Tag Archives: Rudianto

Penerapan teknologi di startup Indonesia kebanyakan baru menyentuh sisi dasar, karena kebanyakan permasalahan belum membutuhkan penerapan teknologi canggih

Potensi Penerapan Teknologi Tingkat Lanjut di Startup Indonesia

Dalam sebuah percakapan dengan beberapa investor di Indonesia, disinyalir fokus kebanyakan startup teknologi di Indonesia baru sebatas implementasi produk, pemberian layanan paripurna, dan pemasaran demi mendapatkan pertumbuhan yang pesat.

Ketika membicarakan inovasi, apakah penerapan startup hanya terbatas ke kebutuhan mendasar atau mereka bakal terus berevolusi untuk menerapkan teknologi semakin dalam seperti produk-produk di pusat teknologi dunia?

Produk tepat guna, layanan yang utama

Secara umum, kegiatan dan kemampuan startup-startup di Indonesia sudah mampu untuk mendisrupsi pasar yang sudah ada. Idealnya, untuk mengembangkan produk yang tepat guna, startup harus bisa memprioritaskan teknologi yang ingin diimplementasikan. Menurut Chief Innovation Officer DOKU Rudianto, di tahap awal dari sebuah startup teknologi, hal yang paling penting adalah mendapatkan product-market fit.

“Karena itu, startup perlu memilih teknologi yang mendukung sistem pembangunan dengan kecepatan yang ekstrem. Sedangkan untuk layanan, startup harus menghapus ide memiliki fungsi lengkap, dengan membangun fungsionalisasi minimum dan fokus pada layanan hingga pengumpulan data dan tentunya mendengarkan feedback dari pengguna,” kata Rudianto.

Sementara CEO Sirclo Brian Marshal melihat, di konteks startup yang fokus pada pasar Indonesia, layanan merupakan prioritas utama.

“Menurut saya pendekatan ini sejalan dengan mindset untuk tetap agile di kondisi pasar yang begitu dinamis. Mengidentifikasi apa yang sedang dibutuhkan oleh konsumen dapat membantu bisnis untuk menghadirkan teknologi yang tepat guna,” kata Brian.

Jika startup mampu menghasilkan teknologi yang terbilang canggih dan benar-benar dibutuhkan saat ini, pastikan mereka sudah memiliki target pasar dan menyesuaikan kondisi.

“Yang menjadi perhatian adalah tidak perlu startup Indonesia bersaing dalam hal teknologi dengan startup secara global. Ciptakan inovasi yang sesuai dan terus fokus ke pertumbuhan bisnis, strategi akuisisi target pengguna, dan penguatan unit ekonomi startup,” kata Founder & Managing Partner Indogen Capital Chandra Firmanto.

Fokus ke ekosistem dasar

Sesungguhnya startup Indonesia memiliki potensi untuk menerapkan teknologi tingkat lanjut. Meskipun demikian, karena minimnya dukungan dari pemerintah dan pasar, startup lokal kebanyakan masih fokus ke ekosistem paling mendasar dan tidak banyak menawarkan teknologi baru.

Langkah strategis ini sah-sah saja selama startup memiliki target pasar yang tepat dan unit ekonomi yang kuat. Pada akhirnya, menyesuaikan kondisi dan seiring berjalannya waktu, teknologi yang relevan dan “lebih dalam” bisa dikembangkan sesuai capital yang dimiliki dan kegiatan fundraising yang terus dilakukan.

“Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga startup di negara Asia Tenggara lainnya. Keuntungan yang dimiliki startup Indonesia adalah populasi generasi muda yang besar dan pasar yang luas. Menjadi penting untuk kemudian [startup lokal] fokus kepada pasar dan pondasi unit ekonomi yang kuat,” kata Chandra.

Menurut Brian, teknologi yang langsung dirasakan oleh pengguna di Indonesia belum ada yang sifatnya “frontier“. Masih jarang ditemukan startup lokal yang mengadopsi teknologi yang belum pernah diterapkan di region lain.

“[Meskipun demikian] berbagai startup besar di Indonesia mampu menghadirkan teknologi dengan infrastruktur kuat dan sophisticated guna enabling aktivitas digital yang kompleks. Contohnya seperti enabling transaksi yang berlangsung selama flash sale Harbolnas 12.12 tanpa adanya downtime,” kata Brian.

