Tag Archives: Satya Nadella

Kreativitas dan ide yang out of the box dibutuhkan untuk menghadirkan inovasi teknologi yang tanpa batas / Depositphotos

Teknologi Memberi Peluang Inovasi Tanpa Batas

One of the key things in the tech business, in particular, is that you need to be able to push boundaries

– Satya Nadella, CEO Microsoft

Dunia startup sarat dengan inovasi, ekspektasi, dan peluang tak terbatas. Mereka yang sukses di industri ini adalah mereka yang mampu menghadirkan inovasi yang dibutuhkan, meski dengan cara yang out of the box sekalipun.

Platform seperti Google, misalnya, kini lebih dari sekadar mesin pencarian, Mereka telah bertransformasi menjadi salah satu perusahaan teknologi paling kuat secara global. Mereka mengembangkan solusi di industri mobile, konektivitas, bahkan telah bereksperimen di sektor bioteknologi dan kendaraan tanpa awak.

Apakah itu mendorong pertumbuhan yang lebih cepat, memenuhi kebutuhan yang muncul, atau mengatasi masalah potensi di masa depan, perusahaan inovatif telah melakukan sesuatu yang istimewa untuk mendorong batas-batas apa yang dapat dilakukan bisnis.

Alasan Mengapa Microsoft Begitu Percaya Diri Dengan Project xCloud, Yaitu Netflix-nya Video Game

Fase akhir siklus hidup console game current-gen sudah dimulai, dan dalam waktu dekat, kita dipastikan akan menyaksikan penyingkapan produk-produk generasi selanjutnya. Baik Sony dan Microsoft sudah mengonfirmasi bahwa mereka tengah menggodok hardware gaming baru, namun penyajian konten-kontennya nanti boleh jadi sedikit berbeda dari sistem lawas.

Fenomena ini bisa kita lihat dari awal penyediaan PlayStation Now dan Xbox Play Anywhere. Melalui fitur-fitur ini, para produsen mulai menawarkan game sebagai layanan – bukan sekadar produk. Dan ke depannya, kemungkinan akan ada lebih banyak platform cloud gaming bertebaran, apalagi setelah para raksasa teknologi seperti Google dan Microsoft diketahui begitu serius menggarapnya.

Di bulan Oktober 2018 silam, Microsft resmi mengumumkan pengembangan layanan gaming on demand bernama Project xCloud. Seperti platform cloud gaming sekelasnya, xCloud memperkenankan pelanggan bermain game tanpa dibatasi oleh spesifikasi perangkat yang mereka miliki. Dan dalam sebuah acara yang dilakukan di markas utama Microsoft hari Senin kemarin, CEO Satya Nadella mendeskrpsikan xCloud sebagai Netflix-nya video game.

Visi di belakang pembuatan xCloud sebetulnya cukup simpel, yaitu menyuguhkan gamer permainan-permainan blockbuster berkualitas tinggi. Namun proses penyajian tidak sesederhana teorinya. Berbeda dari streaming film atau musik, video game menuntut sistem input dengan responsitivitas tinggi/seketika secara konsisten. Hal ini jadi sulit ketika data dan informasi disalurkan lewat internet.

Namun Nadella tidak khawatir. Berbeda dari Google dan Amazon (sang eCommerce juga sedang menggodok layanan gaming on demand-nya sendiri), Microsoft punya pengalaman lebih lama di ranah gaming, bahkan jauh sebelum mereka memasarkan console. Dengan Xbox, Microsoft punya keunggulan strategis, termasuk di sisi teknologi maupun konten. Sang CEO sendiri sangat membanggakan katalog permainan Xbox, terutama pada franchise-franchise besar eksklusif seperti Halo dan Forza.

Kita perlu ingat bahwa Microsoft sudah menghimpun banyak sekali pelanggan Xbox Live. Kemudian, cengkeraman Microsoft di gaming bukan hanya melalui Xbox, tapi juga PC. Seperti yang terungkap oleh survei hardware Steam, mayoritas penikmat permainan di komputer personal memanfaatkan OS Windows.

