Menjelang pergantian tahun, publishing label milik Riot Games, Riot Forge, mengumumkan game anyar berjudul Song of Nunu. Seperti halnya game-game lain di bawah arahan Riot Forge, Song of Nunu juga merupakan spin-off dari League of Legends (LoL).
Sesuai judul, Song of Nunu menceritakan petualangan seorang champion bernama Nunu dalam misi mencari ibunya yang hilang. Seperti di LoL, Nunu juga ditemani oleh kawannya, seekor Yeti bernama Willump. Keduanya akan bersama-sama menjelajahi dan mengungkap misteri di Freljord, kawasan tundra di belantara Runeterra.
Melihat cuplikan videonya di bawah, Song of Nunu sepertinya bakal banyak memadukan elemen puzzle dan platformer. Interaksi antar kedua karakter tampaknya bakal menjadi kunci dalam memecahkan beragam puzzle dalam game.
Song of Nunu digarap oleh Tequila Works, studio asal Spanyol yang portofolionya mencakup game seperti RiME dan The Sexy Brutale. Riot menjadwalkan peluncuran di tahun 2022, tapi sejauh ini belum ada tanggal pastinya. Selain di PC, Song of Nunu juga akan dirilis di PlayStation, Xbox, dan Nintendo Switch.
Dalam kesempatan yang sama, Riot juga sempat menyingkap lebih banyak detail mengenai game lainnya yang berjudul Conv/rgence. Game ini sebenarnya sudah diumumkan sejak akhir 2019 bersamaan dengan Ruined King, dan Riot bilang game ini juga bakal meluncur tahun depan. Menurut pengembangnya, Double Stallion, ada banyak perubahan signifikan yang sudah mereka terapkan semenjak pengumuman perdananya.
Sebagai pengingat, Conv/rgence merupakan sebuah 2D action platformer yang menceritakan petualangan champion Ekko di distrik bernama Zaun — lokasi yang sama seperti yang menjadi setting serial animasi baru Netflix, Arcane. Di LoL, skill-skill Ekko banyak berkaitan dengan manipulasi waktu, dan di Conv/rgence pun juga demikian. Kalau mau disederhanakan, Conv/rgence pada dasarnya merupakan sebuah game platformer dengan tombol undo.
Berhubung pandemi masih terus berlanjut, wajar kalau akhirnya Riot tidak memberikan tanggal rilis yang pasti untuk kedua game ini. Kendati demikian, mereka baru-baru ini membuktikan bahwa mereka bisa menepati janjinya dengan meluncurkan Ruined King sekaligus Hextech Mayhem.
Riot Games pernah dianggap sebagai one-hit wonder. Pasalnya, setelah meluncurkan League of Legends pada Oktober 2009, mereka tidak meluncurkan game baru selama bertahun-tahun. Mereka baru meluncurkan game baru — Teamfight Tactics — pada 2019. Memang, membuat game yang dimainkan hingga lebih dari 10 tahun adalah pencapaian tersendiri. Namun, Riot tampaknya tak lagi puas dengan itu. Mereka juga ingin mengeksplor dunia League of Legends lebih dalam. Karena itu, mereka berencana untuk meluncurkan beberapa game baru. Salah satunya adalah Ruined King: A League of Legends Story.
Siapa Sang Ruined King?
Nama Ruined King pastinya tidak asing di telinga para pemain League of Legends. Sejak game MOBA itu diluncurkan, ada item bernama Blade of Ruined King. Item legendary itu tidak hanya dapat memberikan ekstra attack damage dan attack speed, tapi juga dilengkapi dengan status lifesteal. Hanya saja, sampai pekan lalu, Riot tak pernah menampilkan karakter Ruined King dalam League of Legends.
Karakter Ruined King baru diperkenalkan oleh Riot Games pada 8 Januari 2021 melalui sebuah video pendek berjudul Ruination. Dalam video itu, Anda akan melihat bagaimana sang Ruined King — yang memiliki nama asli Viego — bertarung dengan Lucian dan Senna. Tujuan Viego sederhana: membangkitkan kembali ratunya dan memulihkan kembali kerajaannya.
