Harga properti terus melambung sehingga sulit untuk dijual. Menurut Indonesia Property Watch (IPW), kondisi tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih menyewa dibandingkan membeli, terutama di kota-kota besar.
Menurut survei IPW di 2020, generasi muda di kota besar lebih senang menyewa dibandingkan membeli properti. Sebanyak 47,4% responden memilih tinggal di indekos, kemudian 47,1% memilih apartemen, dan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara. Dengan penghasilan rata-rata kaum muda sebesar Rp6 juta-Rp7 juta per bulan, mereka hanya mampu membeli properti dengan cicilan Rp2 juta-Rp2,5 juta per bulan atau seharga Rp200 juta-Rp300 juta.
“Dengan rentang harga tersebut sulit untuk mereka mendapatkan properti di Jakarta. Itu sebabnya, milenial lebih memilih menyewa apartemen atau indekos,” jelas Direktur Eksekutif IPW Ali Tranhanda seperti dikutip dari Berita Satu.
Lebih lanjut, berdasarkan riset, ada sebanyak 39,9% generasi muda tinggal di indekos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp2 juta per bulan. Lalu, sebanyak 38,5% menyewa dengan harga Rp2 juta-Rp3 juta dan 21,6% menyewa dengan harga di atas Rp3 juta.
Kondisi di atas belum mempertimbangkan seperti apa kualitas indekos yang beroperasi saat ini dan kaitannya dari sisi suplai dan demand. Rukita sebagai salah satu proptech berupaya menyelesaikan isu tersebut dengan pendekatan teknologi. Rukita memosisikan diri sebagai platform penyedia sewa hunian jangka panjang.
“Dalam hal ini ada masalah karena kebanyakan kost tidak teregulasi, biasanya yang lokasinya bagus pun belum ter-manage dengan baik. Makanya kami hadir sediakan solusi yang inovatif, meningkatkan kualitas hidup orang Indonesia dengan tempat tinggal yang bersih, aman, dan tidak harus mahal,” ucap Co-founder dan COO Rukita Sarah Soewatdy dalam wawancara bersama DailySocial.id.
Solusi yang ditawarkan Rukita pada dasarnya dilatarbelakangi oleh isu di industri, makanya dari hulu ke hilir. Produk-produknya adalah: Infokost, RuOptions, Rukita, dan RuManage. Infokost selama ini dikenal sebagai situs pencarian kost sejak 2011. Startup ini diakuisisi Rukita pada Maret 2022.
Sementara itu, RuOptions mengatasi solusi pemasaran yang menyeluruh untuk pemilik properti yang ingin mengoptimalkan pendapatan dan okupansinya; RuManage untuk permudah pemilik properti mengatur semua unit kost, termasuk memeriksa detail tentang unit dan kamar yang tersisa dan masih terisi, laporan bulanan, dan semua informasi tentang setiap kamar dan tenant.
Terakhir, aplikasi Rukita adalah platform untuk end-user yang ingin menyewa kost yang dilengkapi sejumlah fitur. Misalnya, eksplor kost secara virtual, book kamar, riwayat booking kost, bayar sewa kost, dan service on-demand.
Sarah menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan pemilik properti kost dan membantu mengubah properti menjadi unit rental, mulai dari renovasi hingga mengoperasikan sebagai bisnis co-living yang menjanjikan.
“Kami kerja sama dengan pemilik kost, ruko, atau tanah kosong, yang ingin punya usaha kost, atau sudah tapi ingin memaksimalkan pendapatannya. Kami jadi mitra untuk urus A sampai Z, dari renovasi, desain, penjualan, hingga penagihan kita yang lakukan. Pemilik tinggal duduk santai.”
Rata-rata harga kamar kost yang dioperasikan Rukita antara Rp2 juta sampai Rp3 juta per bulan. Persebarannya mulai dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, Semarang, Palembang, Surabaya, Bali, dan Malang. Total kamar yang dioperasikan mencapai lebih dari 1 juta kamar aktif, bermitra dengan 300 pemilik properti.
Capai titik untung
Menurutnya, bisnis pengelolaan co-living lebih prospektif dan punya arah profitabilitas yang jelas. Ada pembagian hasil yang jelas antara Rukita dengan pemilik properti. Pun dari sisi konsumen, tidak ada strategi bakar duit yang jor-joran karena pihaknya melihat ada kebutuhan yang tinggi untuk tempat tinggal yang nyaman di kota-kota besar.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan bisnis co-working space yang bisa dikatakan lebih berat karena punya fungsi yang berbeda dengan co-living. Ibaratnya, walau kantornya memberlakukan kebijakan kerja dari rumah, karyawannya tetap bisa bekerja di mana saja tanpa harus datang ke co-working space.