Nadella sempat bilang bahwa komunitas gamer saat ini mencapai dua miliar jiwa, namun banyak di antara mereka yang tidak memiliki televisi, console serta PC sendiri. Yang mereka punyai hanyalah smartphone. xCloud adalah cara Microsoft menggapai mereka semua.

Buat sekarang, status Project xCloud masih berada di tahap pengembangan. Microsoft berencana buat melangsungkan sesi tes publik di tahun ini.

Sumber: Business Insider.

Microsoft Adopsi Kinect Untuk Dukung Cloud Computing

Kinect dahulu pernah menjadi periferal kendali paling inovatif buatan Microsoft. Diperkenalkan di era Xbox 360 ketika sistem kendali gesture sedang jadi tren di ranah gaming, aksesori ini memungkinkan kita mengendalikan serta berinteraksi dengan permainan tanpa menyentuh controller. Versi barunya juga sempat dibundel bersama Xbox One dan disiapkan agar kompatibel ke PC.

Namun mungkin karena tak berhasil menarik perhatian gamer dan developer buat memanfaatkan fitur utamanya, Microsoft memutuskan untuk menghentikan produksi Kinect pada bulan Oktober 2017. Kabar ini memang menyedihkan, tetapi tidak berarti hal tersebut menandai akhir dari perjalanan Kinect. Dalam presentasi Build kemarin, CEO Satya Nadella mengungkap rencana Microsoft mengadopsi Kinect buat menunjang platform cloud computing mereka, Microsoft Azure.

Nadella menjelaskan, saat diluncurkan di 2010, Kinect merupakan perangkat kendali pertama yang mendukung input berupa perintah suara, gerakan mata serta gerakan tubuh sekaligus. Awalnya ia dirancang untuk gaming, kemudian setelah dihadirkan ke PC, pemanfaatannya meluas ke bidang medis, industri, robotik dan edukasi. Terinspirasi oleh kreasi-kreasi unik para developer itu, Microsoft terdorong untuk mengangkat teknologi Kinect ke cloud computing, sembari menopangnya dengan teknologi HoloLens.

Dalam blog LinkedIn, Alex Kipman selaku technical fellow AI perception and mixed reality di Microsoft menyampaikan bahwa Project Kinect for Azure akan membuka peluang penerapan kecerdasan buatan di dunia nyata. Dukungan AI di layanan Azure yang dipadu bersama kemampuan pengenalan di Kinect merupakan kunci dari menciptakan terobosan baru dalam proses mengumpulkan dan menganalisis data. Proses ini dikenal dengan istilah intelligent edge.

Kombinasi keduanya memungkinkan sebuah sistem mengenal identitas individu berbeda, lokasi dan benda-benda di sekitarnya. Dan bukan itu saja, Project Kinect for Azure memungkinkan pembacaan data yang lebih presisi dengan konsumsi daya lebih hemat; lalu infrastruktur yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Tentu saja hal tersebut jadi menghemat pengeluaran ongkos buat mengimplementasikan algoritma pintar.

HoloLens sendiri punya kaitan cukup erat dengan Kinect. Untuk menghadirkan ‘hologram’ di dunia nyata, perangkat mixed reality tersebut menggunakan teknologi pelacakan kedalaman (depth-sensing) kamera Kinect generasi ketiga. Project Kinect for Azure sendiri mengusung Kinect generasi keempat. Versi ini sudah terintegrasi bersama platform cloud serta intelligent edge Microsoft.

Meski kita mungkin tidak bisa lagi menyaksikan penggunaan Kinect sebagai aksesori penunjang gaming dalam waktu dekat, setidaknya teknologi ini telah menemukan rumah baru dan tidak jadi dipensiunkan.

Via The Verge.

Ini Dia 10 ‘Hukum’ Pengembangan AI Versi CEO Microsoft Satya Nadella

Hanya dalam satu hari saja, Twitter mengubah kecerdasan buatan kreasi Microsoft yang tidak berdosa menjadi mimpi buruk. Dengan mempelajari percakapan di sosial media, chatbot bernama Tay itu tak lama mulai melontarkan tweet-tweet kontroversial. Microsoft akhirnya menonaktifkannya, tapi jangan dikira hal ini menghentikan upaya mereka mendalami bidang AI.

