Tag Archives: SALT Ventures

USS Networks

Menilik Proposisi Nilai dan Strategi Bisnis USS Networks sebagai Brand Aggregator

Berawal dari sebuah pagelaran “Urban Sneaker Society”, USS Networks didirikan pada tahun 2019. Kini mereka berkembang menjadi sebuah group holding yang mengelola 15 IP (intellectual property) & brand menargetkan kalangan Gen Z. Beberapa merek yang dipegang di antaranya Urban Sneaker Society, USS Feed, Outbrake, Cretivox, Menjadi Manusia, dan Sonderlab.

Meskipun cara kerjanya serupa dengan brand aggregator lainnya, namun USS Networks mengklaim memiliki perbedaan cukup mencolok.

Co-founder & CEO USS Networks Sayed Muhammad mengungkapkan, pengalaman dan jaringan yang sudah mereka miliki sejak awal berdiri menjadi salah satu kunci sukses mereka untuk bisa mengembangkan brand yang telah mereka akuisisi.

“Kami memiliki tujuan untuk bisa memperluas jaringan. Dimulai dari sisi pemasaran memanfaatkan jaringan kami, karena secara ekosistem telah memiliki event yang besar, bukan hanya di Indonesia namun di Asia Tenggara yang bisa dimanfaatkan oleh brand sebagai distribution channel. Kami juga memiliki relasi dengan media sampai komunitas dari industri fesyen. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform lainnya,” kata Sayed.

Konsep brand aggregator berkembang cukup pesat dewasa ini. Sudah ada beberapa pemain serupa seperti Hypefast, Tjufoo, Open Labs, dan lainnya. Tidak sekadar fesyen, sektor lain pun juga memiliki brand aggregator-nya sendiri, misalnya Hangry yang masuk di area kuliner.

Tidak berhenti di brand fesyen

Dari sisi produk, USS Networks tidak akan berhenti di produk fesyen saja, ke depannya mereka juga ingin mengakuisisi IP media hingga NFT lebih banyak lagi

Di awal tahun 2022, mereka mengakuisisi pengembang proyek NFT Karafuru. Karafuru sendiri saat ini menduduki peringkat 40 all time transaction di Open Sea dengan total transaksi lebih dari 1,5 triliun Rupiah. Di luar ini, USS Networks masih punya target untuk bisa mengakuisisi 3 s/d 4 brand lain tahun ini.

Selain itu, sejak awal komunitas masih menjadi prioritas bagi USS Networks untuk bisa mengembangkan bisnis. Di sisi lain, proses kurasi memanfaatkan riset juga terus dilakukan  untuk mengakuisisi brand hingga IP yang tepat.

“Kami adalah perusahaan yang profitable dari hari pertama dan terus bertumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2021 kami tumbuh lebih dari 100% YoY dan pada tahun 2022 ini kami perkirakan bisa bertumbuh lebih dari 200% YoY, baik secara revenue maupun profit,” kata Sayed.

Rencana bisnis setelah pendanaan

Bertujuan untuk mengakselerasi bisnis, USS Networks telah mengantongi pendanaan pra-seri A dengan jumlah yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut dipimpin oleh SALT Ventures. Selain itu, Tokopedia dan OCBC NISP Ventura turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Bagi SALT Ventures, sektor digital media dan IP merupakan salah satu fokus investasi karena sektor ini sedang bertumbuh besar di Indonesia.

“Kedua founder sangat jeli dalam melihat upcoming trend dan bahkan bisa menciptakan sebuah tren. Itu adalah resep USS Networks dapat bertumbuh sangat cepat dalam 3 tahun terakhir,” kata Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa.

Dana segar tersebut nantinya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan IP & brand D2C yang cocok dengan ekosistem USS Networks. Bukan hanya brand asal Indonesia, cakupan mereka telah diperluas hingga pasar regional.

“Karena pengalaman dan jaringan yang kami miliki, proses akuisisi terhadap brand dan IP selama ini tidak menjadi kendala bagi pemilik brand. Mereka sudah memahami konsep yang kami tawarkan, yang pada akhirnya bisa membantu menambah pendapatan brand menjadi lebih besar lagi,” kata Sayed.

dr soap

Startup D2C dr soap Perkuat Strategi Omnichannel, Bukukan Pendanaan dari SALT Ventures

Didirikan oleh kakak-adik Eunike Selomith dan Joycellynne Stefanie, dr soap hadir menawarkan produk personal care dan household needs yang higienis. Masih rendahnya kesadaran masyarakat di Indonesia tentang pentingnya kebersihan, menjadi salah satu alasan diluncurkannya startup tersebut.