Alhasil, posisi Rukita sebagai perusahaan proptech lebih stabil. Sarah pun percaya diri memastikan bahwa Rukita akan mencapai titik untung pada akhir tahun ini dalam kurun waktu tiga tahun sejak berdiri. Dia bilang, pandemi menjadi pembuktian bahwa setiap perusahaan harus punya model bisnis yang baik dengan arah profitabilitas yang jelas.
“Kami sangat memerhatikan unit economics, semua decision yang kita ambil harus bertanggung jawab. Saat ini sudah bukan lagi zamannya bakar duit, semuanya harus dilakukan secara bertanggung jawab. Kami akan profitable akhir tahun ini karena core bisnis kami sudah sangat sustain dan bisa berdiri tanpa harus didukung fundraising.”
Namun begitu, bukan berarti Rukita tidak mencari penggalangan dana berikutnya. Sarah mengatakan rencana ini akan dimulai pada tahun depan dengan fokus menumbuhkan bisnis fintech RuFinance. Unit bisnis terbaru ini merupakan bagian dari ambisi selanjutnya perusahaan yang ingin mendorong pengusaha indekos baru, namun kesulitan dalam memulainya.
RuFinance
Langkah menginisiasi RuFinance dimulai perusahaan baru-baru ini dengan meresmikan kerja sama dengan Bank OCBC NISP. Dalam kesepakatan tersebut, Bank OCBC NISP akan menyediakan kredit sebesar Rp724 miliar agar pengusaha muda memiliki akses pendanaan dengan mudah untuk mulai bisnis co-living sebagai alternatif sumber penghasilan pasif, termasuk langkah memperluas jaringan Rukita yang ditargetkan merambah ke Indonesia bagian timur.
Diklaim skema pembiayaan dalam program ini fleksibel dan dapat dikendalikan karena saldo giro nasabah akan diperhitungkan, sehingga jangka waktu kredit dapat menjadi lebih pendek dari yang direncanakan di awal. Untuk itu, semakin banyak saldo giro, maka secara otomatis mengurangi beban cicilan serta bunga pinjaman.
Pengusaha yang tertarik akan diverifikasi tim Rukita dan Bank OCBC NISP apakah layak mendapatkan pinjaman. Jika dinyatakan lulus verifikasi, mereka dapat langsung menandatangani kontrak pinjaman dengan bank dan kontrak manajemen dengan Rukita.
Setelah itu, pengguna dapat menyelesaikan proses administrasi jual beli sampai dengan akad kredit. Selanjutnya Rukita akan menyiapkan gedung untuk disewakan, mengelola operasionalnya, dan pengguna dapat mengalihkan pendapatannya untuk membayar cicilan.
Inovasi ini, sambung Sarah, adalah fokus berikutnya perusahaan yang tak luput terimbas dari dampak pandemi sejak 2020. Awalnya target konsumen Rukita adalah mahasiswa, alhasil saat awal pandemi terjadi penurunan okupansi karena mereka kembali ke rumah masing-masing dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara virtual.
Perusahaan mulai ubah target menjadi para pekerja muda yang terbukti berhasil meningkatkan okupansi rata-rata sebesar 90% dari saat pandemi sempat menyentuh angka 70%. “Kita punya product-market-fit yang baik karena meski pandemi, solusi kita tetap dibutuhkan masyarakat, makanya kita bisa sustain okupansi dengan baik.”
Menurut Sarah, tidak ada perubahan signifikan dari awalnya mahasiswa menjadi pekerja. Sebab kebutuhan mereka kurang lebih sama, kenyamanan, kebersihan, jaringan internet yang kuat, dan jasa kebersihan yang tersedia. Meski mayoritas para pekerja mendapat keringanan untuk kerja dari rumah, mereka tetap menginginkan tempat tinggal sementara agar dapat fokus kerja.
Dari internal Rukita, penyesuaian cara kerja juga diberlakukan selama pandemi untuk tim yang bisa bekerja dari rumah dan tetap harus di lapangan. Misalnya, mengadakan rapat mingguan dengan antar divisi untuk memecahkan suatu masalah secara bersama.
“Lesson learned-nya adalah kita harus beradaptasi dengan cepat, resilient, tim kita beradaptasi dari offline ke online dan sebaliknya, semua kita decide dengan baik agar semua tim bisa bekerja dengan lancar dan cepat.”
Berhubung jajaran petinggi Rukita dipimpin perempuan, Sarah juga mendorong para karyawannya, terlepas dari jenis kelamin dan ras, untuk menjadi pemimpin dan berinovasi. Per September 2022, tim Rukita berjumlah lebih dari 313 orang dengan persentase 43,5% perempuan dan 56,5% laki-laki. “Kami tidak melimitasi kalau ada siapapun yang punya potensi baik untuk didukung penuh karena siapapun bisa jadi leader,” pungkasnya.