Tag Archives: Riky Tenggara

Ula Snags 1.24 Trillion Rupiah Series B Funding, to Release Paylater Product for Warung

Ula snags $87 million in series B funding (approximately 1.24 trillion Rupiah) led by Prosus Ventures, Tencent, and B-Capital. Participated also in this round, the Bezos Expeditions, a VC created by Amazon founder Jeff Bezos; along with other leading investors, Northstar Group, AC Ventures, and Citius.

Ula‘s previous investors, including Lightspeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital and Alter Global cut another check in this round. On this occasion, Ula also announced that AC Ventures Founding Partner, Pandu Sjahrir was appointed as the company’s advisor.

This funding was announced eight months after the series A funding in January. Collectively, the company has raised a total $117.5 million in funding within 20 months since its founding.

The company will use the funding to expand its geographic and team coverage area, to realize its vision of empowering the traditional retail industry in Indonesia. These include releasing new categories, developing paylater feature, developing new technologies, logistics infrastructure, and local supply chains.

Ula’s Co-founder & Chief Commercial Officer, Derry Sakti said that this BNPL solution was presented because Ula already has 70 thousand stalls that transact through its platform, the database is a provision for credit scoring before disbursing loans.

The company is said to grow 230 times, offering more than 6 thousand products. The majority of Ula users come from tier two to four cities that still lack access to resources and logistics infrastructure.

As is known, traditional retailers have limitations in accessing banking products, even though they are very dependent on daily income, this makes the paylater option to suppliers will have tremendous benefits for warung.

“Using Ula, they no longer have to worry about purchasing goods, product availability, or even payment, which will give them more time to focus on other more important things. Seeing the impact firsthand that Ula has given to customers’ lives certainly moves our team to move forward,” he said in an official statement, Monday (4/10).

Ula’s Co-founder & Chief Operating Officer, Riky Tenggara added, “Solving the complexities of supply chain problems in Indonesia is a very challenging and impactful endeavor. As a company built on a community, we cannot underestimate the importance of providing services that our customers can always rely on, especially services that can make a real difference to their lives.”

Ula investors, AC Ventures and Northstar, also put on some statement. They stated that they have the same mission regarding the importance of empowering Indonesian MSMEs through technology. This is because MSMEs contribute more than 60% of Indonesia’s GDP and become the backbone of the country’s economy.

“Ula provides a more efficient procurement and operational system, and ultimately opens access to credit that is needed to expand the MSME business scale,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

The Ula app allows shop owners to order a wide variety of products and have them delivered directly to their stores. With a simple concept, Ula tries to focus on customer needs rather than adding unnecessary features, to ensure the best experience. The app is said to be lighter, suitable for low connection environments and the most basic devices, and ensures it doesn’t take up too much space on their phones.

Potential warung digitization

The service solution solves a very fundamental issue. Based on the results of a research entitled The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, at least 92 million adults in Indonesia are yet to have access to banking financial services (unbankable) – making it difficult for them to access transactional digital services directly. This is quite a big number, even greater than the total population of countries in Southeast Asia except the Philippines.

Warung is the most outreaching business system – the place where micro-economy across Indonesia revolves. According to 2016 Economic Census data released by BPS, of the 26.4 million units of Micro, Small and Medium Enterprises (UMK), 46.38% fall into the category of “Wholesale and Retail Trade, Repair and Maintenance of Cars and Motorcycles. “ – warung is in it. This number is also the largest among other types of businesses in Indonesia.

In an interview with DailySocial.id, Ula’s Co-Founder Nipun Mehra explained his analysis of why his startup is steadily expanding into this sector. He said, traditional retail like warung is the main pillar of the Indonesian economy. “This is the backbone of the consumption economy, while employing millions of people. Traditional retailers are cost-effective and have deep knowledge of the local market. However, this sector is the most vulnerable part of the value chain because they usually work individually on a small scale,” he added.

The diversification they trying to make is the efficiency of resources and capital by presenting a doorstep system (direct product delivery) that is cost-effective. In addition to connecting retailers with stock providers of FMCG products, they will also expand product coverage in the fashion category.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Startup b2b e-commerce marketplace Ula berhasil mengumpulkan pendanaan Seri B sebesar $87 juta yang dipimpin oleh Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital

Ula Raih Pendanaan Seri B 1,24 Triliun Rupiah, Segera Rilis Produk Paylater untuk Warung

Ula berhasil mengumpulkan pendanaan seri B sebesar $87 juta (sekitar 1,24 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital. Putaran ini turut diikuti oleh partisipasi Bezos Expeditions, VC besutan pendiri Amazon Jeff Bezos; beserta investor terkemuka lainnya, yakni Northstar Group, AC Ventures, dan Citius.