Menurut CEO DycodeX Andri Yadi, tidak dapat dipungkiri masih sedikit investor yang tertarik menggelontorkan dana mereka ke startup yang memang fokus untuk mengembangkan teknologi. Namun, pada akhirnya, kendala tersebut tidak membuat penggiat startup patah semangat untuk terus membangun teknologi baru.

“Pada akhirnya, apakah mendapat dukungan pendanaan atau tidak, bisnis harus terus berjalan. Dan teknologi serta inovasi baru tetap harus diciptakan,” kata Andri.

Di sisi lain, para investor melihat, ketika founder berniat menggalang dana ke VC, pastikan teknologi yang diterapkan adalah nyata. Hindari melakukan sugar coating dengan harapan bisa mendapatkan pendanaan saja.

“Sebenarnya startup Indonesia memiliki potensi, namun masih belum cukup. Sulit bagi mereka untuk meyakinkan pasar jika teknologi dan inovasi baru dihadirkan. [..] Pastikan ide dan teknologi tersebut adalah jujur dan nyata,” kata VP Investment Kejora-SBI Orbit Fund Richie Wirjan.

Potensi penerapan teknologi lanjutan

Saat ini sudah ada beberapa startup yang fokus ke penerapan teknologi AI, IoT, Big Data, dan lainnya. Namun kenyataannya, lebih dari 90% kasus bisnis sebenarnya dapat dipenuhi dengan teknologi yang mendasar untuk saat ini. Kebanyakan penggiat startup masih belum melihat adanya urgensi untuk fokus ke pengembangan teknologi lanjutan.

“Standar ‘dasar’ saat ini menjadi lebih meningkat kualitasnya. Integrasi berkelanjutan juga menjadi lebih umum saat ini,” kata Rudianto.

Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi startup yang menawarkan inovasi dan teknologi tingkat lanjut untuk masyarakat Indonesia.

“Agar mampu menghadirkan teknologi yang sophisticated, para stakeholder harus mengutamakan aspek riset dalam pengembangan infrastruktur yang memadai,” kata Brian.

Selain itu, cara lain untuk memancing lebih banyak inovasi baru adalah merekrut tenaga kerja profesional yang sudah memiliki pengalaman bekerja di perusahaan teknologi luar negeri, khususnya di pusat-pusat teknologi dunia.

“Sebenarnya Indonesia memiliki kumpulan diaspora yang telah bekerja di perusahaan teknologi global. Untuk merekrut orang-orang ini dengan pengetahuan teknologi tingkat dunia, misalnya PhD di Computer Vision, kita perlu memiliki cadangan keuangan yang sangat kuat. Cara lain yang lebih terjangkau adalah mengembangkan sendiri world-level people,” kata Rudianto.

The Adoption of Enterprise Communication Platform in Startup

One thing that supports the productivity of working in an office is enterprise communication platforms. In Indonesia, platforms such as Slack, Google Meet, Workplace from Facebook, and Microsoft Teams are quite familiar to startup enthusiasts. However, WhatsApp, which is not specifically aimed at corporate communication, is also very popular.

DailySocial has summarized the most popular enterprise communication platforms among startups and whether startups have a special budget for premium features. On the other hand, this also invites local players to present their products and to compete.

Essential platform

When the Covid-19 began to spread and the work-from-home system is widely applied, the use of communication platforms surged. Zoom is inevitably become the most popular platform, both globally and in Indonesia. Zoom monthly active users have reached 12.9 million in February 2020. This indicates the essential function of the communication platform to support productivity.

“The use of communication tools is clearly determined by the needs of the company and the habits or main communication channels used by each country,” AnyMind Group Indonesia’s Head of Operations, Yuwanda Fauzi said.

This communication platform helps employees break down tasks and discuss constraints and workloads. On the other hand, supervisors and managers also monitor employee performance using this platform.

“In DANA, ideas for innovation, problem-solving, and value creations must be well communicated and synergized on a daily operational scale for employees. This step needs to be done to ensure all communication among team members work well, given the many functions of each department or different divisions and individuals in a company. Message and communication are key to ensuring that different teams and individuals can work together in the same direction. The goal is for DANA to achieve its shared goals and vision in the most effective and efficient way,” DANA’s CTO Norman Sasono said.

Achieving aligned goals and ensuring collaboration work well is the main focus of startups to utilize a variety of existing communication platforms. The use of applications is also crucial when allowing employees to do other things online, such as meetings, giving presentations, and creating surveys.

