Tag Archives: rocket internet

Melvin Hade: Tren, Lanskap, dan Rencana Investasi Global Founders Capital di Asia Tahun 2022

DailySocial mendapat kesempatan berbincang langsung dengan Melvin Hade, Partner Global Founders Capital (GFC) untuk Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia seputar tren, lanskap, dan rencana investasi di tahun ini.

Melvin, begitu ia disapa, dikenal sebagai anak muda Indonesia yang menjejakkan namanya dalam jajaran bergengsi Forbes “30 Under 30” angkatan 2020. Ia merupakan first hire GFC dari Indonesia yang telah menutup kesepakatan investasi di Indonesia, Singapura, Hong Kong, dan Filipina dengan total $22,15 juta per Januari 2020 mengacu data Forbes. Sebelumnya ia berkarier di perusahaan manajemen konsultan McKinsey & Company.

Global Founders Capital adalah perusahaan berafiliasi dengan Rocket Internet, perusahaan internet asal Jerman yang memiliki peran signifikan dalam mempopulerkan model bisnis berbasis internet/teknologi, termasuk di Indonesia. Rocket Internet adalah pendiri Lazada dan Zalora, platform e-commerce yang juga menjadi motor penggerak industri digital Asia Tenggara.

GFC didirikan sebagai kendaraan investasi yang memiliki model berbeda. Berdasarkan data terakhir, GFC telah mengelola lebih dari $1 miliar dana investasi di tahap seed dan growth di dunia, termasuk di antaranya Traveloka, Meta, LinkedIn, dan Eventbrite.

Berikut ini adalah rangkuman perbincangan kami dengan Melvin.

Perubahan karier dari consulting ke venture capital

Jawab: Saya memilih untuk menempuh jalur karir sebagai venture capitalist karena dua hal. Pertama, saya melihat ada banyak transisi orang bekerja di consulting atau investment banking, lalu pindah ke perusahaan teknologi. We are in the shifting period where technology and digitalization are happening across different sectors.

“Kedua, I think legacy is something that I’m striving for because being able to spot great companies in the early days is definitely a luxury. Before it becomes mainstream, I want to be part of their journey, sampai menjadi unicorn ke depannya. Similar to Patrick Walujo, the early investor of Gojek.”

Selain itu, [model pekerjaan] di consulting cukup mirip dengan VC. Kita bekerja dengan berbagai macam klien, industri, dan negara. Di venture capital space juga demikian di mana kami membantu banyak partner, perusahaan, dan founder.

Yang membedakan adalah consulting tidak berinvestasi di perusahaan. Di VC, stake lebih tinggi karena we’re basically voting with our dollar. From the decision-making point of view, there’s a need to be more convincing.

I felt like the VC role was more of an interesting role. So, I took a leap of faith and joined GFC in 2019 to start in Indonesia. I was the first hire in Indonesia back then. Initially, memang untuk [pasar] Indonesia saja.

Di 2020, we started to see SEA as a region and then added Pakistan and Australia into the scope in 2021. Ini evolusi dari pasar kami.

Bagaimana Melvin menemukan peluang bisnis yang menarik

Jawab: We are slowly building the team in Indonesia, then in SEA. When we enlarge the new market, we also have a local team yang membantu melihat peluang ini. Di Asia Tenggara, kami punya tim di Vietnam, Filipina, dan Pakistan. Di Australia, kami sedang hiring. I think the team expansion is one of the thing that help me in covering these different markets. Total saat ini ada 11 orang di Asia Tenggara dan Pakistan, termasuk tujuh orang di Indonesia. Penambahannya cukup banyak karena hanya ada dua orang di 2019.

These markets is actually quite similar, especially Pakistan and SEA. Apa yang terjadi di Indonesia dua tahun lalu, sekarang sedang terjadi di Pakistan. Misalnya saja, vertikal edtech dan healthtech. Jadi untuk memahami model apa yang akan berhasil di sana, itu tidak terlalu sulit, karena kami melihat pola serupa di Indonesia dan India.

At the model level, seharusnya bisa applicable untuk startup tahap awal di SEA. Misalnya, ride-hailing dan quick commerce ada di hampir semua negara. Di Indonesia ada Gojek, di Singapura ada Grab.

Perbedaannya terletak di level operasional saja, target pasar, dan skema pricing. We see so many local champions, 90% mirip, baik itu regulasi, demografi, atau culture. Mungkin perbedaan signifikan apabila kita membandingkan negara maju dan negara berkembang. Indonesia vs Singapura misalnya.

I think metrics paling relevan untuk mengukur kemiripan itu adalah GDP per capita, how developed is the economy. Thats how we look at the different market.

Model yang berubah ketika sudah scale up

Jawab: Ketika perusahaan masuk ke fase growth, langkah pertama adalah mencari peluang baru di pasar. Kita lihat Traveloka ekspansi ke food dan lifestyle, dari sebelumnya yang hanya fokus di transportasi dan hospitality. Ketika perusahaan semakin besar, mereka harus meningkatkan pangsanya. Kalau tetap di situ-situ saja, tidak ada ekspansi, valuasi akan mentok. That’s the reason larger companies expand to other verticals.