Faktanya, kita sudah lama menggunakan versi kasar dari kecerdasan buatan, dan tema ini juga menjadi perhatian para raksasa teknologi. Melalui sebuah esai di Slate, CEO Microsoft Satya Nadella menjabarkan 10 ketentuan wajib yang sebaiknya dijadikan panduan pembuatan AI, serta turut membahas ‘Tiga Hukum Robot‘ karya penulis fiksi ilmiah legendaris Isaac Asimov dan tulisan Bill Gates di tahun 1995, Internet Tidal Wave.

Esai tersebut diungkap di tengah perdebatan mengenai apakah AI bisa menjadi ancaman sekelas ‘Terminator’ terhadap manusia di masa depan. Belum lama ini saja, sang fisikawan terkenal Stephen Hawking mengingatkan kita mengenai ancaman ‘perlombaan senjata’ berbekal AI yang dilakukan negara-negara maju.

Namun bertolak belakang dari hal itu, Nadella berkeinginan agar manusia dan mesin bisa bekerja sama untuk memerangi penyakit dan kemiskinan. Jadi apa saja hukum dalam pengembangan AI versi CEO Microsoft? Ini dia:

  • AI harus didesain untuk membantu kemanusiaan, serta menghargai kebebasan manusia.
  • AI harus transparan, di mana kita perlu mengetahui bagaimana teknologi bekerja dan apa saja aturannya.
  • AI harus memaksimalkan efisiensi tanpa menghancurkan martabat manusia, dengan turut melestarikan budaya serta menghargai kemajemukan.
  • AI harus dirancang agar dapat menjaga privasi secara pintar.
  • AI harus memiliki algoritma yang dipertanggungjawabkan, sehingga manusia bisa membatalkannya jika mulai membahayakan.
  • AI harus dijaga dari berprasangka agar tidak ada diskriminasi.

Namun dalam pemanfaatan kecerdasaan buatan, terdapat rambu-rambu yang juga harus diikuti oleh manusia:

  • Empati: keadaan mental ini sangat sulit ditiru oleh robot, dan akan sangat berharga dalam interaksi manusia dan mesin.
  • Edukasi: Nadella percaya dengan lebih banyak investasi pada pendidikan, manusia akan dapat mencapai tingkat pemikiran yang lebih tinggi serta menciptakan inovasi yang saat ini belum kita pahami.
  • Kreativitas: merupakan salah satu kemampuan unggulan manusia yang tidak bisa ditiru oleh mesin. Keberadaan AI memperkaya serta menyempurnakan kreativitas.
  • Keputusan dan tanggung jawab: kita boleh saja menerima hasil analisis dan diagnosis komputer, namun keputusan dan pertanggungjawaban tetap berada di pundak manusia.

Via Geek Wire. Header: Business Insider.

Microsoft Akuisisi LinkedIn Senilai $26,2 Miliar

Di tengah-tengah kemeriahan konferensi Xbox di E3 2016, Microsoft rupanya punya kejutan lain yang tidak terduga. Perusahaan pimpinan Satya Nadella tersebut baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka hendak mengakuisisi LinkedIn senilai $26,2 miliar.

Kabar ini terbilang mengejutkan mengingat LinkedIn merupakan perusahaan yang cukup besar, melayani jaringan jutaan kaum profesional di seluruh dunia. Di sisi lain, ini merupakan akuisisi terbesar Microsoft selama berada di bawah pimpinan Satya Nadella dalam dua tahun terakhir.

Sejauh ini Microsoft belum mengungkapkan rencana spesifik terkait apa yang akan mereka lakukan setelah resmi menjadi pemilik LinkedIn di akhir tahun nanti. Dalam siaran persnya, Satya hanya mengatakan bahwa LinkedIn bisa menggenjot pertumbuhannya bersama Microsoft, dan Microsoft sendiri bisa mempercepat pertumbuhan layanan Office 365 dan Dynamics CRM.

Praktisnya kira-kira seperti ini: Microsoft kemungkinan akan memanfaatkan jaringan profesional LinkedIn yang sangat besar untuk menawarkan layanan Office 365 di antara produk lainnya, mendorong komunitas enterprise untuk berinvestasi dalam produk-produk maupun layanan besutan Microsoft. Dari pihak LinkedIn, jejaring sosial tersebut tampaknya bisa diuntungkan oleh pengalaman panjang Microsoft di dunia cloud.