Di video di atas, Anda juga bisa melihat bagaimana para champions League of Legends — seperti Darius, Poppy, Samira, dan Vayne — berusaha melawan pasukan Viego. Video berakhir dengan cliffhanger: Viego yang justru menjadi semakin kuat dan pernyataan Lucian bahwa dia dan Senna tak akan bisa menghentikan sang Ruined King sendirian. Tidak heran jika video Ruination memiliki akhir yang menggantung. Kepada Polygon, Ryan Mireles, Lead Producer dari League of Legends mengaku, Riot akan mengungkap cerita Viego dalam beberapa cerita dan game League of Legends.
Riot bahkan telah menyiapkan tiga champions baru sebagai bagian dari cerita Viego. Sayangnya, sejauh ini, tidak ada banyak informasi terkait ketiga champions tersebut. Satu hal yang pasti, tiga champions baru ini memiliki role yang berbeda-beda: top lane Brawler, artillery mage, dan marksman. Sementara Viego sendiri akan memegang peran sebagai Jungler.
Ruined King: A League of Legends Story
Tak bisa dipungkiri, League of Legends adalah game yang populer. Meskipun begitu, genre MOBA kurang kondusif untuk menyampaikan cerita. Pasalnya, para pemain akan sibuk untuk melawan musuh dan menghancurkan towers. Namun, hal ini tidak menghapus rasa penasaran para pemain League of Legends akan lore di game tersebut. Riot menyadari hal ini. Karena itulah, mereka ingin membuat game League of Legends lain dengan genre yang berbeda. Salah satu game itu adalah Ruined King, yang mengusung genre RPG.
Sama seperti kebanyakan game RPG lain, salah satu fokus Anda di Ruined King adalah eksplorasi. Kota yang dipilih untuk menjadi setting lokasi dari Ruined King adalah Bilgewater, kota pelabuhan yang penuh dengan kriminal karena ketiadaan pemerintahan yang sah. Sementara dari 153 champions yang ada di League of Legends, ada 6 karakter yang akan bisa dimainkan di Ruined King, yaitu Miss Fortune, Illaoi, Braum, Pyke, Ahri, dan Yasuo. Selain Bilgewater, kawasan lain yang menjadi fokus dari Ruined King adalah Shadow Isles, yang dulunya dikenal dengan nama Blessed Isles.
Riot Games merilis trailer gameplay dari Ruined King pada Desember 2020. Video itu fokus untuk menampilkan cara kerja dari turn-based combat yang akan digunakan dalam Ruined King, tanpa memberikan banyak informasi tentang cerita dari game RPG itu. Pemain dapat melakukan eksplorasi dengan satu karakter. Namun, dalam combat, akan ada tiga karakter yang bisa pemain gunakan. Masing-masing karakter akan memiliki skill unik yang bisa pemain gunakan untuk menyerang musuh atau melindungi karakter lain.
Ruined King mulai dikembangkan pada 2019. Pada awalnya, Riot berencana untuk merilis game ini pada awal tahun 2021. Sayangnya, karena pandemi virus corona, mereka terpaksa menunda peluncuran Ruined King. Kabar baiknya, game itu masih akan tetap dirilis pada 2021. Ruined King akan tersedia untuk berbagai platform, mulai dari PlayStation 4 dan 5, Xbox Series X dan S, Nintendo Switch, sampai PC.
Kerja Sama Riot Games dengan Airship Syndicate
Bertahun-tahun fokus pada League of Legends, Riot Games sadar bahwa mereka tidak punya pengalaman dalam membuat game single-player RPG. Memang, mereka bisa saja membentuk tim baru untuk mengembangkan Ruined King. Namun, hal itu akan memakan waktu yang tidak sebentar. Alhasil, Riot memilih untuk menggandeng Airship Syndicate untuk membuat Ruined King. Nantinya, game tersebut akan dirilis di bawah label Riot Forge.