If we talk about fintech, everyone wants to become a bank karena itu yang membuka kesempatan baru dan meningkatkan profitabilitas. Xendit mau menjadi bank. Lalu, di ranah e-commerce, Astro has already introduced their own product aside from groceries and are also thinking of entering food delivery. Those are the expansion opportunities in the growth stages. Tapi ini natural karena mereka harus berkembang dan meningkatkan valuasi. There are a lot of expectations to continue to grow.

Bentuk support GFC ke portofolionya

Jawab: Kami tidak bisa berjalan sebagai VC dengan memberikan investasi saja. Industri ini kompetitif sekali. Apabila ada great company, great founder, kami akan coba lakukan yang terbaik. Bagaimana meyakinkan mereka untuk bekerja bersama GFC? Kami tidak menanamkan mindset, “I’m a shareholder, you should work for me”, tetapi justru sebaliknya. Kami bekerja untuk mereka.

Kami membantu pitch deck, menetapkan strategi, dan bagaimana melakukan pitching. Kami memiliki portfolio support team di mana kami berperan sebagai consultant untuk founder. Selain itu, kami juga bantu, misalnya, melakukan benchmarking dengan portofolio kami di global terkait UI/UX apa yang bagus. Kemudian, kami compile riset dan pengalaman di lapangan, apakah dapat diterapkan di Indonesia.

Given that we back companies globally and we can back the same models across the market, we can extract learning some of the best practices. Contoh, we backed eight players in quick commerce and e-grocery, dari UK, Kanada, Australia, India, dan Mesir. Kami bisa ambil pembelajaran dan pengalaman mereka dan kami bagikan ke portofolio early stage kami.

Kami ingin memastikan setiap portofolio kami dapat dapat memberikan testimoni yang baik terhadap GFC, karena yang dapat membuat kami win in this game adalah bagaimana pengalaman mereka bekerja dengan kami. Apa gunanya buat tech unicorn tapi mereka bilang hal yang buruk tentang GFC.

Proyeksi dan tren industri digital di 2022

Jawab: Saya melihat perkembangan di industri ini sedang melambat. Maka itu, saya pikir tahun ini akan menjadi tahun yang sulit bagi startup untuk fundraising dibandingkan 2021. Tahun ini trennya akan kembali ke fundamental. Companies that will thrive are the companies with strong fundamentals dan unit economics. Bukan seolah-olah ‘meningkatkan’ valuasi perusahaan saja.

Tahun lalu menjual mimpi masih memungkinkan, tetapi sekarang akan sulit karena public market sedang melambat. Beberapa pemberitaan global melaporkan growth-staged investors is pulling back their term sheet, valuasi di global dikoreksi even though the term sheets are already issued. I think we’ll see more of that, [investor] akan lebih cautious ke valuasi.

In terms of sector, I think a mix of new retail in Indonesia will continue to grow. It’s always an exciting story, thanks to Kopi Kenangan being the first new retail unicorn company in SEA, vertikal ini bisa berpeluang menghasilkan unicorn juga. Pada portofolio kami, we backed a new retail company called Fithub in Indonesia. Modelnya mirip dengan Kopi Kenangan, sama-sama untuk mass market, tetapi Fithub ini ingin menjadi fitness chain. Fithub ingin menjadi fitness center dengan biaya lebih terjangkau dari penyedia fitness terkemuka yang sudah ada.

Vertikal selanjutnya adalah e-grocery. Kami lihat pemain e-grocery terus berkembang, seperti Astro dan Eden Farm di Indonesia. Dengan situasi Indonesia saat ini menghadapi gelombang ketiga pandemi, saya rasa vertikal ini akan terus tumbuh.

And then neobank. Banking is always the end game for many fintech, and the first hurdle is to buy a bank or get a license. Contohnya, portofolio kami, HonestBank yang akan beroperasi tahun ini. Ada juga BukuWarung yang ingin menjadi neobank dengan memberikan lending untuk UMKM. Itu karena produk mereka dipakai UMKM atau warung. Lalu, ada RocketPocket yang ingin menjadi neobank untuk segmen remaja di tahun ini. Model ini mengikuti FamPay, neobank asal India yang juga salah satu portofolio kami.

Rencana investasi GFC untuk Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia di 2022

Jawab: Today we have more than 60 companies across the region. In terms of investment, we see ourselves as an early-stage VC (pre-seed, seed, dan pre-series A). Kami sangat jarang masuk di series C dan D untuk di investasi pertama karena entry point kami selalu di pre-seed to series A.

Meskipun kami cukup sector-agnostic, kami terbuka terhadap berbagai industri. Kami melihat ada tiga sektor utama di Asia Tenggara, Pakistan, dan Australia, yaitu (1) consumer tech; misal Traveloka dan Astro jika bicara pasar Indonesia, (2) fintech sebagai salah satu big pillar, dan (3) B2B software enterprise solution. Tapi sebetulnya kami cukup agnostik juga.