“In fact, choosing an application that can safely facilitate employee activities is also important to maintain the privacy of all employees and the security of company information that is confidential,” Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono said.

As a digital payment and financial services company, OVO is demanded to constantly develop and adapt so that OVO services can continue to be accepted and able to support the daily lives of its users. In order to stay agile, there needs to be good communication, coordination, and relations between employees, therefore, they can work together and discuss optimally.

“The platform is easy to use, fast, and practical in supporting daily activities such as discussion and coordination. Especially in a startup environment where speed and practicality are substantial in working,” OVO’s Head of PR Sinta Setyaningsih said.

Slack and WhatsApp as the most popular apps

Based on a survey conducted by DailySocial to 16 startups, most of them chose a foreign platform to support their daily activities. Although the options are quite varied, apparently the two platforms are more dominant than the other platforms.

The first platform is Slack founded by Stewart Butterfield and the second is WhatsApp founded by Brian Acton and Jan Koum. WhatsApp is now under the auspices of Facebook.

In global, Slack as of March 2020 has more than 12 million active daily users. WhatsApp, on the other hand, with wider adoption, as of February 2020 claims to have had two billion users worldwide.

Hasil survei DailySocial
DailySocial’s survey on enterprise communication platform in startup

The interesting thing is, WhatsApp and Slack are perceived differently by users.

“WhatsApp as a communication tool focuses on chat experience and its simplicity and already has a very large number of users from various industries. While Slack as a communication tool focuses on productivity supported by bots and integration tools, making it look more complex and getting large support, especially from technology-based industries,” DOKU’s Chief of Innovation Officer Rudianto said.

The attractive UI/UX display and comfortable user experience make DANA choose Slack and WhastApp as a platform to support daily activities. The company is also willing to allocate a budget to provide premium features for employees.

“There are some factors that cause the instant messaging platform to become popular, such as habits, good user experience (UI / UX), features for productivity and efficiency, and also security aspects,” Norman said.

Slack’s excellent features are to create coordinating groups openly (anyone can join to discuss) and closed (limited to a few people), make voice calls, start and finish work (clock in and clock out), create and fill out forms, and polling on the same platform. In addition, Slack can also provide reports on the results of measurements of communication effectiveness by the team on the platform.

While WhatsApp allows employees to communicate via chat, exchanging documents and photos, and conducting group conferences (in limited numbers) with guaranteed data encryption.

Most startups are willing to pay subscription fees and allocate special funds to support employee productivity.

“Working in a tech company and startup requires fast, efficient, and safe coordination with fellow employees, therefore, a communication channel to fulfill those needs, such as Slack and WhatsApp, is required,” Intan said.

Analyzing opportunities for local platforms

For local platforms in the communication sector, the challenge lies in how they can convince consumers and compete with global platforms. Although most startups in Indonesia use foreign platforms, when the local products provided are more competitive in terms of functionality and price, they are willing to try.

“Local communication tools have the potential to compete with foreign platforms, because in terms of technology, creating communication tools is not complicated. The main challenge is that local platforms must be able to answer the basic question: ‘Why should I move from WhatsApp to the local platform?’. If there is a startup capable to answer this question, it is most likely to become the next unicorn, Indonesia’s first national communication tool, as happened with WeChat, KakaoTalk, and Line in their respective countries,” Rudianto said.

Those with a unique proposition to solve user problems can also attract certain users. In addition to exciting new features, local providers must also really be very well aware of the basics of B2B services, such as UX, SLA for performance and availability and reliability and security.

“Every instant messaging instrument/platform provider can compete in the industry, if it provides a solution or product that is better than the options that are already available in the market,” Norman said.

Seeing the development and trends in this matter, began to emerge several local platforms that try to provide this enterprise communication service.

“The higher the demand for communication tools in work activities, the developers will be more creative and innovative in making products that can meet the needs of a dynamic market. We will certainly always support Indonesian developers to compete with other developers from around the world in creating tools of the highest quality,” Intan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Enterprise communication platform yang dikembangkan pemain lokal sudah umum diadopsi di Indonesia. Kami mengundang pemain lokal menunjukkan produknya

Menyimak Adopsi “Enterprise Communication Platform” di Startup

Salah satu penunjang produktivitas bekerja di kantor adalah enterprise communication platform. Di Indonesia, platform seperti Slack, Google Meet, Workplace from Facebook, dan Microsoft Teams sudah familiar digunakan penggiat startup. Meskipun demikian, WhatsApp, yang tidak secara khusus ditujukan ke komunikasi korporat, juga sangat populer penggunaannya.

