Tag Archives: rx100

review-sony-zv-1-1

[Review] Sony ZV-1, Kamera Compact Spesialis Video

Kalau kamu lagi mencari perangkat yang praktis buat bikin konten video, kamera terbaru Sony ZV-1 patut dipertimbangkan. Ia adalah kamera compact dengan sensor 1 inci sama seperti RX100 series, tetapi telah dioptimalkan untuk pengambilan video.

Beberapa modifikasi penting antara lain layar vari-angle yang sangat berguna untuk nge-vlog, pengambilan video vertikal, dan memudahkan mengambil footage low-angle atau high-angle. Kualitas mikrofon internal-nya di atas rata-rata dengan directional 3-capsule microphone dan dapat menangkap suara yang datang dari depan kamera dengan cukup baik.

Dalam paket penjualannya turut disertakan dead cat yang menempel melalui hot shoe, berguna untuk meredam suara tidak jelas akibat semburan angin. Bagian terbaiknya, Sony tetap menyediakan port mikrofon 3,5mm dan hot shoe. Mikrofon bawaannya memang cukup dapat diandalkan di kondisi darurat, tapi untuk mendapatkan kualitas audio yang lebih proper sebaiknya menggunakan mikrofon eksternal.

Meski dibekali fitur video yang berlimpah, sebagai kamera compact dengan bodi mungil, Sony ZV-1 tentu punya batas kemampuan. Lalu, cocoknya buat siapa? Berikut review Sony ZV-1 selengkapnya.

Fitur-fitur Video

review-sony-zv-1-2
Desain Sony ZV-1 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Selain layar vari-angle dan mikrofon internal yang mengesankan. Sony ZV-1 juga dibekali sistem autofocus yang kencang dengan Real-time Eye AF dan Real-time Tracking, serta sejumlah fitur video baru seperti Background Defocus dan Product Showcase.

Background Defocus bukan rekayasa software, hanya mempercepat proses untuk mendapatkan foto maupun video dengan background bokeh secara otomatis. Singkatnya kita tidak perlu repot-repot mengatur aperture secara manual dan kemudian mengimbanginya dengan shutter speed dan ISO.

Walaupun aperture-nya besar F1.8-2.8, namun karena sensor Sony ZV-1 relatif kecil yaitu 1 inci. Maka jangan berharap mendapatkan hasil bokeh yang dramatis seperti yang dihasilkan sensor APS-C apalagi full frame.

Beralih Product Showcase, fitur ini akan memastikan produk yang kita tampilkan ke depan kamera mendapatkan fokus. Mungkin terdengar sepele, tapi pasti berguna bagi para tech reviewer gadget misalnya.

Saat fitur Product Showcase dinyalakan, kamera akan menonaktifkan Face Priority di pengaturan fokus. Sehingga objek yang lebih dekat dengan kamera akan terfokus meski wajah kita berada di dalam frame. Karena sistem autofocus Sony ZV-1 memang cepat, perpindahan fokusnya terasa halus.

Selain itu, mode video Intelligent Auto memungkinkan kita membuat konten video tanpa perlu memikirkan aspek teknis seperti mengatur shutter speed, aparture, ISO, white balance, dan lainnya. Layaknya menggunakan kamera smartphone, kita cukup tekan tombol recording.

Posisi Sony ZV-1

review-sony-zv-1-3

Barangkali masih ada yang bingung, di mana posisi Sony ZV-1 sebenarnya? Menurut saya, Sony ZV-1 mengisi celah antara smartphone dan kamera mirrorless, juga merupakan alternatif dari action camera.

Kualitas rekaman video dari kamera smartphone memang sudah lumayan bagus, tetapi kurang dapat diandalkan di kondisi minim cahaya. Jelas bahwa smartphone bukan perangkat yang optimal untuk produksi video rutin.

Saya pikir untuk urusan video, kamera mirrorless pilihan yang lebih tepat. Namun karena ukuran kamera mirrorless relatif cukup besar, beberapa orang merasa kurang nyaman dalam menggunakannya.