Kami tidak pernah tentukan target tertentu karena kami tidak bisa memprediksi berapa banyak startup yang berkualitas bagus. Biasanya ini bergantung pada kondisi pasar. Secara historical, kami umumnya berinvestasi antara 10-20 startup baru setiap tahunnya. There are also a follow-on investment for our existing portfolio companies about 10-15. Jadi total investasi baru dan existing adalah 35.

Ticket size untuk early stage berkisar $250.000 sampai $5 juta, sedangkan untuk growth stage bisa up to $25 juta. Indonesia punya peran dominan mayoritas in the deployment, Indonesia is a key market for GFC, we can see around 40%-50% of the investment pipeline originates from Indonesia. For now, we still have a lot of capital to deploy karena kami tutup fund kedua di Desember 2019.

Bagaimana GFC mendorong akselerasi portofolio di early stage saat pandemi

Jawab: Ada dua hal. Pertama, kami membantu proses fundraising secara end-to-end, mulai dari timing, pembuatan materi fundraising, hingga introduction to top investors. Kedua, kami mengumpulkan insight tentang tren di global bagi portofolio kami. With regards to specific models, misalnya, kami melihat bagaimana sentimen pasar terhadap e-grocery. 

Fundraising in the early stages menjadi ajang untuk ‘land grabbing’ investor to the cap table, karena ketika investor sudah berinvestasi di satu startup, mereka tidak bisa berinvestasi di [startup] kompetitor lainnya.”

Jadi ini menjadi tiga forte kami bagi startup early stage di GFC, yaitu global insight and network, keterlibatan terhadap proses fundraising, dan portfolio consulting project.

Ribbit Capital Reportedly Led Series A Funding for Pihhome

Pinhome proptech startup reportedly received a series A funding worth of $25.5 million or equivalent to 369.3 billion Rupiah. We received the information that Ribbit Capital led this round. It is also its second investment in Indonesia after previously leading the series A funding of Ajaib platform.

Some other investors also participated in Pinhome’s recent investment, including Goodwater Capital, Insignia Ventures Partners, and Global Founder Capital as the investment unit of Rocket Internet.

As DailySocial’s team reached out, Pinhome refused to provide a response regarding investment. They only said that their main focus is currently to incerease the number of listings and expanding collaboration with stakeholders in the property sector.

In addition, they also said that they are expanding intensively for the on-demand services, Pinhome Home Service. Currently, the service is available in 14 cities including Jabodetabek, Bandung, Malang, Sleman, Sidoarjo, and Surabaya. Users can access it through the GoService feature in the Gojek application.

Service differentiation

Was founded by Dayu Dara Permata (CEO ) and Ahmed Aljunied (CTO ) last year, Pinhome aims to facilitate easier, faster, and transparent property transactions with the help of technology.

In an interview, Dara explained, “Pinhome is very unique, we are an online platform that facilitates interaction between property owners, buyers, and agents. As a property owner, it will be very easy as in the future we will have access to hundreds of thousands of agents who are ready to help market their properties.”

In Indonesia, the proptech sector is rapidly growing. Some players, especially with the listing feature, find the traction quite impressive. In addition, several other business models are starting to appear in the digital landscape, such as financing services.

Startup proptech di Indonesia
Indonesia’s proptech startups, data as of the end of 2019

Meanwhile in the regional, competition is narrowing into two major groups, PropertyGuru (its units in Indonesia: Rumah.com and Rumahdijual.com) and 99.co (has acquired Urbanindo). 99.co also has a strategic partnership with REA Group, which previously acquired iProperty — including the Rumah123 platform in Indonesia.

However, with services more specific and emphasize the cultural matters, local startups such as Pinhome, Travelio, Mamikos, Rukita, and others are trying to win the local market.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Pendanaan Seri A Pinhome

Ribbit Capital Dikabarkan Pimpin Pendanaan Seri A untuk Pinhome

Startup proptech Pinhome dikabarkan mendapatkan pendanaan seri A senilai $25,5 juta atau setara 369,3 miliar Rupiah. Dari informasi yang kami dapatkan, Ribbit Capital memimpin putaran tersebut. Ini sekaligus menjadi investasi kedua mereka di Indonesia setelah sebelumnya memimpin pendanaan seri A platform investasi Ajaib.

Beberapa investor lain juga turut andil dalam pendanaan Pinhome, di antaranya Goodwater Capital, Insignia Ventures Partners, dan Global Founder Capital selaku unit investasi milik Rocket Internet.

Ketika dihubungi DailySocial, pihak Pinhome enggan memberikan tanggapan terkait pendanaan. Mereka hanya menyampaikan saat ini fokus utamanya meningkatkan jumlah listing dan memperluas kerja sama dengan stakeholder di bidang properti.

Selain itu, mereka juga mengatakan tengah gencar melakukan ekspansi untuk layanan on-demand Pinhome Home Serivice. Saat ini layanan tersebut sudah bisa digunakan di 14 kota termasuk Jabodetabek, Bandung, Malang, Sleman, Sidoarjo, dan Surabaya. Pengguna bisa mengaksesnya melalui fitur  GoService di aplikasi Gojek.