Kedua pendiri memiliki ide untuk mengemas dr soap dalam paket yang cantik dan menarik, agar menarik untuk dibagikan di media sosial. Untuk bisa mendukung konsep tersebut, mereka juga membuat produk kimia berkualitas yang ampuh membersihkan kotoran dan bakteri. Produk yang ditawarkan oleh dr soap saat ini di antaranya adalah home care, personal care, refill (isi ulang), dan aksesoris.

We aim to make simple and effective products with the safest and cleanest ingredients, dan ini adalah karya anak bangsa Indonesia, dengan harga yang terjangkau berkualitas internasional,” kata Eunike.

Sukses menjalankan bisnis sejak tahun 2015 lalu, dr soap, telah mengantongi dana segar dari SALT Ventures. Kepada DailySocial, Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa mengungkapkan, alasan mereka berinvestasi ke dr soap karena besarnya pertumbuhan industri home care dalam waktu dua tahun terakhir. Pemicunya adalah pandemi yang memaksa banyak orang untuk tinggal di rumah dan semakin peduli akan kebersihan yang higienis.

Salt Ventures sendiri saat ini makin banyak berinvestasi kepada startup yang memiliki konsep D2C. Di antaranya adalah Sneakershoot, Hangry, Syca dan  Amazara.

Dana segar tersebut selanjutnya akan dimanfaatkan oleh dr soap untuk melakukan ekspansi dengan pendekatan omnichannel, terutama memperkuat positioning mereka secara offline. Rencana lainnya adalah melakukan konvergensi model bisnis D2C dan non-D2C dalam kondisi new normal, meluncurkan produk baru, memperluas produk yang sudah ada, merekrut talenta baru dan melakukan brand building.

“Dengan mengedepankan moto perusahaan yaitu sebagai life saver, mimpi dr soap lainnya adalah menjadi top of mind untuk basic daily hygiene needs masyarakat Indonesia,” kata Joycellynne.

Direct to Consumer

Memanfaatkan konsep direct to consumer (D2C), dr soap mengklaim juga tengah melakukan eksperimen model distribusi. Hal ini dilakukan setelah menyadari kompleksnya persoalan logistik saat ini. Perusahaan memutuskan untuk melancarkan proses tersebut dan memperkuat kehadiran mereka dengan menjalin kolaborasi dengan pengecer dan brand lainnya .

Secara keseluruhan, saat ini dr soap telah tersedia di seluruh Indonesia. Selain menyediakan akses langsung di situs web, mereka juga memanfaatkan kanal layanan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada.

“dr soap menawarkan lebih dari sekadar bisnis, tapi pengalaman pelanggan yang konsisten. dr soap mengemas produk dengan bahan-bahan premium, desain yang bagus dan berkomitmen untuk sustainable, selaras dengan nilai perusahaan yaitu creativity, safety, sustainability,” kata Eunike.

dr soap juga ingin mengajak lebih banyak orang membuat keputusan terbaik. Salah satu caranya adalah melalui gerakan sosial bernama dr soap Heals Earth, dan membuat beberapa kampanye CSR juga loyalty program seperti “Return & Earn” (Program Pengembalian Botol) dan “1 botol = 1 liter air bersih” (pendanaan untuk amal).

Tercatat perusahaan telah mendekati 95% sama sekali tidak menggunakan plastik dan kertas dalam pengemasan online shipment. Bahkan dengan mengembalikan botol bekas pakai dr soap, pelanggan juga diberikan reward menarik.

“Jadi bisa dikatakan yang sangat membedakan kami yaitu produk yang sangat bagus kualitasnya dan kemasannya, terjangkau dan mudah didapat dimana-mana, bahkan memberi rasa aman dan bangga kepada pengguna,” kata Joycellynne.

Model bisnis yang sustainable

Konsep seperti ini sebelumnya telah ditawarkan oleh The Honest Compay. Perusahaan asal Amerika Serikat yang berawal sebagai startup namun saat ini menjadi perusahaan sukses dan telah IPO. Didirikan pada tahun 2012, The Honest Company telah mengumpulkan lebih dari $530 juta melalui tujuh putaran pendanaan.