Microsoft sendiri memastikan bahwa LinkedIn masih akan beroperasi secara mandiri, dimana Jeff Weiner masih akan menjabat sebagai CEO LinkedIn dan melapor langsung ke Satya Nadella. Pengguna LinkedIn juga tidak perlu khawatir pengalamannya akan berubah selama proses akuisisi ini.

Sumber: PR Newswire.

Microsoft Bekerja Sama dengan YCAB Fondation Membangun Platform GenerasiBisa

Di sela-sela acara Microsoft Developer Day yang digelar hari ini (26/5) di Jakarta, Microsoft mengumumkan kerja sama dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) Foundation dalam mengembangkan platform pencarian kerja GenerasiBisa. Di samping itu, Microsoft juga menegaskan komitmen mereka untuk mendukung pertumbuhan developer Indonesia lewat program-program seperti Indonesia M-Powered dan Bizspark.

CEO Microsoft Satya Nadella yang hadir di acara Microsoft Developer Day mengatakan, “Misi kami di Microsoft sejak awal adalah untuk memberdayakan setiap orang dan organisasi di seluruh dunia untuk mencapai lebih banyak hal. […] Di negara seperti Indonesia, melangkah ke depan menjadi penting untuk [mendorong] pertumbuhan ekonomi Indonesia dan orang yang akan membuat hal tersebut menjadi mungkin adalah para developer Indonesia.”

Developer [harus] memiliki pandangan mengenai masa depan, karena kami [developer] ada di bisnis untuk membuat masa depan. Kami tidak hidup di masa lalu, kami juga tidak hidup di masa sekarang, yang harus kami lakukan adalah memandang masa depan dan menjadikannya nyata,” lanjut Satya.

Satya juga menekankan bahwa pada akhirnya kebutuhan akan developer adalah mengenai sumber daya manusia. Meski kebutuhan jumlah developer di Indonesia menjadi penting, namun poin utamanya adalah bagaimana caranya agar para developer tersebut bisa produktif.

Selain membicarakan mengenai peranan developer di Indonesia, Satya juga memaparkan mengenai bagaimana komputasi awan dan teknologi terintegrasi dapat membantu bisnis tumbuh dan berkembang.

Sebelum menghadiri Microsoft Developer Festival yang digelar untuk merayakan 20 tahun Microsoft di Indonesia, Satya Nadella juga menyempatkan diri berkunjung ke SMP Muhammadiyah 9 Jakarta. Di kunjungannya, Satya berdiskusi dengan siswa dan guru-guru mengenai penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

Kerja sama Microsoft dengan YCAB Foundation dalam membangun platform GenerasiBisa

(Kiri ke kanan) Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia Ruben Hattari, CEO YCAB Foundation Veronica Colondam, dan Director of Developer Experience and Evangelism Microsoft Indonesia Anthonius Henricus / DailySocial
(Kiri ke kanan) Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia Ruben Hattari, CEO YCAB Foundation Veronica Colondam, dan Director of Developer Experience and Evangelism Microsoft Indonesia Anthonius Henricus / DailySocial

Pentingnya peran developer di Indonesia pun mendapat perhatian tersendiri dari Microsoft, khususnya untuk mendorong kultur startup di Indonesia. Dalam gelaran Microsoft Festival Day ini ada dua program yang digaris bawahi sebagai bentuk dukungan Microsoft menumbuhkan developer di Indonesia, yaitu Bizsprak dan Indonesia M-Powerd yang bekerja sama dengan LSM Lokal YCAB Foundation.

Langkah awal dari program Indonesia M-Powered ini dimulai dengan membangun sebuah platform bernama GenerasiBisa. Platform GenerasiBisa tersebut dibuat untuk mempertemukan lulusan SMA dan SMK dengan para pencari kerja. Selain itu juga dirancang untuk mengembangkan kemampuan melalui rangkaian kelas dan artikel yang bisa diakses online.

