Tag Archives: ride sharing

Zoomcar Indonesia

Zoomcar Alokasikan Dana 366 Miliar Rupiah untuk Kembangkan Bisnis “Car Sharing” di Indonesia

Zoomcar, platform car-sharing marketplace asal India, mengumumkan kemitraan dengan OTO, startup end-to-end solusi otomotif, dalam rangka akuisisi pengguna (host) OTO. Para host nantinya dapat memanfaatkan tambahan pendapatan dengan mendaftarkan kendaraan roda empatnya di platform Zoomcar.

Zoomcar sendiri resmi masuk ke Indonesia pada Maret 2022, setelah memimpin pasar sewa mobil di India pada 2013. Di sini, Zoomcar menunjuk Tessa Karina sebagai Marketing Head yang bertanggung jawab untuk mengembangkan bisnis.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan (12/8), pengguna OTO bisa mendapatkan tambahan pendapatan hingga Rp10 juta per bulan jika mendaftarkan kendaraannya di Zoomcar. Para pengguna yang memenuhi persyaratan (guest) dapat memesan mobil-mobil tersebut untuk kepentingannya.

Untuk menjadi host di Zoomcar, pengguna cukup mendaftarkan diri untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan mobil selama proses onboarding. Pemeriksaan ini bersifat komplimen dan tidak dipungut biaya. Setelah itu, mobil dipasangi dengan alat monitor untuk menjamin keselamatan dan keamanan mobil dengan memantau perilaku pengemudi saat mengemudikan kendaraannya.

Setelah proses pemasangan alat monitor selesai, mobil sudah terdaftar di dalam platform dan host bisa mendapat tambahan pendapatan segera setelah mobilnya sukses di-booking. Zoomcar akan mengkreditkan pendapatannya ke rekening bank host.

Melalui model bisnis ini, Zoomcar berusaha mengubah kapasitas kendaraan menganggur dengan menyewakan mobil pribadi agar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain menyediakan income tambahan, Zoomcar juga dapat dijadikan sebagai alternatif mengurangi kemacetan jalan dan polusi di daerah perkotaan.

Marketing Head Zoomcar Indonesia Tessa Karina menyampaikan, kemitraan strategis ini tidak hanya akan menguntungkan Zoomcar dan OTO, tapi pada saat bersamaan juga akan memberikan kemudahan akses bagi host-host Zoomcar di masa yang akan datang.

“Saya merasa yakin bahwa kemitraan dengan salah satu dealer mobil terbesar di Indonesia ini akan semakin menopang bisnis kami dan juga menguntungkan pelanggan kami,” kata dia.

President Director & Group CEO OTO Gaurav Gupta menambahkan, kemitraan kedua perusahaan ini adalah bentuk konkret dalam memberikan solusi untuk pengguna kendaraan yang ingin mendapatkan pendapatan secara langsung. Di samping itu, apa yang ditawarkan OTO selama ini juga sejalan dengan program yang diberikan Zoomcar karena memudahkan penyewa kendaraan di Indonesia.

“Kerja sama ini diharapkan dapat memberikan warna baru pada industri otomotif Tanah Air, serta kesempatan bisnis baru bagi masyarakat khususnya pengguna mobil.”

Alokasikan dana 366 miliar Rupiah

Komitmen Zoomcar untuk mengembangkan pasar di Indonesia terbukti cukup serius. Perusahaan menyiapkan dana sebesar $25 juta (sebesar 366 miliar Rupiah) siap dikucurkan untuk ekspansi bisnis. Sebelumnya, perusahaan meraih pendanaan melalui private placement senilai $92 juta yang dipimpin oleh SternAegis Ventures dan partisipasi dari pengelola dana dan investor institusional terkemuka di dunia.

Dana segar tersebut dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis Zoomcar di India, beberapa pasar di Asia, serta kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA). Juga, memperkuat teknologi IoT, machine learning, visi komputer, dan Zoomcar Mobility Services, solusi mobilitas untuk bisnis berbasis SaaS, yang ditujukan pada produsen suku cadang orisinal dan perusahaan perusahaan. Keseluruhan investasi tersebut didorong demi meningkatkan pengalaman pengguna.