Perjalanan pendanaan The Honest Company / Source : Owler
Perjalanan pendanaan The Honest Company / Source : Owler

Diposisikan sebagai penyedia produk bayi dan perlengkapan rumah yang ramah lingkungan dan alami, The Honest Company lahir dari pencarian pendiri mereka yaitu aktris Jessica Alba. The Honest Company mengalami pertumbuhan yang luar biasa di tahun pertama mereka, mencapai pendapatan $12 juta pada tahun 2012. Kemudian tumbuh menjadi $150 juta pada tahun 2014, dan akhirnya lebih dari $1 miliar pada tahun 2015.

Meskipun memiliki produk yang berbeda, namun dari sisi model bisnis dan pendekatan terhadap proses hingga kegiatan pemasaran yang mengandalkan media sosial, menjadikan dr soap dan The Honest Company memiliki kesamaan.

“Kami yakin hal yang sudah berhasil dilakukan di Amerika Serikat atau dimanapun juga bisa berhasil di Indonesia. Namun kami akan melakukannya dengan pendekatan yang lebih localize dan relevan sesusai kondisi dan customer behavior di Indonesia,” kata Eunike.

dr soap kemudian berupaya untuk menganalisis permasalahan, dan selalu menciptakan atau menghadirkan inovasi yang bisa menjadi jawaban, diharapkan dr soap bisa menjadi solusi. Tidak hanya itu mereka juga terus berupaya untuk menjadi yang pertama dalam membuat produk-produk terobosan yang belum pernah ada di Indonesia, khususnya dalam personal care & home care industry.

“Pada intinya, kami ingin membangun legacy brand yang memberikan nilai yang menjadi perhatian dari pelanggan dan bisa tetap relevan untuk generasi yang akan datang,” kata Joycellynne.

Uma Hapsari

Sempat Gagal, Amazara Kembali Matangkan Bisnis dengan Strategi Barunya

Didirikan pada tahun 2015 lalu di Yogyakarta, Amazara menjual sepatu dan berbagai produk lainnya secara online. Karena alasan pribadi dan persoalan manajemen, startup tersebut sempat mengalami kegagalan sekitar tahun 2019 dan memilih menutup bisnis mereka.

Namun, belajar dari pengalaman yang didapat, Founder & CEO Uma Hapsari memutuskan untuk memulai kembali bisnisnya. Dengan tim yang solid dan riset pasar yang lebih matang, Amazara kini memilih fokus untuk memproduksi dan menjual produk sepatu.

Kerja keras dan strategi yang diterapkan Uma ternyata membuahkan hasil, dalam waktu 5-6 bulan, perusahaan kembali mendapatkan pemesanan dan penambahan jumlah pelanggan.

“Karena berbagai alasan saya memutuskan untuk menutup perusahaan. namun dengan semangat baru dan memanfaatkan media sosial, Amazara bisa kembali beroperasi pada bulan Februari 2020 lalu,” kata Uma.

Bermitra dengan pengrajin sepatu dan pabrik

Untuk bisa menghasilkan berbagai produk sepatu berkualitas dan tetap relevan, Amazara menjalin kemitraan dengan beberapa pengrajin dan pabrik sepatu; jumlahnya saat ini sekitar 10 mitra. Dan guna memastikan semua proses sesuai dengan standar perusahaan, tim Amazara melakukan pemantauan dan kontrol saat proses produksi.

“Kami tidak fokus kepada growth at all cost. Model bisnis kami adalah merchandising. Artinya kami adalah pedagang dan melakukan penjualan sepatu. Kita percaya kepada kualitas dan layanan menjadi prioritas perusahaan,” kata Uma.

Saat ini perusahaan mengklaim telah memiliki sekitar 100 ribu pelanggan. Selain website, Amazara juga memanfaatkan official store di berbagai platform marketplace. Sementara untuk kanal promosi dan komunikasi, Amazara memanfaatkan akun media sosial Instagram dan WhatsApp.

“Kita belum memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi untuk saat ini dan ke depannya. Fokus kita adalah memproduksi sepatu yang kebanyakan diminati oleh kalangan millennial usia sekitar 17-34 tahun,” kata Uma.

Pandemi dan pendanaan

Saat pandemi Covid-19 mulai menyebar di Indonesia, penjualan sepatu produksi Amazara sempat mengalami penurunan yang drastis. Untuk mengakali kondisi tersebut, mereka kemudian menghadirkan mentoring online untuk para UKM yang ingin belajar lebih mendalam dari Uma Hapsari. Responsnya pun ternyata cukup positif, selama kegiatan tersebut berlangsung terdapat 1500 pendaftar yang tertarik untuk mengikuti sesi tersebut.

