Sayurbox, salah satu startup online grocery yang mengalami pertumbuhan signifikan selama pandemi, mengumumkan layoff terhadap 5% karyawannya. Dilansir dari IDN Times, Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK) ini dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan bisnis perusahaan.
“Keputusan sulit ini tidak dapat dihindari supaya perusahaan lebih agile dan mampu menjaga tingkat pertumbuhan sehingga terus memberikan dampak positif bagi para konsumen, mitra pengemudi, ribuan petani, dan produsen lokal yang bekerjas ama dengan kami, dan supaya bisnis bisa sustainable dalam jangka panjang,” ujar Co-Founder & CEO Sayurbox Amanda Susanti.
Sayurbox akan memberikan paket kompensasi bagi karyawan yang terdampak PHK sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pihaknya juga akan memberikan program pendampingan agar karyawan yang terkena PHK bisa mendapat kesempatan mencari pekerjaan baru.
Salah satunya adalah memberikan akses ke perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan. Sayurbox membuka akses ke Sayur Alumni Support di mana karyawan terdampak dapat menaruh CV mereka yang nantinya akan didistribusikan ke investor, partner, dan recruitment agency.
Sayurbox sebelumnya mengatakan telah mengalami pertumbuhan eksponensial melalui penambahan produk, ekspansi cakupan wilayah dari Jabodetabek ke Surabaya dan Bali, serta membangun jaringan gudang mikro untuk layanan cepat (quick commerce) Sayurbox dan SayurKilat.
Investasi Sayurbox
Dalam dua tahun terakhir, Sayurbox telah banyak memperoleh pendanaan dari berbagai investor. Pada April 2021, Sayurbox menerima pendanaan seri B dipimpin oleh Astra Digital, bagian dari Astra International. Didukung sejumlah investor seperti Syngenta Group Ventures, Global Brain Corporation, Ondine Capital, Strategic Year Holdings Ltd., dan beberapa nama lainnya.
Kemudian, Sayurbox kembali menandatangani perjanjian investasi dengan PT Metrodata Electronics Tbk (IDX: MTDL) pada September 2021. Metrodata akan memberikan pendanaan senilai $500 ribu atau Rp7 miliar yang merupakan investasi pendahuluan pada tahap Bridge Round di Sayurbox. Melalui perjanjian ini, perusahaan dalam kurun waktu tertentu akan mendapat kepemilikan saham Sayurbox sesuai persentase saham didasarkan pada perhitungan yang diatur.
Pada awal 2022, Sayurbox mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C senilai $120 juta atau setara Rp1,7 triliun. Putaran investasi ini dipimpin oleh Northstar dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari International Finance Corporation (IFC). Investor sebelumnya turut terlibat, di antaranya Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain, dan beberapa investor lainnya.
Pendanaan seri C didapat kurang dari setahun setelah pendanaan Seri B senilai $15 juta yang dipimpin oleh Astra. Perolehan ini disebut mengokohkan Sayurbox di jajaran centaur lokal dengan estimasi valuasi $200 juta-$400 juta saat itu.
Jatuh-bangun online grocery
Layanan online grocery telah menjadi salah satu sektor yang diuntungkan dari pandemi COVID-19. Selama masa pembatasan sosial, layanan online grocery banyak dimanfaatkan konsumen untuk membeli kebutuhan sehari-sehari.
Namun, popularitas online grocery tampaknya mulai menurun sejalan dengan kembalinya aktivitas masyarakat ke luar rumah sejak tahun lalu. Banyak konsumen yang kembali berbelanja normal di toko fisik atau pasar tradisional alih-alih tetap memanfaatkan online grocery.
Di sepanjang 2022, DailySocial mencatat sejumlah pemain yang menawarkan online grocery atau quick commerce terpaksa menyerah dan harus menghentikan operasionalnya. Beberapa di antaranya adalah Brambang yang kini beralih menjadi online marketplace untuk elektronik, layanan Traveloka Mart milik Traveloka, dan Bananas.
Sebelumnya, HappyFresh juga telah melakukan PHK kepada pegawainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan restrukturisasi bisnis guna menyusun strategi bisnis berkelanjutan.
Adapun, Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) mengungkap bahwa kontribusi penjualan dari transaksi online baru mencapai 5%-6% dari total penjualan di sektor ritel di 2021. Memperlihatkan bahwa sektor niche seperti online grocery atau quick commerce masih sangat kecil, terlebih operasionalnya banyak berpusat di kota-kota besar.
Mereka juga harus bersaing dengan pemain yang didukung dengan ekosistem supply chain dan infrastruktur logistik yang kuat dalam memenuhi permintaan, seperti GoMart (GoTo), AlloFresh (CT Corp), dan Blibli Mart (Blibli). Belum lagi ketatnya persaingan pada harga.