Investor Ula terdahulu, seperti Lighstpeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital, dan Alter Global, turut berpartisipasi kembali pada putaran kali ini. Dalam kesempatan ini, Ula sekaligus mengumumkan Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir diangkat menjadi penasihat perusahaan.

Pendanaan ini diumumkan berselang delapan bulan setelah pendanaan seri A di awal Januari ini. Bila diakumulasi, perusahaan telah memperoleh pendanaan sebanyak $117,5 juta dalam 20 bulan sejak pendiriannya.

Perusahaan akan memanfaatkan pendanaan untuk memperbesar cakupan area geografi dan tim, untuk mewujudkan visinya dalam pemberdayaan industri ritel tradisional di Indonesia. Di antaranya merilis kategori baru, pengembangan layanan paylater, pembangunan teknologi baru, infrastruktur logistik, dan rantai pasokan lokal.

Co-founder & Chief Commercial Officer Ula Derry Sakti menyampaikan solusi BNPL ini dihadirkan karena Ula telah memiliki 70 ribu warung yang bertransaksi melalui platform-nya, basis data tersebut menjadi bekal untuk melakukan skoring kredit sebelum menyalurkan pinjaman.

Diklaim perusahaan telah tumbuh 230 kali lipat, menawarkan lebih dari 6 ribu produk. Mayoritas pengguna Ula berasal dari kota lapis dua hingga empat yang masih kekurangan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur logistik.

Seperti diketahui, ritel tradisional memiliki keterbatasan dalam mengakses produk perbankan, padahal mereka sangat bergantung pada pemasukan harian, hal ini membuat pilihan pembayaran paylater kepada supplier memiliki manfaat yang luar biasa bagi warung.

“Dengan Ula, mereka tidak perlu lagi khawatir tentang pembelian barang, ketersediaan produk, atau bahkan pembayaran, yang tentunya akan memberikan mereka waktu lebih banyak untuk fokus kepada hal lain yang lebih penting. Melihat secara langsung dampak yang telah Ula berikan pada kehidupan pelanggan tentunya menggerakkan tim kami untuk terus maju,” tuturnya dalam keterangan resmi, Senin (4/10).

Co-founder & Chief Operating Officer Ula Riky Tenggara menambahkan, “Memecahkan kompleksitas masalah rantai pasokan di Indonesia merupakan sebuah upaya yang sangat menantang dan berdampak. Sebagai perusahaan yang dibangun dari sebuah komunitas, kami tidak dapat meremehkan pentingnya memberikan layanan yang selalu dapat diandalkan oleh pelanggan kami, khususnya layanan yang dapat memberikan perbedaan yang nyata bagi kehidupan mereka.”

Investor Ula, AC Ventures dan Northstar, turut memberikan pernyataannya. Mereka menyatakan bahwa mereka memiliki kesamaan misi mengenai pentingnya pemberdayaan UMKM Indonesia melalui teknologi. Pasalnya, UMKM berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB Indonesia dan menjadi tulang punggung ekonomi negara.

“Ula menyediakan pengadaan dan sistem operasional yang lebih efisien, dan pada akhirnya membuka akses akan pemenuhan kredit yang sangat dibutuhkan untuk memperluas skala bisnis UMKM,” ujar Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Aplikasi Ula memungkinkan pemilik warung untuk memesan berbagai macam produk dan mengirimkannya langsung ke toko mereka. Dengan konsep yang sederhana, Ula mencoba fokus pada kebutuhan pelanggan daripada menambahkan fitur yang tidak perlu, untuk memastikan pengalaman terbaik. Aplikasi ini diklaim lebih ringan, cocok untuk lingkungan koneksi rendah dan perangkat paling dasar, serta memastikan tidak memakan terlalu banyak ruang di ponsel mereka.

Potensi digitalisasi warung

Solusi layanan tersebut menyelesaikan isu yang sangat fundamental. Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial perbankan (unbankable) – sehingga sulit bagi mereka untuk mengakses layanan digital transaksional secara langsung. Jumlah tersebut sangat besar, bahkan lebih besar dari total penduduk negara-negara di Asia Tenggara kecuali Filipina.