League of Legends memang merupakan intellectual property (IP) dari Riot Games. Meskipun begitu, mereka memberikan kebebasan pada Airship Syndicate soal bagaimana developer itu akan menampilkan dan mengembangkan lore serta dunia League of Legends dalam Ruined King. Dengan begitu, Riot berharap, Airship akan bisa menampilkan cerita yang dalam serta naratif yang kompleks di Ruined King. Pertanyaannya: apakah Airship akan sanggup memenuhi harapan itu? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat rekam jejak Airship Syndicate.
Game pertama yang Airship Syndicate buat adalah Battle Chasers: Nightwar, sebuah game RPG dengan sistem turn-based combat. Polygon menyebutkan, Nightwar akan mengingatkan para pemainnya akan game-game JRPG jadul yang menggunakan sistem turn-based combat. Namun, Airship juga menambahkan sejumlah fitur baru — seperti Overcharge dan Burst. Hanya saja, dari segi cerita, Nightwar tidak menawarkan sesuatu yang istimewa. Sama seperti kebanyakan cerita heroik, tujuan utama para pemain di Nightwar adalah menyelamatkan dunia.
Sama seperti Ruined King, Nightwar merupakan game yang didasarkan pada IP lain, yaitu komik Battle Chasers. Untungnya, Airship bisa mengemas Nightwar sedemikian rupa sehingga para pemain tetap bisa memahami alur cerita dalam game walau mereka tidak pernah membaca komik Battle Chasers sekalipun. Semoga, hal ini berarti, Airship akan bisa menampilkan cerita yang menarik dalam Ruined King, baik untuk pemain setia League of Legends atau orang-orang yang hanya pernah mendengar tentang game MOBA itu.
Game lain buatan Airship Syndicate adalah Darksiders Genesis, yang merupakan spinoff dari seri Darksiders. Hybrid pernah membuat review dari game itu dan bisa Anda baca di sini. Bagi Anda yang enggan untuk membaca review dari game itu, saya akan memberikan ringkasan dari review tersebut.
Gameplay menjadi keunggulan utama dari Genesis. Game itu memiliki dua karakter yang bisa Anda mainkan: War dan Strife. Tergantung dari karakter yang Anda pilih, Genesis akan memberikan pengalaman bermain yang berbeda. Jika Anda menggunakan War, Genesis akan terasa seperti game beat ’em-up. Sementara jika Anda memainkan Strife, Anda akan mendapatkan pengalaman bermain game top-down shooter.
Dari segi grafik, Genesis memiliki detail yang cukup baik meski ia terlihat sederhana. Sementara soal cerita, Genesis masih mengusung tema yang sama dengan game-game Darksdiers sebelumnya, yaitu pertarungan antara Heaven dan Hell, dengan The Council sebagai penengah. Meskipun cerita dari Genesis tidak meninggalkan kesan yang sangat kuat seperti Mass Effect atau The Witcher — setidaknya menurut Chief Editor Hybrid — Genesis masih menawarkan plot twist tersendiri.
Kesimpulan
Dari dua game yang Airship Syndicate buat, terlihat jelas bahwa Riot memang tidak asal memilih developer itu untuk membuat Ruined King. Dengan membuat Nightwar, Airship membuktikan dirinya bahwa mereka sanggup mengembangkan game RPG dengan turn-based combat yang menarik. Sementara itu, mereka juga punya pengalaman dalam menambahkan elemen puzzle dan platformer seperti yang mereka lakukan pada Genesis.
Riot Games dikenal sebagai kreator League of Legends. Selama bertahun-tahun, mereka hanya fokus pada game MOBA tersebut. Namun, pada tahun lalu, tepat pada perayaan ulang tahun League of Legends ke-10, Riot mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan beberapa game baru. Menariknya, sebagian dari game itu akan mengambil dunia dan menampilkan karakter yang sama dengan League of Legends.
Memang, tidak mudah untuk menyelipkan cerita ke dalam game MOBA. Selama ini, Riot mencoba untuk memperkenalkan lore dari League of Legends melalui media lain, seperti komik. Mereka juga membuat situs khusus yang membahas tentang kota dan karakter yang tampil di League of Legends. Namun, tampaknya, Riot tak puas dengan itu. Dan mereka ingin mencoba untuk mengemas cerita League of Legends dalam game dengan genre yang sama sekali berbeda dari MOBA.