Sementara, kalau dibanding action camera, kamera compact tentu lebih fungsional. Sony mengatakan bahwa ZV-1 dirancang untuk pengambilan video kasual durasi pendek atau panjang, momen sehari-hari dan membagikannya ke media sosial atau membuat konten video YouTube. Hasil rekamannya bisa dengan mudah ditransfer ke smartphone dan diedit menggunakan aplikasi Imaging Edge Mobile. Hasil foto Sony ZV-1 sebagai berikut:

Kamera ini memang ditujukan untuk para content creator dan kalian bisa menggunakan Sony ZV-1 sebagai satu-satunya kamera, tetapi saya merekomendasikan sebagai kamera sekunder. Untuk YouTuber bisa menggunakan ZV-1 untuk solusi multi-camera dan memudahkan bikin video di tempat umum. Juga merupakan alat yang powerful bagi influencer dan selebgram, untuk menciptakan konten lebih baik dari yang dihasilkan smartphone.

Lalu, apa bedanya dengan RX100 series? Kamera ini dirancang untuk mereka yang berpengalaman di bidang fotografi. Sony menjejalkan teknologi canggih pada kamera mirrorless mereka ke dalam bodi point-and-shoot.

Sony ZV-1 ini dibanderol Rp9.999.000 dan fakta yang menarik adalah kamera mirrorless Sony A6100 dengan lensa kit dan ultra-compact camera Sony RX0 II juga dijual dengan harga yang sama. Ketiga kamera tersebut dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar pembuatan video dengan cara yang berbeda tergantung kebutuhan.

Modifikasi RX100 Series

review-sony-zv-1-4
Lensa Sony ZV-1 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Untuk mendeskripsikan Sony ZV-1, kita harus membandingkannya dengan RX100 series. Ia mengemas sensor CMOS bertipe stacked 1 inci beresolusi 20MP, dilengkapi chip DRAM, dan prosesor BIONZ X generasi terbaru dengan LSI front-end.

Sony ZV-1 mengemas lensa zoom setara 24-70mm F1.8-2.8 ZEISS Vario-Sonnar T* seperti yang terdapat pada RX100 V (A), lengkap dengan ND filter untuk menekan shutter speed saat syuting di luar ruangan. Sayangnya bukan lensa 24-200mm F2.8–4.5 ZEISS Vario-Sonnar T* seperti yang ditemukan pada RX100 VII.

Pada focal length 24mm kita bisa menggunakan aperture f1.8, bila menggunakan fitur electronic stabilization SteadyShot standar, dan menggunakan tripod mini, bidang pandangnya masih lumayan luas. Pundak masih terlihat sedikit dan masih ada ruang untuk menampilkan background.

Masalah muncul bila menggunakan SteadyShot active, karena crop-nya mencapai 25 persen. Bidang pandangnya menjadi lebih sempit dan frame dipenuhi wajah, tidak banyak ruang kosong yang tersisa. Solusinya kita dapat menggunakan tripod mini yang bisa dipanjangkan, Sony juga menjual shooting grip yang cocok untuk ZV-1 yaitu GP-VPT1 yang dijual seharga Rp1.599.000.

Menurut Sony, SteadyShot active 11x lebih baik daripada stabilisasi standar, kinerja lumayan untuk mengkompensasi goyangan saat nge-vlog. Kalau ingin gerakan yang mulus, tetap harus investasi gimbal dan sudah ada gimbal yang ukurannya kecil seperti Zhiyun Tech Crane M2.

Bagaimana dengan desainnya? Sony merancang ulang desain dan tombol fisik kontrolnya. Mulai dari layar vari-angle, mengorbankan pop-up EVF untuk hot shoe, dan pop-up flash diganti untuk mikrofon directional 3-capsule.

Masih dibagian atas, mode dial fisik untuk mode kamera diganti tombol biasa, bersama tombol perekam video, tombol shutter dengan tuas untuk zoom, tombol untuk Background Defocus, dan tombol on/off.

Cincin kontrol pada lensa juga dipangkas dan bagi penggemar tali kamera mungkin akan sedikit kecewa. Sebab ZV-1 hanya menyediakan pengait tali di sebelah kanan saja, tetapi bisa dimaklumi karena akan mengganggu layar saat diputar bila ada pengait tali di sebelah kiri.

Satu-satunya roda kontrol ada di bagian depan dan multi fungsi, baik untuk mengatur shutter speed, aperture, ISO, manual focus, dan navigasi menu. Seperti kebanyakan kamera Sony, layar sentuh 3 inci beresolusi 921.600 titiknya fungsinya terbatas untuk touch focus dan aspek rasionya 3:2 daripada rasio 16:9 yang digunakan untuk video.