Diferensiasi layanan

Didirikan oleh CEO Dayu Dara Permata dan CTO Ahmed Aljunied sejak tahun lalu, Pinhome hadir dengan tujuan memfasilitasi transaksi properti agar lebih mudah, cepat, dan transparan dengan bantuan teknologi.

Dalam sebuah kesempatan wawancara Dara menjelaskan, “Pinhome sangat berbeda, kami adalah sebuah platform online yang memfasilitasi interaksi antara pemilik, pembeli, dan agen properti. Sebagai pemilik properti akan sangat dimudahkan karena ke depannya kami akan memiliki akses ke ratusan ribu agen yang siap membantu memasarkan propertinya.”

Di Indonesia sendiri, layanan proptech cukup berkembang pesat. Beberapa pemain, khususnya dengan fitur listing, mendapati traksi yang cukup mengesankan. Selain itu beberapa model bisnis lain juga mulai hadir di lanskap digital, seperti layanan pembiayaan.

Startup proptech di Indonesia
Startup proptech di Indonesia, data per akhir 2019

 

Sementara di kancah regional, persaingan makin mengerucut di dua grup besar, yakni PropertyGuru (unitnya di Indonesia: Rumah.com dan Rumahdijual.com) dan 99.co (sempat mengakuisisi Urbanindo). 99.co juga menjalin kerja sama strategis dengan REA Group, yang sebelumnya terlebih dulu akuisisi iProperty — termasuk di dalamnya platform Rumah123 di Indonesia.

Namun dengan layanan yang lebih spesifik dan menekankan pada hal-hal kultural, startup lokal seperti Pinhome, Travelio, Mamikos, Rukita, dan sebagainya mencoba memenangkan pasar lokal.

Application Information Will Show Up Here
Founder dan CEO Flash Coffee David Brunier / Flash Coffee

Flash Coffee Membidik Pertumbuhan 18 Kali Lipat dengan Ekspansi 75 Gerai di Indonesia

Startup coffee chain berbasis teknologi Flash Coffee mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $15 juta atau Rp218 miliar. White Star Capital memimpin pendanaan ini, diikuti oleh sejumlah investor lain, yaitu DX Venture, Global Founders Capital, dan Conny & Co. Pendanaan baru ini menambah total modal yang diterima Flash Coffee menjadi $20 juta atau sebesar Rp290 miliar.

Perusahaan portofolio Rocket Internet ini akan melakukan ekspansi ke-10 negara di Asia Pasifik dengan menargetkan sebanyak 300 gerai baru atau tiga gerai baru setiap minggunya. Saat ini, Flash Coffee telah memiliki 50 gerai yang tersebar di Indonesia, Singapura, dan Thailand.

“Target kami menambah 300 outlet di Asia Pasifik, di mana menjadi 75 outlet diharapkan dari Indonesia pada akhir 2021. Kami juga membidik pertumbuhan 18 kali lipat di Indonesia tahun ini,” ungkap Founder & CEO Flash Coffee David Brunier dalam wawancaranya dengan DailySocial. 

Brunier mengungkap bahwa perusahaan telah mengantongi keuntungan dari 50 gerai yang dimiliki saat ini terlepas dari situasi pandemi. Pihaknya optimistis dapat kembali mempertahankan profitabilitas sejalan dengan ekspansi besar-besaran yang dilakukan untuk 2021 dan 2022.

Flash Coffee pertama kali hadir di Indonesia pada awal 2020 dengan 4 gerai saat itu. Per April 2021, pihaknya telah mengoperasikan 14 gerai yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Tahun ini, jumlah gerai tersebut diharapkan bertambah menjadi 75 gerai dan pihaknya juga akan melihat peluang ekspansi di wilayah lainnya, seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan.

Momentum untuk ekspansi

Brunier menilai bahwa pasar gerai kopi ritel di Indonesia sangat menarik dan punya ruang pertumbuhan besar. Selain tingginya jumlah populasi jiwa, segmen kelas menengah atas yang haus mencoba produk baru dan konsumsi kopi per kapita terus meningkat.

Namun, pangsa Flash Coffee di Indonesia disebut sedikit lebih rendah dibandingkan di Singapura dan Thailand. Hal ini karena konsumen Indonesia cenderung lebih suka menikmati kopi sambil nongkrong di gerai, terutama di mal.

Maka itu, menurutnya pandemi Covid-19 telah membuat penjualan kopi dengan model grab-and-go menjadi lebih relevan bagi pelanggan di seluruh kawasan ini. Situasi ini juga membuka kesempatan bagi Flash Coffee untuk meningkatkan pengalaman pelanggan secara signifikan dengan menyajikan kopi berkualitas tinggi dan terjangkau. Salah satunya telah dijawab lewat peluncuran aplikasi Flash Coffee tahun lalu yang dilengkapi fitur pengambilan pesanan.

Situasi saat ini juga memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dengan mengoptimalkan lahan properti sehingga dapat menurunkan biaya sewa secara signifikan. Selain itu, konsep grab-and-go juga dapat meningkatkan produksi makanan dan minuman tanpa membutuhkan banyak barista. Dengan penghematan ini, perusahaan dapat membayar gaji yang layak kepada barista dan harga terjangkau kepada pelanggan.

