Perusahaan logistik J&T Express dikabarkan berencana untuk melantai atau initial public offering (IPO) di Hong Kong pada kuartal kedua tahun ini. Perusahaan berencana mengincar dana segar antara $1 miliar sampai $2 miliar (antara Rp15,1 triliun-Rp30,3 triliun).
Belum ada konfirmasi yang diberikan J&T Express terkait rumor tersebut. Pemberitaan pertama kali berhembus dari sumber Reuters pada pekan lalu (17/2).
Sumber Reuters yang mengetahui kabar tersebut menyebutkan, sebenarnya J&T Express berencana untuk IPO pada tahun lalu, namun ditunda karena kondisi pasar yang tidak menentu.
Bila aksi korporasi ini terlaksana, diprediksi IPO ini akan jadi yang terbesar di Hong Kong pada 2023. Sepanjang 2021-2022, nilai penjualan saham IPO turun 74% menjadi $7,4 miliar di 2022 dari $28,17 miliar di 2021. Faktor pemicunya, menurut Refinitv, dikarenakan perlambatan global di pasar modal sebagai akibat dari kenaikan suku bunga, inflasi tinggi, dan ketegangan geopolitik yang berkelanjutan.
“J&T Express yang diluncurkan untuk melayani pasar e-commerce booming Asia Tenggara ini mengincar valuasi $20 miliar, berhasil dicapai dalam putaran pendanaan privat terakhirnya pada November 2021,” mengutip dari Reuters.
Dengan mengacu dari valuasi tersebut, perusahaan sedang mempertimbangkan untuk menjual 5% hingga 10% dari sahamnya, yang akan membuat IPO bernilai antara $1 miliar-$2 miliar, kata sumber tersebut.
Sebelumnya, perusahaan disebutkan telah menyandang status decacorn pada November 2021 pasca-memperoleh pendanaan sebesar $2,5 miliar. Pendanaan ini melambungkan valuasi perusahaan ke angka $20 miliar. Investor yang berpartisipasi dalam putaran tersebut adalah Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Capital China dan investor lainnya dari Tiongkok.
Perusahaan sendiri sebenarnya didirikan di Indonesia pada 2015 oleh Robin Lee dan Jet Lee. Kini sudah beroperasi di 13 negara, termasuk Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, Singapura, Tiongkok, Arab Saudi, UEA, Meksiko, Brasil, dan Mesir. Lima negara terakhir dirambah perusahaan pada tahun lalu.
Menurut situs perusahaan, di Indonesia saja, perusahaan telah memiliki 100 gateway center dengan peralatan profesional, lebih dari 4 ribu titik operasi dan 30 ribu SDM terlatih, dan ribuan armada untuk mendukung layanan messenger antar kota, antar provinsi dan lintas pulau.
Tren IPO di Hong Kong
Menurut Refinitiv, Hong Kong adalah pasar IPO terbesar ketiga di dunia pada tahun lalu. Di kota tersebut telah melantaikan 90 perusahaan, mengumpulkan HK$104,57 miliar. Sebelumnya, saham teknologi dan biotek mendominasi dalam daftar IPO, tapi digeser oleh industri yang lebih tradisional, seperti ritel dan consumer goods, sektor bahan dan jasa baru.
Kota ini juga mendapat dorongan dari profilnya yang berkembang sebagai alternatif “pelabuhan aman” bagi Amerika Serikat yang telah menjadi badai untuk saham dari perusahaan Tiongkok selama dua tahun terakhir. Sebanyak 11 perusahaan Tiongkok yang sudah IPO di Amerika Serikat, melakukan dual listing di Hong Kong. Beberapa namanya adalah Nio Inc, KE Holdings, Tencent Music, dan lainnya.
Mengutip dari Seeking Alpha, berbagai lembaga akuntan global menaruh optimismenya yang tinggi terhadap kondisi pasar saham global yang membaik akan berpengaruh secara positif pada antusiasme IPO di Hong Kong.
Sejumlah insentif dari regulator setempat disiapkan sebagai booster, di antaranya “dual tranche, dual counter” yang memungkinkan perdagangan di sekuritas berdenominasi dolar Yuan dan Hong Kong. Langkah ini diharapkan akan menarik lebih banyak stok mata uang ganda untuk dicantumkan di bursa saham Hong Kong.
Selain itu, berencana untuk memodifikasi aturan listing untuk menurunkan ambang batas (thresholds) untuk lima industri teknologi mutakhir, termasuk IT, perangkat keras, advanced material, energi baru, dan konservasi energi dan perlindungan lingkungan. Aturan baru ini ditargetkan dapat diterapkan pada kuartal tahun ini setelah periode konsultasi berakhir pada Desember 2022.