Disebutkan saat ini perusahaan memiliki lebih dari 20 ribu mobil terdaftar di seluruh negara operasionalnya. Zoomcar dengan solusi baru yang sedikit berbeda dapat memberikan angin segar untuk para pemilik mobil. Mereka bersaing dengan Share Car (ASSA), Movic & TRAC (Grup Astra), yang merupakan petahana di industri otomotif, juga level startup seperti Trevo. Nama-nama tersebut belum menghitung Grab yang kini sediakan solusi rental mobil di dalam aplikasinya.

Di Indonesia sendiri, bisnis car marketplace berkembang dengan baik dengan model bisnis C2B2C. Beberapa platform yang telah melayani pasar ini di antaranya Carsome, Carro, Moladin, OLX Autos, OTO, sampai dengan yang paling baru ada Broom. Selain memberikan platform, mereka juga bertindak untuk membeli dan menjual mobil bekas langsung dari/ke pelanggan.

Di industri jual-beli kendaraan bekas memang masih ada sejumlah tantangan klasik yang dihadapi pelakunya. Mulai dari fragmentasi pasar, transparansi harga, inventarisasi produk, sistem inspeksi, sampai dengan kemudahan dalam pembiayaan. Setiap bermain berlomba-lomba untuk menyajikan solusi terbaik dalam menyelesaikan isu tersebut.

OTO sejauh ini memiliki solusi otomotif menyeluruh, tak hanya listing jual-beli mobil dan motor, juga sediakan inspeksi kendaraan, portal informasi, dan solusi keuangan. OTO tak hanya beroperasi di Indonesia saja, tapi sudah di 26 negara lainnya. Perusahaan ini merupakan entitas dari Girnar Software Pvt Ltd yang membawahi Cardekho, Zigwheels dan Gaadi, portal otomotif terbesar di India.

OTO juga telah meluncurkan app Android dan iOS di bawah satu app bersama untuk 27 negara, yaitu aplikasi “Oto”, menawarkan pengalaman baru dalam pencarian kendaraan roda empat dan roda dua lewat aplikasi.

Application Information Will Show Up Here
SWOOP Indonesia

Rencana Bisnis Platform Ride-Sharing SWOOP Setelah Debut di Jakarta

Meluncur di Jakarta akhir tahun 2021, penyedia layanan transportasi alternatif berbasis ride-sharing SWOOP, saat ini telah menambah rute perjalanan mereka di beberapa lokasi.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & Direktur SWOOP Lim Wee Meng mengungkapkan, SWOOP ingin menjadi opsi kepada pekerja hingga mahasiswa, yang membutuhkan transportasi untuk bisa mengantar mereka mulai dari rumah hingga lokasi tertentu.

“Misi kami ingin mengatasi masalah yang ada di ekosistem transportasi di negara berkembang. Dimulai dari Jakarta, karena kami melihat persoalan di jalan saat ini. Di sisi lain kami melihat banyak mitra yang ingin menjalin kolaborasi strategis saat ini,” kata Wee Meng.

Terdapat beberapa poin penting yang menjadi fokus dari Swoop. Di antaranya adalah persoalan keamanan. Mereka berkomitmen untuk menjamin keamanan di dua sisi, yakni penumpang dan pengemudi. Misalnya dengan ketersediaan Emergency Button untuk kedua belah pihak di aplikasi masing-masing.

SWOOP juga ingin memberikan kemudahan bagi penumpang saat melakukan perjalanan pulang-pergi, dengan memberikan tempat penjemputan dan pengantaran langsung ke tujuan. Melalui aplikasi, juga bisa dilihat secara langsung lokasi kendaraan untuk memudahkan mereka melakukan persiapan.

“Berbeda dengan layanan ride-hailing pada umumnya, SWOOP memiliki efek sosial yang dibesarkan oleh pengguna. Serupa dengan layanan yang ditawarkan oleh taksi, namun kami memberikan pilihan harga yang lebih terjangkau mulai dari Rp10 ribu,” kata Co-Founder SWOOP Michael Geric.

Perbedaan lain yang dimiliki oleh SWOOP dibandingkan dengan platform ride-hailing, mereka secara khusus menyediakan transportasi untuk kendaraan kapasitas besar. Bukan hanya 2 sampai 4 seater, namun sampai 19 hingga 20 seater.

Menurut mereka, saat ini banyak pemilik kendaraan yang mengeluhkan minimnya pemesanan saat hari kerja dan hanya banyak saat akhir pekan saja. Melihat opsi yang ditawarkan oleh SWOOP, menjadi ideal bagi mereka untuk bermitra guna memenuhi kuota penyewaan kendaraan.