Warung adalah sistem bisnis yang paling menjangkau – tempat ekonomi mikro di berbagai penjuru Indonesia berputar. Menurut data Sensus Ekonomi 2016 yang dirilis BPS, dari 26,4 juta unit Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), sebanyak 46,38% masuk dalam kategori “Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor” – warung masuk di sana. Jumlah ini sekaligus menjadi yang paling besar di antara jenis usaha lain yang ada di Indonesia.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Co-Founder Ula Nipun Mehra menjelaskan analisisnya mengapa startupnya mantap merambah sektor ini. Menurutnya, ritel tradisional seperti warung adalah pilar utama ekonomi Indonesia. “Ini adalah backbone dari ekonomi konsumsi, sekaligus mempekerjakan jutaan orang. Peritel tradisional tergolong cost-effective dan memiliki pengetahuan mendalam mengenai pasar lokal. Namun, sektor ini adalah bagian paling rentan dari value chain karena mereka biasanya bekerja secara individual dengan skala kecil,” ujarnya.

Diversifikasi yang coba dihadirkan adalah efisiensi sumber daya dan permodalan dengan menghadirkan sistem doorstep (pengiriman produk secara langsung) yang hemat biaya. Selain menghubungkan peritel dengan penyedia stok produk FMCG, mereka juga akan memperluas cakupan produk di kategori busana.

Application Information Will Show Up Here

Ula Receives 148 Billion Rupiah Seed Funding, Offering Supply Chain Platform and Capital Support

Ula, a startup working on supply-chain solutions for small shops and SMEs, today (10/6) announced seed funding worth of US $10.5 million or equivalent to 148 billion Rupiah. The investment round was led by Sequoia India and Lightspeed India, with the participation of SMDV, Quona Capital, Saison Capital, and Alter Global. Several angel investors also participated, including Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, and Rahul Mehta.

The new platform was launched in January 2020 and has a head office in Jakarta. The business concept relies on e-commerce-based applications consists of a wide selection of wholesale merchandise with high demand by stall owners or other SMEs, specifically related to daily needs (FMCG). A unique thing about this service unique is that it allows users to use the pay later feature in the application. This flexible payment is considered to solve capital problems that often blocked small stalls to grow.

Currently Ula is still testing the beta version of its product in the East Java region. Moreover, it is targeted to immediately cover all potential users in Java and expand the product categories to electronics and fashion. The founders were quite optimistic, especially during the Covid-19 pandemic, online fulfillment services continued to increase.

Despite its business focus in Indonesia, Ula’s development team is not only in Jakarta, but also in India and Singapore. Ula was founded by four founders with working experience in global companies including Derry Sakti, Riky Tenggara, Nipun Mehra, and Alan Wong.

Together support the SME industry

In Indonesia, there are some startups trying their luck in similar business verticals. One of which is Klikdaily, their services also make it easier for shop owners to get supply chain. In May 2020, they announced series A funding led by Global Founders Capital. In addition, there also TokoPandai, Limakilo, Kudo, and so on.

Some other technology platforms have started supply chain models in various forms. For example, what Moka’s point of sales developer did with Moka Fresh products. Integrating the fulfillment of small businesses’ basic commodities through one door. In addition, a partnership program initiated by e-commerce giants, such as Mitra Bukalapak, Tokopedia, to Shopee – which also targets fulfillment segment in traditional stalls.

The market potential is quite large, according to Ula’s data, traditional retailers contribute almost 80% of the overall market share value in developing countries like Indonesia. The business model also empowers millions of people in various parts of the region; in terms of business, they are considered to be the most understanding of consumers’ characteristics around them, thus ensuring its products always on target.

However, there are problems that usually blocked business people to grow big, mostly related to working capital and lack of human resources, therefore, business development becomes stagnant. Ula is trying to solve both issues through a one-stop-fulfillment platform, along with credit services based on data analysis with intelligent systems.

“For us, the scale of Ula’s success is measured by how much customers can improve their business and lives. Our vision is to revolutionize the SME trade with technology, help improve their efficiency, and provide tools (technology) to facilitate business,” Riky Tenggara said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Ula

Ula Dapatkan Dana Awal 148 Miliar Rupiah, Tawarkan Platform “Supply Chain” Dilengkapi Bantuan Modal

Ula, startup yang menggarap solusi supply-chain untuk warung dan UKM, hari ini (10/6) mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai US$10,5 juta atau setara 148 miliar Rupiah. Putaran investasi dipimpin Sequoia India dan Lightspeed India, dengan keterlibatan SMDV, Quona Capital, Saison Capital, dan Alter Global. Beberapa angel investor juga turut berpartisipasi, meliputi Patrick Walujo, Willy Arifin, Sujeet Kumar, Vaibhav Gupta, Amod Malviya, Rohan Monga, dan Rahul Mehta.