Port mikrofon dan HDMI berada di sebelah kanan. Sayangnya untuk pengisian daya masih menggunakan port jenis lawas microUSB, jadi pastikan membawa kabel data microUSB saat bepergian. Kita tidak bisa menggunakan charger smartphone karena kebanyakan sudah pakai USB Type-C.

Sony ZV-1 menggunakan baterai tipe NP-BX1 yang sama seperti RX100 series. Kapasitasnya kecil, hanya menyediakan 260 jepretan atau 45 menit perekaman video. Biar tidak was-was kehabisan baterai tiap bepergian, sebaiknya membeli satu atau dua baterai. Kabar baiknya, batera tipe ini bisa dengan mudah ditemukan dan seharga cukup terjangkau sekitar Rp400 ribuan.

Shot on Sony ZV-1
Shot on Sony ZV-1
Shot on Sony ZV-1
Shot on Sony ZV-1

Kemampuan Video

review-sony-zv-1-11
Kemampuan video Sony ZV-1 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sony ZV-1 dapat merekam video UHD 4K 24p/30p full pixel readout tanpa pixel binning pada format XAVC S, secara default durasi perekaman video 4K-nya dibatasi 5 menit. Untuk menghapus batasan tersebut, kita harus mengubah pengaturan ‘auto power off temp‘ dari standar menjadi high.

Sony mengklaim, ZV-1 dapat merekam video 4K lebih dari 30 menit dan mendukung SteadyShot active. Hal ini memang cukup menarik, tetapi bukan berarti bodi Sony ZV-1 tidak kepanasan karena bodinya kecil sebelum 30 menit sudah muncul peringatan overheat.

Sementara pada resolusi 1080p, Sony ZV-1 mendukung 24 fps, 30 fps, 60 fps, dan 120 fps. Fitur favorit saya ialah mode high frame rate yang diambil pada resolusi rendah dan di-upscale menjadi 1080p. Pada frame rate 240 fps hasilnya cukup bagus, tapi pada 480 fps dan 960 fps sudah mulai muncul noise.

Perekam videonya didukung picture profile seperti S-Log2, S-Log3, HLG, dan lainnya. Fitur yang cukup mewah yang memberikan fleksibilitas saat post-production, meskipun output videonya masih 8-bit.

Verdict

review-sony-zv-1-12
Sony ZV-1 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Menurut saya, Sony ZV-1 merupakan perpanjangan tangan dari kamera smartphone. Batas kemampuan smartphone dalam mengambil video sangat jelas, begitu pula dengan Sony ZV-1. Sebagai kamera compact, kemampuannya tidak lebih luas dibanding kamera mirrorless.

Formula utamanya diambil dari RX100 series, kemudian dirancang ulang. Sony membuat beberapa perubahan penting, sebut saja layar vari-angle, mikrofon internal berkualitas, dan sebagainya, yang secara fundamental mengubah kamera foto menjadi kamera video berfitur komplet.

Saya juga ingin menekankan ukurannya, sangat ringkas tidak butuh banyak ruang untuk menyimpannya sehingga nyaman dibawa bepergian berdampingan dengan smartphone. Juga tentunya tidak terlalu mencolok saat digunakan di tempat umum.

Sparks

  • Layar vari-angle yang memudahkan membuat konten
  • Mikrofon internal cukup berkualitas
  • Tetap tersedia hot shoe dan port mikrofon
  • Sensor 1 inci dan sistem autofocus dengan face/eye tracking seperti RX100 series
  • Video 4K dan dibekali banyak fitur video

Slacks

  • Lensa 24mm tidak cukup lebar bila stabilisasi SteadyShot active digunakan 
  • Daya tahan baterai tidak lama
  • Masih menggunakan port micro USB

Sony RX100 III Video Creator Kit Adalah Bundel Menarik untuk YouTuber yang Tak Membutuhkan Kamera 4K

Seorang vlogger umumnya memulai kiprahnya dengan berbekal kamera smartphone saja. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penonton, sang vlogger biasanya ingin meningkatkan kualitas karyanya. Cara yang termudah tentu adalah dengan membeli sebuah kamera. Apakah harus kamera yang baru dirilis dalam satu atau dua tahun terakhir? Tentu tidak.

Pendapat itu bukan datang dari saya, melainkan dari Sony selaku salah satu produsen kamera paling top saat ini. Mereka baru saja meluncurkan RX100 III Video Creator Kit, sebuah bundel yang mencakup kamera RX100 III itu sendiri, lengkap beserta grip VCT-SGR1, SD card 64 GB, dan baterai NP-BX1 ekstra.