Saat ini SWOOP telah mengantongi dana segar dari sejumlah investor strategis. Namun mereka enggan untuk menyebutkan siapa investor yang telah memberikan investasi. Untuk bisa menambah jumlah penumpang dan merekrut mitra, tahun ini perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana lanjutan.

Perluas kolaborasi

Bagi pengguna yang ingin memesan layanan transportasi SWOOP, bisa langsung mengunduh dan melakukan pemesanan lewat aplikasi. Nantinya mereka bisa menentukan tempat penjemputan, jam penjemputan, hingga lokasi yang ingin dituju.

Saat ini rute yang ditawarkan oleh di antaranya seputar SCBD, Kuningan, Monas, Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok, Cibubur, dan Bintaro. Ke depanya menyesuaikan permintaan dari pengguna mereka, akan ditambah rute baru yang kemudian bisa dikustomisasi.

Untuk menambah akses kepada penumpang, SWOOP juga telah menjalin kerja sama strategis dengan MRTJ. Kolaborasi ini dilakukan demi mendukung terlaksananya integrasi transportasi yang tepat bagi para komuter. Kehadiran SWOOP didasari oleh visi perusahaan dalam bertindak sebagai aggregator dalam menjembatani ketersediaan dan kebutuhan pilihan transportasi yang lebih nyaman, dan hemat bagi para komuter di area Jabodetabek dan sekitarnya.

“Kami sangat mengapresiasi dan bangga dapat bekerja sama dengan PT MRT Jakarta (Perseroda). Kolaborasi dengan MRT Jakarta merupakan langkah awal untuk mewujudkan misi kami dengan menyediakan kapabilitas transportasi yang lebih pintar, aman dan efisien,” kata Wee Meng.

Selain dengan PT MRT Jakart, SWOOP juga telah bekerja sama dengan beberapa mitra strategis lainnya dari berbagai latar belakang industri, mulai dari transportasi, developer pemukiman, hospitality, sekolah hingga jaringan ritel lokal.

Application Information Will Show Up Here

Beam Segera Luncurkan Layanan Sewa Sepeda dan Skuter Listrik di Indonesia

Startup pengembang layanan mobilitas mikro “Beam” mengumumkan rencananya untuk masuk ke pasar Indonesia. Langkah ini diambil setelah perusahaan memperoleh pendanaan seri B senilai $93 juta yang dipimpin Affirma Capital. Sejumlah pemodal ventura lainnya turut andil di pendanaan ini, termasuk Sequoia Capital India dan AC Ventures.

Selain Indonesia, ekspansi juga akan mencakup beberapa negara lain yakni Filipina, Vietnam, Jepang, dan Turki. Diketahui saat ini Beam sudah tersedia di Australia, Malaysia, Selandia Baru, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan.

Layanan Beam sendiri memungkinkan pengguna untuk menyewa layanan mobilitas urban, terdiri dari dua opsi. Pertama ada Beam Saturn, yakni skuter listrik yang didesain untuk mudah dan aman dikendarai. Kemudian yang kedua Beam Apollo, yakni berbentuk sepeda elektrik modern. Dan akan segera hadir Beam Jupiter untuk perangkat e-moped.

Startup ini didirikan oleh Alan Jiang (CEO) dan Deb Gangopadhyay (CTO). Alan sebelumnya sempat menjabat sebagai Country Manager Uber Indonesia, kemudian menjadi Head of SEA untuk layanan serupa Beam asal Beijing, yakni Ofo.

Layanan mobilitas mikro di Indonesia

Sebelumnya, GrabWheels sempat mengaspal di Indonesia menyajikan layanan skuter listrik di beberapa titik. Dalam kehadiran awalnya, Grab menggandeng mitra pengembang properti seperti Sinar Mas Land untuk uji coba di BSD City, juga universitas di Jakarta. Namun demikian, tak berselang lama layanan tersebut dihentikan seiring adanya beberapa kasus, termasuk kecelakaan.

Menurut seorang pengamat tata kota yang enggan disebutkan identitasnya, untuk menghadirkan layanan mobilitas mikro di Indonesia banyak tantangannya, terlebih jika targetnya di area-area publik terbuka. Menurutnya, konsep bisnis seperti itu lebih cocok untuk ditempatkan di lokasi khusus, seperti kompleks perumahan atau tempat wisata — biasanya mengharuskan bekerja sama dengan mitra lokal seperti pengembang properti atau pemerintah.