Game-Game Turunan League of Legends
Teamfight Tactics menjadi “game” kedua Riot setelah League of Legends. Pada awalnya, Teamfight Tactics merupakan mode di dalam League of Legends yang didasarkan pada game Dota Auto Chess. Melihat popularitas Teamfight Tactics, Riot lalu memutuskan untuk menjadikannya sebagai game terpisah. Tak hanya itu, pada Maret 2020, mereka juga meluncurkan Teamfight Tactics ke platform Android dan iOS.
Sepanjang 2020, Riot Games juga merilis beberapa game lain, seperti Valorant, League of Legends: Wild Rift, dan Legends of Runeterra. Dari ketiga game tersebut, hanya Valorant yang tidak didasarkan pada dunia dari League of Legends. Tak hanya itu, Riot juga akan merilis dua game spinoff lain dari League of Legends, yaitu Ruined King dan Conv/rgence. Hanya saja, Riot tidak membuat kedua game itu sendiri. Sebagai gantinya, mereka mencari developer sebagai rekan. Nantinya, baik Ruined King dan Conv/rgence akan dirilis di bawah label Riot Forge.
Riot Forge didirikan pada pertengahan 2018. Alasan Riot Forge dibuat adalah karena ada orang-orang yang ingin menjelajah dan melakukan eksplorasi di Runeterra — hal yang sulit untuk direalisasikan dengan game MOBA. Mereka lalu memutuskan untuk mencari rekan developer yang bisa menyajikan League of Legends dalam genre lain.
“Kami tahu bahwa ada fans League of Legends yang ingin mendapatkan pengalaman bermain yang lain dari MOBA dan kami ingin memberikan game dengan genre lain pada mereka,” kata Head of Riot Forge, Leanne Loombe, seperti dikutip dari ESPN. “Hal itu berarti, kami harus mengembangkan banyak game dengan genre yang berbeda-beda jika kami ingin memenangkan hati para fans tersebut.
“Hanya saja, membentuk tim developer yang bisa membangun game dengan genre yang berbeda-beda, seperti RPG dan action platformer, hal itu membutuhkan waktu lama. Dan kami tidak ingin membiarkan para fans kami menunggu terlalu lama,” jelas Loombe. “Akan lebih baik jika kami fokus untuk mengerjakan apa yang memang menjadi keahlian kami dan mencari rekan untuk membuat game dengan genre lain.”
Riot lalu memilih Airship Syndicate untuk membuat game turn-based RPG dari League of Legends, yang dinamai Ruined King. Selain itu, mereka juga menunjuk Double Stallion Games untuk membuat Conv/rgence, sebuah game action platformer yang menggunakan aset League of Legends. Loombe mengungkap, salah satu karakteristik yang Riot cari ketika memilih developer yang akan menjadi rekan mereka adalah kecintaan akan lore League of Legends dan keinginan untuk mengembangkan dunia Runeterra.
“Bagi kami, salah satu hal yang paling kami cari adalah passion untuk membuat game yang keren,” ujar Loombe. “Kami tidak akan meminta para developer untuk membuat game sesuai permintaan kami. Kami ingin agar kolaborasi kami dengan rekan kami akan berjalan dua arah.”
Loombe mengungkap, Riot memberikan kebebasan pada para developer untuk mengekspansi dunia League of Legends. Dengan begitu, para developer akan dapat membuat game yang memang sesuai dengan keahlian dan minat mereka. Untuk Aiship, mereka ingin membuat game RPG yang mengambil tempat di Bilge Water dan Shadows Isles — dua kota di League of Legends. Dan berdasarkan game-game yang sudah Airship pernah buat, mereka memang memiliki kemampuan untuk merealisasikan visi tersebut.
“Dengan game single-player RPG, kami bisa membuat cerita yang dalam,” ujar Loombe. “Salah satu elemen dari game RPG adalah naratif yang kompleks.” Dia menjelaskan, game RPG memungkinkan developer untuk tidak hanya menunjukkan cerita dari para champions tapi juga gaya hidup masyarakat di Bilge Water dan Shadow Isles.