“Kami optimistis melanjutkan ekspansi gerai fisik di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Di situasi ini kami justru dapat menyewa properti premium dengan harga yang lebih rendah. Saat ini, trafik pengunjung gerai meningkat dari tahun lalu. Kami harap trafiknya kembali ke semula di 2022. Kami juga akan melihat opsi lain untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan selain ekspansi gerai fisik,” papar Brunier.

Ekspansi teknologi dan tim

Flash Coffee menggunakan strategi 4E untuk pertumbuhan bisnisnya, antara lain Ekpand (gerai dan lokasi), Enlarge (tim), Enhance (teknologi), dan Engage (interaksi pelanggan). Dari sisi teknologi, ada beberapa hal yang akan diperkuat Flash Coffee. Pertama, (1) inovasi lewat aplikasi konsumen yang dapat diunduh di platform iOS dan Android serta aplikasi barista untuk meningkatkan efisiensi operasional dan pemberian insentif berbasis performa.

Selanjutnya, (2) pengambilan keputusan berbasis data untuk menyocokan produk dan pasar, (3) penerapan teknologi untuk untuk mengidentifikasi area dengan permintaan tinggi, alur konsumen, dan konversi trafik di gerai, serta (4) digitalisasi perlengkapan untuk membantu konfigurasi secara online dan terpusat dan memastikan konsistensi di seluruh gerai.

Lebih lanjut, Flash Coffee juga melakukan perekrutan besar-besaran dengan ekspansi masif ini. Secara total, perusahaan tengah melakukan perekrutan 2.000 orang di Asia Pasifik dalam satu tahun ke depan. Ini sudah termasuk penambahan orang untuk menempati posisi di tim teknologi untuk regional.

“Untuk menjadi gerai kopi berbasis teknologi terbaik di Asia, kami berinvestasi besar agar dapat menempatkan SDM terbaik di posisi yang tepat. Kami akan memperbesar tim kami menjadi 50 orang di hub teknologi regional Flash Coffee yang berbasis di Jakarta,” tambahnya.

Startup coffee chain di Indonesia

Salah satu kunci pertumbuhan coffee chain adalah ketersediaan gerai untuk menjangkau pasar. Ekspansi besar-besaran Flash Coffee ini akan menambah persaingan new retail di industri coffee chain berbasis teknologi di Indonesia.

Calon startup unicorn Kopi Kenangan kini telah memperkerjakan 3.000 karyawan yang tersebar di 324 gerai di Indonesia. Perusahaan membidik penambahan gerai menjadi 500 gerai pada tahun ini. Setelah menerima guyuran pendanaan seri B senilai lebih dari Rp1,6 triliun) di 2020, Kopi Kenangan juga akan memperkuat posisinya dengan menawarkan produk makanan dan minuman dari pedagang lokal serta mengembangkan cloud kitchen.

Kemudian, Fore Coffee yang juga mengantongi investasi Rp147 miliar di kuartal kedua 2020, juga masih menggenjot ekspansi gerai ke Bandung, Surabaya, dan Medan. Saat ini Fore Coffee telah memiliki sekitar 100 unit gerai per April tahun lalu. Sementara, Janji Jiwa menyebut telah memiliki 800 gerai kopi berkat program kemitraan di seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here
GFG to be Rocket Internet's latest tech company to IPO

Zalora’s Parent Company Looks for IPO Early Next Year

Global Fashion Group (GFG), fashion commerce company by Rocket Internet which also Zalora’s parent company, is rumored to IPO in Q1 2019, probably in March. The expected valuation is €1.8-2.5 billion (30-40 trillion rupiah). The biggest investor is Kinnevik.

According to Manager Magazin, Rocket Internet is in a position to IPO almost all of its startup entities in the last two years and GFG is said to be the last one. GFG is a unit of fashion commerce companies in various regions, including Dafiti, Lamoda, Namshi, The Iconic, and Zalora. Previously, they had sold the India-based Jabong to Myntra, a Flipkart’s subsidiary.

In Southeast Asia, Zalora is considered as the leading company in this industry. However, the tight competition has made them sold its business in Vietnam and Thailand, focusing the business in five Southeast Asia countries (including Indonesia), Hong Kong, and Taiwan.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Induk Zalora, Global Fashion Group, dikabarkan berencana IPO awal tahun depan dan mencari valuasi €1,8-2,5 miliar (30-40 triliun Rupiah)

Induk Zalora Dikabarkan Berencana IPO Awal Tahun Depan

Global Fashion Group (GFG), perusahaan fashion commerce Rocket Internet yang salah satunya menginduki Zalora, dikabarkan berencana melakukan IPO awal tahun depan, kemungkinan Maret 2019. Valuasi yang diharapkan dari IPO ini adalah €1,8-2,5 miliar (30-40 triliun Rupiah). Investor terbesar GFG adalah Kinnevik.