Grab pun sebenarnya sudah melakukan strategi tersebut, namun mendapatkan penerimaan yang baik dari pasar.

Secara regulasi, di Indonesia sudah ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Regulasi itu terbit pada pertengahan Juni 2020, berselang tidak lama setelah skuter listrik Grab dikenalkan.

Di negara dengan tata kota yang baik seperti di Amerika Serikat, model layanan mobilitas mikro ini mendapatkan penerimaan cukup baik dari masyarakat. Menurut riset McKinsey tahun 2019, diperkirakan industri mobilitas mikro bisa bernilai sekitar $300-500 miliar hingga tahun 2030. Namun sejak pandemi menyerang, penggunaan mobilitas mikro termasuk skuter listrik ini anjlok 50%-60%.

Di Singapura, layanan on-demand skuter dan sepeda listrik juga sempat populer, hingga akhirnya sejumlah kasus terjadi dan mendorong regulator setempat untuk memberikan batasan-batasan. Misalnya adanya hukuman untuk pengguna yang memarkir skuter atau sepeda di tempat umum secara tidak teratur atau tidak pada tempatnya; hingga sejumlah aturan diperketat terkait dengan perangkat mobilitas untuk menekan terjadinya potensi kecelakaan.

Optimisme Beam

Beam mengaku terus berinovasi pada teknologi keselamatan pengguna. Salah satunya dengan menerapkan MARS (Micromobility Augmented Riding Safety) yang terdiri dari inovasi keselamatan untuk melindungi pejalan kaki, mengatur ruang zonasi dan parkir, hingga mendorong penggunaan kendaraan yang lebih aman oleh pengguna. Inovasi di sisi perangkat mobilitas juga terus dikencangkan.

Inovasi keamanan MARS yang dihadirkan Beam / Beam

Co-Founder & CEO Beam Alan Jiang mengatakan, “Micromobility telah mengambil sistem keamanan mutakhir seperti teknologi MARS Beam dan menerapkannya ke kendaraan listrik kecil seperti e-skuter, e-bikes, dan e-moped untuk membantu arus kota lebih baik untuk semua orang. Kami sangat senang dapat bermitra dengan dana visioner seperti Affirma untuk menghadirkan mobilitas yang berbiaya lebih rendah, lebih hijau, dan lebih aman bagi kota-kota di seluruh APAC.”

Terkait pandemi, Beam meyakini permintaan untuk layanan mobilitas mikro terus tumbuh di Asia Pasifik. Hal dini dicerminkan dari pendapatan Beam yang tumbuh 15x lipat sejak dimulainya pandemi. Beam bekerja sama dengan pemerintah daerah di kota-kota di Asia Pasifik untuk menyediakan layanan mobilitas mikro bersama yang aman dan berkelanjutan saat masyarakat mereka tertarik pada cara bepergian yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Konsep "Ride Sharing" sebagai alternatif transportasi on-demand di Indonesia / Depositphotos.com

Revolusi Konsep “Ride Sharing” sebagai Alternatif Jasa Transportasi

Konsep ride sharing sering kali disamakan dengan layanan ride hailing. Kendati memiliki tujuan yang sama, sejatinya dua konsep ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Ride hailing berorientasi pada permintaan penumpang yang membutuhkan kendaraan; sementara ride sharing lebih fokus kepada pemilik kendaraan yang memiliki slot kosong untuk berbagi perjalanan.

Salah satu startup yang fokus menggarap segmen ride sharing adalah Tebengan. Co-Founder & CEO Tebengan Will Widjaja pertama kali terpapar konsep ini ketika ia menghadiri sebuah konferensi di Aarhus, Denmark pada tahun 2014. Sempat berkenalan dengan beberapa orang lokal, ketika ia hendak kembali ke Copenhagen menggunakan kereta, mereka menawarkan untuk menggunakan sebuah aplikasi ride sharing yang ternyata sudah lumrah di sana.

“Saat itu saya berpikir, dengan harga lebih murah, tempat lebih nyaman, dan ada teman ngobrol, mengapa tidak coba dikembangkan saja. Inilah yang menjadi inspirasi saya untuk membuat Tebengan di Indonesia,” tambah Will.