Impact dari kegiatan tersebut adalah engagement dari audiens dan tentunya awareness terhadap brand kami. Meskipun pendapatan menurun tapi kami terekspos lebih luas melalui kegiatan ini yang kami hadirkan secara gratis,” kata Uma.

Kendala lain yang dihadapi oleh Amazara saat pandemi adalah, berkurangnya produksi sepatu karena aturan PSBB yang diterapkan oleh pemerintah. Bukan hanya tidak adanya penyediaan bahan baku, namun para pengrajin juga banyak yang kembali ke kampung halaman.

“Namun bulan ini kondisi berangsur kembali normal dan produksi bisa kembali dilakukan. Kami pun mulai menerima pemesanan dari pelanggan. Untungnya kegiatan belanja online tidak pernah surut saat pandemi berlangsung hingga saat ini,” kata Uma.

Setelah melakukan diskusi dengan Salt Ventures tahun 2019 lalu, perusahaan akhirnya mengantongi pendanaan tahap awal dari mereka. Dengan pendanaan ini Amazara bukan hanya ingin menjadi platform penjualan sepatu secara online, namun juga ingin menjadi mentoring platform untuk membantu pelaku UKM lainnya menjalankan bisnis.

“Hal tersebut telah menjadi visi dan misi kami saat melakukan diskusi dengan pihak Salt Ventures. Harapannya kami bisa memberikan kontribusi kepada bisnis lainnya agar bisa maju bersama,” kata Uma.

SYCA Official Secures Seed Funding from Salt Ventures, Working on the Direct to Consumer Strategy

Utilizing social media and beauty products that are currently increasingly popular with young women in Indonesia, SYCA Official is here to offer lip tint beauty products. SYCA Official’s Co-founder, Pamela Wirjadinata said, judging from the current trends and developments in the industry, it was the right time for her with the other co-founder, Monica Tan to present a special platform for beauty products online.

“Starting with Japan in 2019, I saw many local brands with their own independent shops, especially in the beauty section. Next, Monica and I saw many opportunities to take the business in Indonesia. We feel everyone started to gain trust in beauty brands in Indonesia,” Pamela said.

Using social media accounts and marketplace services, SYCA Official wants to give options to its target users to enjoy local beauty products with quality at affordable prices. SYCA also tries to present natural products that refer to beauty trends from South Korea.

Direct to consumer business model

With the direct-to-consumer (DTC) concept, SYCA Official claims to have around 10 thousand customers who transact using marketplace services such as Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, and Love and Flair.

Currently, the company is preparing a website that can later be accessed by customers. In terms of approach, Pamela said the strategic step became more ideal and in accordance with their concept of selling directly to the target market (DTC). The company is also trying to focus on retail and how to get the best profit margins while at the same time gaining wider brand awareness.

“This year, we target to launch a website. In accordance with the plan, within the next 1-2 months, we will release it. In terms of application, we’ll see in the future,” Pamela said.

Although they did not experience any significant changes or impacts during the Covid-19 deployment, because what they did from the beginning was online; but in terms of production of goods, Pamela mentioned having experienced problems in the matter of production because the factory could not operate normally. The delivery of goods also briefly interrupted.

“To date, we’ve sold around 17 thousand products with an average of 2000 units per month since the launch of SYCA Official. For partners, we’ve collaborated with two partners which products we bought,” Pamela said.

Backed by Salt Ventures

As a startup that offers a “new economy” approach, SYCA Official is one of the portfolios owned by Salt Ventures, which so far has invested quite a lot in new startups that offer similar business models. After securing the seed funding, with undisclosed value, SYCA Official has several business plans.

“We raised our pre-seed funding in February 2020. Next, we want to expand our line product, which is certainly in line with this marketing and brand awareness strategy with this first funding. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” Pamela said.

There are several reasons why Salt Ventures is interested in investing in startups that target beauty products and fully utilize online channels. Salt Ventures Indonesia’s Managing Partner, Danny Sutradewa mentioned three basic things that are the focus of their investment.

“Among these are the founder’s character and ability to turn ideas into reality and to navigate businesses in a variety of circumstances. We also see the SYCA business model that uses online infrastructure to make its business scalable and focus on the right target market. SYCA currently has an online presence that “In addition, the cosmetics industry is a fast-growing industry in Indonesia,” Danny said.