Model terbaru dari seri Sony RX100 saat ini adalah RX100 VI, dan di titik ini RX100 III pun sudah berusia lima tahun sejak perilisannya. Namun itu bukan berarti ia tak bisa menjalankan tugasnya sebagai senjata utama para YouTuber, apalagi dengan bantuan grip yang dapat merangkap peran sebagai tripod tersebut.

Sony RX100 III Video Creator Kit

Sekadar mengingatkan, RX100 III mengemas sensor 1 inci beresolusi 20 megapixel. Ditemani oleh lensa 24-70mm f/1.8-2.8, ia siap merekam video 1080p 60 fps dalam format XAVC S yang amat efisien. Sederhananya, kalau Anda tidak berniat mengunggah video beresolusi 4K, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup bisa diandalkan.

Merekam video 4K pun sebenarnya tidak semudah yang kita bayangkan. Hal itu diungkapkan oleh rekan saya, Lukman, saat menguji RX100 VI secara ekstensif: kamera itu hanya bisa merekam video 4K dengan durasi maksimum 5 menit saja, dan setelahnya bodi kamera jadi terasa cukup panas.

Tentunya RX100 VI masih punya banyak keunggulan di sejumlah aspek, namun kalau yang dicari hanya sebatas merekam video 1080p, RX100 III saja sebenarnya sudah cukup. Tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam, Anda sudah bisa mendapatkan kamera yang sangat kapabel untuk perekaman video full-HD, dan di saat yang sama juga semakin terbantu berkat kehadiran aksesori macam grip sekaligus tripod beserta baterai ekstra.

Kira-kira demikian yang ingin disampaikan Sony melalui bundel ini. Rencananya, Sony RX100 III Video Creator Kit bakal dipasarkan mulai bulan Juli ini seharga $800. Sayang belum ada informasi terkait ketersediaannya di pasar tanah air.

Sumber: DPReview.

review-sony-rx100-vi-35

[Review] Sony RX100 VI: Teman Travelling dan Rekan Kerja yang Bisa Diandalkan

17 dan 22 Agustus lalu ialah tanggal merah, jadi saya izin untuk bekerja dari rumah (secara remote) dalam seminggu. Pulang ke kampung halaman kali ini terasa spesial, karena saya ditemani kamera compact premium yang muat dalam saku yakni Sony RX100 VI.

Piknik keluarga ke dataran tinggi Dieng menjadi salah satu agenda saya, kesempatan yang bagus untuk menguji kehebatan kamera mungil ini. Penasaran bagaimana kepiawaiannya mengabadikan pesona dari daerah yang dijuluki ‘negeri di atas awan’ tersebut – inilah review Sony RX100 VI selengkapnya.

Desain Sony RX100 VI

review-sony-rx100-vi

Saking ringkasnya bentuk RX100 VI, saya hanya perlu membawa tas selempang kecil ini. Isinya antara lain kamera, tripod mini VCT-SGR1, smartphone, power bank, dan dompet. Bisa dibayangkan bukan bagaimana praktisnya? Saya bisa cukup leluasa bergerak dan memotret dengan bebas.

Namun karena RX100 VI tidak memiliki hand grip, saya mesti sangat berhati-hati dalam menggunakannya – takut selip. Solusinya, saya menggunakan tripod mini VCT-SGR1.

Aksesori ini dijual secara terpisah dan bisa disambungkan ke kamera dengan kabel microUSB. Dengan begitu, saya bisa mengambil gambar, merekam video, dan memanfaatkan fungsi zoom dengan lebih aman.

Dengan dimensi 58,1×101,6 cm dan ketebalan 42,8 cm, lebar dan tingginya jauh lebih ramping dibanding smartphone saat ini yang rata-rata punya layar 6 inci dalam rasio 18:9. Namun, RX100 VI jelas lebih tebal dan lensanya juga akan memanjang saat fungsi zoom digunakan.

review-sony-rx100-vi

Untuk desainnya, kurang lebih masih sama dengan para pendahulunya. Build quality-nya sangat bagus – material logam terasa solid di tangan. Meski begitu, RX100 VI tetap butuh perawatan ekstra. Satu lagi, meski muat di kantong – tapi jangan menyimpannya di sana. Kalau kamera tiba-tiba aktif di dalam saku, lensanya bisa tertahan dan tergesek.