Sementara itu, melalui Conv/rgence, Double Stallion Games akan menjadikan Ekko — anak jalanan dari Zaun yang bisa membelokkan waktu — sebagai tokoh utama. “Dari game-game Double Stallion sebelum ini, Anda bisa melihat bahwa mereka cenderung membuat game platformer yang fokus pada mekanisme pertarungan,” ujar Loombe. “Anda akan menemukan elemen-elemen itu di Conv/rgence. Ekko adalah champion yang hebat dan dia punya skill yang juga menarik, khususnya terkait manipulasi waktu.”
Komik, Musik dan Animasi
Tak berhenti di game, Riot juga membawa cerita dan tokoh dari League of Legends ke media lain, mulai dari komik, musik, sampai animasi. Anda bisa menemukan komik League of Legends di situs resminya. Di sana, Anda akan menemukan komik seri maupun one-shot. Salah satu seri komik yang Riot buat berjudul Harmonies, yang bercerita tentang para anggota K/DA.
Di game MOBA, KDA merupakan singkatan dari Kill, Death, Assist. Namun, jika kita berbicara tentang Riot Games dan League of Legends, K/DA juga merupakan girl band virtual yang beranggotakan empat champions dari League of Legends: Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa. K/DA dibentuk pada 2018 karena Riot ingin serius menggarap konten musik. Salah satu keuntungan yang Riot dapatkan dengan membuat K/DA adalah menggaet penggemar baru. Pasalnya, lagu-lagu K/DA bernuansa K-Pop. Jadi, Anda tidak harus memainkan atau mengerti League of Legends untuk menikmati lagu-lagu K/DA.
Selain lagu, Riot juga menyiapkan cerita tentang bagaimana Akali, Ahri, Evelynn, dan Kai’Sa bisa membentuk sebuah girl band dan menjadi pop stars. Keempat anggota K/DA bahkan memiliki peran yang berbeda-beda, menurut laporan Insider. Misalnya, dalam game League of Legends, Akali dikenal sebagai The Rogue Assassin karena dia memutuskan untuk meninggalkan Kenkou Order. Namun, di K/DA, dia mengambil peran sebagai seorang rapper. Sementara Ahri — seorang mage yang juga merupakan nine-tailed fox di League of Legends — merupakan main vocalist dari K/DA. Dia juga merupakan pemimpin dan co-founder dari girl band tersebut.
Evelynn — yang memiliki gelar The Widowmaker di League of Legends — merupakan co-founder lain dari K/DA. Di girl band itu, dia menjadi lead vocalist. Terakhir, Kai’Sa yang punya role “Marksman” di League of Legends, mendapatkan tugas sebagai dancer dan choreograhper di K/DA. Untuk menggali cerita K/DA lebih dalam, Riot bahkan membuat seri komik dari keempat anggota K/DA. Dalam komik tersebut, diceritakan bagaimana Ahri bisa mengumpulkan anggota K/DA dan membentuk girl band tersebut serta keputusan Evelynn menolak untuk mengerjakan proyek lain demi K/DA.
Keseriusan Riot dalam menggarap K/DA tidak sia-sia. K/DA terbukti populer. Buktinya, video POP/STARS — lagu K/DA yang dirilis pada 2018 — telah mendapatkan 398 juta view. Dari kolom komentar, Anda akan bisa mengambil kesimpulan bahwa orang-orang yang tidak memainkan League of Legends sekalipun senang mendengarkan POP/STARS. Hal itu berarti Riot sukses untuk memperkenalkan intellectual property mereka ke kalangan non-gamer sekalipun. Tak hanya itu, pembuatan K/DA juga secara langsung menguntungkan Riot. Pasalnya, ketika K/DA pertama kali diperkenalkan, Riot juga menjual skin dari empat anggota K/DA.
Tak berhenti sampai di situ, belum lama ini, K/DA juga merilis mini-album baru, berjudul All Out, yang berisi lima lagu. Riot juga menggunakan kesempatan itu untuk memperkenalkan champion baru di League of Legends, yaitu Seraphine. Riot membuat Seraphine — yang memang memiliki kekuatan bertema musik di League of Legends — berkolaborasi dengan K/DA.
