerjaan menulis saya.

Bagaimana feel-nya? Solid, tactile, dan lembut. Setiap tombol yang ditekan terasa kokoh tapi luwes. Tombol yang ditekan akan langsung masuk menjadi input, tanpa ada perasaan goyang atau jiggly terhadap tombol yang ditekan. Setiap tombol dilapisi Anti-oil coating, yang juga memberi feel lembut ketika permukaan tuts keyboard disentuh.

Lalu apakah keyboard True Strike bagus? Untuk urusan produktivitas, keyboard ini bagus, karena punya layout full-size, dengan full-sized NumPad, tombol arrow, dan tombol F-row (F1-F12) yang cukup besar. Beberapa laptop gaming mungkin sudah menyediakan ini, tetapi menurut saya yang perlu diapresiasi adalah ukuran setiap tombolnya yang cukup besar sehingga sangat nyaman digunakan untuk urusan produktivitas kerja.

Untuk gaming juga bagus, karena keyboard ini sudah memiliki fitur N-Key Rollover (NKRO) dan anti-ghosting. Dengan dua fitur tersebut, artinya Anda bisa menekan sebanyak mungkin tuts keyboard dan semuanya akan masuk menjadi input. Untuk urusan gaming, NKRO dan anti-ghosting jadi penting, karena pemain kerap kali menekan keyboard dengan cepat, yang bisa menyebabkan apa yang keluar di game tidak sesuai dengan apa yang ditekan, jika keyboard tidak memiliki dua fitur tersebut.

Tapi apakah “enak” untuk gaming? Saya rasa cukup enak, tapi tingkat responnya masih kalah cepat jika dibandingkan dengan keyboard mekanik yang menggunakan red switch, terutama untuk urusan gaming kompetitif. Namun jika Anda main game secara casual saja, saya merasa keyboard laptop Legion Lenovo 5 ini sudah sangat cukup.

Kekurangan dari keyboard True Strike di Lenovo Legion 5 ini hanyalah tombol-tombol besar, seperti Enter dan Shift, yang cenderung terasa keras. Lagi-lagi, pendapat ini muncul, mungkin karena saya sudah terlalu terbiasa dengan keyboard mekanik red switch, yang memang sangat ringan ketika ditekan. Oh iya, laptop ini juga hanya memiliki backlight warna putih. Untuk saya, ini sih bukan kekurangan tapi mungkin akan jadi dealbreaker jika Anda adalah seorang penggila RGB.

Tampilan sudah, keyboard sudah, sekarang kita beralih ke I/O ports dan monitor. Anda mungkin sudah sempat melihat ulasan dari beberapa YouTuber dan melihat rancangan I/O port Lenovo Legion. Laptop ini meletakkan hampir semua colokan di bagian belakang.

Walau membuat meja jadi kelihatan bersih, namun tetap ada plus-minus terhadap rancangan seperti ini. Minus-nya adalah, Anda mungkin akan sulit setup laptop jika ukuran meja Anda tidak begitu besar. Rancangan ini jadi sulit untuk anak kosan seperti saya, yang harus terima nasib menggunakan meja kecil fasilitas kosan, namun punya banyak gadget tambahan yang dicolok ke laptop… Hehe.

Soal monitor, saya menggunakan varian Lenovo Legion 5 yang memiliki tingkat kecerahan display sebesar 250nits dan Refresh-Rate 120Hz. Jujur, 250 nits sih terasa kurang, apalagi jika Anda adalah seorang gamers FPS kompetitif atau pekerja multimedia.

Anda bisa melihat sendiri pantulan matahari mengalahkan terangnya LCD jika digunakan di luar ruangan. Sumber: Dokumentasi Pribadi - Akbar Priono
Anda bisa melihat sendiri pantulan matahari mengalahkan terangnya LCD jika digunakan di luar ruangan. Sumber: Dokumentasi Pribadi – Akbar Priono

Dengan tingkat kecerahan 250nits, monitor laptop masih kalah dengan cerahnya matahari, terutama saat pagi hingga siang hari. Refresh-rate 120Hz terasa sangat enak. Bukan hanya untuk gaming, tetapi juga membuat berbagai animasi Windows 10 jadi terasa lebih halus.