Kontrol Kamera Sony RX100 VI

Sekarang mari lihat lebih dekat kontrol kamera yang dimiliki RX100 VI. Kita mulai dari sisi atas, di mana terdapat tombol power dan punya LED yang menyala hijau saat kamera aktif, serta menyala kuning saat charging.

Kemudian ada tombol shutter, yang dilengkapi slider untuk melakukan zoom out dan zoom in. Lanjut disampingnya, ada mode dial yang memungkin Anda beralih ke mode memotret dengan cepat seperti auto mode, program auto, aperture priority, shutter priority, manual exposure, memory recall, movie, high frame rate, sweep panorama, dan scene selection.

Lalu terdapat internal flash dan electronic viewfinder dengan mekanisme pop-up, ada tombol khusus untuk menggunakan – kita cukup menggesernya. Di RX100 VI, pop-up viewfinder-nya bisa langsung digunakan dan tak perlu ditarik keluar.

review-sony-rx100-vi

Ke sisi bawah, ada akses untuk memasang dan mencabut baterai, serta slot kartu memori. Lalu, ada lubang untuk menempatkan kamera ke tripod.

Ke sisi kanan, ditemui port microUSB dan HDMI, serta kait untuk tali kamera. Lalu, di sisi kiri, tombol geser untuk memunculkan viewfinder, kait untuk tali, dan area NFC.

Beralih ke bagian depan, ada layar sentuh 3 inci yang telah mendukung touch focus dan fungsi pinch serta zoom saat preview foto. Layarnya dapat dilipat 180 derajat ke atas dan 90 derajat ke bawah.

Lalu, di samping layar bisa ditemui tombol movie untuk merekam video, tombol menu pengaturan kamera, tombol Fn yang berisi 12 shortcut yang bisa disesuaikan, tombol playback, dan tombol delete. Serta, roda putar dan tombol enter.

Menu Setting Sony RX100 VI

Ada banyak sekali menu-menu di pengaturan kamera Sony RX100 VI dan untuk memaksimalkannya kita perlu mengeksplorasi fitur-fitur yang ditawarkan. Serta, memilih pengaturan penting yang sering Anda gunakan ke tab my menu setting.

Harus diakui, mungkin akan butuh waktu untuk membiasakan diri dengan kontrol kamera dan menu-menu yang ada. Namun begitu memahaminya, maka kita bisa lebih fleksibel dan fokus mendapatkan hasil foto terbaik.

Seperti kamera Sony lainnya, RX100 VI juga punya fitur auto ISO dan meski mendukung sampai 12.800. Untuk memastikan hasil foto memiliki noise yang rendah, kita bisa membatasi maksimal ISO yang digunakan.

Fitur dan Spesifikasi Sony RX100 VI

review-sony-rx100-vi

Sony RX100 VI menggunakan sensor CMOS tipe 1.0 resolusi 20,1-megapixel dengan prosesor gambar BIONZ X dan chip DRAM. Kombinasi tersebut membuatnya mampu menangkap fokus sangat cepat 0,03 detik dan sistem AF yang mencakup 315 titik.

Lensa ZEISS Vario-Sonnar T dengan rentang zoom panjang 24-200 mm f2.8-f4.5 sangat cocok sebagai teman travelling dengan jangkauan lensa dari wide ke tele. Lensa ini juga dilengkapi ring untuk mengatur aperture.

Sistem autofocus yang sangat cepat, kemampuan menjepret 24 foto per detik, sistem peredam getar 5 axis image stabilization, dan perekaman video 4K pada 30 fps atau 24 fps – menjadi keunggulan RX100 VI.

Pengalaman Menggunakan Sony RX100 VI

review-sony-rx100-vi

Saat piknik ke Dieng, jujur saya hanya mengandalkan auto mode saja. Saya tidak mau terlihat asyik sendiri, berusaha mengambil sample foto secapat mungkin, dan tetap fokus pada acara keluarga.

Meski begitu, saya sudah sangat puas dengan hasilnya. Kamera ini mampu mendeteksi objek dan scene dengan sangat baik. Tapi yang paling berkesan memang kecepatan autofocus-nya dan 5 axis image stabilization. Hasil foto di bawah ini sebagian diambil dari balik kaca mobil.

review-sony-rx100-vi

Lensa dengan rentang zoom panjang juga membuatnya menjadi kamera yang sangat fleksibel untuk mengakomodasi jenis-jenis fotografi. Ditambah sistem eye AF yang canggih, memungkinkan kita mengambil foto portrait dari jauh tanpa diketahui oleh objek.