CEO YCAB Foundation Veronica Colondam mengatakan, “GenerasiBisa merupakan platform yang bisa memberikan sources bagi anak-anak [lulusan SMA dan SMK] untuk membuka pintu bagaimana membangun karir. […] Platform ini juga dirancang menjadi pusat mentorship. […] Selain di Indonesia, Microsoft juga mengembangkan program serupa dengan GenerasiBisa di negara lain dan salah satunya ada di kawasan Afrika.”

Dalam kerja sama ini, Microsoft memberikan dukungan dari sisi teknologinya, yakni teknologi cloud. YCAB sendiri sebenarnya telah bekerja sama dengan Microsoft sejak tahun 2010.

Tujuan Indonesia M-Powered adalah dapat menghubungkan 10.000 lulusan SMA, SMK, dan universitas dari keluarga kurang mampu dengan perusahaan startup. Di samping itu, bertujuan juga untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, khususnya ilmu komputer. Program jangka panjang ini menargetkan 500 startup untuk bisa berpartisipasi dalam program Bizspark hingga tahun 2020.

Selain bekerja sama dengan YCAB Foundation, Microsoft juga telah memberikan dana kepada salah satu startup Indonesia untuk mendukung program Indonesia M-Powered, yaitu Kelase. Kelase adalah startup yang mengembangkan konten dan solusi pendidikan yang dapat diakses dengan bandwidth rendah bahkan offline. Dana yang diberikan Microsoft jumlahnya mencapai $ 81.000.

Microsoft Memiliki Rencana Untuk Meleburkan Xbox One Dengan PC

Beberapa tahun memasuki era console ke-8, Microsoft terlihat mengambil langkah berbeda. Kini banyak judul-judul eksklusif Xbox mulai mereka sajikan di platform PC, dan belum lama kita tahu CEO Satya Nadella mengonfirmasi kedatangan Universal Windows Applications di Xbox One. Ternyata upaya raksasa asal Redmond itu lebih serius dari perkiraan banyak orang.

Dalam acara pers minggu lalu di San Franchisco, head of Xbox Phil Spencer menyampaikan bahwa Universal Windows Platform akan menjadi fokus strategi gaming mereka selanjutnya. Singkatnya, UWP adalah wadah pengembangan konten, memungkinkan aplikasi berjalan di PC, console dan perangkat bergerak. Artinya Microsoft mencoba meleburkan software di PC berbasis Windows dan Xbox. Ke depan, Anda tidak memerlukan console untuk memainkan game-game Xbox terbaru.

Dengan memindahkan model pengembangan ke Universal Windows Platform, aplikasi dapat dioperasikan di sistem yang kompatibel. Hal ini secara drastis mengubah ekosistem console. Sebelumnya, konsumen terdorong membeli console supaya mereka bisa menikmati sejumlah permainan eksklusif. Arahan baru tersebut bukan hanya berpeluang mendongkrak penjualan PC, namun berpotensi mengakhiri sejarah console game tradisional.

Dalam pernyataannya, Spencer mengakui kelemahan terbesar console. Sisi hardware serta software dari platform khusus gaming ini terkunci sejak awal, meminta gamer tetap setia hingga ia tutup usia sementara ekosistem menjadi semakin baik. Kemudian user akan menunggu sistem generasi selanjutnya. Tapi jika perkembangan berjalan sesuai visi Spencer, console akan kian menyerupai PC.

Di skenario tersebut, tidak ada ‘Xbox Two’ karena Xbox One tidak akan ketinggalan zaman. Platform software terpisah dari hardware, sehingga console bisa diperbarui dari waktu-kewaktu, misalnya membubuhkan prosesor maupun kartu grafis. Backward compatibility menjadi makin umum, hardware baru tetap sanggup menjalankan permainan-permainan lawas.

Kemudian karena produsen bisa lebih memfokuskan upaya pada inovasi hardware, maka gamer juga akan mendapatkan banyak terobosan-terobosan baru di console dibanding sebelumnya. Spencer menjelaskan, “Hal tersebut mirip yang kita sering lihat di PC, di mana saya masih dapat menikmati game-game Quake dan Doom lawas, tapi tetap bisa memainkan judul terkini di resolusi 4K.”