Platform ini baru diluncurkan pada Januari 2020 dan memiliki kantor pusat di Jakarta. Konsep bisnisnya mengandalkan aplikasi berbasis e-commerce yang berisi berbagai pilihan barang dagangan grosir yang biasa diburu oleh pemilik warung atau pelaku UKM lainnya, khususnya terkait kebutuhan sehari-hari (FMCG). Satu hal yang membuat layanan ini unik, memungkinkan penggunanya untuk memanfaatkan fitur paylater yang tertanam di aplikasi. Pembayaran yang fleksibel ini dinilai dapat menyelesaikan masalah permodalan yang kerap dihadapi warung kecil untuk bertumbuh.

Saat ini Ula masih menguji versi awal produknya dalam private beta di wilayah Jawa Timur. Setelah itu ditargetkan segera merangkul seluruh calon pengguna di Jawa dan memperluas kategori produk ke elektronik dan fesyen. Para founder cukup optimis, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19, layanan pemenuhan kebutuhan secara online terus meningkat.

Kendati fokus bisnisnya di Indonesia, tim pengembang Ula tidak hanya berbasis di sini, namun juga ada yang di India dan Singapura. Ula didirikan oleh empat orang founders yang memiliki pengalaman bekerja di perusahaan global meliputi Derry Sakti, Riky Tenggara, Nipun Mehra, dan Alan Wong.

Ramai-ramai sokong bisnis UKM

Di Indonesia sejatinya sudah ada beberapa startup yang coba peruntungan di vertikal bisnis serupa. Sebut saja Klikdaily, layanan mereka turut mudahkan pemilik warung dapatkan stok produk. Pada Mei 2020 lalu baru bukukan pendanaan seri A yang dipimpin Global Founders Capital. Selain itu masih ada TokoPandai, Limakilo, Kudo dan sebagainya.

Beberapa platform teknologi lain juga telah memulai model supply chain dengan berbagai bentuk. Misalnya yang dilakukan pengembang point of sales Moka dengan produk Moka Fresh. Mengintegrasikan sistem pemenuhan bahan pokok pengusaha kecil lewat satu pintu. Atau program kemitraan yang diinisiasi raksasa e-commerce, seperti Mitra Bukalapak, Tokopedia, hingga Shopee — yang juga menyasar pemenuhan kebutuhan di warung-warung tradisional.

Potensi pasarnya memang besar, menurut data yang disampaikan Ula, di negara berkembang seperti Indonesia ritel tradisional hampir berkontribusi 80% dari nilai pangsa pasar keseluruhan. Model bisnisnya turut memberdayakan jutaan orang di berbagai pelosok wilayah; dari sisi bisnis pun mereka dianggap yang paling mengerti tentang karakteristik konsumen di sekitarnya, sehingga memastikan produk yang selalu tepat sasaran.

Namun ada permasalahan yang mengganjal para pelaku bisnis tadi untuk bertumbuh besar, paling umum terkait modal kerja yang kurang optimal dan SDM yang kurang cakap, sehingga perkembangan bisnis jadi stagnan. Dua hal ini yang coba diselesaikan Ula melalui platform pemenuhan kebutuhan di satu pintu, dilengkapi layanan kredit yang didasarkan pada analisis data dengan sistem cerdas.

“Bagi kami, ukuran kesuksesan Ula diukur dengan seberapa besar para pelanggan dapat meningkatkan bisnis dan kehidupannya. Visi kami adalah merevolusi perdagangan UKM dengan teknologi, membantu meningkatkan efisiensi mereka, dan menghadirkan alat (teknologi) yang memperlancar bisnis,” ujar Riky Tenggara.

Application Information Will Show Up Here
Raksul dan East Ventures gelontorkan $400.000 untuk Prinzio / Shutterstock

Raksul dan East Ventures “Patungan” Berikan Pendanaan Awal untuk Prinzio

Berita ekspansi startup internasional ke Indonesia akhir-akhir ini mungkin sudah menjadi hal yang biasa. Namun untuk kasus Raksul, salah satu startup yang bergerak di sektor e-commerce dan outsourcing printing asal Jepang, sedikit berbeda. Raksul masuk ke Indonesia melalui investasi untuk salah satu startup lokal Prinzio. Continue reading Raksul dan East Ventures “Patungan” Berikan Pendanaan Awal untuk Prinzio