Bagaimana untuk gaming? Berhubung saya adalah reviewer kere-hore, jadi saya belum pernah mencoba monitor dengan Refresh-Rate yang lebih tinggi lagi. So? 120Hz terasa baik-baik saja, sangat enak untuk bermain game FPS yang banyak gerakan seperti Apex Legends. Namun satu hal yang pasti, Refresh Rate tersebut ternyata tidak berhasil membuat saya jadi lebih jago saat main VALORANT, tetap saja saya mengisi posisi Bottom Frag… Haha.

 

Performa Tanggung Dengan Kemampuan Thermal yang Mantap

Unit Lenovo Legion 5 yang saya review ini menggunakan prosesor AMD Ryzen R5-4600H yang dilengkapi dengan GPU GeForce GTX1650Ti 4GB GDDR6. Dari sini, Anda yang geeky soal hardware mungkin sudah punya gambaran atas performa laptop ini. Namun, mari kita lihat hasil pengujian saya terhadap performa Lenovo Legion 5.

Untuk urusan gaming, saya cuma bisa bilang bahwa Lenovo Legion 5 ini “Esports Ready”. Tapi untuk gaming AAA? Sepertinya nanti dulu. Kenapa saya bilang Esports Ready? Karena display 120Hz dari laptop ini sangat menunjang kebutuhan gaming kompetitif. Juga, game multiplayer kompetitif cenderung tidak terlalu demanding dari segi hardware. Jadi saya rasa, AMD Ryzen R5-4600H dan GTX 1650Ti sudah lumayan cukup untuk mencapai 60++ FPS pada beberapa judul game kompetitif.

Seperti sebelumnya, saya menggunakan PUBG (Steam) dan Apex Legends sebagai alat untuk menguji kemampuan laptop dalam menjalankan game multiplayer kompetitif. Kenapa game tersebut yang saya pilih? Karena dua game tersebut bisa dibilang sebagai dua game multiplayer kompetitif paling berat untuk saat ini. Untuk metode, pada pengujian ini saya bermain dengan beberapa preset pengaturan grafis, demi menemukan pengaturan yang paling optimal dengan display Refresh Rate 120Hz.

Sumber: Dokumentasi Pribadi - Akbar Priono
Hasil benchmark PUGB. Sumber: Dokumentasi Pribadi – Akbar Priono

Mengingat spesifikasi minimum PUBG yang lebih tinggi daripada Apex Legends, maka tidak heran jika usaha untuk mendapat 100++ average FPS di PUBG jadi lebih sulit ketimbang di Apex Legends. Bahkan PUBG dengan preset Very Low saja, tidak bisa menembus angka 100 Average FPS. Kenapa begitu penting mencapai 100++ FPS? Karena game FPS kompetitif cenderung mengutamakan respon. Visual kerap kali dipinggirkan dalam game kompetitif seperti PUBG. Bahkan hampir kebanyakan pemain CS:GO professional menggunakan pengaturan rendah, demi mendapat FPS sebanyak mungkin.

Tapi jika Anda adalah tipe pemain PUBG yang main santai, dan ingin menikmati indahnya pancaran matahari di map Vikendi ataupun Erangel 2.0, Lenovo Legion 5 masih kuat menjalankan PUBG dengan pengaturan Ultra.

Namun cukup sulit untuk main kompetitif dengan preset grafis Ultra, karena Lenovo Legion 5 cuma bisa dapat 51,1 average FPS, dengan 28,4 min FPS, dan 63,4 max FPS. Dalam keadaan yang umum, seperti masuk ke rumah untuk looting, atau rotasi dengan kendaraan, FPS berada di kisaran 30an. Max FPS sendiri baru bisa didapatkan jika Anda menatap langit.

Pengaturan Medium membuat PUBG lebih playable untuk kompetitif dengan 78 average FPS, 58,5 min FPS, dan 106,4 max FPS. Seperti pengaturan Ultra, pemandangan standar bisa akan mendapatkan angka yang tidak jauh dari min FPS. Sementara angka max FPS baru bisa didapatkan jika Anda menatap langit, atau menatap pemandangan yang minim konten visual.