Namun semakin panjang zoom yang digunakan, biayanya adalah aperture maksimum menjadi lebih kecil. Lalu, aperture kecil tersebut bisa mempengahui hasil foto di cahaya low light. Kalau untuk hasil foto di luar ruangan, rata-rata warna dan detailnya sudah sangat bagus.

review-sony-rx100-vi

Dalam beberapa acara peliputan di Jakarta, Sony RX100 VI menjadi teman kerja yang sangat bisa diandalkan. Saya bisa memotret objek di panggung dari jauh tanpa harus mendekat. Serta, sangat memudahkan saat membuat konten video.

Untuk foto-foto saja, kamera ini sanggup mengambil 240 bidikan sekali charge. Tapi, kalau sudah dipakai untuk video – baterainya bakal terkuras lebih cepat. Perlu setidaknya bawa satu baterai cadangan dan power bank.

Berikut beberapa bidikan dari kamera saku premium Sony RX100 VI:

Perekaman Video Sony RX100 VI

review-sony-rx100-vi

Dengan Sony RX100 VI, kita bisa merekam video resolusi tinggi dengan mudah. Kamera ini sanggup merekam video 4K pada 30 fps atau 24 fps dan video slow motion 1080p pada 120 fps.

Sayangnya, durasi rekaman video 4K-nya dibatasi hanya dalam waktu lima menit saja. Itu pun sudah membuat body terasa panas. Namun, dari pengalaman saya untuk merekam video 1080p dalam waktu 30 menit suhu body masih aman.

Ketiadaan port mic 3,5mm bisa dimaklumi mengingat bentuknya yang kecil. Solusi untuk meningkatkan audio juga mudah, cukup pakai recorder eksternal saja.

Verdict

review-sony-rx100-vi

Buat saya Sony RX100 VI adalah teman yang menyenangkan saat travelling dan rekan kerja yang dapat diandalkan. Satu kata yang paling tepat ialah ‘praktis’, sangat ideal untuk para creator video (misalnya YouTuber). Dengan sistem autofocus sangat cepat, zoom amat panjang, serta hasil foto dan video yang bagus.

Namun sebagai kamera saku premium, harga Sony RX100 VI memang tidak murah yakni Rp17 juta. Dengan kisaran harga yang sama, Anda juga bisa mendapatkan kamera mirrorless full frame Sony Alpha A7 II yang menyimpan potensi lebih besar.

Pilihan di tangan Anda, kalau mau praktis dan tak perlu berpikir beli lensa – Sony RX100 VI untuk Anda. Tapi, kalau sedikit direpotkan dan ingin berinvestasi lebih di lensa, lebih baik pilih body Sony Alpha A7 II.

Sparks

  • Body terbilang sangat kecil tapi dengan kontrol cukup lengkap
  • Autofocus sangat cepat
  • Sistem peredam getaran 5 axis image stabilization juga sangat berguna
  • Jangkauan lensanya sangat fleksibel

Slacks

  • Tidak ada hand grip, kurang nyaman dipegang lama-lama
  • Baterai cepat habis bila untuk merekam video
  • Durasi perekaman video 4K dibatasi hanya 5 menit

Kamera Saku Premium Sony RX100 VI Tiba di Indonesia, Siapa Target Penggunanya?

Sony telah mengumumkan compact advanced camera RX series terbaru mereka di Indonesia. Adalah RX100 VI (model DSC-RX100M6), kamera saku premium berfitur canggih dengan harga Rp17 juta.

Mungkin Anda penasaran, siapa target pengguna dari Sony RX100 VI – apakah pemula, menengah, atau para profesional? Lalu, bagaimana potensi kamera saku saat ini? Mari kita bahas lebih banyak.

Kesan, Fitur, dan Spesifikasi Sony RX100 VI 

kamera-saku-premium-sony-rx100-vi-tiba-di-indonesia-9

Namanya juga kamera compact, dimensi body-nya tentu saja ringkas. Tapi terus terang saja, ini pertama kalinya saya melihat langsung jajaran kamera RX100 – lebih kecil dari yang saya bayangkan. Ukurannya tak lebih besar dari ‘smartphone zaman now‘, bisa mudah masuk kantong depan sekalipun.