Fokus bisnis

Dalam perjalanannya, startup ride sharing yang akan menginjak tahun ke-4 di bulan Maret 2021 ini juga sempat mengalami fase model bisnis yang berubah-ubah. Untuk mencapai product market-fit perusahaan memulai dari iterasi pengemudi untuk membuat trayek rutin, lalu menyediakan sistem offer agar mereka juga bisa menawarkan layanan ke penumpang.

Will juga turut mengungkapkan, “Tantangan terbesar kami adalah bagaimana mengkoordinasi 2 user yang punya alamat berbeda tujuan berbeda dan jam berbeda untuk bisa saling koordinasi, fitur seperti apa yang harus kita hadirkan untuk memfasilitasi hal itu.”

Selain itu, kesabaran pemilik kendaraan dan penumpang juga masih menjadi alasan rentan terjadinya keluhan di aplikasi yang sudah diunduh lebih dari 10 ribu pengguna ini. Kepercayaan juga menjadi salah satu faktor esensial untuk keberlangsungan bisnis. Beberapa fitur seperti verifikasi SIM, KTP, juga komunitas untuk wadah berdiskusi turut dikembangkan demi membangun kepercayaan antar pemilik kendaraan dan penumpang.

Mengenai potensi ride sharing di Indonesia, konsep ini sendiri sebenarnya sudah menjadi budaya di Indonesia. Dalam segmen ini, ada beberapa pemain yang juga menawarkan layanan serupa seperti Noompang dan Nebengers.

Ketika disinggung mengenai diferensiasi, Will mengungkapkan, “Value proposition yang ingin kami bawa di sini adalah pengalaman berkendara yang nyaman dan menyenangkan. Harapan kami adalah dengan kesederhanaan yang ditawarkan melalui aplikasi tebengan ini bisa memudahkan user untuk mencari teman nebeng atau relasi baru dengan objektif yang sesuai.”

Di tengah pandemi, layanan yang sempat juga menekankan bahwa ekosistem di Tebengan selalu dianjurkan untuk mematuhi protokol yang berlaku, baik pada jumlah penumpang di dalam kendaraan juga protokol kesehatan lainnya yang diatur pemerintah.

Dari sisi harga, platform ini tidak bertugas mematok angka, tetapi memberi rekomendasi yang sesuai. Namun, semua kembali lagi pada keputusan pemilik kendaraan. Saat ini tebengan masih fokus melayani pengguna di area Jabodetabek dan sudah mulai mengembangkan cakupan antar kota/provinsi.

“Fokus kita masih di Jabodetabek, sekarang lagi membangun sistem komunitas di mana bisa membuat grup diskusi antar penumpang dan pemilik kendaraan. Saat ini kami mau fokus di area yang minim angkutan umum dengan membuka trayek baru yang tidak ada di transportasi umum,” jelas Will.

Sebagai informasi, Tebengan adalah salah satu peserta di program akselerator DSLaunchpad yang diadakan oleh DailySocial bekerja sama dengan Amazon Web Services.

Gambar Header: Depositphotos.com

Application Information Will Show Up Here

Fokus Raih Profit dan Bisnis Berkelanjutan, GoPay Mulai Kurangi Kegiatan “Bakar Uang”

Konsisten dengan tujuan utama untuk meraih profit dan bisnis berkelanjutan, GoPay secara perlahan mulai mengurangi kegiatan “bakar uang” dengan jumlah promo semakin kecil. Padahal, menurut Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata, strategi bakar uang relatif lumrah dilakukan platform dompet digital saat ini.

Secara umum pemberian promo memang sangat efektif untuk mengakuisisi pengguna baru, tapi jika terus dibiarkan bisa menjadi masalah yang akan berpengaruh kepada bisnis perusahaan. Tidak dimungkiri kegiatan promo sulit untuk langsung dihentikan, namun dengan cara yang tepat didukung dengan produk yang relevan, paling tidak bisa membantu kegiatan ini lebih kecil volumenya.

“Kalau misalnya kita lihat saat ini, justru dari semua platform dompet digital yang ada, yang promonya paling kecil adalah GoPay. Tapi pengguna kita justru month-to-month jumlahnya tetap naik, hal tersebut menjadi validasi terhadap strategi yang kita terapkan bahwa promo memang tidak bisa ditinggalkan, tapi pada akhirnya produk yang menentukan,” kata Budi.