Pengaturan Very Low baru bisa membuat PUBG jadi lebih “Esports Ready” dengan 93,9 average FPS, 43,8 min FPS, dan 166,4 max FPS. Saya cukup bingung kenapa catatan minimum FPS-nya lebih rendah daripada Medium. Mungkin sempat terjadi stutter ketika saya baru masuk game, atau saat baru terjun payung. Namun angka tersebut terbilang tak perlu terlalu dikhawatirkan, karena sepengalaman saya PUBG bisa berjalan di rata-rata 90++ FPS jika menggunakan preset grafik Very Low.

Sumber: Dokumentasi Pribadi - Akbar Priono
Hasil benchmark Apex Legends. Sumber: Dokumentasi Pribadi – Akbar Priono

Apex Legends lebih mudah untuk dapat 100++ average FPS. Bahkan game ini masih bisa dimainkan secara kompetitif pada pengaturan Ultra. Menggunakan preset pengaturan Ultra, Apex Legends bisa mendapatkan 76,3 average FPS, 39,3 min FPS, dan 117,9 max FPS. Saya merasa Apex dengan preset Ultra masih berjalan cukup mulus dalam berbagai skenario baku tembak. Angka min FPS sendiri didapatkan ketika awal terjun, dan pada skenario baku tembak yang penuh kekacauan dengan serangan dari berbagai arah, dan ledakan di mana mana.

Tetapi jika Anda bermain Apex Legends secara lebih kompetitif, preset grafis Medium akan lebih baik. Dengan pengaturan Medium, Apex Legends mendapatkan 101,8 average FPS, 58,6 min FPS, dan 144,8 max FPS. Lagi-lagi, angka min FPS saya dapatkan ketika awal terjun. Mungkin karena kartu grafis harus memproses seluruh bagian map. Namun bisa dipastikan bahwa dalam rata-rata skenario permainan, Apex Legends bisa berjalan di 100++ FPS.

Lalu bagaimana dengan game AAA? Hasil benchmark yang saya dapatkan menjadi alasan kenapa saya bilang, untuk urusan gaming, laptop ini cuma sampai status “Esports Ready” saja. Spesifikasi hardware yang disajikan ternyata masih cukup keteteran untuk menjalankan game AAA dengan preset grafis Ultra.

Kebutuhan grafis game AAA biasanya berbanding terbalik dengan game esports. Para PC Master Race seperti Editor kami, Yabes Elia, biasanya punya keinginan untuk menggunakan preset grafik Ultra demi mendapat kenikmatan visual. Kebutuhan Frame Rate biasanya tidak terlalu tinggi pada game AAA. 60FPS sudah cukup, setidknya agar game berjalan lebih mulus, tidak seperti… Uhuk! PlayStation yang cuma bisa 30 FPS saja.

Untuk game AAA saya menguji laptop ini dengan menggunakan Metro Exodus (2019) dan Assassin Creed: Odyssey (2018). Pengujian untuk Metro Exodus dilakukan dengan menjalankan game menggunakan beberapa pengaturan grafik, dan melihat perolehan FPS yang didapat. Sementara untuk Assassin’s Creed: Odyssey, saya menggunakan in-game benchmark.

Sumber: Dokumentasi Pribadi - Akbar Priono
Hasil benchmark Metro Exodus. Sumber: Dokumentasi Pribadi – Akbar Priono

Metro Exodus tidak memiliki preset grafik, jadi untuk grafik Ultra saya ubah semua opsi jadi rata kanan, dan Medium di rata tengah. Dengan pengaturan grafik Ultra, Metro Exodus ternyata jadi tidak playable. Game besutan 4A Games berubah jadi gambar stop motion dengan 19,9 average FPS, 9,3 min FPS, dan 32,1 max FPS.

Cukup menyedihkan memang. Iya sih, pengaturan Ultra membuat game jadi nikmat secara visual. Tapi juga jadi menyebalkan kalau baru mulai game karakter kita sudah mati dimakan mutant, gara-gara Frame Rate rendah membuat kita kesulitan merespon serangan.

Game tersebut baru bisa dimainkan dengan pengaturan Medium, yang berhasil mendapatkan 52,1 average FPS, dengan 41,4 min FPS, dan 68,9 max FPS. Permainan berjalan dengan cukup lancar, dan kini saya berhasil berjalan lebih jauh dibanding saat menggunakan pengaturan Ultra.