DailySocial mencoba merangkum enterprise communication platform apa yang paling familiar di kalangan startup dan apakah startup memiliki budget khusus untuk menikmati fitur premium. Di sisi lain, potensi ini mengundang pemain lokal untuk menunjukkan produknya dan bisa bersaing.

Platform esensial

Saat Covid-19 mulai merebak dan aturan bekerja di rumah mulai banyak diterapkan, penggunaan communication platform melonjak. Zoom adalah platform yang bisa dibilang paling populer, baik secara global maupun di Indonesia. Tercatat pengguna aktif bulanan Zoom mencapai 12,9 juta di bulan Febuari 2020. Hal tersebut menandakan esensialnya fungsi communication platform membantu kegiatan produktivitas.

“Penggunaan alat komunikasi jelas ditentukan oleh kebutuhan perusahaan itu sendiri dan kebiasaan atau saluran komunikasi utama digunakan oleh masing-masing negara,” kata Head of Operation of AnyMind Group Indonesia Yuwanda Fauzi.

Platform komunikasi ini membantu pegawai mengurai tugas dan mendiskusikan kendala dan beban kerja. Di sisi lain, para supervisor dan manager juga melakukan monitoring terhadap kinerja pegawai memanfaatkan platform ini.

“Di DANA, ide untuk berinovasi, problem solving, serta value creations harus bisa dikomunikasikan dan tersinergi dengan baik dalam skala operasional harian bagi para karyawan. Langkah ini perlu dilakukan untuk memastikan semua komunikasi anggota tim bisa berjalan dengan baik, mengingat banyak fungsi setiap departmen atau divisi serta individu yang berbeda di sebuah perusahaan. Pesan dan komunikasi menjadi kunci untuk memastikan tim dan individu yang berbeda bisa bekerja bersama dalam jalur yang terarah. Tujuannya adalah DANA bisa mencapai tujuan dan visinya bersama dengan cara yang paling efektif dan efisien,” kata CTO DANA Norman Sasono.

Mencapai tujuan yang selaras dan memastikan kolaborasi berjalan baik menjadi fokus utama startup untuk memanfaatkan beragam communication platform yang ada. Pemanfaatan aplikasi juga krusial saat memungkinkan pegawai melakukan hal-hal lain secara online, seperti rapat, memberikan presentasi, dan membuat survei.

“Tentunya memilih aplikasi yang dapat memfasilitasi kegiatan pegawai dengan aman juga tidak kalah pentingnya demi menjaga privasi seluruh pegawai serta keamanan informasi-informasi perusahaan yang bersifat rahasia,” kata Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono.

Sebagai perusahaan pembayaran digital dan layanan finansial, OVO dituntut senantiasa berkembang dan beradaptasi agar layanan OVO dapat terus diterima dan mampu menunjang kehidupan sehari-hari para penggunanya. Agar tetap tangkas, perlu adanya komunikasi, koordinasi, dan relasi yang baik antar pegawai agar dapat bekerja sama dan berdiskusi dengan maksimal.

“Platform tersebut mudah untuk digunakan, cepat, dan praktis dalam menunjang aktivitas sehari-hari seperti berdiskusi dan berkoordinasi. Terlebih pada lingkungan startup di mana kecepatan dan kepraktisan merupakan hal yang substansial dalam bekerja,” kata Head of PR OVO Sinta Setyaningsih.

Slack dan WhatsApp paling populer

Berdasarkan survei yang dilakukan DailySocial ke 16 startup, kebanyakan  memilih platform asing untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Meskipun pilihannya cukup bervariasi, dua platform tampil lebih dominan di antara platform lainnya.

Platform pertama adalah Slack yang didirikan oleh Stewart Butterfield dan yang kedua adalah WhatsApp yang didirikan Brian Acton dan Jan Koum. WhatsApp kini berada di bawah naungan Facebook.

Secara global, Slack hingga bulan Maret 2020 memiliki lebih dari 12 juta pengguna aktif harian. WhatsApp, di sisi lain, dengan adopsi yang lebih luas, per bulan Febuari 2020 mengklaim telah memiliki dua miliar pengguna di seluruh dunia.

Hasil survei DailySocial
Hasil survei DailySocial tentang penggunaan enterprise communication platform di startup

Yang menarik, WhatsApp dan Slack, oleh penggunanya, dipersepsikan dengan peruntukkan yang berbeda.