Disinggung apakah kegiatan ini mempengaruhi jumlah pengguna yang loyal dan retention, menurut Budi sejauh ini tidak terlalu berpengaruh. Selama kegiatan tersebut dilancarkan, masih banyak pengguna yang kemudian menggunakan kembali semua fitur yang ada dalam ekosistem Gojek, meskipun promo mulai berkurang jumlahnya.

“Kuncinya adalah inovasi dan juga program yang kami lakukan, yaitu promo yang lebih efisien dan targeted. Karena jika kita lihat industri perbankan misalnya seperti kartu kredit, mereka juga masih memberikan promo, tapi lebih targeted sifatnya,” kata Budi.

Persaingan positif platform dompet digital

Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019
Hasil survei tentang awareness layanan digital wallet di Indonesia dalam Fintech Report 2019

Salah satu alasan mengapa kegiatan bakar uang makin sering dilakukan adalah persaingan dan pilihan yang makin banyak dari pemain serupa untuk menjangkau lebih banyak pengguna. Menurut Budi, persaingan justru disambut baik. Dengan demikian masing-masing platform berlomba-lomba untuk memberikan produk yang bisa lebih baik lagi.

Di Gojek sendiri fokus utama adalah bagaimana fitur yang ada bisa terus membantu semua pengguna memanfaatkan GoPay untuk bertransaksi di dalam ekosistem hingga di luar ekosistem.

Meskipun saat ini GoPay masih banyak digunakan untuk transaksi dengan nominal kecil dan kebanyakan bersifat mikro, tidak berarti platform ini tidak memiliki peluang mendapatkan pendapatan tambahan. Memanfaatkan kolaborasi dengan bank, merchant dan ekosistem unggulan di Gojek yaitu GoFood, GoPay mengklaim bisa memperoleh pendapatan tambahan yang lebih stabil.

Mulai banyak diterapkannya QR Code dan peluncuran QRIS dari Bank Indonesia juga dilihat oleh GoPay sebagai peluang yang makin menguntungkan untuk perusahaan, dengan demikian kesempatan untuk menjalin kemitraan dengan enterprise makin besar peluangnya yang akan memberikan dampak lebih baik kepada pemasukan bisnis.

GoFood dan GoPay kini dikenal sebagai dua bisnis utama Gojek yang paling cepat pertumbuhannya ketimbang layanan lain. Tahun lalu disebutkan GoFood mencetak revenue $2 miliar, 50 juta transaksi per bulan, dan pertumbuhan naik 2,5 kali lipat. Sementara GoPay berkontribusi $6,3 miliar, meski pertumbuhannya tidak disebutkan.

“Kami juga bersyukur memiliki investor yang banyak dari kalangan blue chip company yang sejak awal mendorong kita untuk fokus kepada profit. Apa yang sudah kami lakukan sejauh ini telah dihargai oleh mereka, karena memang dari awal fokus kita tidak pernah berubah yaitu profit dan sustainability,” kata Budi.

Application Information Will Show Up Here
Tron menargetkan dapat mendigitalkan tujuh ribu unit angkutan umum yang berlokasi di pinggir Jakarta

Aplikasi “Ride Sharing” Tron Siap Sasar Pengemudi Bajaj di Jakarta

Aplikasi “ride sharing” Tron akan segera hadir untuk pengemudi bajaj di Jakarta. Sebelumnya, aplikasi ini pertama kali pilot di Bekasi dengan menyasar pengemudi angkutan kota (angkot) trayek K-11A dan K-11B.

CEO Tron David Santoso menjelaskan, bajaj sama seperti kendaraan umum lainnya, belum tersentuh dengan dunia digital. Kehadiran Tron, diharapkan memberikan jumlah kenaikan penumpang sehingga dapat meningkatkan perekonomian para pengemudi bajaj.

Tron bajaj sendiri akan hadir di Jakarta, khususnya di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, kedua lokasi tersebut dianggap memiliki sirkulasi penggunaan bajaj yang cukup vital.

“Sistem untuk Tron Bajaj yaitu ride sharing dan maksimum penumpang untuk Bajaj roda tiga adalah 2 penumpang dan untuk Bajaj roda empat adalah 4 penumpang”, terang David dalam keterangan resmi, Selasa (21/5).

Tron pertama kali hadir untuk angkot Bekasi sejak 10 April 2019. Tanpa disertai data, David mengklaim peningkatan penggunaan cukup signifikan. Atas pertimbangan itulah yang membuat perusahaan percaya diri untuk membawanya ke Jakarta.