Dalam pertarungan, Frame Rate berada di kisaran 45-50 FPS, cukup untuk merespon musuh berupa AI yang sudah diprogram. Sementara itu max FPS didapatkan ketika Anda menghadapi pemandangan yang minim konten visual, contohnya saat Artyom (karakter utama Metro Exodus) dibawa ke markas Metro.

Selanjutnya Assassin’s Creed Odyssey. Game besutan Ubisoft ini sendiri terbilang masih playable dengan menggunakan pengaturan Ultra. Assasin’s Creed Odyssey berhasil mendapatkan 29 average FPS, dengan 17 min FPS, dan 49 max FPS.

Jadi, walau Anda cuma bisa mendapat Frame Rate layaknya bermain di konsol, tapi setidaknya Anda bisa bermain dalam keadaan visual yang ciamik. Namun memang, Assassin’s Creed Odyssey terbilang lebih ringan jika dibanding Metro Exodus. Dengan pengaturan High, Anda masih bisa mendapat 55 average FPS, 28 min FPS, dan 108 max FPS. Sementara preset Medium memberikan Anda 66 average FPS, 28 min FPS, dan 130 max FPS.

Jadi, apakah konfigurasi jeroan Lenovo Legion 5 versi Ryzen 5-4600H ini memang hanya sekadar cukup saja? Untuk mengetahui performanya saya lalu menguji kemampuan laptop dengan menggunakan 3DMark dan PCMark. Jika berdasarkan dua software penguji tersebut, konfigurasi Lenovo Legion 5 dengan CPU Ryzen 5-4600H dan GPU GTX1650Ti ini terbilang cukup tanggung.

Skor 3DMark Time Spy dan Fire Strike laptop ini masing-masing adalah 4032 dan 9377. Kalau menurut kedua software tersebut, semua skor ini lumayan ketinggalan dibanding dengan “Gaming Laptop 2020”. Menurut 3DMark “Gaming Laptop 2020” adalah laptop dengan prosesor Intel Core i7-9750H dengan kartu grafis GeForce RTX 2060. Menurut catatan 3DMark, Gaming Laptop 2020 bisa mendapat skor sebesar 5730 pada Time Spy, dan 13771 pada Fire Strike. Perbedaan yang cukup jauh?

Sementara untuk produktivitas, skor PCMark Lenovo Legion 5 malah bisa menyalip si Gaming Laptop 2020 dengan cukup jauh. Gaming Laptop 2020 hanya mendapatkan skor sebesar 4515 saja, sementara Lenovo Legion 5 bisa mendapatkan skor sebesar 5687. Kontestan Lenovo Legion 5 dalam urusan produktivitas ini malah Gaming PC 2020. Walau saya tahu tidak adil membandingkan laptop dengan desktop, namun menurut PCMark, Gaming PC 2020 dengan CPU AMD Ryzen 7 3700X, GPU AMD Radeon RX 5700 XT mencatatkan skor sebesar 6739, masih beda cukup tipis dibanding Lenovo Legion 5.

Memang kalau melihat dari sisi GPU, GTX1650 Ti tentu akan ngos-ngosan jika dibandingkan dengan RTX 2060. Mungkin hal ini jadi alasan kenapa skor 3DMark unit Lenovo Legion 5 yang saya uji masih kalah saing. Tetapi kalau untuk urusan produktivitas, Ryzen 5 4600H masih bisa diadu dengan dan Intel Core i7-9750H, yang mana keduanya sama sama memiliki 6 core 12 thread.

Oke, gaming sudah, pengujian dengan software juga sudah. Berikutnya kita akan membahas soal suhu. Soal thermal atau suhu juga jadi hal lain yang dibanggakan dari produk Lenovo Legion 5 ini, lewat teknologi yang disebut sebagai ColdFront 2.0.

Tapi, apa benar teknologi ini bisa membuat Lenovo Legion 5 jadi adem? Melihat dari kulit luar, rancangan sirkulasi udara Lenovo Legion 5 memang membuat saya kagum.