Riot bahkan membuat akun media sosial dari Seraphine. Melalui akun media sosial tersebut, Riot menunjukkan “keseharian” dari Seraphine, termasuk fakta bahwa dia adalah seorang fan dari K/DA. Di Twitter, “Seraphine” juga membicarakan tentang rasa tidak percaya dirinya untuk berkolaborasi dengan K/DA. Hal ini menuai kontroversi.
Sebagian netizen menerima apa yang Riot lakukan dengan positif dan menyatakan dukungan mereka pada “Seraphine”. Sementara sebagian netizen merasa bahwa Riot manipulatif. Mereka melihat kicauan Seraphine sebagai usaha Riot untuk membangun hubungan parasosial antara Seraphine dan netizen, membuat mereka menjadi merasa memiliki ikatan sosial dengan karakter tersebut.
i don’t think i’ll ever be fully ready. but i know there’s people believing in me, and that’s more than enough. 💜 thank you so much, i mean it sincerely. i’m gonna face this head on pic.twitter.com/j7xZ7gQHqC
Menurut laporan Polygon, kicauan yang diunggah ke akun Twitter Seraphine ditulis oleh Bethany Higa, seorang penulis di Riot. Higa mengungkap, topik yang diceritakan melalui Twitter Seraphine didasarkan pada pengalamannya ketika dia bekerja di Riot.
“Saya sendiri merasa tidak percaya diri. Saya pernah merasakan imposter syndrome,” kata Higa pada Polygon. “Saya ingin menyampaikan pentingnya usaha keras dan harapan melalui cerita Seraphine. Dan saya ingin menunjukkan bagaimana Seraphine mengatasi rasa takut yang dia hadapi sehingga dia bisa menjadi lebih percaya diri.”
Meskipun begitu, saat ini, Seraphine dianggap sebagai champion League of Legends yang paling tidak disuaki. Pasalnya, jumlah dislike pada video perkenalan dari karakter tersebut jauh melebihi jumlah dislike dari video perkenalan karakter-karakter lain. Tak hanya itu, jumlah dislike pada video perkenalan Seraphine juga melebihi jumlah like yang ada, lapor ClutchPoints.
Selain musik, Riot juga ingin menjajaki dunia film dan animasi. Pada 2019, mereka telah membuat film League of Legends Origins yang menceritakan tentang asal mula League of Legends serta bagaimana ekosistem esports dari game itu bisa tumbuh dan berkembang. Pada tahun lalu, Riot juga mengumumkan rencana mereka untuk membuat animasi yang mengambil setting dunia di Runeterra. Seri animasi itu bernama Arcane.
Untuk membuat Arcane, Riot bekerja sama dengan Fortiche Production, studio animasi asal Prancis yang juga pernah menggarap video POP/STARS untuk K/DA. Pada awalnya, Arcane direncanakan untuk diluncurkan pada 2020. Namun, karena pandemi Covid-19, Riot memutuskan untuk menunda peluncuran seri animasi itu ke tahun depan, menurut laporan Engadget.
Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada tentang plot dari Arcane. Di trailer Arcane, ada dua champions League of Legends yang tampil, yaitu Jinx dan Vi. Hanya saja, Riot tidak memberikan penjelasan tentang cerita yang akan mereka angkat melalui Arcane atau bahkan jumlah episode dari seri animasi tersebut.
Jangan heran melihat Riot Games, yang merupakan perusahaan game, mencoba untuk membawa intellectual property mereka ke media lain, seperti komik dan animasi. Seperti yang disebutkan oleh The Motley Fool, Riot bukan satu-satunya perusahaan game yang melakukan itu. Contoh perusahaan game lain yang membawa franchise mereka ke media lain adalah Activision Blizzard, yang mengadaptasi World of Warcraft ke film layar lebar. Faktanya, ada cukup banyak franchise game yang dibuat menjadi film atau seri TV, seperti Assassin’s Creed dan Tomb Raider, hingga DreadOut.