Meski mini, Sony RX100 VI menggunakan sensor gambar CMOS tipe 1 inci resolusi 20,1-megapixel dengan prosesor gambar BIONZ X dan chip DRAM. Kombinasi tersebut membuatnya mampu menangkap fokus sangat cepat 0,03 detik dan sistem AF yang mencakup 315 titik.

Fitur eye tracking 2x lebih cepat dari model sebelumnya, sangat membantu saat foto portrait. Kamera ini juga mampu merekam 24 foto per detik dengan buffer atau memori penampungan sementara untuk foto berturut-turut yang panjang yakni 233 foto.

Sony RX100 VI dilengkapi lensa ZEISS Vario-Sonnar T yang sanggup melihat objek yang jauh menjadi dekat dengan rentang zoom panjang 24 – 200 mm dan aperture f2.8 – f4.5. Sangat cocok sebagai teman travelling dan para landscaper dengan jangkauan lensa dari wide ke tele.

Lensa tersebut juga telah dilengkapi dengan optical stabilization 4 stop untuk meredam gerakan saat zooming atau cahaya rendah. Mengatur titik fokus yang sesuai kini juga lebih mudah, layar touchscreen-nya sudah mendukung touch focus, serta fungsi pinch dan zoom saat preview foto.

Layar juga dapat dilipat 180 derajat ke atas untuk selfie atau vlogging dan 90 derajat ke bawah yang memungkinkan penggunanya lebih kreatif mengatur komposisi foto. Selain itu, kemampuan perekaman videonya sudah mendukung format 4K HDR dan sistem pop-up EVF-nya cukup sekali tekan maka langung bisa digunakan.

Potensi Kamera Saku Premium dan Target Sony RX100 VI

kamera-saku-premium-sony-rx100-vi-tiba-di-indonesia-11

Kazuteru Makiyama, President Director Sony Indonesia mengatakan bahwa “market share kamera saku premium Sony terus tumbuh, walaupun tak sekencang kamera mirrorless. Tidak akan tergeser oleh smartphone karena hasil fotonya pasti lebih bagus“.

Harus diingat, besaran resolusi kamera bukan satu-satunya yang menentukan kualitas foto. Lebih penting lagi ialah ukuran sensor gambar, Sony RX100 series menggunakan sensor tipe 1 inci yang lebih besar dari sensor gambar tipe 1/2 inci yang ada di smartphone.

Tapi dengan harga Rp17 juta, Anda sudah bisa mendapatkan kamera mirrorless dengan sensor APS-C tercanggih saat ini yakni Sony Alpha A6500 body only atau tambah sedikit bisa dapat kamera mirrorless full frame Sony Alpha A7II. Lalu, kamera saku RX100 VI ditargetkan untuk siapa?

Satyro Sidhi Rachmat, Product Marketing Digital Still Camera menjelaskan bahwa “target pengguna Sony RX100 VI memang bukan untuk pemula, tapi para fotografer profesional yang pernah merasakan betapa repot dan beratnya membawa kamera DSLR, terutama fotografer landscaper“.

Jadi, Sony RX100 bisa menjadi kamera backup yang bisa diandalkan untuk para fotografer pro. Selain itu, Sony RX100 juga menargetkan para traveller yang mementingkan kualitas gambar.

Ia menambahkan, untuk pemula direkomendasikan memilih kamera mirrorless dengan sensor APS-C yang harga body dan lensanya relatif terjangkau. Lalu, beralih ke kamera mirrorless full frame bila sudah lebih serius.

Verdict

Saya adalah pengguna kamera mirrorless, harus diakui kalau saya selalu membutuhkan persiapan saat ingin memotret. Tapi dengan Sony RX100 VI yang bisa disimpan di saku sama seperti smartphone, kita mungkin bisa menjadi kreator yang lebih baik dan lebih sering memotret.

Tapi iya, bagaimana pun menurut saya Sony RX100 cocoknya jadi kamera kedua dan yang pertama tentunya mirrorless. Tanpa hotshoe dan ketiadaan port input audio 3,5mm menjadi kelemahan utama – tapi memang dibalas dengan desain sangat ringkas.

Bila tertarik, Anda bisa memesan pre-order Sony RX100 VI mulai tanggal 27 Juli – 12 Agustus 2018. Khusus pre-order, bonus leather case LCJ-RRXF dan baterai tambahan NP-BX1 menanti Anda. Tak hanya itu, Anda bisa mendapatkan potongan harga untuk aksesori shooting grip (VCT-SGR1) menjadi Rp1 juta – harga normalnya Rp1,5 juta.