“Kami harapkan dalam waktu dekat kami sudah bisa menambah trayek sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para pengguna kami.”

Dalam dua pekan mendatang, perusahaan juga akan meluncurkan fitur chat. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengirimkan percakapan ke pengemudi angkutan umum yang akan menjemput di titik penjemputan.

“Kami juga telah memberikan pelatihan kepada para pengendara agar tetap mematuhi peraturan lalu lintas yang ada dalam menggunakan fitur chat ini”, tutupnya.

Tron merupakan produk PT Teknologi Olah Rancang Nusantara, perusahaan afiliasi Digiasia Bios. David sendiri sebelumnya adalah CFO PayPro. Untuk implementasinya, Tron menggandeng Via, perusahaan teknologi Amerika Serikat. Tidak ada saham Via yang ditempatkan ke perusahaan.

Ditargetkan sampai akhir tahun ini Tron dapat mendigitalkan tujuh ribu unit angkutan umum di pinggiran Jakarta, seperti angkutan kota, bajaj, bus, mikrolet, dan lainnya yang belum tersentuh implementasi digital.

Application Information Will Show Up Here
The new funding is to be focused for service expansion and fintech penetration

Gojek Reportedly Receives New Funding Worth 13 Trillion Rupiah from Google, Tencent, and JD.com

Gojek, a ride sharing fintech service is reportedly to raise a new funding round, targeting up to $2 billion. It’s necessary to facilitate regional expansion and penetration improvement of the fintech service.

Some of the previous investors are  involved in the seed round – include Google, Tencent, and JD.com – with value up to $920 million (around 13 trillion rupiah).

This week, Gojek is reportedly to make an official statement. In the new round, Gojek’s valuation should have reach $9.5 billion – close to Decacorn. Previously, some news are reporting Telkom’s plan to invest in Gojek, but until now, there’s no following information regarding the rumor.

JD.com contribution in the follow-on funding tightens strategic cooperation. Entering the end of last year, Gojek is rumored to make an acquisition of JD.id business unit in indonesia with a value of $1 billion. Until this news revealed, the plan has not been realized.

Control to JD.id should be Gojek’s golden step to enter the e-commerce landscape in Indonesia which currently dominated by four unicorns, Bukalapak, Lazada, Shopee, and Tokopedia. Aside from ride-sharing, Gojek will maximize fintech potential through Go-Pay.

The strategic step is necessary because Grab as competitor is actively raising fund. In 2018, they targeting total funding up to $3 billion. Some investors are involved in this funding, include the three top-tier automotive companies, Hyundai, Kia, and Yamaha.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Gojek disebut mendapatkan pendanaan baru dari Google, Tencent, dan JD.com—dengan nilai pendanaan sekitar $920 juta (setara hampir 13 triliun Rupiah).

Gojek Dikabarkan Peroleh Dana Baru Senilai 13 Triliun Rupiah dari Google, Tencent, dan JD.com

Layanan ride sharing Gojek dikabarkan tengah mengumpulkan babak baru pendanaan, total yang ditargetkan mencapai $2 miliar. Modal tambahan tersebut dibutuhkan untuk melancarkan kegiatan ekspansi regional dan peningkatan penetrasi layanan fintech miliknya.

Beberapa investor Gojek sebelumnya akhirnya turut andil dalam putaran awal target pendanaan tersebut –termasuk Google, Tencent, dan JD.com—dengan nilai pendanaan sekitar $920 juta (setara hampir 13 triliun Rupiah)

Kabarnya Gojek akan segera mengumumkan perolehan pendanaan tersebut secara resmi minggu ini. Dengan babak baru pendanaan, valuasi Gojek bisa mencapai $9,5 miliar–mendekati status Decacorn. Sebelumnya banyak pemberitaan yang mengabarkan rencana Telkom untuk turut menyuntik modal ke Gojek, namun sejauh ini belum ada titik terang mengenai kelanjutan kabar tersebut.

Keterlibatan JD.com dalam pendanaan makin mengencangkan kerja sama strategis. Menjelang akhir tahun lalu tersiar kabar keinginan Gojek melakukan akuisisi untuk unit bisnis JD.id di Indonesia dengan nilai $1 miliar. Sampai berita ini diturunkan, tampaknya rencana tersebut belum berhasil terealisasi.