Jika Anda melihat ke bawah, Anda bisa melihat hampir setengah bagian Laptop hanya berisikan lubang udara yang dibuat dengan menggunakan rancangan circular atau bulat-bulat. Lalu beralih ke bagian samping dan belakang, Anda bisa melihat empat buah ventilasi udara: satu di kiri, dua di belakang, dan satu di kanan. Ketika berjalan dalam performa tinggi, laptop akan menyedot udara dingin dari bawah, dan mengeluarkan udara panas ke kiri, kanan dan belakang.

Hasilnya? Rancangan ColdFront 2.0 memang cukup baik namun tidak berhasil menahan suhu tertinggi yang mengkhawatirkan saat digunakan untuk memainkan Metro Exodus.

Namun demikian, setidaknya suhu hangat terkumpul di bagian tengah laptop saja. Jadi tak perlu khawatir tangan terasa panas saat sesi gaming, atau bekerja dengan durasi panjang saat menggunakan laptop ini.

Oh saya hampir lupa, baterai! Ini juga jadi aspek yang tidak kalah penting dalam urusan laptop. Saya menguji performa baterai dengan memainkan video HD 1080p mulai dari baterai penuh 100%, dan membiarkannya berjalan berulang-ulang sampai laptop mati sendiri.

Dengan menggunakan metode tersebut Lenovo Legion 5 bisa bertahan selama 2 jam 40 menit (160 menit). Dengan kapasitas 60.000mWh, daya tahan baterai Lenovo Legion 5 terbilang sudah cukup. Walau memang, jika dibandingkan dengan daftar Best Gaming Laptop menurut PCMag angka ini terbilang cukup rendah.

Tapi baterai seharusnya bisa bertahan lebih lama untuk skenario penggunaan sehari-hari, seperti mengirim surel, mengerjakan dokumen, dan lain sebagainya. Tapi tentu akan beda cerita jika Anda menggunakannya untuk tugas yang berat seperti mengedit video atau gambar.

Sumber: Dokumentasi Pribadi - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Pribadi – Akbar Priono

Lenovo Legion 5 juga memiliki fitur Rapid Charge Pro yang cukup signifikan meningkatkan kecepatan charging. Fitur ini sendiri harus dinyalakan terlebih dahulu lewat software Lenovo Vantage. Tanpa Rapid Charge, Lenovo Legion 5 butuh 2 jam 7 menit (127 menit) untuk charging dari 0-100%. Rapid Charge berhasil memangkas 30 menit waktu charging, membuat proses dari 0-100% jadi hanya 1 jam 33 menit saja (93 menit).

Torehan daya tahan baterai dan proses charging saya dapatkan dengan menggunakan Performance Mode. Ini artinya daya tahan baterai seharusnya bisa lebih lama, dan proses charging bisa lebih cepat lagi jika Anda mengaktifkan Quiet Mode dengan menggunakan Lenovo Q Control 3.0 yang akan menurunkan CPU Voltage dan fan speed.

 

Fitur-Fitur Pelengkap Lenovo Legion 5

Dari semua fitur-fitur tambahan, satu lagi yang menarik untuk dibahas mungkin adalah software Lenovo Vantage. Saya akui, pengalaman saya mengulas produk laptop memang belum banyak. Namun saya merasa software ini menjadi nilai tambah yang sangat membantu untuk keseharian. Seperti saya sebut tadi, Lenovo Vantage adalah semacam pusat kendali untuk fitur-fitur tambahan dari Lenovo Legion 5, fitur Rapid Charge salah satunya.

Tetapi selain itu, software ini juga akan membantu Anda untuk melakukan update terhadap driver laptop, mengatur Lenovo Q Control, dan mengaktifkan Hybrid Mode.

Terkait Hybrid Mode, saya ingin sedikit membahas soal dampaknya pada performa. Awalnya saya cukup bingung dengan fungsi Hybrid Mode, bagaimana dampaknya terhadap performa jika saya nyalakan? Lenovo sendiri menjelaskan bahwa dalam mode ini, sistem akan mendeteksi apakah GPU dibutuhkan atau tidak. Jika tidak maka sistem akan secara otomatis dimatikan dan menggunakan Integrated Graphics Processor.

Karena penasaran, saya lalu mencoba melakukan sedikit benchmark untuk mengetahui dampaknya pada performa. Menariknya, Hybrid Mode justru menurunkan skor benchmark jika laptop digunakan sambil dicolok ke listrik. Masih menggunakan 3DMark, skor benchmark menurun jadi 9203 dibanding sebelumnya, yaitu 9377 saat Hybrid Mode tidak digunakan.