Sony-RX100-V

Sony Me-refresh Kamera Saku RX100 V dengan Prosesor Lebih Cepat

Banyak yang beranggapan bahwa kamera saku telah ‘mati’ akibat gempuran antara kamera smartphone dan mirrorless. Meski peminatnya berkurang, namun kamera saku di level premium masih mampu bertahan.

Kemampuan zoom yang jauh merupakan fitur andalan kamera saku, ukurannya yang sama ringkasnya seperti smartphone, serta jauh lebih kecil dan ringan dibanding kamera mirrorless dengan lensanya.

Salah satu perusahaan kamera yang masih membuat kamera saku adalah Sony. Kabar yang terbaru, mereka telah me-refresh kamera saku travel zoom seri RX100 V dengan RX100 VA.

Sony-RX100-V-1

Sony RX100 VA menyertakan prosesor BIONZ X lebih cepat dan firmware baru. Sistem menu telah ditata ulang dengan indikator lebih jelas, dan terdapat tambahan tab baru yakni ‘My Menu’ yang bisa disesuaikan.

Kamera ini menggunakan sensor Exmor RS CMOS tipe 1 inci dengan resolusi 20,1-megapixel. Meski ukurannya kecil, kamera ini juga punya jendela bidik elektronik bertipe pop-up, flash built-in, dan layar yang bisa di putar ke atas hingga 180 derajat.

RX100 VA mampu merekam 24 foto per detik dengan buffer atau memori penampungan sementara saat foto berturut-turut lebih panjang, yaitu 233 foto – sebelumnya hanya 150 foto dalam format JPEG + RAW.

Performa Eye AF turut ditingkatkan, fitur ini sangat membantu untuk foto portrait. Selain itu, subject tracking, refresh rate viewfinder juga meningkat. Tambahan lainnya seperti mode focus area Zone baru, serta peningkatan mode metering, dan fitur white balance.

Sony RX100 VA memiliki nomor model DSC-RX100M5A dan dengan santainya menggantikan model lama di situs resmi Sony. Harga masih sama, yakni US$999.99 atau sekitar Rp14 jutaan di pasar Amerika Serikat.

Sumber: DPreview

SeaLife DC2000 Adalah Kamera Underwater dengan Spesifikasi Sekelas Sony RX100

Kamera compact macam Sony RX100 sangat ideal dibawa bertamasya. Akan tetapi kalau tujuan wisatanya adalah Taman Nasional Bunaken atau sejenisnya, Anda membutuhkan aksesori underwater housing untuk bisa mengabadikan keindahan bawah lautnya. Kedengarannya merepotkan memang, tapi tidakkah ada alternatif lain yang lebih praktis?

Ada, namanya SeaLife DC2000, dibuat oleh perusahaan yang memang mendedikasikan dirinya terhadap kamera underwater. Ukurannya memang tidak sekecil RX100, tapi Anda sama sekali tidak memerlukan aksesori tambahan mengingat bodinya sudah dirancang agar tahan air hingga kedalaman 60 meter. Dan yang terpenting, spesifikasinya tidak kalah dari RX100.

Utamanya adalah sensor CMOS berukuran 1 inci dengan resolusi 20 megapixel. Sensor ini disuplai oleh Sony, jadi setidaknya kita bisa mengharapkan kualitas gambar yang serupa. Meski belum 4K seperti model teranyar RX100, video masih bisa ia tangkap dalam resolusi 1080p 60 fps.

Sensor andal ini didukung oleh lensa 31mm f/1.8 yang terdiri dari 8 elemen aspherical guna semakin mempertajam gambar. Jangkauan pandangnya kurang lebar? Pasangkan saja adapter opsional lensa fisheye 110 derajat atau wide angle 90 derajat yang berukuran mini.

Dirancang secara khusus untuk fotografi bawah air, DC2000 menawarkan empat mode underwater yang berbeda, masing-masing dengan fitur koreksi warna sehingga hasilnya bisa kelihatan alami. DC2000 juga telah mendukung pemotretan dalam format RAW DNG, dan pengoperasiannya mengandalkan LCD 3 inci beresolusi 920 ribu dot di panel belakangnya.

Pre-order SeaLife DC2000 saat ini sudah dibuka dengan harga $700. Tersedia pula bundel bersama aksesori flash eksternal seharga $1.000, $1.100 atau $1.400.

Sumber: DPReview.