Kendali ke JD.id dapat menjadi langkah emas Gojek untuk turut masuk ke lanskap e-commerce di Indonesia yang saat ini didominasi empat unicorn Bukalapak, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain di ride-sharing, Gojek terus memaksimalkan potensi fintech melalui Go-Pay.

Langkah strategis Gojek memang diperlukan, karena Grab sebagai pesaing terdekatnya juga terus aktif menggalang pendanaan. Tahun 2018 mereka menargetkan total pendanaan hingga $3 miliar. Beberapa investor telah bergabung dalam pendanaan tersebut, termasuk dari tiga perusahaan otomotif ternama yakni Hyundai, Kia dan Yamaha.

Application Information Will Show Up Here
Singapore GO-JEK

GO-JEK Expands Further to Singapore

GO-JEK reportedly prepares a regional expansion, Singapore to be the next target. It’s currently on progress, to be finalized before October 2018. Although the market share is not as big as other countries, such as Vietnam, there are some strategic aspects for the “karya anak bangsa” on-demand startup to gain.

Aside from being known as a hub for digital companies in Southeast Asia, Singapore is also the base of its main competitor, Grab. On the other hand, the expansion is quite challenging for GO-JEK because two-wheeler isn’t allowed as Singapore’s public transportation mode. GO-JEK, as quoted in TechCrunch, is discussing with ComfortDelGo as the biggest taxi provider in town.

However, GO-JEK’s app ecosystem is complete enough to escort car transportation. Supported by GO-PAY, it’s possible for any other services, such as ticket booking or car advertising can be brought into the market. Besides, ride-sharing consumers in Singapore are demanding for options post-Uber acquisition by Grab.

On the expansion, GO-JEK is being serious. Previously, the company was reportedly to raise funding for expansion ammo to the amount of IDR 30 trillion. After Vietnam, GO-JEK’s next targets are Thailand, the Philippines, and Singapore. However, it’s not really the problem, take the regulation issue in the Philippines as an example.

Having IDR 75 trillion value and supported by global investors, such as Tencent and Google, no wonder they have an ambitious target for the current mission in the region.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
GO-JEK Singapura

GO-JEK Lanjutkan Ekspansi ke Singapura

GO-JEK dikabarkan kembali melanjutkan ekspansi di wilayah regional. Kali ini yang menjadi sasaran adalah Singapura. Proses perluasan saat ini tengah dilakukan, ditargetkan selesai sebelum akhir Oktober 2018. Kendati pangsa pasarnya tidak sebesar negara lain, seperti Vietnam, namun ada aspek strategis yang ingin didapatkan oleh startup on-demand “karya anak bangsa” tersebut.

Selain dikenal sebagai hub bagi perusahaan digital di Asia Tenggara, Singapura juga merupakan basis bisnis pesaing utamanya, yakni Grab. Di sisi lain, perluasan bisnis ini cukup menantang bagi GO-JEK, pasalnya di Singapura moda transportasi publik dengan sepeda motor tidak diizinkan. Pihak GO-JEK, seperti dikutip dalam TechCrunch, tengah berdiskusi dengan ComfortDelGo selaku operator taksi terbesar di sana.

Namun demikian ekosistem aplikasi GO-JEK sudah cukup lengkap untuk menemani layanan transportasi mobil. Dengan dukungan GO-PAY, bukan tidak mungkin berbagai layanan lain seperti pemesanan tiket atau car advertising dapat ikut diboyong ke pasar tersebut. Selain itu, konsumen ride-sharing di Singapura juga tengah membutuhkan opsi layanan lain, pasca Uber di wilayah regional dicaplok oleh Grab.

Soal ekspansi sendiri GO-JEK menunjukkan keseriusannya. Sebelumnya dikabarkan bahwa perusahaan tengah menggalang dana untuk bahan bakar ekspansi senilai 30 triliun Rupiah. Pasca Vietnam, target ekspansi GO-JEK adalah Thailand, Filipina, dan Singapura. Kendati demikian langkah tersebut bukan ganjalan, sebagai contoh beberapa waktu lalu isu regulasi menyendat ekspansinya di Filipina.

Dengan valuasi sekitar 75 triliun Rupiah, dengan dukungan investor global seperti Tencent dan Google, memang sudah selayaknya target ambisius di wilayah regional menjadi misi GO-JEK saat ini.

Application Information Will Show Up Here