In addition to SYCA Official, another portfolio owned by Salt Ventures that has run a business with a similar concept but with a different product is Sneakershoot.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pamela Wirjadinata dan Monica Tan

Kantongi Pendanaan Awal dari Salt Ventures, SYCA Official Makin Mantap Perdalam Strategi “Direct-to-Consumer”

Memanfaatkan media sosial dan produk kecantikan yang saat ini makin populer di kalangan perempuan muda di Indonesia, SYCA Official hadir menawarkan produk kecantikan yaitu lip tint. Kepada DailySocial Co-founder SYCA Official Pamela Wirjadinata mengungkapkan, dilihat dari tren dan perkembangan industri keantikan saat ini, menjadi waktu yang tepat baginya bersama dengan co-founder lainnya yaitu Monica Tan untuk menghadirkan platform khusus untuk produk kecantikan secara online.

“Berawal dari inspirasi ke Jepang tahun 2019, saya melihat di sana banyak local brand yang punya independent shop sendiri, terutama di beauty section. Selanjutnya saya bersama Monica melihat banyak kesempatan yang bisa diambil untuk mengembangkan bisnis tersebut di Indonesia. We feel everyone mulai gain trust kepada beauty brand di Indonesia,” kata Pamela.

Memanfaatkan akun media sosial dan layanan marketplace, SYCA Official ingin memberikan pilihan lebih kepada target penggunanya untuk menikmati produk kecantikan lokal dengan kualitas dan harga yang terjangkau. SYCA juga mencoba untuk menghadirkan produk yang natural mengacu kepada tren kecantikan dari Korea Selatan.

Model bisnis direct-to-consumer

Mengusung konsep direct-to-consumer (DTC) saat ini SYCA Official mengklaim telah memiliki sekitar 10 ribu pelanggan yang melakukan transaksi memanfaatkan layanan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Sociolla, Female Daily, dan Love and Flair.

Untuk saat ini perusahaan tengah mempersiapkan website yang nantinya bisa diakses oleh pelanggan. Disinggung mengapa pendekatan tersebut yang diambil oleh mereka, menurut Pamela langkah strategis tersebut menjadi lebih ideal dan sesuai dengan konsep mereka yaitu menjual langsung ke target pasar (DTC). Perusahaan juga mencoba untuk fokus kepada ritel dan bagaimana nantinya bisa mendapatkan profit margin yang terbaik sekaligus mendapatkan brand awareness yang lebih luas lagi.

“Tahun ini kita memiliki target untuk bisa meluncurkan website. Jika sesuai dengan rencana dalam waktu 1-2 bulan ke depan akan kita rilis. Untuk aplikasi masih melihat kondisi ke depannya,” kata Pamela.

Meskipun tidak mengalami perubahan atau dampak yang signifikan selama penyebaran Covid-19, karena yang mereka lakukan sejak awal adalah secara online; namun dari sisi produksi barang, Pamela menyebutkan sempat mengalami kendala dalam soal produksi karena pabrik tidak bisa beroperasi secara normal. Pengiriman barang juga sempat terganggu.

“Sejauh ini kita telah menjual sekitar 17 ribu produk dengan rata-rata 2000 unit per bulannya sejak diluncurkannya SYCA Official. Untuk mitra kami menjalin dengan dua mitra yang semua produknya kami beli putus dari mereka,” kata Pamela.

Didukung oleh Salt Ventures

Sebagai startup yang menawarkan pendekatan “new economy”, SYCA Official merupakan salah satu portofolio milik Salt Ventures, yang selama ini cukup banyak berinvestasi kepada startup baru yang menawarkan model bisnis serupa. Setelah mengantongi pendanaan awal nominal yang tidak disebutkan, SYCA Official memiliki beberapa rencana bisnis.

We raised our pre-seed funding bulan Februari 2020 lalu. Selanjutnya kami ingin melakukan ekspansi produk line, yang tentunya in line with marketing and brand awareness strategy dengan pendanaan pertama ini. We really hope it will help us to grow bigger and better with Salt Ventures as our partner,” kata Pamela.

Ada beberapa alasan mengapa Salt Ventures tertarik untuk berinvestasi kepada startup yang menyasar kepada produk kecantikan dan sepenuhnya memanfaatkan channel online. Menurut Managing Partner Salt Ventures Indonesia Danny Sutradewa, terdapat 3 hal mendasar yang menjadi fokus investasi mereka.