Tapi di sisi lain, performa laptop jadi meningkat saat melakukan benchmark dengan menggunakan baterai. Skor 3DMark Hybrid Mode dengan menggunakan baterai adalah 6638, sementara skor benchmark tanpa Hybrid Mode dengan menggunakan baterai hanya 6307 saja.

Hal lain yang patut jadi catatan adalah, Refresh Rate monitor akan bertahan di frekuensi 120Hz meski sedang menggunakan baterai, jika Hybrid Mode dinyalakan. Sementara jika Hybrid Mode dimatikan, Refresh Rate monitor akan otomatis turun ke frekuensi 60Hz ketika menggunakan baterai. Jadi? Hybrid Mode atau tidak? Saya rasa Hybrid Mode akan cocok jika di sekitar Anda tidak ada colokan listrik, namun Anda sedang butuh performa untuk task berat seperti edit video.

Terakhir Lenovo juga memberikan nilai tambah lain berupa Accidental Damage Protection dan Onsite Warranty selama dua tahun. Garansi tersebut bisa digunakan untuk berbagai kerusakan yang disebabkan oleh kelalaian pengguna. Tak hanya itu, paket penjualan Lenovo Legion 5 juga sudah menyertakan Windows 10, dan juga paket Microsoft Office Home & Student 2019.

 

Kesimpulan

Jadi apakah Lenovo Legion 5 layak beli? Secara price-to-performance, Lenovo Legion 5 versi AMD Ryzen R5-4600H dan GPU GeForce GTX1650Ti ini terbilang tanggung. Apalagi mengingat masih ada laptop gaming lain yang punya spesifikasi hardware serupa, namun memiliki harga yang lebih terjangkau.

Tetapi, saya merasa nilai jual Lenovo Legion 5 ini sebenarnya datang dari desain produk laptop ini secara keseluruhan dan juga fitur-fitur tambahan yang disematkan.

Apakah keyboard yang diberikan bisa solid dan lembut seperti keyboard dengan teknologi True Strike atau tidak? Saya juga penasaran dan ingin bisa menjawab pertanyaan tersebut. Semoga saja nantinya saya mendapat kesempatan untuk melakukan review terhadap laptop dengan spesifikasi serupa, agar bisa menjawab pertanyaan tersebut.

Selain itu, hal lain yang menurut saya jadi nilai jual dari Lenovo Legion 5 ini adalah rancangan tampak luar yang elegan, sleek, dan minimalis. Jadi jika Anda adalah datang dari kalangan profesional yang suka main game, laptop ini masih bisa digunakan untuk keseharian, karena tetap membuat Anda tampil smart, dan profesional saat digunakan di lingkungan kerja.

Menurut saya, pesaing Laptop Lenovo Legion 5 versi AMD Ryzen R5-4600H dengan GeForce GTX1650Ti ini malah adalah versi Lenovo Legion 5 yang punya konfigurasi hardware lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan harga antar versi Lenovo Legion 5 yang beda-beda tipis.

Versi yang saya review dibanderol dengan harga Rp16.499.000. Sementara di sisi lain, Lenovo Legion 5 versi lain yang menggunakan konfigurasi hardware berupa AMD Ryzen R7-4800H dengan GeForce GTX1660Ti, ditambah dengan Refresh Rate monitor 144Hz, dibanderol dengan harga Rp18.499.000. Lalu jika kita mengintip versi Intel, harga Lenovo Legion 5i versi Core i7-10750H dengan NVIDIA GTX1660Ti juga cuma Rp21.999.000.

Apakah beda performanya signifikan? Saya sendiri belum sempat mencobanya. Tetapi untuk penggunaan jangka panjang, saya rasa tidak ada salahnya untuk lebih sabar, menabung 5,5 juta lagi, demi mendapat konfigurasi hardware tertinggi, agar laptop bisa menjadi investasi masa depan yang future-proof.

Tapi jika dana Anda terbatas, dan butuh segera membeli laptop, tidak ada salahnya untuk mempertimbangkan Lenovo Legion 5 versi AMD Ryzen 5 4600H dengan GeForce GTX1650Ti.