Menurut Manager Magazin, Rocket Internet sedang dalam posisi meng-IPO-kan hampir semua entitas startup teknologinya dalam dua tahun terakhir dan GFG disebut sebagai entitas terakhir yang bakal IPO. GFG merupakan kesatuan sejumlah layanan fashion commerce di berbagai regional, yang terdiri dari Dafiti, Lamoda, Namshi, The Iconic, dan Zalora. Sebelumnya mereka telah menjual Jabong yang berbasis di India ke Myntra, anak usaha Flipkart.

Di Asia Tenggara, Zalora bisa dibilang sebagai pemimpin pasar di industri ini. Meskipun demikian, persaingan ketat yang terjadi membuat Zalora menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand, serta fokus ke pasar utama di lima negara Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Hong Kong, dan Taiwan.

Application Information Will Show Up Here

Rocket Internet Berencana Luncurkan Layanan Fintech di Indonesia

Asia Pacific Internet Group (APIG), yang bertugas menangani semua aktivitas Rocket Internet di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, berencana meluncurkan layanan financial technology (fintech). Informasi tersebut disampaikan secara singkat oleh CEO Asia Pacific Internet Group Hanno Stegmann di sela-sela kegiatan Global Ventures Summit 2017. Sejauh ini APIG belum mau memberikan detil informasi tentang apa subsektor fintech yang bakal disasar.

“Tentunya saya cukup excited dengan rencana dari APIG terkait dengan layanan fintech yang akan kami luncurkan. Namun karena saat ini masih dalam tahap penjajakan kami masih belum bisa menyampaikan informasi lebih lanjut,” kata Hanno.

Selama ini Rocket Internet fokus ke layanan e-commerce dan listing untuk pasar di Asia. Pencapaian Lazada sebagai startup unicorn dan akuisisi oleh Alibaba diklaim menjadi prestasi yang cukup membanggakan bagi APIG.

“Meskipun kami mengalami beberapa kegagalan, namun dengan keberhasilan yang telah diraih oleh Lazada menjadikan APIG lebih eksis dan cukup kredibel hingga kini, terutama di Asia Tenggara,” kata Hanno.

APIG sendiri memastikan Indonesia adalah pasar penting dan terus berperan aktif dalam ekosistem startupnya.

“Selama ini APIG telah memberikan investasi yang cukup banyak di Indonesia, sedikitnya sudah 3-4 kali investasi di indonesia tahun lalu. Kami merasa cukup aktif di ekosistem startup Indonesia saat ini,” kata Hanno.

Masa depan Zalora

Jika sebelumnya diberitakan Zalora Indonesia mengalami kendala menjalankan bisnis dan berencana akan dijual, hal tersebut dibantah Hanno. Kepada DailySocial Hanno mengungkapkan dua bulan lalu tim APIG baru saja menerima laporan terkini Zalora yang menunjukkan pertumbuhan yang baik. Setelah menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand tahun lalu, layanan fashion commerce Zalora telah menjual bisnisnya di Filipina.

“Kami cukup optimis dengan Zalora dan Global Fashion Group, terutama dengan makin membaiknya pertumbuhan bisnis Zalora di Indonesia. Untuk selanjutnya kami akan fokus ke core market Zalora di Indonesia dan akan terus berinvestasi kepada Global Fashion Group,” kata Hanno.

Selain Zalora, APIG masih memiliki beberapa startup aktif di Indonesia, termasuk Lamudi, Carmudi, Lyke dan ZenRooms.

Sejumlah Rencana Bisnis Carmudi Indonesia Sepanjang Tahun 2017

Menginjak di usia yang ketiga, platform jual beli kendaraan Carmudi Indonesia memiliki sejumlah rencana agresif untuk merebut pangsa pasar online otomotif di Indonesia. Tujuan akhirnya, Carmudi Indonesia ingin menciptakan ekosistem pasar otomotif dengan menyediakan berbagai layanan secara online.

Dengan letak geografis yang luas dan populasi yang besar, Indonesia menjadi pangsa pasar utama dan market terbesar Carmudi, dengan total porsi sekitar 50% dibandingkan dengan enam negara lainnya di kawasan Asia di mana Carmudi telah beroperasi.

Berbicara mengenai pencapaian bisnis Carmudi Indonesia, saat ini Carmudi telah beroperasi di 10 kota, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang. Sedangkan listing kendaraan sudah mencapai lebih dari 60 ribu data, dengan rekanan diler terdaftar sudah ada lebih dari 4 ribu. Sedangkan jumlah pengunjung situs rata-rata mencapai 2 juta orang per bulannya.

CEO Carmudi Indonesia Subir Lohani mengklaim pencapaian ini membuat Carmudi jadi platform jual beli kendaraan dengan pertumbuhan yang paling signifikan di Indonesia. Untuk kembali meneruskan pencapaian tersebut, Subir mengatakan pihaknya akan melakukan beberapa inisiatif baru seiring dengan pengalihan fokus dari awalnya menambah listing kendaraan menjadi peningkatan transaksi bisnis.