Sangat menarik, namun strategi tim Xbox memunculkan banyak pertanyaan, contohnya: Bagaimana upgrade sistem diimplementasikan? Bolehkah kita meng-upgrade-nya sendiri? Lalu bagaimana cara Microsoft menentukan harga sistem yang sudah mempunyai komponen baru? Dan lain sebagainya…

Via CNET. Sumber: The Guardian & Forbes.

Akan Dapatkan Windows 10 Universal Apps, Xbox One Semakin Mirip PC

Tidak salah jika Microsoft menyebut New Xbox One Experience sebagai update terbesar di sepanjang sejarah console. Pembaruan membawa fitur-fitur unik pada platform Microsoft itu, beberapa contohnya ialah backward compatibility sehingga user bisa menikmati game Xbox 360, serta terbukanya kemungkinan bagi Xbox One buat mengoperasikan app Windows.

Kemampuan tersebut memang merupakan kabar gembira bagi para pemilik console, dan tampaknya Microsoft juga serius dalam proses implementasinya. Setelah Cortana sempat dimunculkan di Xbox One, chief executive officer Satya Nadella membenarkan bahwa sebentar lagi Windows 10 Universal Apps akan mendarat di platform gaming itu, bersumber pada laporan Windows Central. Lewat langkah ini, Xbox One semakin mirip dengan PC.

Konfirmasi tersebut diucapkan sang CEO di depan ribuan developer di Madrid dotNet Conference. Sayangnya ia belum memberikan penjelasan lebih rinci – mengenai kapan atau aplikasi apa saja yang tersedia. Lalu, apakah artinya console current-gen Microsoft itu akan mendapatkan versi penuh dari Windows 10 Store atau kontennya disaring terlebih dulu?

Tentu kehadiran Windows 10 Universal Apps tak hanya menjadi berita menyenangkan untuk gamer. Developer independen juga bisa berkreasi lebih leluasa, karena sejauh ini mereka tidak bisa menghidangkan karya-karya tersebut ke Xbox One. Selain aplikasi-aplikasi third-party favorit, terbuka pula kesempatan bagi user buat mengakses Office Mobile serta software olah data ringan lain berbekal console.

Melengkapi informasi ini, belum lama Phil Spencer selaku head of Xbox menyampaikan bahwa dukungan keyboard dan mouse akan tiba di Xbox One, berdasarkan jawabannya atas pertanyaan seorang penggemar di Twitter. Permintaan kompatibilitas periferal kontrol ala PC tersebut belakangan meningkat mendekati peluncuran game-game cross-platform semisal Fable Legends serta permainan RTS Halo Wars 2.

Xbox One dapat membaca keyboard USB begitu Anda menyambungkannya dan dapat dipakai untuk memasukkan teks. Namun buat sekarang, mouse dan keyboard belum bisa dimanfaatkan di dalam permainan. Menerapkan update agar periferal PC dapat menjadi alternatif Xbox One controller sebetulnya sederhana, tapi sebelumnya Microsoft perlu menyeimbangkan sistem supaya gamer ber-gamepad tidak tersingkir, terutama dimultiplayer.

Setelah backward compatibility, dukungan Windows 10 Universal Apps pada sistem akan sangat membantu Xbox One dalam berkompetisi dengan rival terbesarnya, PlayStation 4. Dari data finansial terkini, console game Sony itu terjual sebanyak 37,7 juta unit lebih.

Via GameSpot.

Satya Nadella Resmi Ditunjuk Sebagai CEO Baru Microsoft Gantikan Steve Ballmer

Pasca pengumuman pengunduran diri Steve Ballmer dari kursi CEO Agustus 2013 lalu sejumlah nama muncul dalam bursa pengganti dirinya sebagai CEO Microsoft, nama tersebut antara lain Alan Mulally dan mantan bos Nokia Stephen Elop. Beberapa waktu berselang saga tampuk pimpinan Microsoft berakhir hari ini dengan resminya penujukan Satya Nadella sebagai CEO baru.

Continue reading Satya Nadella Resmi Ditunjuk Sebagai CEO Baru Microsoft Gantikan Steve Ballmer