“Di antaranya adalah karakter dan kemampuan pendiri untuk menjalankan ide menjadi kenyataan dan untuk menavigasi bisnis dalam berbagai keadaan. Kami juga melihat model bisnis SYCA yang menggunakan infrastruktur online untuk membuat bisnisnya scalable dan fokus pada target pasar yang tepat. SYCA saat ini memiliki kehadiran online yang kuat. Selain itu industri kosmetik adalah industri yang berkembang pesat di Indonesia,” kata Danny.

Selain SYCA Official, portofolio milik Salt Ventures lainnya yang telah menjalankan bisnis dengan konsep serupa namun dengan produk yang berbeda adalah Sneakershoot.

Founder Sneakershot

Sneakershoot Akomodasi Jasa Cuci Sepatu dan Tas Melalui Aplikasi

Memanfaatkan besarnya minat layanan on-demand, platform Sneakershoot dihadirkan. Mereka menyuguhkan jasa pembersihan sepatu plus antar-jemputnya memanfaatkan aplikasi. Startup ini didirikan pada tahun 2019 oleh Donni Irawan, Ikhsan Senja Anchan, Dedy Haryadi, dan Noffian Triyadi. Visi mereka menjadi pioneer untuk jasa cuci sepatu berbasis teknologi.

“Perkembangan tren sneakers di Indonesia kini tumbuh semakin cepat, bukan hanya brand internasional yang berdatangan kini brand lokal Indonesia hadir dan berlomba untuk menaikkan popularitasnya. Kami hadir sebagai penyedia jasa perawatan sepatu,” kata CEO Sneakershoot Donni Irawan kepada DailySocial.

Meskipun baru berjalan selama 1,5 tahun,  Sneakershoot telah melayani lebih dari 5 ribu pelanggan dan telah membersihkan lebih dari 30 ribu pasang sepatu.

“Kami menyediakan jasa free pick up dan delivery di kawasan Jabodetabek kepada pelanggan yang ingin mencuci sepatu dan tas mereka. Kami juga menawarkan jasa, repair, repaint, un-yellowing, dan re-coloring. Kepada pelanggan kami  berikan opsi berlangganan dan mendapatkan harga promosi,” kata Donni.

Meskipun saat ini masih fokus di kawasan Jabodetabek, namun beberapa kali juga menerima pelanggan yang bermukim di luar Jabodetabek. Biasanya mereka mengirim sepatu yang akan dibersihkan dan di re-paint melalui jasa ekspedisi.

“Saat ini kami belum berencana untuk melakukan fundraising. Akhir Februari 2020, perusahaan baru saja merampungkan penggalangan dana putaran pre-seed dari SALT Ventures,” kata Donni.

Penggunaan aplikasi

Saat ini Sneakershoot telah memiliki sekitar 15 tim internal dan beberapa tenaga paruh waktu (freelancer) untuk membantu operasional sehari-hari. Tenaga paruh waktu tersebut di antaranya adalah shoes technician dan tenaga kurir yang melakukan antar jemput sepatu.

Mereka yang menjadi tenaga freelance tersebut berhak mendapat komisi dari Sneakershoot, menyesuaikan perhitungan harian dan mendapatkan bonus jika telah mencapai target. Semua proses dilakukan di workshop milik mereka. Saat ini Sneakershoot baru memiliki satu workshop. Ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk menambah jumlah workshop di kawasan lainnya.

Untuk memudahkan pelanggan melakukan pembayaran, Sneakershoot yang bisa diakses di Play Store dan App Store, menyediakan pilihan pembayaran beragam. Mulai dari dompet digital (Gopay, Dana, LinkAja, dan OVO), hingga transfer bank (Mandiri, BNI, Permata, dan BRI). Dalam waktu dekat juga berencana untuk menghadirkan pembayaran menggunakan kartu kredit.

Dalam melakukan treatment yang sepenuhnya memanfaatkan aplikasi, semua proses pengambilan sepatu kotor sampai proses pengantaran sepatu bersih itu semua dilakukan oleh pihak Sneakershoot. Pelanggan juga dapat mengatur jadwal yang diinginkan sehingga mereka tidak perlu repot datang membawa atau mengambil ke mall atau store laundry sepatu. Semua proses tersebut telah di asuransi-kan.

“Semua proses adalah penggunaan aplikasi menyeluruh. Ke depannya kami juga berencana untuk menghadirkan opsi akses di website,” kata Donni.

Application Information Will Show Up Here