“Tahun lalu itu jadi pencapaian terbesar kami dari berbagai sisi bisnis sebab strategi pemasaran yang kami pakai tidak hanya online tapi juga offline. Strategi offline itu penting karena pasar Indonesia masih terlalu dini bila langsung diterapkan full online,” terang Subir kepada DailySocial.

Masuki segmen bisnis C2C

Adapun yang dimaksud dengan peningkatan transaksi bisnis, Carmudi berencana untuk membuat administrasi jadi lebih ringkas antara penjual kendaraan dengan pembeli, terutama antara penjual dan pembeli individu. Dalam kaitannya dengan hal ini, Carmudi berencana akan mulai menyeriusi segmen C2C (Customer to Customer), namun dengan sentuhan yang berbeda.

Subir menjelaskan sebenarnya di dalam Carmudi sudah menampung penjual dari kalangan individu, jumlahnya tumbuh hampir 3x lipat sejak akhir tahun lalu hingga kini. Peningkatan ini menunjukkan bahwa ada potensi besar bila segmen C2C digarap dengan serius. Pihaknya memproyeksi jumlah penjual individu akan bertambah hingga 10x lipat sampai akhir tahun ini.

Dia menerangkan penjual individu yang memilih untuk menjual kendaraan secara sendiri, biasanya menginginkan harga jual lebih tinggi daripada yang ditawarkan diler. Sayangnya, mereka juga memiliki kecenderungan untuk meminta pembayaran di muka secara tunai tunai kepada pembeli.

Kondisi tersebut membuat transaksi secara C2C jadi permasalahan, sebab tidak semua pembeli bisa mendapat kucuran kredit dari perbankan dalam waktu cepat.

“Kalau menjual kendaraan lewat diler, penjual akan mendapat uang tunai secara cepat tapi harga jualnya jadi lebih murah. Sedangkan kalau jual sendiri, bagi pembeli agak susah mendapatkan uang tunai untuk pembayaran DP. Permasalahan ini akan kami coba berikan solusinya, kami akan buat transaksi jadi lebih mudah.”

Lagipula, dengan mulai menyeriusinya segmen C2C ini membuat penjual individu akan semakin dilirik tidak hanya oleh pembeli dari kalangan individu saja, tapi juga dengan diler itu sendiri. Carmudi berharap layanan ini akan semakin membuka peluang-peluang yang dapat menciptakan transaksi ke depannya.

Menambah lokasi Carsentro

Salah satu Carsentro di Surabaya / Carmudi Indonesia
Salah satu Carsentro di Surabaya / Carmudi Indonesia

Beberapa langkah inisiatif yang akan dilanjutkan Carmudi Indonesia, di antaranya pendirian Carmudi Sentra Otomotif (Carsentro) sebuah bursa mobil bekas yang diselenggarakan di banyak kota di Indonesia, seperti di Semarang, Solo, Malang, Surabaya, Yogyakarta, dan BSD. Luasnya berkisar antara 2 ribu hingga 6 ribu meter persegi.

Carsentro menjadi lahan investasi jangka panjang Carmudi untuk meningkatkan penjualan unit mobil bekasnya, sebab ada konsep marketing yang terpadu antara online dan offline. Tak hanya itu, Carsentro bermitra dengan BCA Finance untuk memberikan solusi pembiayaan kendaraan para konsumer dalam menemukan mobil impiannya.

Rencananya, Carmudi akan menambah tiga hingga lima lokasi baru untuk Carsentro lainnya, lokasinya yang akan dipilih diantaranya Palembang, Medan, dan Makassar. Sayangnya, Subir enggan mengungkapkan biaya yang disiapkan perusahaan untuk pendirian Carsentro. Dia hanya bilang bahwa Carmudi menyewa lahan untuk jangka panjang, bukan membeli.

“Meski Carsentro itu offline, tapi kami akan menggiring transaksi tetap ke online. Kami rela berinvestasi demi menjembatani transaksi dari offline ke online sebab di Indonesia itu belum siap untuk full online. Carmudi berkomitmen untuk membangun infrastruktur untuk membantu semua proses transisi ke online jadi lebih mudah.”

Carmudi juga akan mulai memasuki kota-kota tingkat dua dan tiga untuk menambah jumlah diler. Rencananya Carmudi akan merambah ke Kalimantan sebagai salah satu daerah ekspansinya.

Tantangan Carmudi

Masih ada sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan oleh Carmudi, misalnya edukasi diler itu sendiri. Pasalnya pemilik diler yang berusia di kisaran 50 tahun, umumnya masih memercayai cara konvensional, kurang mawas dengan perkembangan teknologi dan pentingnya pemasaran secara online. Beda dengan pemilik diler yang berusia di kisaran 30 tahun.

“Kami masih melihat adanya generation gap, maka dari itu kami perlu edukasi lebih gencar kepada pemilik diler mengenai pentingnya pemasaran secara online dan value-nya platform kami bagi bisnis mereka.”

Subir mengatakan impian akhir dari Carmudi mengikuti jejak Astra sebagai pemenang di segmen otomotif. Astra memiliki ekosistem dengan mendirikan otomotif bekas, baru, keuangan, inspeksi, hingga bengkel.