“WhatsApp sebagai communication tools fokus kepada chat experience and its simplicity dan telah memiliki jumlah pengguna yang sangat besar dari berbagai industri. Sedangkan Slack sebagai communication tools fokus kepada productivity yang didukung oleh bot dan integration tools, membuatnya terlihat lebih kompleks dan mendapat dukungan yang besar, khususnya dari industri berbasis teknologi,” kata Chief of Innovation Officer DOKU Rudianto.

Tampilan UI/UX yang menarik dan pengalaman pengguna yang nyaman juga membuat DANA memilih Slack dan WhastApp sebagai platform penunjang aktivitas sehari-hari. Perusahaan pun bersedia mengalokasikan budget untuk memberikan fitur premium bagi pegawai.

“Ada sejumlah faktor yang menyebabkan platform pesan instan menjadi populer, seperti kebiasaan dalam menggunakannya, pengalaman pengguna (UI/UX) yang baik, memiliki banyak fitur yang membuat pengguna produktif dan efisien, dan juga memiliki aspek keamanan,” kata Norman.

Fitur unggulan Slack adalah membuat grup koordinasi secara terbuka (siapapun dapat bergabung untuk berdiskusi) dan tertutup (terbatas untuk beberapa orang saja), melakukan voice call, melakukan absen mulai dan selesai bekerja (clock in dan clock out), membuat dan mengisi form, dan membuat polling di satu platform yang sama. Selain itu, Slack juga dapat memberikan laporan hasil pengukuran efektivitas komunikasi yang dilakukan tim di platform tersebut.

Sedangkan WhatsApp memungkinkan karyawan berkomunikasi lewat chat, saling berkirim dokumen dan foto, serta melakukan group conference (dengan jumlah terbatas) dengan jaminan enkripsi data.

Kebanyakan startup bersedia membayar biaya berlangganan dan mengalokasikan dana khusus untuk mendukung produktivitas pegawai.

“Bekerja di tech company dan startup membutuhkan koordinasi yang cepat, efisien, dan aman dengan sesama karyawan sehingga dibutuhkan communication channel yang dapat memenuhi kebutuhan itu, seperti Slack dan WhatsApp,” kata Intan.

Melihat peluang platform lokal

Bagi platform lokal di sektor komunikasi, tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mereka bisa meyakinkan konsumen dan bisa bersaing dengan platform global. Meskipun sebagian besar startup di Indonesia menggunakan platform asing, jika produk lokal yang disediakan lebih kompetitif dari sisi fungsi dan harga, mereka bersedia untuk mencoba.

Communication tools lokal memiliki potensi untuk bersaing dengan platform asing, karena dari sisi teknologi, membuat communication tools bukanlah sesuatu yang rumit. Tantangan utamanya adalah platform lokal harus dapat menjawab pertanyaan dasar: ‘Mengapa saya harus berpindah dari WhatsApp ke platform lokal?’. Jika ada startup yang mampu menjawab pertanyaan ini, sudah dipastikan mereka akan jadi the next unicorn, Indonesia’s first national communication tools, seperti yang terjadi dengan WeChat, Kakao Talk, dan Line di negara mereka masing-masing,” kata Rudianto.

Mereka yang memiliki proposisi unik untuk menyelesaikan masalah pengguna juga dapat menarik pengguna tertentu. Selain fitur-fitur baru yang menarik, penyedia lokal juga harus benar-benar sangat memahami dengan baik dasar-dasar layanan B2B, seperti UX, SLA untuk kinerja dan ketersediaan (Performance and Availability) dan keandalan dan keamanan (Reliability and Security).

“Setiap penyedia instrumen / platform pesan instan bisa berkompetisi di industri, jika menyediakan solusi atau produk yang lebih baik daripada opsi yang sudah tersedia di pasar,” kata Norman.

Melihat perkembangan dan tren pada hal ini, mulai muncul beberapa platform lokal yang mencoba memberikan layanan enterprise communication ini.

“Semakin tinggi demand untuk communication tools dalam aktivitas kerja, para developer akan semakin kreatif dan inovatif juga dalam membuat produk yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yang dinamis. Kami tentunya akan selalu mendukung para developer Indonesia untuk bersaing dengan developer-developer lainnya dari seluruh dunia dalam menciptakan tools dengan kualitas terbaik,” kata Intan.