Penutup
Ada empat sistem monetisasi yang bisa digunakan oleh developer, yaitu subscription atau berlangganan, in-app purchase, iklan, dan sekali bayar. Namun, tak peduli model bisnis apa yang digunakan oleh sebuah developer, semakin banyak orang yang memainkan game mereka, semakin bagus.
Dalam kasus League of Legends, Riot Games bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual champion atau skin dari para karakter. Tentunya, Riot ingin agar para gamer terus memainkan League of Legends. Dalam 11 tahun terakhir, mereka sukses mempertahankan pemain-pemain League of Legends. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membangun ekosistem esports League of Legends.
Namun, bagi sebagian pemain League of Legends, hal itu masih belum cukup. Ada fans League of Legends yang ingin bisa mengeksplorasi Runeterra lebih dalan dan mengenal para champions dengan lebih baik. Hanya saja, tidak mudah untuk menyampaikan cerita dalam game ber-genre MOBA. Jadi, Riot memutuskan untuk menyampaikan lore dari League of Legends melalui media lain, mulai dari situs, komik, animasi, sampai game spinoff dari game MOBA buatan mereka.
Selain memuaskan rasa penasaran para gamer akan lore League of Legends, membuat berbagai spinoff dari game itu juga memberikan keuntungan lain bagi Riot. Menampilkan cerita dari para champions bisa membuat para pemain menjadi semakin suka dengan karakter-karakter tersebut. Dan hal ini bisa mendorong mereka untuk membeli skin atau merchandise yang Riot tawarkan.
Sama seperti Dota 2, League of Legends (LoL) dengan segudang hero-nya memiliki lore yang kompleks. Satu dekade sudah LoL jalani, dan Riot Games menilai kini sudah saatnya mereka memperluas lore LoL melalui sejumlah game di luar LoL itu sendiri. Buah inisiatif mereka adalah Riot Forge, publishing label baru yang diresmikan belum lama ini.
Di acara The Game Awards 2019, Riot Forge akhirnya mengungkap dua game pertama yang akan mereka terbitkan, yakni Ruined King dan Conv/rgence. Meski sama-sama mengusung embel-embel “A League of Legends Story” pada judulnya, kedua game ini digarap oleh developer yang berbeda.
Ruined King dikerjakan oleh Airship Syndicate, studio yang didirikan empat tahun silam oleh empat veteran asal Vigil Games, dan yang baru-baru ini menggarap Darksiders Genesis. Vigil Games sendiri merupakan pencipta seri Darksiders, akan tetapi Ruined King rupanya tidak akan menawarkan gameplay hack-and-slash, melainkan masuk kategori RPG dengan sistem turn-based.
Kalau melihat teaser trailer-nya, Ruined King yang menitikberatkan pada aspek narasi ini bakal mengambil Bilgewater sebagai setting lokasinya, namun area mistis Shadow Isles pun juga akan ikut dilibatkan. Jadwal rilisnya belum ditetapkan, namun Riot Forge memastikan game ini akan tersedia di PC sekaligus console.
Untuk Conv/rgence, developer yang bertanggung jawab adalah Double Stallion Games, pencipta game Speed Brawl dan OK, K.O.! versi mobile, yang keduanya sama-sama sarat nuansa kartun. Conv/rgence sendiri juga bakal mengadopsi art style 2D kalau melihat teaser trailer-nya.
Dalam Conv/rgence, pemain bakal menjalankan Ekko, champion yang deretan skill-nya berkenaan dengan waktu, dan yang digambarkan dalam game ini sebagai pemuda jenius dengan gadget canggih untuk memanipulasi waktu. Setting lokasi yang diambil sendiri juga ada dua, yaitu Zaun dan Piltover.
Pemilihan Ekko sebagai lakon menurut saya cukup rasional, apalagi mengingat Conv/rgence bakal masuk dalam kategori action-platformer. Saya bisa membayangkan Ekko memanfaatkan kemampuannya memanipulasi waktu selagi melompat dari satu titik ke yang lain, terdengar seru sekaligus menantang.
Seperti halnya Ruined King, Conv/rgence belum memiliki jadwal rilis. Juga sama adalah ketersediaannya di PC sekaligus console.