“Kita semua tahu bagaimana Astra bangun ekosistemnya untuk memenangkan pasar otomotif, sekarang kami ingin seperti mereka namun untuk segmen onlinenya. Makanya kami bangun berbagai macam layanan untuk dukung ekosistem Carmudi,” pungkas dia.

Rocket Internet Siap-Siap Jual Zalora Indonesia

Setelah menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand tahun lalu, layanan fashion commerce Zalora disebutkan telah menjual bisnisnya di Filipina dan langkah serupa sedang dijajaki untuk bisnisnya di Indonesia. Kondisi bisnis Zalora ini mengikuti “saudaranya” Foodpanda yang hengkang di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk menutup layanannya di Indonesia. karena tak mampu bersaing dengan pemain lokal.

Raksasa ritel MAP dikabarkan bernegosiasi untuk mengakuisisi atau melakukan investasi penuh atas bisnis Zalora di Indonesia, meskipun sumber kami menyatakan realisasinya masih jauh. MAP sendiri telah meluncurkan layanan e-commerce MAP EMALL.

Di Filipina, konglomerat Ayala telah berhasil menyabet 49 persen saham Zalora Filipina.

Bakar uang yang tak kunjung mengembalikan modal

Sejak debut pertamanya di lanskap bisnis Indonesia, perusahan yang digawangi Rocket Internet tersebut masih merugi. Sebelum diakuisisi Alibaba, Lazada pun mengalami isu yang sama. Kendati sejak tahun 2014 sudah mulai unggul di kancah persaingan bisnis e-commerce nasional, namun keduanya membukukan kerugian $235,3 juta atau sekitar Rp 3,1 triliun (sepanjang tahun 2014).

Membakar uang memang sangat khas dengan manuver bisnis perusahaan portofolio Rocket Internet. Namun di tengah persaingan antar pemain, khususnya di Indonesia sebagai negara dengan potensi e-commerce paling subur di Asia Tenggara, strategi bakar uang tidak bertahan secara jangka panjang.

Selain dengan pemain marketplace besar, segmen fashion commerce di Indonesia disesaki para pemain baru, termasuk Sale Stock dan Shopee yang fokus ke pasar mobile.

Application Information Will Show Up Here

foodpanda Indonesia Resmi Tutup Layanan

Sempat ditawarkan untuk dijual senilai kurang dari $1 juta dan tampaknya tidak berhasil, foodpanda Indonesia akhirnya resmi menutup layanannya. foodpanda mengumumkan hari ini, 3 Oktober 2016 jam 22.00, adalah hari terakhir mereka menerima layanan. Semua perjanjian kerja sama yang telah dijalin dengan para mitra bisnisnya akan diputuskan saat itu juga.

Menurut notifikasi penutupan yang ditandatangani langsung oleh Managing Director foodpanda Indonesia Victor Delannoy, penutupan layanannya akan berupa penutupan situs dan aplikasi mobile, pemutusan kerja sama dengan semua mitra restoran, dan penutusan perjanjian dengan semua mitra pemasaran.

Surat resmi penutupan foodpanda Indonesia
Surat resmi penutupan foodpanda Indonesia

foodpanda Indonesia sendiri berdiri sejak tahun 2012 dan sempat berjaya sebelum masuknya generasi baru layanan on-demand yang kini didominasi Go-Jek dan Grab. foodpanda kini tak berdaya menghadapi armada transportasi yang puluhan, bahkan ratusan ribu, jumlahnya dan mampu menjangkau jauh lebih banyak mitra secara agresif.

foodpanda sendiri, yang didukung Rocket Internet, mengalihkan perhatiannya ke pasar Eropa Timur dan Timur Tengah yang memberikan traksi dan keuntungan bagi perusahaan. Sebelumnya mereka juga telah menutup layanan di Vietnam tahun lalu.

Tak mampu bertahan

Survei kecil-kecilan yang dilakukan DailySocial tepat kemarin menunjukkan tidak berdayanya layanan pesan antar terdedikasi generasi awal, seperti foodpanda dan Klik-eat, menghadapi terjangan layanan on-demand.

foodpanda yang didesain khusus hanya untuk mitra dan melayani pengantaran jarak dekat, untuk menjaga kualitas, tak bisa bersaing melawan armada yang berbekal kantong plastik biasa dan tidak menggunakan kotak penyimpanan khusus selama perjalanan.

Kami sempat membahas tentang bagaimana pemahaman terhadap bisnis lokal membantu Go-Food (dan GrabFood) membentuk pasar pengantaran makanan di Indonesia dan foodpanda terlambat mengantisipasinya.

Penutupan foodpanda tidak akan berpengaruh banyak terhadap industri. Kekosongannya akan cepat digantikan oleh pemimpin pasar. Pesaing awalnya, Klik-eat sejauh ini masih bertahan, meskipun aplikasinya sudah tidak diperbarui sejak akhir tahun 2014.

Terima kasih foodpanda telah membuka jalan bagi hadirnya layanan pesan antar makanan yang telah menjadi bagian budaya masyarakat kota besar Indonesia hari ini.